wartawan singgalang

Selasa, 24 Desember 2013

Givo Saputra Anak Kampung Sungai Geringging Itu Raih Prestasi Nasional

Givo Saputra
Anak Kampung Sungai Geringging Itu Raih Prestasi Nasional

Padang Pariaman--Senanglah hati orangtuanya yang tinggal nun jauh disana, paling Utara Padang Pariaman demikian. Begitu juga, keluarga besar MTsN Sungai Geringging yang pernah dikepalai oleh H. Maswar pada tahun 1990 an itu. Para gurunya menyambut gembira, saat mendengar kabar tentang seorang anak didiknya meraih prestasi yang sangat luar biasa sekali. Dikancah Nasional lagi. Hebat anak itu rupanya.
    Acara yang diadakan dari 6-10 Desember itu, membuat nama Kabupaten Padang Pariaman yang dikenal sebagai gudang agama di Sumatera Barat kembali bergema. Meskipun pada MTQ tingkat Sumbar di Pasaman Barat yang lalu, daerah ini hanya bertengger pada peringkat 16, dibawah Mentawai lagi, tentu prestasi seorang Givo Saputra, anak kampung Sungai Geringging mampu mengobati insan-insan penggiat seni keagamaan tersebut.
    Dalam acara yang dilaksanakan oleh Ditjen Penerangan Islam Kementerian Agama RI yang bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, DPP LASQI dan DPW LASQI Kalimantan Timur. Festival tingkat nasional yang ke-XVIII tahun 2013 ini, membuat Kepala Kemenag Padang Pariaman, H. Masrican Tuanku Marajo Basa bersemangat.
    Acaranya dibuka secara resmi oleh Wakil Menteri Agam RI, Prof. Nasaruddin Umar. Sebanyak lima cabang dilombakan, dengan 139 penampilan. Para juara disamping dapat penghargaan, juga diberikan uang pembinaan sebesar Rp250 juta. Givo Saputra yang juara I pun meraih demikian. Sangat senang hatinya. Anak kampung sebesar itu merasa puas, bisa naik pesawat pulang dan pergi. Dapat prestasi lagi.
    Disamping festival Seni, pada kesempatan itu juga dilangsungkan Munas LASQI. Tujuan Festival Seni Qasidah menurut Ketua Panitia Pelaksana, Hj. Euis Sri Mulyani, Ditjen Penerangan Islam Kementerian Agama RI, sebagai upaya pengembangan potensi seni budaya yang bernuansa Islami kepada masyarakat bangsa Indonesia, memberikan apresiasi kepada pencipta seni qasidah, serta melestarikan dan memperkenalkan akan ketinggian dan keluhuran seni budaya Islam kepada generasi muda. (damanhuri)

Givo Saputra raih juara I pada Festival Seni Qasidah tingkat Nasional di Balikpapan, Kalimatan Timur. Siswa Kelas II MTsN Sungai Geringging, Kabupaten Padang Pariaman ini merupakan utusan Sumatera Barat dalam ajang yang diadakan tiga tahun sekali tersebut.

Penghargaan Adiwiyata Nasional Untuk SMA Lubuak Aluang Kado Terindah Diakhir Tahun

Penghargaan Adiwiyata Nasional Untuk SMA Lubuak Aluang Kado Terindah Diakhir Tahun

Padang Pariaman---Senja menjelang Magrib, Sabtu (21/12) lalu suasana terminal BIM agak ramai. Para penunggu menyemut. Tempat parkir mobil juga nyaris penuh. Tiba-tiba ditengah kerumunan orang banyak itu mencogok Dian Mulyati Syarfi. Kepala SMAN 1 Kecamatan Lubuak Aluang, Kabupaten Padang Pariaman ini baru saja keluar dari pesawat Garuda membawa sebuah penghargaan Adiwiyata yang baru saja diterimanya dari Mendiknas RI, lantaran berhasil dalam bidang lingkungan di sekolahnya.
    Tidak tanggung-tanggung. Sejumlah majelis guru dan siswanya menyambut kedatangan sang kepala sekolah yang juga istri terkasih Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat, Syamsulrizal itu bagaikan pejuang yang baru saja pulang dari medan tempur. Ibuk Dian pun sampai berpeluh, karena saking terenyuhnya melihat sambutan demikian. Tidak itu saja. Bupati Ali Mukhni, Sekdakab; Jonpriadi, Kepala Dinas Pendidikan Sumbar; Syamsulrizal, Kepala KLH; AK Jailani, Kepala Bappeda; H. Taslim, Kepala Dinas Perhubungan; Budi Utama, Kasat Pol PP; Syafrimen, Kepala BKD; Muhadek Salman ikut menyambutnya.
    "Luar biasa. Piagamnya seperti biasa saja. Namun, yang paling berkesan itu karena ada tingkat nasionalnya. Itulah yang paling berarti sekali. Dan ini satu-satunya SMA di Sumatera Barat yang menerima Adiwiyata tahun ini. Tentunya, penghargaan ini kado terindah di akhir tahun untuk Padang Pariaman, disamping juga penghargaan nasional dari DKP dan juara satu seni kasidah tingkat nasional yang pernah diraih putra daerah ini," kata Ali Mukhni, saat menerima piagam dari Dian Mulyati Syarfi.
    Memang, SMA Lubuak Aluang merupakan sekolah terhebat dan unggul yang pernah dimiliki daerah itu. Kalau saja Mahkamah Konstitusi (MK) tidak membubarkan RSBI, maka sekolah yang terletak di Sungai Abang Lubuak Aluang ini masih saja menyandang status demikian. Kepedulian Dian Mulyati Syarfi dalam menerapkan lingkungan asri, hijau dan bersih patut diacungi jempol. Dengan inilah terjadinya ramah lingkungan yang terpatri dikalangan sekolah yang telah melahirkan orang-orang hebat dan pintar di Padang Pariaman dan Sumatera Barat itu.
    Menurut Dian, dengan predikat Adiwiyata ini pihaknya berkewajiban melakukan pembinaan yang sama, minimal untuk 10 sekolah SMA di Padang Pariaman. Dan lagi, pesan ramah lingkungan itu berantai, sampai ke tengah masyarakat yang tentunya melalui siswa dan siswi sekolah yang telah dibinanya itu.
    Setelah melakukan serangkaian serimonial dan foto bersama di bandara yang terletak di Nagari Ketaping, Kecamatan Batang Anai tersebut, Dian yang telah hilang rasa capeknya sehabis terbang selama satu setengah jam dari Jakarta, bersama keluarga besar SMA Lubuak Aluang yang datang menjemput dijamu langsung oleh Bupati Ali Mukhni dengan makam malam bersama di Restoran Lamun Ombak, Pasa Usang.
    Bagi Bupati Ali Mukhni yang pernah jadi guru dulunya, penghargaan demikian sangat besar sekali artinya. Apalagi, yang dibawa Dian dan SMA Lubuak Aluang tidak lagi Kabupaten Padang Pariaman. Tetapi Provinsi Sumatera Barat. Sebuah prestasi yang patut sekali dihargai dan dijunjung tinggi oleh pemerintah daerah. (damanhuri)

Minggu, 17 November 2013

Melihat Usaha Peternak Lebah yang Hampir Punah

Melihat Usaha Peternak Lebah yang Hampir Punah

VII Koto---Madu lebah merupakan obat untuk segala macam penyakit. Dan itu sudah disebutkan dalam kitab suci Alquran oleh Yang Maha Kuasa. Namun, untuk mendapatkan madu lebah yang asli sangat sulit sekali zaman sekarang. Banyak orang berjualan madu, tetapi tak bisa dijamin keasliannya. Sebab, memisahkan antara madu asli dengan non asli tak mudah. Begitu pula untuk mendapatkan madu lebah, banyak pengorbanan yang harus dilakukan orang. Mungkin itu pula sebabnya kenapa yang namanya madu lebah itu dijual dengan harga yang cukup tinggi.
    Risman Tarolik, salah seorang peternak lebah di Palak Juha, Nagari Lurah Ampalu, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Padang Pariaman. Dia termasuk satu dari sekian banyak peternak lebah yang mampu bertahan hingga sekarang. Dengan cara beternak itu pula, Risman menjual madu lebah hanya yang asli. Lebah itu dibuatkan kandang di sekeliling rumahnya. Kadang yang terbuat dari kayu dibikin segi empat dalam ukuran yang tidak terlalu besar itulah lebah menyimpan madunya setiap kali binatang tersebut mengeluarkan madu.
    "Beternak lebah butuh banyak persyaratan dan kesabaran yang tinggi. Dan banyak pula pantangannya. Misalkan ada saja pertengkaran dalam rumah kita, atau sesama peternak lebah lainnya, lebah dengan sendirinya akan melarikan dari, menjauh dari sangkar yang sudah kita sediakan. Memang, lebah adalah sebuah makhluk Tuhan yang agak istimewa," cerita dia.
    Itu kesulitan yang harus dijaga dalam soal beternak lebah. "Namun, kemudahannya, beternak lebah merupakan sebuah pekerjaan atau profesi yang dijalankan hanya sambil lalu. Kita tidak perlu mengasih lebah itu makanan. Dia akan terbang sendirian, mencari yang namanya saripati bunga untuk dimakannya. Tak perlu diperhatikan, dikampung mana atau bunga dari saripati buah siapa yang dimakannya. Kita tak perlu tahu. Yang jelas, ketika saatnya lebah mau pulang, dengan sendirinya dia masuk kembali ke kandang yang sudah kita buatkan," kata Risman Tarolik yang mengaku sudah cukup lama melakoni usaha ternak lebah demikian.   
    Menurut dia, sebuah kandang lebah akan diisi dengan sisiran yang terbuat dari kawat, yang gunakan untuk menyimpan madu yang akan dikeluarkan lebah. Untuk sebuah kandang akan memuat tujuh sampai sembilan sisiran. Dalam tempo dua bulan sejak awal pembuatan kandang yang diisi lebah, butuh waktu dua bulan untuk menghasilkan madu murni. Itu panen perdanya. Sedangkan untuk kelanjutannya, madu bisa dipetik sekali dalam sebulan. Paling sedikit, setiap kandang lebah akan menghasilkan seperempat kilogram madu.
    Risman menceritakan, kalau setiap kandang yang disediakannya diisi pula dengan seekor ratu lebah. Tak boleh lebih dari satu ekor. Sebab, akan menimbulkan pembunuhan diantara ratu tersebut. Pergantian ratu demikian butuh waktu yang cukup panjang. Biasanya tahan sampai lima tahun. Setelah itu akan muncul ratu baru, menggantikan ratu lama yang telah dimakan usia.
    Awal Risman beternak lebah pada 1989 silam dengan cara kecil-kecilan. Dikelola secara sendirian. Berlanjut dengan dibuatnya sebuah kelompok permanen yang terdaftar di instansi terkait. Kelompok Apiari Sakato namanya. Kelompok ini sempat dijadikan percontohan oleh Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat, khusus dalam pengembangan ternak lebah. Dinamakan demikian kelompoknya, lantaran lebah yang dikelolanya adalah lebah jenis Apris Indika.
    Melalui percontohan itu pula, Risman acapkali mengirim bibit lebah ke sejumlah kabupaten dan kota di Sumatera Barat ini untuk dikembangkan. Namun, dari informasi yang didapatkannya, bibit yang dikirimnya itu tak banyak yang berhasil. "Ya itu tadi. Beternak lebah butuh pengetahuan yang tinggi dan kesabaran yang kuat," sebutnya.
    Untuk ukuran botol kecil, Risman menjual madu lebahnya seharga Rp50 ribu. Sedangkan botol besar sampai Rp100 ribu. Dia merasakan sekarang permintaan akan madu agak berkurang. Namun, usaha demikian tetap dilakoninya. Dulu, usaha ternak lebah banyak dilakoni masyarakat Lurah Ampalu. Hampir di sepanjang Barangan, Koto Tabang dan Palak Juha itu banyak ditemukan kandang lebah. Sekarang nyaris habis. Hanya Risman satu-satunya yang bertahan hingga sekarang. (damanhuri)

Selasa, 12 November 2013

Empat Tahun Diserang Kanker Payudara Bupati Datang Semangat Sehat Arnida Kembali Tumbuh

Empat Tahun Diserang Kanker Payudara
Bupati Datang Semangat Sehat Arnida Kembali Tumbuh

Lubuak Aluang---Raut bahagia terpancar dari wajah Arnida. Perempuan muda yang menderita penyakit kanker payudara itu, Rabu lalu dikunjungi Bupati Padang Pariaman H. Ali Mukhni. Perempuan berusia 28 tahun dengan seorang anak ini sudah empat tahun mengalami penyakit yang sangat menakutkan tersebut. Banyak sudah tempat berobat yang didatanginya. Baik ke rumah sakit, maupun dengan pengobatan tradisional, alias obat kampung. Namun, penyakitnya tak juga kunjung pergi.   
    Belakangan Arnida mencoba berobat dengan cara terapi di salah satu tempat di Lubuak Aluang. Ada perubahannya, namun biayanya sangat mahal pula. Butuh dana berjuta-juta tiap bulan yang mesti dia cari untuk menutupi biaya terapi itu. Bagi Arnida, biaya yang sebanyak itu tentu lumayan banyak dan menyusahkan mencarinya. Dia termasuk keluarga miskin dalam kampungnya.
    Arnida masih tinggal di rumah orangtuanya, di Korong Indaruang, Nagari Aia Tajun Lubuak Aluang. Saking lamanya penyakit itu dideritanya, sampai-sampai badannya menyusut. Dan hampir setiap penghasilan yang didapatkan oleh suami tercintanya dalam bekerja, hanya dihabiskan untuk berobat kian kemari. Jati, orangtua Arnida pun tak bisa berbuat banyak terhadap penyakit demikian.   
    Bupati Ali Mukhni bersama sejumlah pejabat daerah yang tengah melakukan kegiatan goro bersama, Rabu lalu di Indaruang demikian diberitahu oleh Walinagari Syamsurizal tentang penyakit yang diderita oleh warganya; Arnida. Bupati Ali Mukhni pun sehabis goro langsung ke rumah yang bersangkutan. Tentunya memberikan bantuan moril paling tidak, agar Arnida mampu menerima cobaan dari Yang Maha Kuasa tersebut.
    Kedatangan Bupati Ali Mukhni membuat suasana haru dari orangtua Arnida. Karena tanpa disangka-sangka, bupati hadir di rumah yang sangat sederhana tersebut. "Ndak kami sangko Pak Bupati tibo doh. Sanang bana hati kami sekeluarga rasonyo, bisa basobok jo urang nomor satu yang ikut kita pilih pada 2010 yang lalu," kata Jati, orangtua Arnida.
    Walinagari Syamsurizal menjelaskan kepada keluarga itu, bahwa yang dilakukan saat ini adalah bentuk kepedulian dari seorang Bupati Ali Mukhni. Walinagari dari kalangan anak muda ini memang sedikit terkenal dalam soal sosial kemasyarakatan. Dia cepat tahu dan tanggap, apapun yang terjadi ditengah masyarakatnya. Mumpung induk semangnya lagi sedang ikut goro, maka diberitahunya tentang hal itu ke Bupati Ali Mukhni, agar bupati ikut pula memberikan sumbangsih terhadap keringanan penderitaan Arnida.
    Pada kesempatan tersebut, Bupati Ali Mukhni langsung merespon dengan mendatangkan tenaga medis dari Puskesmas Lubuak Aluang dan RSUD Parit Malintang. "Nanti dilakukan check up oleh tim medis. Kita hanya berusaha. Termasuk langkah untuk mengobati ini, adalah bagian dari usaha kita untuk bagaimana bisa sehat seperti sediakala," kata Ali Mukhni.
    Bupati Ali Mukhni menjelaskan bahwa setiap warga miskin sudah tertampung pada Jamkesmas, Jamkesda dan Jampersal. Jadi masyarakat tidak perlu kawatir jika sakit datang. "Saya himbau kepada camat dan walinagari agar selalu proaktif dalam mensosialisasikan program Jamkes tersebut. Program ini harus merata pada setiap orang miskin. Jangan sampai ada yang ketinggalan, sehingga ketika sakit datang, mereka tak lagi kasak-kusuk mencari yang namanya Jamkesmas tersebut," ungkapnya. (damanhuri)

Sabtu, 09 November 2013

Mengayuh Biduk Kehidupan Sendirian Kartini Tinggal di Pondok Darurat tak Pula Berlistrik

Mengayuh Biduk Kehidupan Sendirian
Kartini Tinggal di Pondok Darurat tak Pula Berlistrik

Kapalo Hilalang---Terlalu berat beban hidup yang ditanggung Kartini. Ibu beranak lima berusia sekitar 35 tahun ini mengayuh biduk kehidupan sendirian. Tiap hari dia pergi ke kebun getah milik orang lain, untuk mendapatkan uang guna menyambung hidup dia dan anak-anaknya. Sejak dua bulan belakangan, kerja menakiak getah itu tak lagi dilakukannya, lantaran musim hujan. Dan memang, kerja mengambil getah butuh musim kemarau.
    Bersama anaknya, Kartini tinggal di sebuah pondok darurat. Terbuat dari kayu yang sudah ditopang pula dengan sebuah tonggak, agar pondok demikian jangan rebah. Ingin sekali keluarga ini menonton tv dikalan malam atau di waktu istirahat, tapi tak bisa. Listrik belum masuk kerumahnya hingga saat ini. Rumah Kartini jauh terletak diujung Korong Tarok, Nagari Kapalo Hilalang, Kecamatan 2x11 Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman. Supaya rumah keluarga miskin itu bisa masuk listrik, butuh sekitar lima buah tiang lampu. Tentu sangat tidak memungkinkan bagi dia untuk membeli tiang sebanyak itu. Suaminya telah lama pergi meninggalkan dia.
    Otomatis, semua beban hidup sepenuhnya ditanggung Kartini. Dan sejak dua bulan belakangan pula, anaknya yang paling besar tidak lagi bersekolah di sebuah SMK di daerah itu, lantaran tak lagi punya biaya untuk melanjutkannya. Dengan demikian, terancamlah masa depan yang cerah bagi anak-anaknya. Kalau musim hujan seperti saat ini, Kartini mengaku bekerja di sawah orang lain. Dia diupah untuk mengerjakan sawah orang. "Kadang menyiangi sawah. Ada pula yang bertanam. Ya, tergantung apa yang musim di sawah tersebut," cerita Kartini.
    Rabu kemarin Kartini merasa terkejut dan terharu. Pondok daruratnya didatangi Aljufri, calon anggota DPRD Sumbar dari Partai Hanura di Dapil II, Padang Pariaman dan Kota Pariaman. Ketua FKPM Padang Pariaman itu datang bersama Afrizal, caleg Hanura untuk DPRD Padang Pariaman di Dapil III, dan Asrizal Rajo Sutan, seorang tokoh masyarakat Kapalo Hilalang. Aljufri merasa terenyuh melihat penderitaan yang ditanggung Kartini.
    Kepada mereka itu Kartini menceritakan, kalau dia sudah lama tak menakiak getah. Kekuatan Kartini dalam menakiak getah lumayan juga. "Manakala cuaca hari sedang rancak, itu bisa 15 kilogram terambilnya. Sebagai seorang pekerja, ambo dapat uang separoh dari hasil yang didapatkan. Artinya, hasil penjualan getah dibagi dua dengan sang pemilik. Ya, paling Rp40-50 dalam sehari," kata dia.
    Pada kesempatan itu, Aljufri menyerahkan sejumlah bantuan berupa indomie, dan sejumlah uang. "Ini bantuan spontanitas. Pemerintah perlu memikirkan hal ini. Apalagi kondisi rumahnya yang jauh dari pusat keramaian, sehingga acapkali terlupakan dalam soal bantuan, baik itu bantuan dari pusat maupun dari daerah," ujar Aljufri, caleg dengan nomor urut dua ini.
    Sebagai tokoh masyarakat Kapalo Hilalang, Asrizal Rajo Sutan mengakui kalau Kartini tak pernah tersentuh bantuan apapun jua. "Upaya menopang pondoknya dengan sebuah tonggak, adalah kebersamaan warga yang kita kerahkan beberapa waktu lalu. Saat itu rumahnya nyaris saja rebah. Terima kasih atas bantuan yang diberikan Aljufri dalam masalah ini. Semoga bantuan itu bermanfaat bagi Kartini," ungkapnya. (damanhuri)

