wartawan singgalang

Kamis, 24 April 2014

Iswandi Pengusaha Batubata Tigginya Permintaan Pasar, Ditengah Sulitnya Kayu Bakar

Iswandi Pengusaha Batubata
Tigginya Permintaan Pasar, Ditengah Sulitnya Kayu Bakar

Sintuak---Dengan telah turunnya sebagian besar bantuan rehab rekon bagi masyarakat korban gempa di Padang Pariaman, tak ayal lagi pembangunan kembali rumah yang hancur dan rusak berat oleh masyarakat sedang berjalan dengan segala dinamikanya. Bantuan yang turun lewat Pokmas itu tidak saja membuat penerimanya merasa senang dan bahagia, tetapi juga berdampak positif bagi pengusaha tembok, alias batubata atau batu merah.
    Iswandi Datuak Mangguang, satu diantara pengusaha batubata di Korong Palembayan, Kenagarian Sintuak, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang mengakui tingginya permintaan akan batubata tersebut. Sebanyak 20 tungkunya untuk memprodusi batubata setiap hari beroperasi. Baik proses pembuatan, maupun yang sedang membakar.
    Setiap tungkunya, kata dia, mampu memproduksi sebanyak 10.000 batubata. Dengan tungkunya yang 20 itu, Iswandi mampu mengolah tanah menjadi batubata sebanyak 200.000 buah. Hasil yang sebanyak itu masih dianggap kurang, lantaran tingginya permintaan pasar, dan masyarakat korban gempa yang akan membangun kembali rumahnya. Batubata hasil buatan Iswandi ini, disamping dibeli masyarakat sekitar, juga banyak yang dijual keluar daerah, seperti Kota Padang, dan daerah lainnya di Sumbar ini.
    Untuk mengolah tanah menjadi batubata, Iswandi masih memakai pola tradisional. Yakni tenaga manusia dan kerbau. Setiap tungkunya, hanya mempekerjakan dua tenaga kerja setiap harinya.
    Walikorong palembayan ini menyebutkan, tungku yang sebanyak itu, merupakan tanah milik orang lainnya yang dia olah, dengan sistim bagi hasil. "Dalam 10.000 batubata yang dihasilkan, itu untuk yang punya tanah dapat bagian sebanyak 1.000 batubata. Itu kesepakan yang dibuat bersama, bagi masyarakat yang punya lahan," kata Iswandi kemarin di Sintuak.
    Harga jual setiap batubata, kata Iswandi, bervariasi. Kalau diantar keluar daerah, sampai lokasi harganya setiap batubata mencapai Rp700, dan kalau ditungku hanya Rp550. Dengan tingginya permintaan batubata itu, nyaris tidak ada batubata yang terletak lama ditungku. Begitu selesai dibakar, mobil yang akan mengangkut batubata sudah antrian. Barangkali ini juga hikmah bencana diturunkan Tuhan, terhadap pengusaha batubata.
    Iswandi melihat, tanah yang digunakan untuk batubata di Palembayan itu masih dianggap banyak. Bahkan untuk produksi 20 tahun kedepan, pengusaha batubata dikampung itu masih bisa mengolahnya. Batubata yang diproduksi di Palembayan sangat dikenal diluar sana. Saking terkenalnya batubata tersebut, itu simpang
jalan menuju Palembayan dari Korong Pungguang Kasiak, Lubuk Alung dinamakan dengan Simpang Tembok.
    Yang menjadi kendala, lanjut Iswandi, adalah kondisi cuaca yang kurang bersahabat saat ini. Begitu batubata dicetak, itu menunggu dua hari baru kering dijemur. Setelah itu baru dibakar. Kendala lainnya yaitu sulitnya kayu buat membakar batubata. "Saya mendatangkan kayu dari Pasaman Barat. Sebab, daerah kita Padang Pariaman tidak banyak punya kayu. Nah, kayu sedikit agak sulit, lantaran banyak yang digunakan untuk yang lain. Apalagi untuk daerah Padang Pariaman. Itu kayu digunakan untuk membangun rumah pascagempa," ungkap Iswandi.
    "Ketika terjadi keterlambatan batubata sampai lokasi konsumen, itu hanya disebabkan sulitnya kayu buat pembakar, dan kurang baiknya cuaca. Selebihnya tidak ada," tambahnya. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar