wartawan singgalang

Rabu, 19 Desember 2012

Tak Punya Jamkesmas dan Jamkesda Penderita Gizi Buru Butuh Bantuan

Tak Punya Jamkesmas dan Jamkesda
Penderita Gizi Buru Butuh Bantuan

Pariaman---Arindu dinyatakan oleh dokter terjangkit gizi buruk. Anak usia delapan bulan itu beratnya empat kilogram. Sejak Jumat lalu, anak ke enam buah hati pasangan Dasril (33) dengan Murniati (32) itu dimasukkan ke RSUD Pariaman, atas persetujuan dan saran dari Kepala Puskesmas Sikabu Lubuk Alung, Padang Pariaman, dr. Yuli Erwita.
    Malang bagi Murniati, sang ibu kandung Arindu, dia tak punya yang namanya Jamkesmas dan Jamkesda, sebagai prasyarat oleh pihak rumah sakit dalam menanganinya, lantaran berasal dari keluarga miskin. Suaminya, Dasril hanya sebagai petani kampung yang tak punya banyak pitih untuk biaya pengobatan anaknya tersebut. Namun, bidan di kampungnya terus mendesak, agar dilakukan perawatan intensif untuk kesembuhannya.
    Kini, sudah hampir satu pekan Murniati tidur dan tergeletak di RSUD Pariaman bersama anak kecilnya itu. Sedangkan suaminya, Dasril terpaksa harus bolak-balik dari rumahnya, Padang Baru, Koto Buruak, Lubuk Alung ke Pariaman demi kesembuhan sibuah hati nan di cintainya. "Alah duo tabuang habisnya oksigen pak. Alhamdulillah, lai ada perubahannya, kata dokter. Dia harus memakai oksigen terus," kata Murniati.
    Rabu kemarin, Camat dan Walinagari Lubuk Alung, Azminur dan Harry Subrata bersama anggota DPRD Sumatra Barat, Sitti Izzati Azis, Ketua Golkar Lubuk Alung, Takarijon dan Burhanuddin, salah seorang tokoh masyarakat mendatangi RSUD Pariaman, melihat langsung kondisi warganya yang mengalami gizi buruk demikian.
    Sitti Izzati Azis minta dan mohon kepada pihak RSUD untuk menangani masyarakat di daerah pemilihannya itu, agar bisa cempat sembuh seperti sediakala. "Kepada Walinagari Harry Subrata, tolong buatkan surat keterangan miskin dan proposal sekalian. Sebab, ada bantuan dari Badan Amil Zakat (BAZ) Provinsi Sumatra Barat yang akan membantu biaya pengobatan Arindu," kata Sitti.
    Direktur RSUD Pariaman, dr. Lila Yanuwar berjanji akan menangani anak tersebut dengan sebaik-baiknya. "Insya Allah, selama anak ini berada disini akan ditangani dengan baik. Namun, tentu perlu kepastian biaya dari pemerintah, dikarenakan yang bersangkutan tak punya Jamkesmas dan Jamkesda, selaku keluarga miskin dan kurang mampu," kata dia.
    Camat Azminur yang terkenal cepat tanggap, langsung memberikan respon positif terhadap hal itu. Bersama Walinagari Harry Subrata dia segera membuat surat, seperti yang di sarankan anggota dewan terhormat itu. Sebab, anggota dewan itu berjanji akan memastikan adanya bantuan dari BAZ provinsi, lantaran sudah mengontak pengurus BAZ demikian.
    "Persoalan besar dan berat seperti ini, kalau di persamakan, akan ada hasilnya. Disinilah nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian kita bersama, terhadap penderitaan anak miskin. Walau bagaimanapun, Arindu harus diselamatkan dari penyakit tersebut," kata dia.
    Baik Camat Azminur, Walinagari Harry Subrata dan Sitti Izzati Azis, dalam menjenguk itu sedikit memberikan bantuan uang ala kadarnya, sembari memberikan semangat kepada Murniati, sang ibu Arindu, agar kuat dan tabah dalam menerima cobaan demikian. Tuhan punya cara sendiri dalam memberikan ujian kepada hambaNya. (damanhuri)

Selasa, 18 Desember 2012

Tiga Tahun tak Sembuh, Anggra Digadaikan Orangtuanya

Tiga Tahun tak Sembuh, Anggra Digadaikan Orangtuanya

Lubuk Alung---Sewaktu lahir namanya Delon. Lantaran tak henti-hentinya sakit, digantilah namanya menjadi Anggra. Itulah yang dilakukan pasangan Elfina dan Fitri Yuliani, terhadap anak pertamanya itu. Bahkan, anaknya tersebut sudah digadaikan pula kepada orang lain. Sebab, menurut kepercayaan orang kampung, kalau anak sakit-sakit terus rancak digadaikan ke orang lain, tetapi tetap orangtuanya yang mengasuh.
    Menurut dokter, Anggra ini mengalami penyakit asma. Tersumbat saluran pernafasannya. Ketika datang musim batuk, anak yang telah berusia 3,3 tahun ini tak pandai mengeluarkan dahak dalam kerongkongannya. Sampai saat ini banyak sudah dahak yang terkurung dalam badannya yang tak mau keluar.
    Fitri Yuliani menyebutkan keluh-kesahnya dalam menangani anaknya itu. "Waktu lahir tiga tahun yang silam beratnya hanya 1,8 kilogram. Sering diobat, tak tanda-tanda sehat belum tampak. Ketika musim hujan saat ini, adalah puncak dari penyakitnya kambuh. Sangat susah dia bernafas, dan disuapin obat apalagi," ceritanya.
    Pasangan keluarga kecil yang masih mendiami rumah orangtuanya di Padang Baru, Korong Koto Buruak, Lubuk Alung, Padang Pariaman ini mulai dirasuki oleh rasa malu dan rendah diri, lantaran sewaktu ikut imunisasi banyak teman sebayanya yang mencemeehkan penyakit yang diderita oleh anaknya tersebut.
    Badan Anggra bertambah kecil. Banyak tulangnya yang tersusun dengan rapi. Sedangkan kepalanya semakin membesar. Karena keluarga ini berasal dari rumah tangga miskin, tak ada jalan lain yang ditemuinya agar bisa keluar dari kesulitan yang amat sangat itu. Obat yang dibelinya melalui bidan desa yang ada di kampung itu, sangat susah pula untuk dihabiskan, lantaran orangtua merasa iba untuk memaksa sang anak memakan obat.
    Kepada pasangan keluarga ini, bidan menyarankan agar anak tidak dibiarkan mandi air hujan, makan es, makan nasi sipulut. Sebab, hal demikian akan sangat berdampak pada penyakit yang dideritanya. Keluarga kecil yang tinggal dirumah orangnya yang baru siap dibangun, lantaran sehabis menerima ganti rugi tanah rumah lamanya yang terkena pembangunan jalan lingkar Lubuk Alung, hanya bisa pasrah dan sedih ketika melihat parasaian yang ditanggung oleh anak segitu umurnya.
    Walinagari Lubuk Alung, Harry Subrata bersama Ketua PK Golkar setempat, Takarijon yang datang kerumah itu, Minggu (16/12) mengingatkan agar jangan terlalu didengarkan ocehan orang lain. "Yang penting bagaimana anak ini bisa sehat dan selamat dari penyakit. Teruslah berobat. Datanglah ke imunisasi kapan waktunya tiba," saran Harry Subrata, seraya menyerahkan sedikit uang buat berobat. (damanhuri)

Minggu, 16 Desember 2012

Derita si Miskin di Pondok Tirih

Derita si Miskin di Pondok Tirih

Lubuk Alung---Kaum tak berpunya tak akan lepas dari derita. Nestapa hanya bisa diratapi. Entah kapan nasib itu akan berubah. Orang miskin, terkadang hanya bisa berkeluh-kesah.
    Dari sebuah pondok tirih di Lubuk Alung, ada pasangan keluarga yang butuh uluran tangan dermawan. Anak mereka sakit-sakitan dan mereka tak punya biaya mengobati.
    Sejak berusia enam bulan hingga kini sudah berumur 3,5 tahun, Arif Mustafa terus mengalami penyakit. Awalnya step atau panas yang sangat tinggi. Kadang-kadang dingin menggigil, hingga bibirnya sampai menghitam. Penyakit yang diderita oleh anak ke-3 pasangan Yenti Murni dan Musliadi ini, bagaikan kurang gizi saja.
    Bayangkan saja, pada usianya yang menajak hampir empat tahun, berat badannya hanya 10,3 kilogram. Seharusnya, menurut kader Posyandu anak itu sudah mencapai beratnya 15 kilogram. Bagi sang ibu tetap berupaya bagaimana anak laki-lakinya itu bisa sembuh, seperti layaknya anak-anak kampung yang sehat lainnya.
    Minggu kemarin Singgalang bersama Walinagari Lubuk Alung, Harry Subrata dan Ketua PK Golkar, Takarijon serta ditemani oleh petugas Posyandu dan pemuda mendatangi Jorong Padang Baru, Koto Buruak Lubuk Alung, tempat dimana pasangan keluarga miskin itu tinggal.
    Yenti Murni yang asik melakukan kegiatannya membordir mukena milik orang lain merasa terkejut, dan tersanjung sekali rumahnya yang terbuat dari kayu dan beratapkan rumbia yang sudah mulai tiris itu didatangi sang pemimpin pilihan masyarakat. Dia menceritakan beban berat yang ditanggung keluarganya, terutama anak yang nomor tiga yang sangat susah makan dalam kesehariannya.
    "Paling banyak itu hanya makan roti. Makan nasi susah. Beberapa hari yang lalu badannya sempat mengecil. Tapi kini, karena rutinitas berobat badannya kembali timbul. Selalu dibawa berobat ke bidan desa yang ada di Padang Baru, dan ikut pula imunisasi setiap pekannya," ceritanya.
    Suaminya Musliadi sedang tidak berada di rumah. Dia seorang petani kampung. Karena ada orang yang mempunyai tanah pusako yang luas merasa iba melihat keluarganya itu, maka tinggallah keluarga Musliadi dan Yenti Murni dalam sebuah pondok, kepunyaan pemilik tanah yang sangat sederhana sekali bersama tiga putra-putrinya.
    Sambil menjadi ibu rumah tangga yang baik, Yenti juga bekerja dalam rumahnya, menerima upahan bordir mukena. "Sejak anak yang kecil ini sakit-sakitan, hanya mampu sehelai mukena selesainya sehari. Dengan ini, ambo diberi upah Rp20 ribu. Itulah kerja sambilan, disamping mengharap jerih payah suaminya yang bekerja sebagai buruh tani di ladang orang," ungkapnya.
    Walinagari Harry Subrata merasa terenyuh melihat keluarga itu. Sambil memberikan bantuan ala kadarnya, walinagari mengingatkan Yenti untuk tidak berputus asa dari penderitaan itu. "Yang penting raji berobat. Turuti apa saran orang kesehatan. Semoga bisa sembuh kembali," katanya. (damanhuri)

Sabtu, 15 Desember 2012

Tambua Tassa di MTsN Tawalib, Menggerakan Kesenian yang Hampir Punah

Tambua Tassa di MTsN Tawalib, Menggerakan Kesenian yang Hampir Punah

Pariaman---Gandang tambua tassa adalah suatu kesenian tradisional asal Pariaman. Alat musik perkusi yang dipukul terdiri dari enam buah tambua dan sebuah tassanya. Dimainkan oleh tujuh orang. Kesenian ini sangat diminati dan di budayakan oleh anak nagari di Pariaman sejak saisuak. Bahkan, kesenian itu telah mengakar kuat, sehingga menjadi acara rutin bagi anak nagari.
    Menurut sejarah, tambua ini berasal dari bagian kayu yang tersisa sewaktu pembuatan kapal Nabi Nuh AS di tanah Arab, yang kemudian dibawa oleh laut ke pantai Sumatra Barat, Pariaman. Pada masa sekarang gandang tambua tassa digunakan untuk maarak anak daro jo marapulai (pasangan pengantin baru), memeriahkan acara, khatam Quran, menanti tamu agung yang datang ke Pariaman, dan kadang-kadang digabungkan dengan silek galombang, dan lain sebagainya.
    Banyak masyarakat mengenal kesenian musik gandang tambua tassa ini sebagai prosesi tabuik. Dengarlah ketika musim batabuik di Piaman, yang namanya gandang tambua tassa tak boleh tidak adanya. Ada tiga prosesi yang harus dilakukan dalam prosesi tabuik, sambil membunyikan gandang tambua tassa; maambiak tanah, dan manabang batang pisang, serta puncak hoyak tabuik itu sendiri.
    Di MTsN Tawalib Padusunan, Pariaman gandang tambua tassa di jadikan sebagai kurikulum pengembangan diri yang diajarkan setiap hari Sabtu. Menurut Emma Marni, sang Kepala sekolah itu ada 13 program pengembangan diri yang diajarkannya. Salah satunya gandang tambua tassa, sebagai kesenian asli daerah Pariaman ini.
    "Kita merasa perlu untuk melestarikannya melalui kurikulum pengembangan diri. Tim gandang tassa MTsN Tawalib beberapa waktu lalu memperoleh juara dua pada festival gandang tassa se Kota Pariaman untuk tingkat SLTP. Buah manis dari kerja keras ini merupakan suatu kebanggan bagi sekolah dan akan terus dikembangkan. Kesenian itu sendiri dikembangkan oleh Ratna Wilis, yang bertindak sebagai guru pembinanya," cerita dia.
    Pihaknya ingin, kesenian gandang tambua tassa yang sudah mulai hampir punah itu kembali di gerakan dikalangan pelajar sekolah tersebut. "Dengan program pengembangan diri lewat kesenian dimaksud, kita ingin menjadikan sekolah yang punya sejarah panjang ini mampu menjadi barometer dalam menumbuh-kembangkan kebudayaan yang punya sakral yang kuat itu," ungkapnya.
    Ratna Wilis sendiri menilai anak asuhannya yang notabene anak rang Piaman sangat antusias untuk belajar dan membudidayakan gandang tassa ini sebagai pengembangan dirinya. Tim terus membina dan melestarikan gandang tasa ini sebagai tanggungjawab moral dalam melestarikan kebudayaan Minangkabau, khususnya gandang tassa demikian.
    "Jenis bunyi gandang tassa berbeda-beda. Ada jenis pukulan gandang perang, dengan pukulan bertalu-talu serupa dengan bunyi sekelompok kuda yang sedang berlari. Ada pula pukulan gandang tassa secara bersedih, dan beberapa jenis pukulan lainnya. Gandang tassa ini berfungsi penyemangat anak nagari Pariaman, dan menjadi unsur utama dalam pelaksanaan pesta budaya tabuik," katanya.
    Dia melihat, sebagai pemanggil orang, gandang tassa membangkitkan semangat penabuh dan orang yang mendengarkannya. Bahkan saking semangatnya, penabuh gandang tassa bisa seperti orang yang kerasukan saat menabuh alat yang terbuat dari kulit ternak tersebut. Disetiap iven yang diadakan dan diikuti Kemenag Kota Pariaman, gandang tassa MTsN Tawalib selalu turut-serta memeriahkan dan mengobarkan semangat.
    Menurutnya, saat perkemahan pramuka santri nusantara tingkat Kota Pariaman di bumi perkemahan Cubadak Mentawai pertengahan Juni lalu, tingkat Provinsi Sumatra Barat di bumi perkemahan Darul Ikhlas, Tanah Datar awal Agustus lalu, gandang tassa MTsN Tawalib juga ikut andil. Kemudian memeriahkan pembukaan mufakat tingkat Sumbar di asrama haji Tabing Padang, tentunya kehadiran gandang tassa memberi semangat juang yang tinggi bagi khafilah atau kontingen dari Kota Pariaman itu sendiri dalam berbagai ajang yang di adakan dan diikutinya. (damanhuri)

Senin, 10 Desember 2012

Ziarah, Tradisi NU yang Mesti Dimasyarakatkan

Ziarah, Tradisi NU yang Mesti Dimasyarakatkan

Jawa Timur---Dari 15 hingga 19 Mei 2012, kami (H. Febby Datuak Bangso Nan Putiah, H. Aminullah dan Damanhuri) melakukan rangkaian ziarah ke Jawa Timur dan Jakarta. Ziarah yang merupakan tradisi warga NU selama ini harus dimasyarakatkan, karena disamping mengingatkan kita akan kematian, juga mengenang serta belajar dari perjuangan yang dilakukan oleh ulama dan tokoh yang diziarahi itu. Kami mulai ziarah di makam Sunan Ampel, Surabaya. Tokoh yang dikenal sebagai salah seorang dari Walisongo atau wali sembilan itu cukup memberi sebuah inspirasi tersendiri.
    Siapa Sunan Ampel? Masa kecilnya bernama Raden Rahmat. Diperkirakan dia lahir pada tahun 1401 di Champa. Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan, Champa adalah satu negeri kecil yang terletak di Kamboja. Pendapat lain, Raffles menyatakan Champa terletak di Aceh yang kini bernama Jeumpa. Menurut beberapa riwayat, orangtua Sunan Ampel adalah Makhdum Ibrahim (menantu Sultan Champa dan ipar Dwarawati). Dalam catatan Kronik China dari Klenteng Sam Po Kong, Sunan Ampel dikenal sebagai Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa (suku Hui beragama Islam mazhab Hanafi) yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas China di Champa oleh Sam Po Bo. Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu - menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit. Haji Gan En Cu juga telah ditugaskan sebagai kapten China di Tuban. Haji Gan En Cu kemudian menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten China di Jiaotung (Bangil).
    Sementara itu seorang putri dari Kyai Bantong (versi Babad Tanah Jawi) alias Syaikh Bantong (alias Tan Go Hwat menurut Purwaka Caruban Nagari) menikah dengan Prabu Brawijaya V (alias Bhre Kertabhumi) kemudian melahirkan Raden Fatah. Namun tidak diketahui apakah ada hubungan antara Ma Hong Fu dengan Kyai Bantong. Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Ampel disebut Sayyid Rahmad merupakan keponakan dari Putri Champa permaisuri Prabu Brawijaya yang merupakan seorang muslimah. Raden Rahmat dan Raden Santri adalah anak Makhdum Ibrahim (putra Haji Bong Tak Keng), keturunan suku Hui dari Yunnan yang merupakan percampuran bangsa Han/Tionghoa dengan bangsa Asia Tengah (Samarkand). Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh/Abu Hurairah (cucu raja Champa) pergi ke Majapahit mengunjungi bibi mereka bernama Dwarawati puteri raja Champa yang menjadi permaisuri raja Brawijaya. Raja Champa saat itu merupakan seorang muallaf. Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh akhirnya tidak kembali ke negerinya karena Kerajaan Champa dihancurkan oleh Kerajaan Veit Nam.
    Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin (= Hikayat Banjar resensi I), nama asli Sunan Ampel adalah Raja Bungsu, anak Sultan Pasai. Beliau datang ke Majapahit menyusul/menengok kakaknya yang diambil istri oleh Raja Majapahit, yang saat itu bernama Dipati Hangrok dengan mangkubuminya Patih Maudara (kelak Brawijaya VII). Dipati Hangrok (alias Girindrawardhana alias Brawijaya VI) telah memerintahkan menterinya Gagak Baning melamar Putri Pasai dengan membawa sepuluh buah perahu ke Pasai. Sebagai kerajaan Islam, mulanya Sultan Pasai keberatan jika putrinya dijadikan istri Raja Majapahit. Tetapi karena takut binasa kerajaannya akhirnya Putri tersebut diberikan juga. Putri Pasai dengan Raja Majapahit memperoleh anak laki-laki. Karena rasa sayangnya Putri Pasai melarang Raja Bungsu pulang ke Pasai.
    Sebagai ipar Raja Majapahit, Raja Bungsu kemudian meminta tanah untuk menetap di wilayah pesisir yang dinamakan Ampelgading. Anak laki-laki dari Putri Pasai dengan raja Majapahit tersebut kemudian dinikahkan dengan puteri raja Bali. Putra dari Putri Pasai tersebut wafat ketika istrinya Putri dari raja Bali mengandung tiga bulan. Karena dianggap akan membawa celaka bagi negeri tersebut, maka ketika lahir bayi ini (cucu Putri Pasai dan Brawijaya VI) dihanyutkan ke laut, tetapi kemudian dapat dipungut dan dipelihara oleh Nyai Suta-Pinatih, kelak disebut Pangeran Giri. Ketika terjadi huru-hara di ibukota Majapahit, Putri Pasai pergi ke tempat adiknya Raja Bungsu di Ampelgading.
    Penduduk desa-desa sekitar memohon untuk dapat masuk Islam kepada Raja Bungsu, tetapi Raja Bungsu sendiri merasa perlu meminta izin terlebih dahulu kepada Raja Majapahit tentang proses Islamisasi tersebut. Akhirnya Raja Majapahit berkenan memperbolehkan penduduk untuk beralih kepada agama Islam. Petinggi daerah Jipang menurut aturan dari Raja Majapahit secara rutin menyerahkan hasil bumi kepada Raja Bungsu. Petinggi Jipang dan keluarga masuk Islam. Raja Bungsu beristrikan puteri dari petinggi daerah Jipang tersebut, kemudian memperoleh dua orang anak, yang tertua seorang perempuan diambil sebagai istri oleh Sunan Kudus (tepatnya Sunan Kudus senior/Undung/Ngudung), sedang yang laki-laki digelari sebagai Pangeran Bonang. Raja Bungsu sendiri disebut sebagai Pangeran Makhdum.
    Sunan Ampel datang ke pulau Jawa pada tahun 1443, untuk menemui bibinya, Dwarawati. Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah dengan raja Majapahit yang bernama Prabu Kertawijaya. Sunan Ampel menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri seorang adipati di Tuban yang bernama Arya Teja. Mereka dikaruniai empat orang anak; Putri Nyai Ageng Maloka, Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Syarifah, yang merupakan istri dari Sunan Kudus. Pada tahun 1479, Sunan Ampel mendirikan Masjid Agung Demak. Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
    Dari Sunan Ampel, kami bertolak ke Bangkalan, Madura. Tepatnya ke makam KH. Muhammad Kholil Bangkalan. Kiai yang satu ini dikenal sebagai inspirator berdirinya organisasi besar Nahdlatul Ulama. Banyak sejarah mencatat, bahwa sebelum KH. Muhammad Hasyim Asy'ari bersama ulama lainnya mendirikan organisasi demikian, datanglah untusan Kiai Kholil ke Jombang untuk menyerahkan sebuah tongkat dan tasbih. Bahkan, utusan itu dua kali datang ke Jombang untuk menyerahkan kiriman Kiai Kholil ke KH. Hasyim. Nah, kiriman itu dinilai oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagai isyarat penyetujuan gurunya tentang sebuah keinginan bersama mendirikan NU, yang kelak menjadi organisasi terbesar didunia ini.     Menurut Saiful Rachman dalam bukunya; 'Surat Kepada Anjing Hitam, Biografi dan Karomah Kiai Kholil Bangkalan', KH. Muhammad Kholil Bangkalan adalah seorang ulama sekaligus waliyullah. Lahir bernama Muhammad Kholil. Kota Bangkalan tempat kelahirannya, kemudian dinisbahkan kepada namanya dan akhirnya dikenal dengan nama Muhammad Kholil Bangkalan.
    Dari sudut manapun, kehidupannya sangat menarik untuk dibicarakan. Legenda tentang perilakunya yang penuh keajaiban banyak sekali. Kehidupannya sangat unik. Kiai Kholil dikenal sebagai mubaligh, pimpinan pesantren, pencetak kader ulama terkemuka di Jawa dan Madura, juga menjalani kehidupan sufi dan Mursyid Thariqat. Disamping itu, Kiai Kholil adalah inspirator berdirinya NU. Beliau lahir pada 11 Jumadil Akhir 1235 H bertepatan dengan 14 Maret 1820 M, dari KH. Abdul Latif, seorang ulama besar keturunan Sunan Gunung Jati. Sebagai seorang ulama sufi, Kiai Kholil dikenal banyak karomah, sehingga sampai saat ini makamnya selalu ramai dikunjungi masyarakat.
    Kami berzikir, menghadiahkan fatihah sebagaimana layaknya orang ziarah di makamnya. Memang waktu kami datang, makam Kiai Kholil yang terletak dikomplek masjid itu sedang ramai dikunjungi oleh banyak orang. Hari sore ditengah hujan yang cukup lebat, kami merapat diantara puluhan peziarah lainnya, bersama membaca wirit-wirid ziarah. Dari Madura, kami melanjutkan perjalanan ke Blitar, setelah sebelumnya bertemu dengan Menteri PDT RI, Helmy Faishal Zain. Perjalanan dari Surabaya ke Blitar kami tempuh dimalam hari, dan akhirnya istrirahat di salah satu hotel di Blitar. Paginya, kami langsung ke makam Bung Karno. Ternyata kesempatannya juga sama. Kami juga dapat menempati tempat yang agak didepan dari kerumunan peziarah yang semakin ramai berdatangan dari berbagai pelosok Jawa Timur itu. Terlihat sekali banyak orang yang datang dan berziarah ke makam sang Proklamator dan Presiden RI pertama tersebut. Sebab, disamping hal demkikian, Bung Karno juga dikenal sebagai salah seorang tokoh Islam yang paling berpengaruh di Indonesia. Seperti ditulis oleh Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, dalam bukunya; '100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Indonesia disebutkan, Bung Karno yang lahir pada 1901 M di Blitar itu adalah keturunan dari Raden Hardjodikromo, seorang bangsawan Jawa yang dikenal dengan Priyayi. Ada hal yang paling menarik pada Bung Karno. Dia selalu pakai peci hitam, yang saat itu bila ada orang Indonesia lainnya berada di Makkah pakai peci, selalu digelari sebagai Soekarno. Inilah ciri Islam kuat yang dipegangi oleh bapak bangsa itu. NU pernah memberikan gelar kepada Soekarno; 'Waliyyul amri dharuri bissaukah', karena diangap telah melindungi dan memberi kebebasan kepada umat Islam Indonesia untuk melaksanakan ajaran agamanya. Sementara, Muhammadiyah memberikan gelar Doktor Honoris Causa. Bung Karno (1901-1970) jelas figur yang bersejarah. Dia telah meninggalkan pengaruh yang sangat luar biasa. Diantara peninggalannya, kesadaran kebangsaan kita, perasaan dan kesadaran ke-Indonesiaan kita, kesadaran kita sebagai bangsa yang tidak menjiplak begitu saja dari dunia luar, melainkan menggelutinya secara kritis dan menjadikannya sebagai bahan untuk pengembangan Indonesia.
    Selesai di Blitar kami menuju daerah Jombang. Ya, siapa lagi, kalau bukan makam ulama besar dan pahlawan nasional; KH. Muhammad Hasyim Asy'ari, KH. Abdul Wahid Hasim dan KH. Abdurrahman Wahid (1940-2009). Kami tiba di makam yang terletak di komplek Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang itu pas waktu shalat Zuhur masuk. Ratusan peziarah keluar dan masuk secara bergantian. Mereka datang dari jauh. Laki-laki dan perempuan. Ada juga kelompok santri dari pesantren lain. Namun, dengan mudahnya kami bisa masuk dan duduk pada barisan pertama. Melakukan rangkaian ziarah. Menurut informasi yang kami peroleh, ternyata makam Bani Hasyim itu tak pernah sepi dari peziarah. Setiap hari ada saja orang yang datang ziarah ke makam demikian. Sebagai orang besar, pendiri NU, makam ulama itu tampak biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Berada dibagian belakang masjid. Tidak diatap. Hanya berada diruang terbuka. Diatas pusara KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Wahid Hasyim sengaja dipancangkan sangsaka merah putih, menandakan kedua ulama yang merupakan anak dan bapak itu seorang pahlawan nasional. Seperti banyak ditulis dalam sejarah, KH. Hasyim Asy'ari adalah kiblat ulama Jawa dan Madura. Dia tokoh inspirator bagi Bung Tomo dan Jenderal Soedirman. Setiap kali pergerakan dan pertempuran, Bung Tomo dan Jenderal Soedirman selalu mengirim utusannya ke Jombang, minta agar kiai Hasyim terus berdoa. Terutama ketika perperangan pasca diproklamirkannya kemerdekaan RI 1945. Bahkan, sebelum teks proklamasi dibacakan oleh duet Bung Karno dan Bung Hatta, Soekarno sempat menanyakan Kiai Hasyim, karena Bung Karno ingin membacakan proklamasi itu setelah restu Kiai Hasyim. Selama hidupnya, banyak rintangan dan tantangan yang dihadapinya. Mulai dari ketika lahir, kanak-kanak, remaja, hingga akhir hayatnya. Namun itu semua dilaluinya dengan penuh syukur dan doa kepada Tuhan.
    Anaknya, Wahid Hasyim dikenal sebagai salah seorang anggota BUPKI dan PPKI. Menteri Agama. Dalam usianya yang masih muda, dia telah mengemban pekerjaan besar. Beliau meninggal dalam kecelakaan dan dimakamkan dekat makam ayahnya; Hasyim Asy'ari di Jombang. Anak Wahid Hasyim yang tak kalah hebatnya, Abdurrahman Wahid. Kiai yang dikenal penuh dengan kontroversi ini sempat 15 tahun memimpin PBNU, salah seorang deklator PKB dan Presiden RI ke-4. Beliau meninggal akhir 2009. Bersama kakek dan ayahnya, Gus Dur, begitu dia sering disapa rekan sejawatnya dimakamkan juga di Tebuireng. Lama juga kami di Tebuireng. Yang jelas, sebagai orang yang kini dipercaya untuk memimpin PKB Sumatra Barat, tentu ziarah ke Jombang sangat besar artinya. Apalagi NU mengajarkan, bahwa kurnia itu datangnya dari Allah, syafaat dari Nabi dan berkah dari guru. Baik Hasyim Asy'ari, Wahid Hasyim maupun Gus Dur adalah guru bangsa, sekaligus Maha Guru PKB itu sendiri. Kami telah melihat dan datang langsung dikampung yang selama ini hanya kenal lewat buku. Kami merasakan, betapa pertautan NU dan PKB sebagai sebuah kekuatan besar yang sangat dahsyat. Tentunya perjalanan ini diharapkan mampu memberikan yang terbaik, terumata dalam melihat arti penting kebesaran NU dan PKB di Ranah Minang nantinya.
    Dari Tebuireng, kami melanjutkan perjalanan ke Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif di Denanyar, Jombang. Pesantren itu didirikan oleh KH. Bisri Syansuri. Kami kesitu sowan dan bersilaturrahim dengan Ketua Umum DPP PKB, H. A. Muhaimin Iskandar, yang kebetulan pada kesempatan itu sedang pulang kampung. KH. Bisri Syansuri adalah kakeknya Muhaimin Iskandar. Rumah orangtuanya berada di komplek pesantren demkikian. Lagi-lagi kesempatan emas yang kami dapatkan. Waktu kami datang, di pesantren itu sedang diadakan seminar pra HAUL KH. Bisri Syansuri yang ke-33, yang kebetulan pematerinya; Muhaimin Iskandar, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI dan Helmy Faishal, Menteri PDT RI. Ada satu hal yang kami catat dari kebiasaan Ketua Umum PKB itu, yang selalu memberikan uang ala kadarnya kepada tukang becak disekeliling Denanyar. Kabarnya, kata salah seorang tukang becak, hal yang seperti itu selalu dia terima pada waktu Muhaimin pulang kerumah orangtuanya, sejak Muhaimin berada di Jakarta. Senang benarlah hati tukang becak itu menerima uang dari Menteri. "Ibu, ini Ketua PKB saya di Sumatra Barat. Febby namanya," kata Muhaimin memperkenalkan H. Febby Datuak Bangso Nan Putiah kepada orangtunya. Setelah itu kami disuruh ikut oleh Ketua Umum kekampung sebelah, karena dia diminta meresmikan keberadaan Kantor LP. Ma'arif NU Cabang Jombang.
    Sorenya, Kamis itu kami sowan ke KH. Abdul Aziz Manshur di Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi'in, di Pacul Gowang, Jombang. Kami tiba dikediamannya saat Ketua Dewan Syura DPP PKB itu tengah shalat Ashar. Kami disuruh menunggu diruangan tamu oleh pembantunya. Kami berbincang-bincang, memperkenalkan diri. Kiai paham dan merasa senang dikunjungi. Kiai Aziz turut mendoakan kami. Ikut berharap banyak, PKB Sumatra Barat bisa besar, seperti halnya PKB Jawa Timur juga. Saran Kiai Aziz, kami disuruh mengamalkan surat Alam Nasrah satu kali sehabis shalat Subuh. "Insya Allah, kalau surat itu diamalkan, semua permintaan kita akan dikabulkan Tuhan. Semua kesulitan kita akan dimudahkan-Nya," kata Kiai Aziz kepada kami. Menjelang Magrib, kami meninggalkan kediaman dan pesantren Kiai Aziz. Kamipun mengakhiri rangkaian ziarah di Jawa Timur untuk saat itu. Malamnya kami terbang ke Jakarta dengan Lion Air. Dan pagi Jumat, kami menuju Tanah Kusir, dimana Bung Hatta dimakamkan, sebagai penutup dari rangkaian ziarah di pulau Jawa.
    Selaku anak muda NU, kami ingin belajar dari sejarah. Ya, sejarah bangsa, sejarah NU dan PKB yang secara kebetulan untuk Sumatra Barat kami tengah menjalankan roda partai itu. Karena banyak orang sukses lantaran mau belajar dari sejarah masa lalu itu sendiri. Dan lagi ziarah dan budaya silaturrahim harus ditumbuh-kembangkan ditengah masyarakat. Apalagi orang yang kami kunjungi adalah orang-orang besar di zamannya. Paling tidak, kami telah melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang dulu, tentang arti penting sebuah ziarah kubur. Dimakam ulama terkenal itu kami menampungkan telapak tangan, berdoa kepada Yang Maha Kuasa, melalui kemulyaan hamba-Nya yang dimakam ditempat itu, agar kami diberi kekuatan dan kemampuan dalam memimpin dan mengelola organisasi besar didaerah yang bukan basisnya. Kami punya harapan yang sangat besar, ditengah masa transisi PKB yang masih belum selesai. Kami mengambil nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan para ulama dan tokoh bangsa itu. Bung Karno, Gus Dur, Hasyim Asy'ari, Wahid Hasyim, Kiai Kholil, Bung Hatta, Sunan Ampel adalah orang-orang hebat di zamanya. Mereka telah membuat perubahan yang cukup signifikan, dan dirasakan oleh masyarakat republik ini hingga kini hari. Berkah-nya itulah yang kami ziarahi.        

Kamis, 06 Desember 2012

Sari Bulan Lima Tahun Bergelut Dengan Tumor Ganas

Sari Bulan Lima Tahun Bergelut Dengan Tumor Ganas

Lubuk Alung---Sari Bulan (65) tak kemana lagi untuk batenggang. Sudah habis binatang ternaknya dijual untuk mengobati tumor ganas yang menyerang wajahnya sejak lima tahun yang silam, namun penyakit itu tak juga kunjung sembuh. Kini, ibu tua dengan sembilan orang putra-putri itu hanya bisa pasrah, sambil menahan sakitnya ketika bernafas dan sesekali juga terjadi pening.
    Suaminya, Angah Reli (67) tak dapat pula berbuat banyak. Disamping sebagai garin di Masjid Istiqamah, Angah Reli hanya petani biasa. Dengan kondisi umur yang semakin tua, tentu tidak banyak pula kekuatannya untuk turun ke sawah dan keladang.
    "Kadang-kadang ada kiriman uang dari anak yang tinggal di rantau. Tetapi itu tak banyak. Maklum, anak ambo yang dirantau hanya jadi anak buah orang lain. Sedangkan anak yang dikampung, hidup saja dia sudah syukur. Dan anak yang masih sekolah ini terpaksalah pergi belajar dengan apa adanya saja," cerita Anduang Bulan, sapaan orang kampung kepada Sari Bulan dalam kesehariannya sambil iba hati.
    Sari Bulan yang warga Korong Rawang, Nagari Aie Tajun Lubuk Alung, Padang Pariaman itu banyak menghabiskan waktunya di rumah yang sangat tidak memadai pula. Berkali-kali dia mendatangi rumah sakit di Pariaman, dan bahkan ke Kota Padang untuk berobat. Dokter menyarankan kepadanya untuk beroperasi. Namun, apa hendak dikata, pitih dia yang tidak cukup untuk biaya operasi yang mencapai jutaan rupiah tersebut.
    Baginya, uang untuk operasi tersebut sangat terbilang besar. Saking seringnya dia kerumah sakit, terjual pula seekor kerbaunya untuk biaya demikian. "Kini dimana tibanya saja lagi nak. Kalau untuk berobat ke medis, rasanya tak kuasa lagi membiayainya. Obat kampung nampaknya tidak juga mampan dalam menyembuhkan tumor ganas yang tumbuh sejak lima tahun belakangan itu," ungkapnya.
    Saat Singgalang bersama Walikorong Rawang, Yudianto dan Zulkifli, salah seorang pemuda setempat bertandang kerumahnya kemarin, tampak diraut wajahnya rasa pasrah yang begitu tinggi. Karena berbagai usaha sebatas kemampuannya sebagai keluarga miskin, telah dilakukannhya dalam upaya penyembuhan penyakit tersebut. Namun, nasib akan kesembuhan itu benar yang belum berpihak kepada dirinya.
    Ketika datang waktunya susah bernafas itu, dia merintih kesakitan. "Rasanya sudah mau meninggal saja awak ko. Kini, awak banyak berdoa saja lagi setiap kali selesai shalat lima waktu. Hanya Yang Maha Kuasa yang mampu menyembuhkan segala penyakit. Termasuk tumor ganas ini. Kita hanya berusaha sebatas kesanggupan yang diberikan-Nya pula," ungkapnya.
    Walikorong Rawang, Yudianto sangat mengharapkan uluran tangan berbagai pihak untuk kesembuhan warganya itu. Sebagai pemuka dan pemimpin masyarakat, Yudianto hanya bisa berharap dan bermohon pada banyak orang, agar Anduang Bulan bisa sembuh kembali, seperti sedia kala. (damanhuri)

Rabu, 05 Desember 2012

Bergelimang Gomok Demi Masa Depan

Bergelimang Gomok Demi Masa Depan

Lubuk Alung---Selama 10 hari belakangan, tangan Yopi Nanda Saputra (19) dan Wendi Rasihan Aulia bergelimang gomok. Mereka ditantang untuk merasakan kerasnya hidup. Anak nan jolong gadang yang selama ini hanya bergantung kepada kedua orangtuanya itu dengan telatennya mengikuti pentujuk dan pengetahuan perbengkelan yang diajarkan langsung oleh orang yang ahli dalam soal bengkel motor di Balah Hilia Utara, Lubuk Alung.
    Jumat kemarin mereka baru merasa lega, karena pelatihan itu telah berakhir. Namun demikian, mereka bertekad untuk menjadikan kepandaiannya itu sebagai modal dasar dalam mengarungi kehidupan masa depan yang lebih baik lagi. Apalagi, Yopi Nanda Saputra merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai tukang rumah. Dia hanya mampu di sekolahkan oleh kedua orangtuanya sampai SMP di Manggopoh, Lubuk Basung.
    Sedangkan Wendi Rasihan Aulia yang asli Balah Hilia Lubuk Alung selama ini bekerja serabutan. Karena di kampungnya banyak anak seusia dia yang bekerja di Sungai Batang Anai, mengeluarkan bahan galian, dia juga sempat kerja seperti itu. Namun, pria berusia 19 tahun itu tak tahan kerasnya hidup. Dia merasa senang sekali diberi kesempatan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (UPTD BPKB) Provinsi Sumatra Barat di Pariaman untuk ikut Pelatihan Kecakapan Hidup (PKH), khusus service sepeda motor demikian.
    "Alhamdulillah, selama 10 hari dilatih sudah bisa menangani sepeda motor yang rusak. Tentu yang ringan-ringannya. Dari awalnya tidak memiliki ketrampilan, kini kita sudah pandai seadanya. Tinggal lagi peningkatannya, karena saat ini motor canggih semakin banyak beredar ditengah masyarakat," cerita mereka.
    Mereka itu adalah dua dari 20 orang peserta yang ikut PKH tersebut. Dan insya Allah juga mendapat kesempatan langsung manggang di bengkel DC II, tempat PKH itu diadakan, karena dinilai layak dan patut untuk mengembangkan dan melanjutkan ketrampilannya.
    Dodi Andrika, pimpinan DC II yang melatih mereka menilai kesungguhan peserta PKH cukup signipikan. "Dari sebanyak itu peserta, ada sekitar empat orang yang bisa dimagangkan langsung, yang selanjutnya mendalami ilmu service ini," ujarnya.
    Menurut Codoik, begitu Dodi Andrika sering disapa dalam kesehariannya, untuk kemapuan dasar semua peserta sudah oke. Nantinya, tinggal menambah pengetahuan soal motor jenis baru, seperti metix dan enjeksi, yang saat ini mulai marak dipakai banyak orang.
    Panitia kegiatan, Edwar bersama Koordinator Pamong Belajar BPKB, Bagindo Ruswan Tanjung menyebutkan, akan ada pelatihan lanjutan dibidang ini. "Kita ingin, anak-anak yang putus sekolah dan dari keluarga kurang mampu ini mampu memiliki ketrampilan yang cukup, sehingga mereka tidak lagi merasa rendah diri dalam persaingan hidup yang semakin ketat.
    "Dunia service sepeda motor zaman sekarang memang sangat dibutuhkan. Semua orang pakai kendaraan demikian. Sedangkan yang remaja yang pandai service itu tidak banyak. Ini tentunya sebuah kesempatan bagi mereka dalam menuju masa depan hidupnya kelak," ungkapnya. (damanhuri)

Selasa, 27 November 2012

Muharram, Bulan Kemenangan Para Nabi dan Rasul

Muharram, Bulan Kemenangan Para Nabi dan Rasul

Pariaman---Bulan Muharram disebut oleh banyak ulama di Padang Pariaman sebagai bulan kemenangan para Nabi dan Rasul. Di Piaman, bulan Muharram disebut juga dengan Bulan Tabuik. Karena di bulan inilah digelar pesta budaya tabuik. Sedangkan masyarakat perkampungannya melakukan tradisi mendoa selamatan. Hampir disetiap rumah warga di Padang Pariaman memanfaatkan hal itu dalam bulan ini.
    Bahkan, bagi masyarakat Kecamatan VII Koto Sungai Sariak lama, di Bulan Muharram ini, salah satu bulan yang dianggap penting. Setiap surau yang ada menggelar shalat Kadha. Ada lima kali dalam setahun masyarakat VII Koto melakukan ritual shalat Kadha demikian. Disamping di Bulan Muharram, adalagi di Bulan Rajab, Sya'ban, Ramdhan dan Zulhijah. Shalat Kadha itu dilakukan sehabis shalat Isya. Yakni, shalat yang lima waktu sehari semalam dilakukan dalam satu waktu secara berjamaah.
    Sehabis acara itu, digelar pula kegiatan doa dan makan bersama. Disebut sebagai bulan kemenangan bagi para Nabi dan Rasul, Ibrahim Tuanku Sutan, salah seorang ulama di Nagari Ulakan menceritakan bahwa Nabi Adam AS diciptakan oleh Tuhan pada bulan ini. Nabi Ibrahim AS keluar dengan selamat dari amukan api Raja Namrudz, Tuhan menerima taubat Nabi Daut AS, diciptakannya langit dan bumi, Nabi Yusuf AS keluar dengan selamat dari sebuah telaga pada Bulan Muharram ini.
    "Berbagai perperangan yang terjadi semasa perjuangan Nabi Muhammad SAW juga banyak terjadi dan dimenangkan pada bulan ini. Nabi Yunus AS keluar pula dengan selamat dari perut ikan paus juga di bulan ini. Dan banyak lagi kisah-kisah perjuangan para Nabi dan Rasul yang terjadi pada bulan Muharram. Yang lebih spetakulernya, adalah terjadinya peristiwa besar; hijrahnya Nabi Muhammad beserta pengikutnya yang setia dari Makkah ke Madinah," ceritanya.
    Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya sangat ikhlas untuk hijrah. Pindah dari kampung yang dicintainya, yang telah membentuknya, tanah tumpah darahnya demi sebuah aqidah iman dan ketaqwaan kepada Yang Maha Kuasa. Karena, sudah lebih dari 23 tahun mengembangkan agama Islam di Makkah, jangankan banyak pengikut yang dapat, melainkan ancaman teror yang sering terjadi. Untuk ini, satu-satunya jalan, ya pindah. Tinggalkan semua teman sepermainan yang tidak seiman, tinggalkan tanah tapian, demi tegaknya aturan Tuhan yang telah didapatkannya dari Nabi Muhammad SAW tersebut.
    Menurutnya, tradisi medoa yang dilakukan di hampir setiap rumah masyarakat Padang Pariaman juga dinamakan dengan mendoa syura. Sebab, Bulan Muharram juga disebut sebagai Bulan Syura. Itu dilakukan secara turun-temurun, karena masyarakat menghargai dan menghormati bulan yang punuh dengan kemulyaan demikian. "Kisah perjuangan yang terjadi pada sejumlah Nabi dan Rasul dimaksud, adalah pelajaran yang sangat berharga oleh masyarakat dan pemimpinnya. Artinya, untuk menegakkan kebenaran dan keadilan tidak semudah yang dibayangkan. Banyak perjuangan dan dinamika yang harus dilalui," ujarnya mengisahkan.
    Bayangkan sajalah, lanjutnya, Nabi Yusuf AS yang dikenal dengan nabi yang paling ganteng diantara sekian banyak nabi dikucilkan, dan bahkan di masukkan oleh saudaranya sendiri ke dalam sebuah telaga atau sumur. Karena izin Tuhan untuk meninggal belum ada, akhirnya Nabi Yusuf selamat dari ancaman demikian.
    Begitu juga hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW pada bulan ini. Perjalanan dari Makkan ke Madinah bukanlah perjalanan yang mulus yang dilaluinya. Tetapi banyak ancaman dan teror dari pihak Abu Jahal dan Abu Lahap. Nabi dengan ikhlas meninggalkan tanah kelahirannya, demi sebuah masa depan iman dan agama yang tengah dikembangkannya. (damanhuri)

Senin, 26 November 2012

Selain Lulusan Terbaik dan Tercepat Ratih Raih Cumlaude di IM Telkom Bandung

Selain Lulusan Terbaik dan Tercepat
Ratih Raih Cumlaude di IM Telkom Bandung

Lubuk Alung---Pendidikan yang disertai dengan harapan berprestasi merupakan impian semua orang yang tengah menimba ilmu. Hal ini dibuktikan oleh seorang anak Nagari Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman; Ratih Stassia Wulandari. Dia berhasil meraih prestasi cumlaude, dan menerima dua penghargaan sebagai wisudawati lulusan terbaik dan tercepat di Jurusan Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika, Institut Manajemen Telkom Bandung.
    Alumni SMP N 1 Lubuk Alung dan SMA N 2 Padang ini mempersembahkan sebuah prestasi dan kebanggaan bagi Kabupaten Padang Pariaman, kampung halamannya sendiri, karena berhasil lulus dengan predikat cumlaude dan menjadi lulusan terbaik pula, dengan IPK tertinggi serta lulusan tercepat. Dia berhasil menyelesaikan pendidikan S1-nya hanya dalam masa waktu tiga tahun dua bulan pada Prodi Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika Bandung tersebut.
    Penghargaan itu disampaikan langsung oleh Rektor Institut Manajemen Telkom Bandung, Husni Amani pada acara sidang terbuka Wisuda IM Telkom, Sabtu (24/11) di Bandung. Dedek, begitu perempuan manis nan jolong gadang sehari-hari akrap disapa. Perempuan kelahiran 17 Agustus 1991 ini merupakan putri kedua dari pasangan berbahagia, Dr. Irwandi Sulin (dosen Unitas Padang) dengan Tuti Yurneti, guru SMA Negeri I Lubuk Alung.
    Dedek manamatkan SD dan SMP di kampungnya sendiri, Lubuk Alung. Setelah itu dia memilih sekolah SMA di Kota Padang, tepatnya SMA N 2. Memang dia terbilang anak yang hebat. Buktinya, prestasi dia sudah tampak ketika mengikuti ujian SPMB tahun 2009, mengikuti ujian di enam program saringan masuk dan diterima di lima perguruan tinggi, yaitu ITB, Unpad, President University, Bakrie Institute, dan IM Telkom. Akhirnya Dedek memilih IM Telkom sebagai tujuan akhir. Pertimbangannya ketika mengikuti IM Telkom dengan pemikiran, bahwa telekomunikasi dan informatika merupakan salah satu icon masa depan dunia. Hal ini memicu pemikirannya untuk memilih IM Telkom demikian.
    "Rupanya pilihan ini tidak salah. Buktinya, dengan keseriusan dalam mengikuti perkuliahan dia pun meraih berbagai penghargaan yang diterimanya pada hari kelulusan tersebut. Saya berharap pada semua sahabat dan rekan-rekan, marilah bersama kita buktikan bahwa kita sebagai putra daerah Sumatra Barat mempunyai kemapuan dalam memberikan prestasi yang tinggi dibidang pendidikan," kata dia saat ditanya Singgalang.
    Dia melihat, keyakinan pelajar urang awak tidak kalah bersaing dengan daerah lainnya di nusantara ini. Keyakinan akan mengantarkan orang yang menjalaninya dengan kebanggaan untuk daerahnya sendiri. Ternyata urang awak mempunyai kemampuan maksimal juga untuk meraih pretasi. Selama ada kemauan dan kerja keras yang menciptakan kebanggaan bagi seseorang, maka disitu terbentang pula jalan yang lancar dalam meraihnya.
    Dedek juga mengatakan, salah satu motivasi untuk menjadi yang terbaik tak lain adalah sang kakaknya yang sedang menempuh pendidikan S2 di IPB Bogor, Jawa Barat dan adiknya, Teguh Yassi Akasyah Putra yang juara III karya ilmiah UKM ITB tahun 2011 lalu, dan juara satu essay ITB beberapa waktu lalu. Kini, adiknya itu sedang menempuh pendidikan di ITB Bandung.
"Prinsipnya adalah; kenapa orang lain bisa. Tentu ada kiatnya. Yang perlu kita lakukan hanyalah menjalani kiat itu dengan serius. Terus berusaha dan berdoa. Kesuksesan dalam menempuh pendidikan adalah sebuah dorongan dan penghargaan, terutama bagi orangtua, guru dan teman-teman. Saya berharap, kedepannya kita bisa bersama untuk meraih prestasi, yang pada akhirnya membawa harum nama daerah kita sendiri," ujarnya. (damanhuri)

Warga Parit Malintang Lihai Membuat Batubata

Warga Parit Malintang Lihai Membuat Batubata

Parit Malintang---Kenagarian Parit Malintang, Kecamatan Enam Lingkung, Padang Pariaman agaknya nagari yang paling beruntung didaerah itu. Kenapa tidak, dikampung itulah ditempatkan pusat ibukota kabupaten (IKK) yang baru saja ditempati sejak 25 Oktober lalu. Kantor bupati itu tepatnya berada di Korong Pasa Dama, sekitar 1,5 kilometer dari jalan utama Padang-Bukittinggi.
    Keberadaan kantor bupati yang baru agaknya belum memberikan pengaruh yang signifikan bagi perekonomian masyarakat Parit Malintang. Sebagian besar warga Parit Malintang sejak dulu hingga kini tetap saja bekerja sebagai buruh kasar di seluruh pabrik batubata yang ada di kampung itu. Dan sebagiannya lagi bekerja sebagai petani yang menggarap sawah dan ladang.
    Sekretaris Walinagari Parit Malintang, Syafriandi menilai sebanyak 300 lebih gudang tembok aktif beroperasi di nagari ini. Gudang yang sebanyak itu, sekitar 70 persen pemiliknya asli warga Parit Malintang, dan selebihnya kepunyaan pengusaha luar yang menyewa lahan di kampung ini.
    "Memang, tanah pegunungan yang banyak dipunyai Parit Malintang, sangat berpotensi untuk dijadikan batubata. Secara keseluruhan pembuat batubata demikian, adalah anak nagari ini sendiri. Mereka yang putus
sekolah, warga kurang mampu pada umumnya tinggal dan hidup dari hasil kerja membuat batubata tersebut. Bahkan, mereka yang berstatus pelajar pun, juga memanfaatkan waktu luangnya untuk bekerja secara sambilan dalam gudang demikian," cerita Syafriandi.
    Namun demikian, kata dia, upaya pemerintah dalam pengurangan angka kemiskinan dalam nagari ini cukup terlihat dengan nyata. Dari 535 kepala keluarga miskin tahun 2009 silam, kini tinggal 237 KK miskin,
dari sekitar 1.423 KK keseluran yang ada di Parit Malintang. KK yang sebanyak itu tersebar dalam sembilan korong. Masing-masing; Korong Pasa Limau, Pasa Balai, Kampuang Tangah, Kampuang Bonai, Pasa Dama, Padang Baru, Pauah, Padang Toboh dan Korong Ilalang Gadang.
    Seiring dengan banyak kampung-kampung yang memproduksi batubata di nagari itu, tak heran batubata keluaran Parit Malintang, terutama yang di Korong Pauah sudah melambung namanya. Apalagi, sebagian besar lahan batubata sudah mulai habis di wilayah tetangganya, seperti Sintuak misalnya. Jadi, Nagari Parit Malintang menjadi sasaran oleh para pengusaha batubata untuk bisa bertinvestasi disana.
    Usman Fond, salah seorang pengusaha batubata di kampung itu menilai lahan yang dia punyai saat ini, untuk 35 tahun kedepan masih tersedia dengan baik. Dia banyak mempekerjakan orang kampung itu. Ada
pekerjanya remaja yang sedang bersekolah, dan ada pula yang putus sekolah. "Soal membuat batubata, masyarakat kampung ini sudah lihai. Dalam sehari mereka bisa mencetak 6.000 batubata, bahkan ada lebih dari itu. Setiap hari persedian batubata selalu ada," kata dia.
    Usman Fond yang urang sumando di Parit Malintang itu, merupakan warga Sungai Buluah yang telah lama hidup dan tinggal di Parit Malintang. Tanah yang dia garap untuk batubata demikian, adalah milik keluarganya. Lahannya luas. Terdiri dari bukit yang rancak untuk batubata. Masih tinggi Bukitnya. Sejak dia bergelut dalam usaha batubata beberapa tahun yang silam, banyak sudah hasil karyanya yang pergi jauh. Setiap hari ada saja permintaan keluar daerah, seperti kebutuhan batubata untuk Kota Padang dan Pasaman Barat misalnya.
   Wakil Ketua DPRD Padang Pariaman, Desril Yani Pasha yang juga warga Parit Malintang sewaktu melantik forum urang ampek jinih di Lubuk Alung, Rabu lalu menyebutkan, bahwa tanah yang dijadikan IKK adalah tanah ulayat nagari. Jumlahnya mencapai 120 hektare. Dia minta dukungan dari urang ampek jinih dalam memuluskan jalannya rencana tanah yang seluas itu di-Perda-kan. Hal itu dimaksudkan, agar tidak terjadi hal-hal yang tak diingin di kemudian hari. (damanhuri)

Selasa, 20 November 2012

Pedagang Itu Berharap Sangat Kebijaksanaan Niniak Mamak Lubuk Alung

Pedagang Itu Berharap Sangat Kebijaksanaan Niniak Mamak Lubuk Alung

Lubuk Alung---Atas perintah dan undangan dari niniak mamak, siang menjelang sore, Jumat lalu para pedagang dalam Pasar Lubuk Alung menaiki lantai dua kantor KAN yang terletak di tengah pasar itu. Para pedagang untuk sementara dipindahkan tempatnya berjualan, karena ada pengaspalan jalan secara keseluruhan dalam pasar itu. Sebagai orang yang memegang otoritas, para niniak mamak yang merasa memiliki pasar demikian, mensosialisasikan kepindahan dimaksud kepada semua pedagang, terutama pedagang yang tidak pakai toko.
    Dari diskusi tentang pemindahan tersebut, ternyata para pedagang kaki lima dalam Pasar Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman itu telah lama marasai. Walaupun dalam sosialisasi mereka dipindahkan hanya untuk sementara, kenyataannya nanti akan bicara lain. Mereka tidak mudah kembali lagi ketempatnya semula yang telah rancak dan bagus, karena di aspal. Ada kemungkinan para pedagang untuk kembali menempati areal pertamanya itu harus membeli, atau menyewa kembali kepada niniak mamak selaku pihak yang berkuasa dalam Pasar Lubuk Alung.
    "Kita hanya pindah sementara. Bila pengerjaan aspal ini selesai, kita akan bertemu kembali, membicarakan langkah terbaik untuk menempati areal dimaksud. Tidak boleh langsung pindah begitu saja, karena banyak hal terkait dalam pasar ini," kata Suharman Datuak Pado Basa, Ketua KAN Lubuk Alung, ketika menjawab pertanyaan salah seorang pedagang, tentang cara berbalik ketempat semula.
    Dengan itu, para pedagang yang duduknya agak jauh dibelakang saling berbisik, bahwa yang akan terjadi adalah lagu lamo. Dimana, kalau ada perbaikan pasar seperti ini, adalah sebuah kesempatan oleh niniak mamak untuk memperjual-belikan lagi lahan yang telah bagus itu. "Ini telah sering terjadi. Pedagang sebagai objek, kembali marasai, kalau ingin terus mencari kehidupan dalam pasar. Padahal, jelas-jelas tempat yang diperbaiki itu telah lama kita tempati," demikian suara sebagian pedagang dalam sosialisasi tersebut.
    Datuak Pado Basa bersama niniak mamak lainnya merasa bersyukur sekali karena adanya anggaran dari APBD Padang Pariaman untuk perbaikan pasar tersebut, lewat perjuangan panjang seorang anggota dewan asal Lubuk Alung, Jalius Budhi. "Ini baru anggaran untuk perbaikan jalan-jalan yang ada dalam pasar. Masih banyak yang mesti diperbaiki dalam pasar ini. Draenase yang belum ada membuat pasar sering bajir, dan kumuh. Ini juga kita harapkan untuk masa depannya kepada Jalius Budhi," harapnya.
    Untuk hal ini, para pedagang memang merasa senang pula. Namun, disisi yang lain, pedagang yang merupakan sebagian besarnya warga Lubuk Alung itu merasa kawatir untuk berbaliknya nanti harus pula membayar mahal harga tempat yang telah bersih, yang sebelumnya sudah menjadi tempatnya berdagang.
    Sebagai seorang wakil rakyat, Jalius Budhi telah berbuat semaksimal mungkin, terutama dalam perbaikan pasar di kampungnya sendiri. Bahkan lebih dari itu, usai sosialisasi para pedagang pun diberinya uang makan siang. "Ini hanya sekedar uang makan siang, dan tolong doakan saya, semoga bisa berbuat lagi untuk yang lebih besar dari ini," kata Ketua DPC Partai Hanura Padang Pariaman ini.
    Walinagari Lubuk Alung Harry Subrata melihat langkah maju yang terjadi dalam pasar patut disyukuri semua pihak. "Kita menyaksikan, betapa banyak perubahan yang sudah terjadi. Sampah yang dulunya dibiarkan berlama-lama menggunung, kini tidak lagi. Ini tentunya adalah buah dari kebersamaan kita semua. Dan juga kita patut bangga punya seorang anggota dewan yang gigih dalam hal ini," ucap dia. (damanhuri)

Kamis, 15 November 2012

In Memoriam Buchari Rauf Tokoh Politik yang Peduli Terhadap Pendidikan Agama

In Memoriam Buchari Rauf
Tokoh Politik yang Peduli Terhadap Pendidikan Agama

Pakandangan--H. Bucahri Rauf, Senin (12/11-2012) kemarin sekitar pukul 12.20 WIB berpulang kerahmatullah. Bapak tujuh orang putra-putri yang dikenal sebagai salah seorang tokoh dan pengurus DPP Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) itu sejak 15 hari yang lalu terbaring sakit. Dia mengidap penyakit komplikasi yang akut.
    Pensiunan dosen di IAIN Imam Bonjol Padang ini, semasa hidupnya pernah jadi anggota DPRD Provinsi Sumatra Barat, periode 1992-1997. Dia dikenal vokalis, idealis dalam menggeluti dunia politisi. Namun, tetap santun dan bersahaja, sesuai dengan visi misi partai yang campunginya; Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
    Suami dari Sahlul Munal yang lahir tahun 1945 itu menjelang akhir hayatnya sibuk mengurusi pondok pesantren. Dia jadi pengurus Ponpes Madrasatul 'Ulum, Lubuak Pandan, Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung, Padang Pariaman, dimana Buchari Rauf pernah menuntut ilmu semasa mudanya dulu.
    Kepergiannya di rumah istrinya, Ringan-ringan, Nagari Pakadangan, siang kemarin itu datang secara mengejutkan. Disamping keluarga besarnya yang berduka, juga para santri dan santriwati pesantren tersebut. Baginya, hal-hal yang tidak sesuai dengan tuntutan Alquran dan Hadist Nabi dalam beragama, selalu menjadi kritikan yang keras.
    Begitu juga, dalam dunia organisasi dan politik dia selalu istiqamah. Sejak masuk PPP, Buchari Rauf tak pernah pindah partai. Meskipun sejak Pemilu di era reformasi dia tak lagi terpilih jadi anggota dewan terhormat. Dalam organisasi Perti, dia dipercaya sebagai salah seorang Ketua di jajaran Pimpinan Pusat Perti.
    Banyak karib kerabatnya yang datang menjenguk sewaktu dia terbaring tak bernyawa. Masyarakat Ringan-ringan, tempat dia tinggal bersama keluarganya pun ikut dalam berduka, memberikan takziah kepada tokoh itu. Buchari Rauf, disamping dikenal sebagai tokoh pilitik Sumatra Barat, juga aktif didunia pendidikan. Terutama pendidikan agama (Islam) menjadi perhatian tersendiri baginya. Buktinya, sekolah Tarbiyah yang dia dirikan di kampungnya, Lubuak Idai, Kecamatan Enam Lingkung pernah jaya dan berkembang dengan dinamikanya. Banyak melahirkan orang-orang hebat, yang kini pada umumnya berkiprah dijajaran Kementerian Agama.
    Sebagai seorang tokoh, dia sangat sederhana sekali. Kemana pun dia pergi selalu menggunakan motor tua. Baginya, tidak ada istilah gengsi dan segan untuk memakai barang seperti itu, meskipun dia seorang anggota dewan terhormat di DPRD Sumbar dulu. Bahkan, rokok yang dia hisap hanya rokok murahan. Panama merek rokoknya. Sewaktu dia ke Makkah, rokok itu dia bawah dalam jumlah banyak.
    Bagi kalangan Ponpes Madrasatul 'Ulum, jasa seorang Buchari Rauf sangat besar. Dia dikenal seorang alumni yang punya pendirian. Banyak mewarnai berbagai pertemuan alumni. Disamping juga diamanahi sebagai pengurus di pesantren tempat dia mengaji dulunya itu. Sebuah pembangunan gedung lokal di pesantren yang terletak di Kampuang Guci, Lubuk Pandan itu, adalah atas inisiatifnya semasa jadi anggota dewan. Ini buah tangannya yang cukup berkesan bagi pesantren dimaksud.
    Bapak yang akarap disapa Buya itu sempat namanya melambung di akhir Orde Baru berkuasa. Namanya masuk bursa calon Gubernur Sumatra Barat. Namun, dalam pemilihan yang menang waktu itu pasangan Zainal Bakar-Fakhri Ahmad. Baginya, dunia politik adalah pilihan dan bagian dalam kehidupannya. Semasa mengaji dulu, dia memang terkenal hebat. Ahli dalam ilmu Mantiq (logika). Sambil mengaji, dia sekolah di SMP Sicincin. Sangking hebatnya, untuk melanjutkan pendidikannya di IAIN, dia langsung dikasih ijazah oleh MTI Jaho, Padang Panjang, atas rekomendasi Tuanku Shaliah Pengka, gurunya sendiri yang juga alumni dari MTI itu sendiri. Ijazah itu dia dapatkan tanpa adanya ujian yang mesti dia ikuti disana. (damanhuri)

Rabu, 31 Oktober 2012

Petani Sijangek Belum Terkontaminasi Peralatan Modern

Petani Sijangek Belum Terkontaminasi Peralatan Modern

Patamuan---Matahari yang terbit di pagi hari memancarkan sinarnya ke seantero perkampungan, membuat Bustanul Arifin Khatib Bandaro lebih asik dan santai malambuik padinya yang tengah dipanen. Segepok padi yang baru di sabit, langsung dilemparkannya ke sebuah tong, alat untuk malambuik padi demikian.
    Bagi dia, malambuik padi setiap kali musim panen adalah hal yang telah lama dilakukan. Bahkan, pekerjaan itu sudah menjadi tradisi dalam kampung kecil yang bernama Sijangek, Nagari Sungai Durian, Kecamatan Patamuan, Padang Pariaman. Masyarakat petani lainnya dikampung itu pun tak seorang juga yang menggunakan alat modern, seperti mesin perontok gabah misalnya.
    "Orang kampung lebih memilih pakai tong ini, lantaran hasil berasnya enak. Dan padi yang dirontokkan kayak begini tak banyak yang terbuang-buang, seperti yang terjadi saat memakai mesin. Begitu juga dalam membajak sawah, semua masyarakat petani Sijangek menggunakan tenaga kerbau," cerita Bustanul Arifin.
    Dia melihat, ada sebuah keuntungan bila membajak sawah dengan menggunakan tenaga kerbau. Disamping kedalaman sawah semakin rancak, lumpurnyapun bisa sekalian menjadi pupuk. Akhirnya, hasil tanam padi pun bisa berkembang dengan nuansa yang bagus dan banyak hasil pula. Agaknya, tradisi seperti ini sudah menjadi turun-temurun ditengah masyarakat sejak dulunya sampai saat ini.
    Satu hal lagi yang menjadi kesenangan bertani dengan cara kampung, adalah terbangunnya nilai-nilai kebersamaan diantara petani kampung itu. Masyarakat secara bergantian menggarap sawahnya antara satu petani dengan petani lainnya. Itu berlaku sejak dari mulai membajak sawah, hingga memanen hasil padi yang sudah patut di panen. "Dengan ini, saciok bagaikan ayam, sadanciang bagaikan besi. Itulah nilai yang menjadi kebanggaan bagi masyarakat petani," ujar dia.
    "Yang laki-laki bekerja bersama. Ada yang menyabit, ada pula yang malambuiknya. Sedangkan yang perempuan yang dibantu anak dan menatunya sibuk pula menanak nasi dirumah, untuk diantarkan nantinya kesawah, buat makan orang yang tengah bekerja malambuik padi. Bagi petani, rasa senang bertani itu terjadi, manakala padinya sedang dipanen," kata dia.
    Menurut Bustanul Arifin, bagi petani di Sijangek ini tak begitu banyak mengeluarkan modal buat menggarap sebidang sawah. Bahkan, ada yang hanya dengan modal kerja saja. Untuk pupuk, benih dan kebutuhan lainnya cukup menggunakan benih masyarakat yang lain, yang secara kebetulan berlebih pula. Kadang-kadang pupuknya pun banyak memakai pupuk kandang, alias pupuk organik yang dibuat sendiri.
    Bersama petani lainnya di kampung itu, Bustanul Arifin sedikit merasa lega, karena aliran air dari irigasi kecil tetap lancar. "Ada sekitar 10 hektare lebih sawah yang digarap masyarakat kampung kecil ini. Alhamdulillah, setiap kali selalu digarap untuk lahan pertanian padi. Sesekali ada juga yang dipakai sebagiannya untuk lahan ladang. Mulai dari ladang jagung, cabai dan ladang lainnya.
    Satu hal yang menjadi kesulitan bagi masyarakat petani disini, adalah belum adanya jalan tani untuk memudahkan masyarakat mengangkut hasil panennya keluar dari sawah dengan mudah. "Saat panen ini, kita masih banyak menjujung saja. Bahkan, sampai kerumah padi yang dimasukkan kekarung itu dijujung dikepala. Kedepan, agaknya butuh jalan tani, sehingga kendaraan bisa langsung menjemput hasil panen," pintanya. (damanhuri)

Senin, 22 Oktober 2012

Awak Miskin, Anak Dapat Tumor Ganas Pula

Awak Miskin, Anak Dapat Tumor Ganas Pula

Kayutanam---Robby Yohendra saat ini semestinya sedang berkutat di bangku kuliah. Anak jolong gadang itu kelahiran 1994 ini baru saja menamatkan SMA Negeri 1 2x11 Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman, empat bulan lalu. Tetapi, Tuhan berkehendak lain. Ia menderita penyakit tumor ganas pada betis kaki kanannya. Kini, Robby terbaring tak berdaya beralaskan kasur usang di rumah orangtuanya, sebuah rumah yang amat sangat sederhana pula.
    Tuhan memberikan ujian atau cobaan kepada hamba-hamba-Nya dengan berbagai bentuk. Ada yang diuji dengan kekayaan dan kesenangan, tetapi ada juga yang mendapat ujian berupa kesulitan hidup dan penyakit. Dengan begitu mungkin Tuhan ingin mempertemukan kedua pihak dalam jalinan kepedulian sosial.
    Menurut Syahril alias Ain (45), orangtua Robby, gejala tumor yang diderita anaknya sudah mulai dirasakan si anak menjelang mengikuti ujian nasional (SMA). Namun, baru ia bawa berobat ke RSUP M. Djamil Padang sekitar awal Juli, itupun dengan memanfatkan Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) pinjaman. "Kartu Jamkesda kami sudah mati tahun 2008. Bukannya mengobati, pihak RSUP M. Djamil justru mengambil sampel daging dan tulang pada bagian kaki Robby yang sakit, kemudian memberi obat antibiotik dan penghilang rasa sakit. Kami pun disuruh pulang. Waktu itu betis Robby masih terlihat normal, belum membengkak seperti ini," kata dia.
    Ain terlihat menggeleng kesusahan. Beban hidup yang kian terasa berat. Sebab, disamping Roby yang sakit, juga adiknya tiga orang lagi yang mesti dibiayai. "Keinginan kami mengobati untuk kesembuhan Robby sangat besar. Sayangnya terkendala oleh ketiadaan biaya. Robby hanya kami bawa berobat alternatif. Dulu, betisnya ini keras bagaikan batu. Kini sudah lunak seperti bagian tubuh yang lain," ceritanya.
    Ain, lelaki kelahiran Padang Sago 1967 ini sehari-hari bekerja serabutan sebagai buruh tani. Isterinya, Nurlela sehari-hari hanya di rumah mengurusi keempat putra mereka. Sejak kondisi kesehatan Robby terus memburuk, praktis kegiatan Ain mencari nafkah jadi berkurang. Hampir setiap hari ia harus mencarikan bahan ramuan pengobatan alternatif tersebut.
    Menggalang bantuan
    Salah seorang tokoh masyarakat Kayutanam, Endarmy ikut merasakan kesusahan yang dialami keluarga Ain dan Nurlela demikian. Tokoh yang kini berkiprah di DPW Partai NasDem Sumatra Barat ini mulai menggalang bantuan dengan membuatkan proposal yang ditandatangani Syahril serta diketahui Walinagari Kayutanam dan Camat 2x11 Kayutanam. Menurut mantan anggota DPRD Sumbar 2004 – 2009 ini, proposal itu akan ia kirim ke berbagai lembaga kemanusiaan yang ada di Sumbar.
    "Mereka bukan hanya butuh biaya untuk pengobatan Robby, tetapi juga biaya hidup sehari-hari lantaran Pak Ain tak lagi bisa mencari nafkah secara rutin. Selain itu, bisa kita lihat, rumah semi permanen yang mereka tempati ini sudah tidak layak huni. Mereka butuh biaya untuk memperbaiki, terutama atapnya yang bocor di sana-sini. (damanhuri)

Aguster Warga Miskin Lubuk Alung Setelah Kecelakaan, Rumahnya Tertimpa Pohon Kelapa Pula

Aguster Warga Miskin Lubuk Alung
Setelah Kecelakaan, Rumahnya Tertimpa Pohon Kelapa Pula

Lubuk Alung---Cuaca yang tak menentu akhir-akhir ini melanda Padang Pariaman dan sejumlah daerah lainnya di Sumatra Barat, membuat rumah Aguster, 46, rusak berat, akibat dihimpok batang karambie. Rumah pondok yang terbuat dari kayu itu, separoh atap dan bangunannya mengalami kerusakan, karena angin yang menumbangkan pohon kelapa disamping rumahnya.
    Untungnya, sebanyak sembilan orang isi rumah itu, Aguster bersama istrinya, Rukmini serta anak dan menantunya tidak ada yang korban jiwa. Semuanya selamat dari amukkan angin kencang yang ikut melanda rumahnya, beberapa waktu lalu tersebut. Seminggu sebelum kejadian yang menimpa rumahnya itu, Aguster yang seorang tukang ojek itu juga mengalami musibah. Dia menambrak seekor anjing, yang membuat dia terjatuh dari motornya.
    Sebagai orang miskin, tinggal dipondok pula, masyarakat Jorong Pasa Jambak, Korong Balah Hilia, Lubuk Alung, Padang Pariaman ikut merasakan duka dan musibah yang dialami Aguster demikian. Jumat kemarin, dari hasil badoncek yang dilakukan masyarakat di Masjid Al-Munawarah Muhammadiyah, Jambak terkumpul dana ala kadarnya, buat menolong perbaikan atap dan rumah Aguster.
    Walinagari Lubuk Alung, Harry Subrata bersama Sekretarisnya, Yardi setelah mendengar kabar itu, langsung turun tangan. "Ditaksir, ada kerugian sekitar Rp5 juta. Ini merupakan musibah yang kesekian kalinya menimpa warga miskin. Diharapkan, rumah itu bisa diperbaiki kembali, agar anak dan keluarganya tidak terlantar untuk tidur malam," kata Yardi.
    Hingga saat ini, Aguster tak bisa berbuat banyak. Motornya yang habis menabrak anjing, sedang lagi diperbaiki disebuah bengkel. Dan dia pun baru habis melakukan pengobatan ulah kejadian itu, dan saat ini masih dalam tahapan penyembuhan. "Alhamdulillah, bantuan dari masyarakat Pasa Jambak sangat berati sekali. Walaupun belum mampu menutupi kekurangan semua kerusakan rumah yang tertimpa pohon kelapa demikian," ujar dia sedih.
    Bagi Aguster, rumah kayu yang dibuatnya sejak lama itu sangat besar sekali artinya. Dalam rumah kecil itulah bapak banyak anak itu saling berbagi cerita dengan istri dan anaknya. Melanjutkan perjuangan hidup, lewat sebuah sepeda motor. Dia mengojek seadanya saja. Apalagi persaingan ojek semakin menggila, sehingga dia pun tak banyak dapat penghasilan buat kehidupan rumah tangganya.
    Ingin sekali Aguster membuat rumah rancak, seperti yang dimiliki banyak orang di Lubuk Alung. Tetapi, perjalanan hidupnya tak semulus yang dia bayangkan. Dia berusaha saban hari, melakoni orang yang mau menaiki ojeknya. Tetapi hasilnya, ya untuk lepas makan saja sudah mujur. "Alun bisa awak mambao honda lai. Masih terasa sakit badan ini digarikkan, akibat terjatuh sebahis tertabrak anjing seminggu yang lalu," ungkapnya. (damanhuri)

Kamis, 11 Oktober 2012

Wakili Sumbar ke MTQ Korpri Tingkat Nasional Selain PNS, Zaimar Juga Guru Mengaji

Wakili Sumbar ke MTQ Korpri Tingkat Nasional
Selain PNS, Zaimar Juga Guru Mengaji

Pariaman---Zaimar sama sekali tidak menyangka, kalau dirinya bisa juara MTQ Korpri tingkat Sumatra Barat. Memang, guru bidang studi Alquran dan Hadist pada MTs YDSI Islamic Centre Pariaman itu sudah gemar mengaji semenjak kelas tiga SD dulunya. Namun belum pernah juara atau meraih prestasi pada MTQ nasional, baik tingkat kecamatan, apalagi tingkat kabupaten dan provinsi.
    Tetapi Tuhan berkehendak lain. Perempuan tiga anak kelahiran Gasan Gadang, Kecamatan Batang Gasan itu mampu keluar sebagai juara satu pada cabang Tilawah Putri di MTQ atar pegawai negeri se Sumatra
Barat yang diadakan di Padang, pekan lalu. Dan dia pun merasa senang dan gembira, bisa mengharumkan nama baik pegawai dilingkungan Pemkab Padang Pariaman, dan insya Allah sebulan lagi dia akan ikut MTQ Korpri pada tingkat nasional yang akan diadakan di Makassar, mewakili ranah Minang ini.
    Dia melihat, juara dalam sebuah kompetisi seperti MTQ misalnya, itu nasib-nasiban. "Walaupun saya belum pernah menjuarai MTO nasional, anak asuhan saya telah banyak yang juara. Dibidang MTQ nasional saya sering juga ikut, tetapi belum bisa mendapatkan prestasi karena lebih banyak yang pandai dari saya, dan itu juga merupakan takdir bagi saya," cerita Zaimar saat bertemu dengan Singgalang, Selasa kemarin di
Pariaman.
    Disamping sebagai seorang guru di sekolah berbasiskan agama itu, Zaimar juga guru ngaji. Khusus dikediamannya di Batang Kabuang, Pariaman, Zaimar membimbing anak-anak sebanyak 200 orang lebih setiap malamnya. Itu khusus dibidang seni tajwid Alquran. Tak heran, bagi Zaimar tidak ada istilah waktu yang terbuang sia-sia. Siang hari aktif mengajar sebagai guru PNS dilingkungan Kemenag Padang Pariaman, dan malam harinya juga bergelut dengan anak-anak kampung disekitar tempat tinggalnya itu.
    Zaimar menilai, hidup dengan cara mengajar adalah ibadah, apabila dilandasi dengan tulus dan ikhlas. Untuk ini dia selalu senang dan gembira, manakala menghadapi pelajar, baik di sekolah maupun dirumah. Kini, dia sedang sibuk mengurus segala kelengkapan administrasi untuk ikut MTQ Korpri tingkat nasional yang akan diadakan November mendatang di Makassar, dan sekalian menggiatkan latihan.
    Dia bertekad untuk bisa membawa nama baik pegawai Sumatra Barat dikancah nasional itu. Dia akan berbuat semaksimal mungkin. Untuk itu, dia sangat mengharapkan dukungan dan doa restu dari seluruh pegawai Pemkab Padang Pariaman dan masyarakat banyak, agar dia bisa tampil maksimal, yang pada akhirnya bisa meraih prestasi pula. (damanhuri)

Sabtu, 06 Oktober 2012

Melihat Pesona Wisata Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura

Melihat Pesona Wisata Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura

Riau---Menikmati liburan akhir pekan, Walinagari Lubuk Alung Harry Subrata, Ketua LPM dan Ketua PK Golkar Lubuk Alung, Padang Pariaman, Bagindo Ruswan Tanjung dan Takarijon, serta wartawan Singgalang, Damanhuri melakukan perjalanan menuju bumi Lancang Kuning Riau. Kabupaten Siak adalah pilihan jitu, karena daerah ini memiliki situs sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura yang mempesona sekali.
    Perjalanan darat dari Lubuk Alung yang dilakukan Jumat (14/9) malam dengan mobil sedan walinagari memakan waktu yang cukup lama juga. Setengah jam menjelang masuknya waktu subuh, kami sampai di Kota Pekanbaru. Hiruk-pikuk kota yang tengah melakukan iven nasional, PON XVIII sangat terasa sekali. Kami istirahat sejenak di rumah Burhanuddin, salah seorang warga Lubuk Alung, yang telah lama jadi warga Kota Pekanbaru.
    Dari Pekanbaru, Sabtu menjelang siang, perjalanan dilajutkan ke daerah tujuan, Kabupaten Siak. Dengan keadaan jalan mirip bentuk ular naga, turun naik serta berkelok dan lurus yang disepanjang jalannya lambaian dedaunan pohon kelapa sawit terus melambai. Sebelum memasuki pusat Kota Siak, terlebih dulu melewati sebuah jembatan megah di atas sungai Siak nan indah juga menakjubkan.
    Para pelancong dari jauh pasti akan berhenti, dan tidak mau melewatkan pesona indah sungai Siak ini begitu saja. Memandang– mandangi, bahkan bagi pecinta sejarah pasti akan segera menerawang jauh kebelakang betapa pastinya sungai ini menyimpan sejuta kenangan, yang mungkin masih banyak belum terungkap sampai kini.
    Dari atas sungai tersebut, seluruh sudut Kabupaten Siak dan pusat aktifitas masyarakatnya dapat dilihat. Kerajaan Siak pertama kali dipimpin oleh Radja Ketjil, yang bergelar Sulthan Abdul Djalil Rachmadsjah pada tahun (1723–1746) dengan ibukotanya Buantan. Berdasarkan dokumen istana, selanjutnya di teruskan oleh Tengku Buang Asmara (1746– 1765), Tengku Ismail (1765–1766), Tengku Alam (1766–1780), Tengku Muhammad Ali Panglima Besar (1780–1782).
    Berikutnya, Tengku Jahja (1782–1784), Tengku Sayed Ali (1784–1810), Tengku Sayed Ibrahim (1810–1815), Tengku Sayed Ismail (1815–1864), Tengku Panglima Besar Sayed Kasim (1864–1889), Tengku Ngah Sayed Hasjim (1889–1908).
    Menurut sejarah, raja terakhir adalah Tengku Putera Sayed Kasim, yang bergelar Sulthan Assjaidis Sjarif Kasim II Abdul Djalil Sjaifuddin, memerintah di Kerajaan Siak pada tahun (1915–1946), selanjutnya pada tahun 1945 beliau mengumumkan Kerajaan Siak masuk kedalam Republik Indonesia.
    Sulthan Assjaidis Sjarif Kasim II meninggal di RS Caltex Rumbai pada 23 April 1968, kemudian 24 April 1968 dimakamkan di Siak Sri Indrapura. Beliau diberikan gelar pahlawan nasional oleh pemerintah RI atas jasa–jasanya itu. Perlu diketahui juga, nama bandara di Pekanbaru, Riau sekarang ini diambilkan dari nama beliau.
    Untuk dapat memasuki ruangan istana, setiap pengunjung dikenakan retribusi oleh Pemda Kabupaten Siak, sebagai pengelola sebesar Rp3.000 untuk dewasa, Rp2.000 untuk anak–anak. Sedangkan untuk turis manca negara Rp10.000 dewasa, Rp5.000 anak–anak. Istana utama dalam kompleks kerajaan memiliki dua lantai, yang di hubungkan melalui dua tangga yang unik dan berkelok–kelok, memiliki banyak ruangan, di setiap ruangannya berisikan begitu banyak bukti peninggalan dan kejayaan kerajaan Siak, lengkap dengan peralatan perang dan gambar lukisan para rajanya. Istana Siak ini pun cukup di jaga keasliannnya dalam bentuk serta ornamennya. Begitu juga dengan area diluar kompleks istana. (damanhuri)

Rabu, 03 Oktober 2012

Calon Bupati Padang Pariaman Itu Bernama Rahmat dan Suci

Calon Bupati Padang Pariaman Itu Bernama Rahmat dan Suci

VII Koto---Nama saya Rahmat, ingin jadi bupati. Saya Suciwati, juga ingin jadi bupati. Ungkapan gamlang dan lucu yang dilontarkan oleh sejumlah anak-anak SD dihadapan Menteri PDT RI, Helmy Faishal Zaini, Senin lalu itu kadang membuat ketawa banyak orang. Hebatnya, acara selingan dalam pidato Menteri tersebut, dari sekitar 15 orang anak SD yang ditanyainya sambil naik keatas pentas, tak seorang pun yang ingin jadi Presiden, seperti SBY ataupun Megawati Soekarnoputri. Awalnya, Menteri dari PKB ini ingin sekali mencari calon Presiden dari anak-anak kampung tertinggal yang dikunjunginya itu.
    Namun, yang paling banyak adalah ungkapan ingin jadi guru, bidan, polisi dan tentara, dikter dan lainnya. Hanya Rahmat dan Suci yang ingin jadi bupati. Trip pertama anak-anak itu merasa kikuk, karena tidak dipersiapkan dari awal, kalau ada sesi anak-anak akan berdialog dengan Menteri. Anak-anak itupun dikasih hadiah oleh Menteri Helmy Faishal, berupa uang buat beli bakso, katanya. Senang benarlah hati anak-anak itu, karena bisa berdialog langsung dengan Menteri, lalu dikasih uang pula.
    Menteri Helmy Faishal Zaini menanyai anak-anak SD itu, ingin melihat pertumbuhan dan perkembangan dari anak-anak itu sendiri. Sebab, ketertinggalan sebuah daerah juga diukur dari sejauh mana tingkat melek huruf dari anak-anak dan pelajar yang ada di daerah bersangkutan. "Setiap kali kunjungan kerja ke seluruh daerah tertinggal di nusantara ini, saya selalu berdialog langsung dengan anak-anak. Ternyata sudah ada pengganti pak Dandim, Kapolres dan pak Bupati. Bersiap-siaplah semua, karena sudah ada yang akan menggantikan dari kampung Balai Baru, selorohnya.
    Akhirnya, karena hanya dua murid salah satu SD di Balai Baru, Padang Pariaman, Rahmat dan Suci tersebut yang ingin jadi bupati, Menteri pun menyandingkan keduanya. "Rahmat untuk calon bupati dan Suci untuk calon wakil bupati," kata dia yang disetujui kedua anak itu, dan Menteri pun membuat jargon untuk kampanye bagi keduanya dengan sebutan 'Raci'. Artinya, Rahmat dan Suci sebagai pasangan ideal.
    Bagi anak-anak SD dimaksud, agaknya menjadi kesenangan tersendiri bisa berjumpa dan bercakap-cakap dengan seorang Menteri yang datang langsung kekampungnya. Jarang sekali hal itu terjadi. Setiba dibawah panggung, anak-anak itu ditanyailah oleh temannya yang lain, yang tak mau naik pentas ketika diminta oleh Menteri. Memang, soal cita-cita dan keinginan dari seorang yang ketika sekolah di SD, akan bisa berubah nantinya, manakala yang bersangkutan telah menjadi seorang mahasiswa. Itu bisa terjadi. Tetapi, paling tidak dari usia dini dia telah diajak untuk maju dan berkembang. Harus punya keinginan, mesti keinginan itu tidak terlalu luar biasa.
    Perubahan akan cita-cita dari kecil kepada perkembangan remaja, terjadi karena pengaruh lingkungan, dan tentunya juga oleh banyak pergulatan yang dilakukan oleh anak dimaksud, saat dia telah tumbuh dewasa. Mungkin yang ingin jadi bupati, setelah benar-benar dewasa nantinya, dia jadi pengusaha, atau jadi PNS yang hanya menurut apa kata induk semangnya. Dan tidak tertutup pula kemungkinan dia akan jadi seorang petani kampung, karena tidak melanjutkan pendidikannya, dikarenakan orangtuanya yang miskin.
    Saat melakukan gerakkan nasional pemakaian minyak tanak tangan itu, Menteri PDT, Helmy Faishal Zaini telah memberikan apresiasi dan dedikasi yang tinggi terhadap anak-anak kampung. Dari ungkapan jujur dan tidak disetting itu akan mampu melahirkan orang-orang pintar dari kampung kecil, Balai Baru, Padang Pariaman dimasa yang akan datang. Anak sekecil itu pasti bercerita banyak kepada kedua orangtuanya setiba dirumahnya. Rasa bangga dan senangnya bisa bersalaman dengan seorang pejabat negara, yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Tinggal lagi gurunya di sekolah, bagaimana menjadikan anak-anak itu mampu pintar, punya masa depan yang rancak lewat bangku pendidikan. (damanhuri)