Jumat, 01 November 2013

Surantiah, Kampung Tersuruk yang Kaya Dengan Keindahan Alam

Surantiah, Kampung Tersuruk yang Kaya Dengan Keindahan Alam

Lubuk Alung---Surantiah dulu hanya sebuah dusun dalam Desa Koto Buruak. Tetapi luasnya mintak ampun. Masyarakat disana menyebutkan, kalau Surantiah dua kali lipat luasnya dari Nagari Sikabu Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman. Kampung ini jauh tersuruknya. Nun, di bagian Timur Lubuk Alung, berbatasan dengan Kabupaten Solok. Walau tersuruk dan tertinggal, kampung ini kaya akan keindahan alam. Ada tempat wisata nan rancak. Babang Indah namanya. Terletak di Surantiah Hulu.
    Rabu kemarin, Singgalang diajak bertandang ke Surantiah oleh Walinagari Lubuk Alung, Harry Subrata. Ikut juga Landi Efendi, anak muda kreatif yang kini jadi anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Lubuk Alung. Banyaklah dapat cerita-cerita hebat yang pernah terjadi di Surantiah pada zaman saisuak, yang diceritan Raoyan, tokoh masyarakat setempat. Termasuk juga cerita tentang Babang Indah yang hingga saat ini mulai dilirik orang luar.
    "Disebut dengan Babang Indah, ada sebuah batu besar yang kalau kita kesana bisa berteduh saat hujan dan panas. Disampingnya ada pula air terjun, yang juga disebut Air Terjun Babang Indah, yang tidak kalah hebatnya dari Air Terjun Nyarai, yang terlerak di Korong Salibutan, Lubuk Alung. Nama ini sudah lama tenarnya. Dulu, ada orang tinggal disana. Dia pakai pondok disitu. Sekarang tidak adalagi," kata dia.
    Sebagian besar sumber kehidupan masyarakat Surantiah bertumpu pada pertanian; sawah dan ladang. Ada ladang sawit dan karet. Disana juga banyak buah durian, dan tentunya sawah yang luas. Sebagai sebuah perkampungan, mengalir sungai dengan airnya yang sangat jernih. Batang Surantiah kata orang kampung itu. Di sungai itulah setiap pagi dan petang anak nagari mandi, mencuci serta keperluan lainnya.
    Meskipun sebuah dusun, yang kalau sekarang disebut jorong. Nama kampung Surantiah ini banyak pula. Ada Surantiah Palak Pisang, Surantiah Hilia, Surantiah Hulu, Surantiah Kelok, dan Surantiah Kabun. Raoyan yang pernah menjabat walijorong di Surantiah tak bisa berbuat banyak, adanya sebagian masyarakat Surantiah yang adnimistrasi pemerintahannya bernaung di Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, yakni Surantiah Palak Pisang. Dan ini harus dikaji ulang, dan didudukkan persoalannya secara bersama ditengah masyarakat Nagari Lubuk Alung.
    "Persoalan ini terjadi ketika peristiwa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) tahun 1958-1960. Ceritanya, ada seseorang yang meninggal dunia akibat korban peristiwa demikian di Surantiah Palak Pisang. Tradisi kampung, kalau ada kematian tentu dikajikan. Nah, para orang siak dari Surantiah merasa takut ke sana. Dan masyarakat disana tak ingin anggotanya tidak dikajikan. Maka dijembutnyalah orang siak dari Kampuang Apa, Nagari Sungai Buluah untuk mengajikan tersebut," cerita Raoyan.
    Mulai sejak itu, sebut Raoyan, hingga sekarang Nagari Sungai Buluah pun telah mengklaim, kalau Surantiah Palak Pisang bagian dari wilayahnya. Namun, secara adat istiadat masyarakat Surantiah Palak Pisang kalau shalat Id masih di Masjid Raya Surantiah ini. Tetapi, secara kependudukan, pemerintahannya sudah di Sungai Buluah.
    Dengan kekayaan sumber air yang bagus, Surantiah pernah dilirik oleh sejumlah perusahan air mineral yang ingin berinvestasi disitu. Termasuk juga PDAM Padang Pariaman akan menjadikan sumber air utama disitu. Namun, semuanya gagal, karena belum adanya sarana pendukung, seperti jalan. Hingga saat ini, jalan di kampung itu masih sisa aspal tahun 80 an, yang sudah banyak terkelupas. Jembatan yang melewati sungai kecil pun mulai lapuk, yang mesti diperbaik dan diganti dengan yang baru. (damanhuri)