Uniang-uniang Itupun Berharap Harga Jual Kelapa Jadi Mahal

Uniang-uniang Itupun Berharap Harga Jual Kelapa Jadi Mahal

VII Koto---Uniang Sariman bagaikan mimpi saja, tatkala dia ikut mengolah santan kelapa jadi minyak goreng dihadapan banyak orang. Ibu lima orang putra-putri asal Ampalu itu diikut-sertakan dalam pencanangan pemakaian minyak tanak secara nasional oleh Menteri PDT RI, Helmy Faishal Zaini, Senin lalu di Balai Baru, Padang Pariaman. Semula dia tak percaya, kalau keterampilannya itu bisa dilihat oleh Menteri. Sebab, selama ini hal itu digelutinya dengan apa adanya. Membuat minyak dengan cara kampung, dimasak pakai kayu api.
    Satu hal yang jadi kebanggaan bagi Uniang Sariman, adalah masa depan buah kelapa yang selama ini tak punya harga jual yang mahal akan bisa dibalikkan. Apalagi, sebagian palak kelapa dia sudah tergadai pula. Dengan itu, para pedagang kelapa, baik yang dibawa ke Padang maupun yang ke Pekanbaru seenak perutnya saja membeli kepada yang punya. Padahal, kalau didengar harga jual kelapa di Pekanbaru cukup mahal. Sedangkan para toke hanya membeli dengan harga yang sangat murah sekali. Ini tentunya tidak sebanding.
    Bersama pembuat minyak tanak lainnya, yang hari itu dihadirkan sebanyak 150 orang kaum perempuan dari berbagai perkampungan, terutama yang berdekatan dengan lokasi Balai Baru, Nagari Balah Aie, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak tersebut, oleh LSM Jaringan Anti Kemiskinan bersama Forum Komuniukasi Petugas Pencatat Kemiskinan Lapangan (FK P2KL) Padang Pariaman, Uniang Sariman merasa tersanjung sekali. Dia yakin benar, kalau harga kelapa punya masa depan yang cukup cerah dimasa yang akan datang. "Setahun terakhir, minyak tanak tangan ini memang dibeli oleh anak-anak yang tergabung dalam FK P2KL, yang kabarnya dijual ke berbagai rumah makan urang awak yang ada di Jakarta dan daerah lainnya. Alhamdulillah, sejak itu pula buah kelapa awak tak lagi dijual secara bulat-bulat. Melaikan dibiarkan sampai tua diatas batangnya, dan diolah menjadi minyak tanak," cerita Uniang Sariman kepada Singgalang.
    Bagi Uniang Sariman, kegiatan pencanangan pemakaian minyak tanak itu sangat besar sekali artinya. Apalagi dia sempat pula ditanyai oleh Menteri Helmy Faishal Zaini tentang tatacara membuat minyak yang baik dan bisa tahan lama. Uniang Sariman tambah talambuang, ketika cirik minyaknya dimakan pak Menteri dan rombongan. "Lai nyo cubo cirik minyak awak dek pak Menteri. Yo sanang bana hati awak," kata dia lagi.
    Selama ini kegiatan membuat minyak tanak yang dilakoni oleh Uniang Sariman hanya perbuatan sambilan. Artinya, membuat minyak ketika pekerjaan lain telah selesai. Menurut dia, setelah kelapa diparuk, lalu diremas dan menjadilah santan. Lalu santan itu di endapkan atau diparam barang semalam. Besok paginya, barulah dijarangkan santan dalam kuali yang cukup besar diatas sebuah tungku. Untuk kelapa kampungnya, satu botol minyak itu hanya menghabiskan tiga biji kelapa. Memang, kelapa bagian daerah Padang Sago dan sekitarnya sangat terkenal rancaknya. Disamping santannya yang pekat, minyaknya juga banyak. Itu telah lama dirasakan oleh banyak orang diluar daerah Padang Pariaman.
    Ketua LSM Jaringan Anti Kemiskinan Jon Kenedi Martin bersama Ketua FK P2KL Padang Pariaman, Dalinur merasa puas dan senang sekali karena acara yang telah mereka persiapkan sejak jauh hari itu membuahkan hasil yang sangat maksimal sekali. "Kita ingin menjadikan kelapa Padang Pariaman bisa mempunyai nama kembali. Langkah yang telah dilakukan, adalah berkolaborasi dengan seluruh perantau urang awak, terutama yang berjualan nasi agar bisa memakai minyak tanak tangan yang dihasilkan oleh masyarakat kampung. Dan itu telah berjalan cukup baik," kata dia.
    "Bagi kita di LSM ini, kedepannya itu bagaimana palak kelapa yang telah tergadai itu bisa ditebus. Pemiliknya harus menggarap sendirian. Kita juga programkan dalam waktu dekat ini, peremajaan kelapa. Akan ada nantinya penanaman kembali 1.000 kelapa setiap bidang palak masyarakat. Apalagi, penebangan batang kelapa untuk membuat rumahnya kembali pascagempa 2009 silam, hingga sekarang belum ada peremajaannya. Ini tentunya akan menjadikan buah kelapa berkesinambungan terus," ujar Jon Kenedi Martin. (damanhuri)

Sabtu, 29 September 2012

Dinas Kesehatan Diminta Proaktif Beti Gusneli yang Stroke Dapat Bantuan

Dinas Kesehatan Diminta Proaktif
Beti Gusneli yang Stroke Dapat Bantuan

Lubuk Alung---Rasa haru bercampur gembira tampak bersarang di wajah Bastinur (72). Anaknya, Beti Gusneli (40) yang sudah tiga bulan tergolek diatas tempat tidurnya akibat stroke berat yang menyerangnya, Kamis (27/9) didatangi langsung oleh Ketua Tim Penggerak PKK Padang Pariaman, Hj. Rena Ali Mukhni. Tidak sekedar datang, istri orang nomor satu di daerah itu juga menyerahkan bantuan Pemkab berupa uang tunai Rp1,5 juta.
    Kedatangan Rena Ali Mukhni bersama sejumlah pengurus PKK lainnya itu kekediaman Beti Gusneli di Sungai Abang, Lubuk Alung juga diiringi oleh Staf Ahli Bupati Bidang SDM dan Kemasyarakatan, Yuniswan, H. Yusmanda. Mereka merasa terenyuh setelah membaca parasaian Bastinur yang diberitakan Singgalang, Selasa lalu. Disamping menyerahkan bantuan uang demikian, sekalian juga bantuan intensif lainnya, berupa beras, sarden, indomie serta keperluan dapur lainnya.
    Bagi Bastinur yang selama ini bergelut dengan kesusahan, mendayung biduk kehidupan sendirian, setelah ditinggal pergi suaminya, mengemasi anak yang stroke pula, tentu kehadiran Ketua Tim Penggerak PKK yang sekalian memberikan bantuan itu akan sangat berarti sekali. Pada waktu bersamaan, Sekcam Lubuk Alung, Irawadi, Walinagari Harry Subarat, Ketua LPM, Bagindo Ruswan Tanjung juga ikut menyambut kedatangan istri bupati tersebut.
    "Kita ikut prihantin melihat kondisi Beti Gusneli yang mengidap penyakit stroke. Bantuan yang kita berikan ala kadarnya itu cuma sebagai bantuan intensif. Kita minta kepada Dinas Kesehatan dan Puskesmas Lubuk Alung, untuk bisa memfasilitasi pengobatan Beti Gusneli yang memang susah membiayai pengobatan," kata Rena Ali Mukhni.
    Rena Ali Mukhni juga minta kepada pemerintahan kecamatan dan nagari agar selalu memperhatikan keadaan warganya, memberikan laporan secara cepat ketika hal-hal yang membuat masyarakat susah itu. Apalagi informasi ditengah masyarakat kayak gini, harus cepat diantisipasi. "Jangan biarkan masyarakat merintih kesakitan akibat ketidak-adaan biaya berobat. Pemkab Padang Pariaman terus berupaya, bagaimana semua masyarakat bisa menikmati kesehatan dengan baik dan sempurna," ujar dia lagi.
    Sembari mengucapkan terima kasih kepada Rena Ali Mukhni, Bastinur pun menceritakan kesusahannya dalam merawat anaknya yang sakit stroke, dimana dia tak lagi bisa berbuat banyak untuk mendapat uang yang selama ini dilakoninya. "ndak ado awak karajo doh lai buk. Hanya sibuk dengan menemani anak yang sakit. Ditambah pula anaknya Beti Gusneli yang paling kecil sakit pulo," ujarnya.
    Bagi Bastinur, bantuan yang diberikan oleh orang penting di Padang Pariaman itu sangat berarti sekali. Bagaikan pucuak dicinto, ulam pun tibo. Sumua digali, air pun datang. Ditengah susahnya dia mencari jalan keluar dari berbagai kesulitan hidup, datang bantuan. "Terima kasih banyak buk," ungkapnya haru. (damanhuri)

Senin, 24 September 2012

Awak tak Kuat, Anak Stroke Pula

Awak tak Kuat, Anak Stroke Pula

Lubuk Alung---Beti Gusneli (40) sudah tiga bulan tergolek diatas tempat tidurnya. Ibu tiga anak itu mengalami penyakit stroke yang sangat berat. Seluruh tubuhnya sangat sakit ketika digarikkan. Dia hanya bisa menangis, dan tak lagi pandai bicara. Sedihnya, Beti Gusneli setiap harinya diberisin oleh ibuya yang sudah tua pula, Bastinur (72). Penyakit penakutkan banyak orang itu telah cukup lama menyerang Beti. Namun, yang paling parah itu kondisinya dalam tiga bulan terakhir ini.
    Sebagai keluarga miskin, Bastinur tak kuat untuk berbuat banyak kepada anaknya itu. Apalagi, sejak Beti Gusneli sakit, Bastinur tak lagi membuat karupuak ubi, yang selama ini ditekuninya untuk keperluan biaya hidupnya, lantaran kesibukkan mengemasi anaknya yang sakit berat. Sedangkan Awal Agus (42), suami Beti Gusneli hanya seorang buruh kasar di salah satu gudang batubata di Pasie Laweh Lubuk Alung.
    Setiap hari Awal Agus bolak balik-balik dari rumahnya, di Sungai Abang, Lubuk Alung ke Pasie Laweh. Dia buat batubata, sesuai permintaan induk semangnya. Semakin banyak batubata yang dia buat, semakin banyak pula pitih yang dia dapatkan. Namun, akhir-akhir ini permintaan akan batubata semakin berkurang, sehingga tukang cetaknya pun tak bisa banyak kerja. Paling banyak itu penghasilan Awal Agus Rp60 ribu sehari. Itupun kalau lagi musim cetak banyak.
    "Alah tigo rumah sakik yang dituruik. Ke rumah sakit tentara dan M. Djamil di Padang dan ke Pariaman. Tapi belum cegak. Saat itu dibawa kerumah sakit, karena ada orang lain yang mengasih uang. Kalau tidak begitu tak kuat untuk berobat kerumah sakit. Kini, penyakitnya hanya diobati dengan diurut oleh orang pintar, yang datang kerumah," cerita Bastinur saat Singgalang mendatangi rumahnya bersama Walinagari Lubuk Alung, Harry Subrata, Minggu kemarin.
    Dulu, Bastinur punya penghasilan yang cukup lumayan. Ada sekitar Rp100 ribu uang kemasukkannya dalam sepekan dari hasil penjualan karupuak balado, yang dia buat setiap harinya. "Ndak kuat lagi nak untuk mengobatinya. Suaminya pun tak punya banyak pitih untuk itu. Sedangkan, anak Beti Gusneli yang kecil juga mengalami sakit step," ujar Bastinur lagi.
    Sejak tiga bulan belakangan, Bastinur yang telah tua usia itu hanya banyak bergelut dengan menyuapi makan dan minum akannya yang tak tak pandai lagi berjalan itu. Lebih dari itu, kotoran yang keluar dari bandannya pun harus dibersihkan. Sedih memang. Dia ingin sekali anaknya itu cepat sembuh, dan bisa kembali beraktivitas seperti sediakala. Apalagi ketiga anaknya masih kecil-kecil, yang butuh bimbingan orangtua. Segala usaha, sebatas kemapuan sebagai orang kampung miskin telah dilakukan kesana-kemari mencari obat. Namun, kesembuhan masih belum berpihak kepadanya.
    Manakala ada orang kampung lainnya yang iba terhadap keluarga itu, dibantulah pengobatan Beti Gusneli. Bagi Bastinur, bantuan dari orang lain itu sangat besar sekali artinya, karena dia orang yang tak punya. Dari lima putra-putrinya hanya dua orang yang tinggal dikampung. Disamping, Beti Gusneli yang sakit stroke, ada lagi seorang kakak Beti yang tinggal dikampung istrinya. Bastinur adalah seorang ibu janda, yang telah ditinggal suaminya yang meninggal sejak beberapa tahun yang silam.
    Bastinur pun bagaikan mengayuh biduk kehidupan ditengah gelombang besar, ditambah pendayungnya yang patah pula. Tiap hari dia berusaha, berdoa bagaimana anak perempuannya itu bisa sembuh. (damanhuri)