Senin, 21 Oktober 2013

Kelok Nona Itu Tidak Lagi Angker dan Menakutkan

Kelok Nona Itu Tidak Lagi Angker dan Menakutkan

Tapakis---Kelok Nona di jalur Ketaping-Pariaman tidak lagi ditakuti oleh banyak orang yang lalu-lalang di jalan itu. Ditambah lagi keberadaan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) yang dibangun pemerintah disitu. Dulu, jalan itu angker. Ketika matahari mulai menghilang dan malam pun datang, tak akan adalagi orang yang lewat, karena ada saja hal aneh yang dilihatnya.
    Walinagari Tapakis, Kecamatan Ulakan Tapakis, Rusli Rangkayo Majo Basa menuturkan kalau lokasi pembangunan BP2IP dan pelabuhan Tiram ini namanya Kelok Nona. Dinamakan demikian, banyak orang melihat, terutama di malam hari perempuan cantik, sehingga orang yang lewat merasa takut dan langsung cigin saja. Akibatnya, tidak sedikit lagi korban jiwa dilokasi ini dulunya, karena jatuh dari kendaraan, atau masuk rawa.
    "Upaya Pemkab Padang Pariaman membangun BP2IP dan pelabuhan ini sungguh sebuah terobosan yang sangat luar biasa. Khusus bagi masyarakat Tapakis, jelas tidak akan adalagi rasa takut. Bahkan, sejak mulai pengerjaannya sudah banyak anak-anak yang bermain dilokasi ini dikala senja. Mereka melihat indahnya matahari terbenam, yang seolah-olah berciuman dengan air laut, kalau cuaca lagi rancak," cerita Rusli dalam hantaran katanya, saat kedatangan tamu banyak dalam pengecoran pembangunan BP2IP demikian, Sabtu lalu.
    Rusli, adalah satu dari 10 orang rajo dalam Ulayat Tapakis, Ketaping dan Ulakan. Dia punya kekuasaan adat yang sama juga dengan Rangkayo Rajo Sampono di Ketaping. Untuk ini, tentu seluk-beluk Nagari Tapakis khususnya sangat diketahuinya. Mulai masyhurnya sebutan Kelok Nona, memang sudah sangat lama. Dasarnya itu tadi. Bagi yang pertama kali melihat gadis rancak dipinggir jalan, apalagi yang bujang-bujang, tentu akan terperdaya sendiri. Namun, apabila dilihatnya dari dekat, rupanya makhluk halus, yang kalau orang kampung bilang, hantu.
    Tetapi, bagi masyarakat Tapakis, Ketaping dan Ulakan yang sudah tahu dengan kondisi demikian bila melihatnya hanya berdoa, dan sekaligus berharap tidak akan terjadi malapetaka pada dirinya. Saat kampung belum lagi dimasuki listrik, peristiwa itu sangat acapkali dilihat orang. "Sejak beberapa bulan belakangan, Kelok Nona sudah rancak. Bangunan megah tempat penggembelengan pelaut handal akan segera hadir. Pelabuhan begitu juga. Tentu kampung yang dulunya sunyi, akan menjadi ramai oleh hiruk-pikuknya aktivitas pendidikan dan perekonomian," sebut Rusli lagi.
    Bagi Rusli dan niniak mamak dalam ulayat yang tiga itu, jelas pembangunan BP2IP punya arti tersendiri. Walapun awalnya sempat terjadi pro dan kontra dalam soal ini oleh sebagian masyarakat. Bupati Ali Mukhni sebagai kepala daerah di Padang Pariaman yang sangat ingin hal itu terwujud, tentu tidak gegabah untuk meletakkan pembangunan BP2IP di kawasan Kelok Nona demikian. Untuk ini, seluruh kekuatan niniak mamak dan masyarakat dijadikannya sebagai penopang pembangunan demikian. Dan yang tidak kalah pentingnya, adalah kiprah yang dimainkan Rangkayo Rajo Sampono, yang juga sebagai juru bicara bagi 10 orang rajo dalam Ulayat Tapakis, Ketaping dan Ulakan dimaksud dalam merampungkan pembangunan BP2IP.
    Tidak kalah serunya, dalam pengecoran Sabtu lalu itu, Bupati Ali Mukhni dapat pujian dan apresiasi yang sangat luas sekali. Sampai-sampai Azwar Anas, mantan Gubernur Sumatra Barat melihat Bupati Ali Mukhni hebat dan pintar melakukan lobi-lobi ke pusat. Begitu juga Gubernur Irwan Prayitno menyebut, kalau bupati dan walikota lainnya pada cemburu, lantaran pembangunan nasional dan Sumbar banyak dilakukan di Padang Pariaman.
    "Bupati Ali Mukhni memang terkenal gigih, dan mau bekerja. Pandai memanfaatkan momen, sehingga proyek nasional bisa jatuh ke Padang Pariaman," kata Irwan Prayitno. (damanhuri)

Jumat, 18 Oktober 2013

Buluah Apo Kampung yang Masih Tertinggal di Padang Pariaman

Buluah Apo Kampung yang Masih Tertinggal di Padang Pariaman

Padang Sago---Buluah Apo, satu dari sekian banyak korong dalam Nagari Koto Dalam yang masih berstatus tertinggal dan terisolir. Disamping terletak dalam lurah, kampung ini masih banyak hutan belantaranya. Meskipun masih jalan tanah, Buluah Apo yang terletak di Kecamatan Padang Sago, Kabupaten Padang Pariaman ini sudah bisa dilewati kendaraan roda empat. Dengan masih banyaknya hutan tersebut, maka banyak pula ditemui binatang buas dalam kampung demikian.
    Dulu, pada tahun 1980 an ada seorang ibu tua yang dimakan harimau disitu. Kejadian ini cukup menggemparkan bagi kampung yang bertetangga dengan Buluah Apo. Wakil Gubernur Sumatra Barat, Muslim Kasim yang sekaligus Ketua Umum Porbi Kabupaten Padang Pariaman tidak salah ketika memilih Buluah Apo sebagai tempat pelantikan pengurus Porbi periode 2013-2017.
    Untuk menuju Buluah Apo ada tiga pintu masuk yang tersedia. Pertama lewat Bungin, Nagari Lareh Nan Panjang. Kemudian, lewat Barangan, terus ke Ambacang Gadang, lalu belok kanan sebelum tiba di Sungai Pua Tanjuang Mutuih. Terakhir, lewat pasar Padang Sago, terus kebawah, yakni ke Batang Piaman Gadang. Namun, yang kurang risikonya untuk kendaraan roda empat, ya lewat Barangan.
    Ketiga jalan pintu masuk demikian masih jalan tanah, yang sebagiannya diberi kerikil. Listrik memang sudah masuk ke kampung itu. Kalau yang menggunakan mobil jenis sedang pergi kekampung itu bisa juga sampai. Tetapi harus eksra hati-hati. Secara kebetulan, Sabtu malam lalu, Singgalang bersama Herman Sikumbang, pemilik Sate Anak Ibu Lubuk Alung datang kesana menggunakan mobil sedan. Dan memang, tak bisa dilarikan kencang mobilnya. Konon ceritanya, setiap kali ada burubabi besar-besaran, selalu Buluah Apo dan Koto Dalam dijadikan tempat sasaran para pecandu olahraga burubabi demikian.
    Ada satu nilai budaya yang melekat di masyarakat Buluah Apo yang hingga saat ini masih berjalan dengan dinamikanya. Yakni budaya gotong royong. Menurut cerita masyarakatnya, anggaran PNPM yang digelontorkan ke kampung itu selalu berlebih. Artinya, partisipasi masyarakat untuk membangun sangat tinggi. Masyarakat dengan senangnya melakukan goro. Mulai dari mengambil pasir dalam sungai, mengangkut pasir gunung yang juga tersedia dalam kampung itu, ketika PNPM akan membangun sebuah jalan kampung misalnya.
    Menurut Alfa Edison, mantan Walinagari Koto Dalam yang kini menjadi caleg DPRD Padang Pariaman dari Partai NasDem, soal budaya goro di Buluah Apo memang tidak ada tandingannya. "Disini, kalau sudah disepakati untuk melakukan goro, masyarakatnya sampai membawa nasi bungkus. Artinya, hari yang sehari akan dihabiskan hanya untuk sosial masyarakat," kata dia.
    Dan hal itu tidak terlihat sekarang saja. Kata Alfa Edison, budaya goro berlangsung sejak kampung itu ada. Untuk Nagari Koto Dalam, Buluah Apo ini paling terkenal, sehingga semasa zaman desa dulu kantor desanya paling rancak. Dibangun dan dirawat dengan budaya goro demikian.
    Untung saja saat ini Wakil Gubernur Sumbar dijabat oleh Muslim Kasim. Kalau tidak, cerita masyarakat, tidak akan ada gubernur atau wakil gubernur yang datang kesana. Muslim Kasim saat melantik Porbi, Sabtu malam lalu sedikit kecewa dan sempat tabik rabo, lantaran tak seorang pun pejabat daerah yang hadir. Bupati Ali Mukhni, Wabup Damsuar tak pula tampak, meskipun secara resmi diundang oleh Porbi untuk hadir. (damanhuri)

Pintar Membuat Kerupuk, Piak Kenek Dapat Upah Rp10 Ribu Sehari

Pintar Membuat Kerupuk, Piak Kenek Dapat Upah Rp10 Ribu Sehari

Sintuak--Tangan Piak Kenek begitu lincah membuat kerupuk ubi. Ubi kayu yang sudah direbus lalu digiling dengan alat penggiling tradisional. Kemudian setelah rata ditancapkan malnya, sehingga jadilah sebuah kerupuk. Dalam waktu sekejap saja, ibu tua berusia sekitar 60 tahun ini bisa membuat makanan demikian dengan banyaknya. Setiap hari dia bekerja membuat kerupuk milik tetangganya itu.
    Artinya, Piak Kenek diupah oleh induk semangnya untuk membuat kerupuk. Kekuatan Piak Kenek lumayan. Untuk sehari, dia mampu menyudahkan sekitar 1.000 kerupuk. Dengan kekuatan seperti itu, dia mendapatkan upah dari induk semangnya sebanyak Rp10 ribu sehari. Dia merasa bersyukur, kalau induk semangnya lagi sedang banyak berproduksi.
    Ketika bersua dengan Singgalang ditempat kerjanya di Korong Balai Usang, Nagari Sintuak, Kecamatan Sintuak Toboh Padang, Padang Pariaman beberapa waktu lalu, Piak Kenek menceritakan kalau mengolah ubi kayu untuk bisa menjadi kerupuk akan memakan waktu sedikitnya tiga hari. Mulai direbus, lalu ditumbuk dan dikasih resep, diolah jadi kerupuk. Kemudian dijemur sampai kering. Kalau sudah kering baru bisa dijual dan digoreng. Kerupuk yang sudah kering itu dijual oleh induk semangnya seharga Rp7.500 untuk 100 buah kerupuk.
    Sedangkan harga ubi mentah yang dibeli induk semangnya, dalam sekarung itu mencapai Rp50-Rp75 ribu. "Kalau kerja ini yang diharapkan, tidak akan mampu menutupi biaya harian. Tetapi ini hanya kerja sambilan. Untung saja lima anak ambo sudah pada lepas. Yang perempuan sudah bersuami, dan yang laki-laki sudah pula beristri, sehingga tidak lagi menggantungkan hidup dengan ambo," kata Piak Kenek.
    Bagi Piak Kenek bekerja membuat kerupuk yang hampir setiap hari dia lakoni, adalah mengisi waktu agar jangan terbuang sia-sia. Tak heran, nyaris setiap rumah di Balai Usang, Sintuak banyak ditemukan sentra pengrajin kerupuk ubi kayu. Kalau orang situ menyebutnya karupuak pancih. Malah sekarang, ubi kayu tidak sekedar untuk dijadikan kerupuk saja. Banyak makanan lainnya yang bisa dibuat dari ubi demikian. Bisa buat kue, tepung, dan lain sebagainya.
    Kerupuk yang banyak ditemukan di Balai Usang ini pun banyak pula yang dikirim ke daerah tetangga, seperti Pekanbaru, Provinsi Riau. Maklum, urang awak banyak yang merantau ke Bumi Lancang Kuning itu. "Sebenarnya, untuk bisnis kerupuk ini yang paling banyak dapat untung itu, ya si penjual kerupuk kuah yang kita temukan di rumah sekolah, atau ditempat dimana anak-anak banyak bermain. Sebab, untuk satu buah kerupuk, ditambah mienya, itu bisa seharga seribu," ungkapnya menceritakan.
    Piak Kenek mengaku sudah lama bekerja membuat kerupuk ini. Saking lamanya, untuk memcetak kerupuk yang banyak dia tak butuh waktu lama. Bayangka saja, seusianya yang sudah kepala enam, mampu menyudahkan 1.000 kerupuk dalam sehari. Menurut dia, pada umumnya kaum perempuan Sintuak ini pandai membuat kerupuk. Lihatlah, hampir satu kampung ini banyak ditemukan kerupuk yang sedang dijemur. (damanhuri)

Tiga Mayor Itu Dikubur Dalam Satu Tempat di Lubuak Kasai

Tiga Mayor Itu Dikubur Dalam Satu Tempat di Lubuak Kasai

Lubuk Alung--Tidak banyak orang yang tahu, kalau di Gamaran, Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman ada kuburan pahlawan. Maklum, generasi sudah banyak yang berganti, sehingga mengaburkan sejarah yang pernah terjadi dalam suatu kampung. Banyak orang bertanya-tanya, kuburan siapa gerangan, tatkala mulai tersingkapnya Air Terjun Nyarai oleh pemuda pelopor, karena diikuti banyak orang kelokasi demikian.
    Nah, kuburan pahlawan itu terletak Lubuak Kasai, Gamaran. Di lokasi itu ada satu kuburan yang diisi oleh tiga orang Mayor TNI. Namanya; Mayor Latif, Mayor Ibrahim dan Mayor Ismael. Itu rekaman sejarah yang didapatkan Syafrizal, warga Gamaran yang saat ini berusia sekitar 62 tahun. "Dulu, di Lubuak Kasai ini adalah markas tentara Pemerintahan Revolisioner Republik Indonesia (PRRI)," cerita dia.
    Singgalang yang datang ke Gamaran bersama Ketua Karang Taruna Lubuk Alung, Jasman Jay, Ketua DPC PAN Lubuk Alung, Hilman H, bertemu langsung dengan Syafrizal yang sewaktu peristiwa PRRI sudah remaja, dan pernah pula menyandang senjata, karena sering bermain dan makan-makan di markas tentara yang terletak diatas rimba belantara tersebut. Syafrizal menceritakan itu dengan Utiah Lipauk, yang juga seangkatan dengannya, dan seorang ketua pemuda Gamaran, Dedi.
    Menurut Syafrizal, ketiga mayor demikian dibunuh atau tertembak oleh tentara pusat. Sebab, sejarah kelam PRRI yang terjadi dalam rentang waktu 1958-1960 ini, adalah perlawanan tentara pusat dan daerah. Artinya, awak sama kita. Ya, karena zaman perang, semuanya serba darurat, maka ketiga mayor itu dikubur saja dalam satu kuburan.
    Secara pastinya, ketiga mayor itu dimana sasok jeraminya, Syafrizal tak tahu banyak. Yang diketahuinya, Mayor Latif orang Padang, dan bergabung kedalam Harimau Kuranji. Pernah suatu ketika anaknya datang ke Gamaran ini melihat kuburan tersebut. Tapi sudah lama, dan sekarang tak ada lagi datang. Masyarakat Gamaran yang ikut dalam markas tersebut ikut memakamkan ketiga tentara urang awak ini.
    "Yang namanya markas, ya banyak tentaranya dulu. Ada mungkin satu kompi. Tetapi, markasnya hanya terbuat dari kayu. Dan itulah situasinya dalam hutan. Sebelum ketiga mayor ini dibunuh, mereka sempat memberikan perlawanan, dan membuang senjatanya ke sungai Batang Gamaran, untuk supaya diselamatkan oleh rekan-rekannya," ungkap Syafrizal.
    Pasca PRRI, banyak yang ganjil-ganjil yang dilihat banyak orang dilokasi yang dijadikan markas oleh tentara demikian. "Kadang-kadang bunyi orang perang. Tiap sebentar bunyi letusan bedil. Itu terdengarnya malam hari. Dan dilokasi lainnya, juga di Gamaran ada pula kuburan tentara, yang tak lagi diketahui namanya. Mungkin karena tidak ada keluarganya yang tahu, sehingga kuburan itu bagaikan kuburan biasa saja, tidak ada bendera Merah Putih yang dipancangkan diatas pusaranya," sebut Syafrizal lagi.
    Jasman Jay, Ketua Karang Taruna Lubuk Alung yang sudah datang langsung kelokasi makam itu, tersentak hatinya untuk membersihkan kuburan itu. Dia bersihkan, dan sekarang sudah ada tandanya, kalau itu kuburan orang yang berjasa terhadap daerah dan bangsa ini. Walaupun itu sejarah kelam, yang tidak boleh terulang lagi.
    Dengan dibukanya objek wisata Air Terjun Nyarai, orang akan banyak datang ke Gamaran. Dengan sendirinya, kuburan itu tentu bisa pula dijadikan objek wisata relegius. Itulah yang sedang diupayakan oleh Karang Taruna Nagari Lubuk Alung, bagaimana sejarah panjang itu ikut pula mewarnai nagari ini. (damanhuri)

Jumat, 20 September 2013

Nagari Buayan dan Sistim Patrilinial di Padang Pariaman

Nagari Buayan dan Sistim Patrilinial di Padang Pariaman

Buayan---Meskipun berada dibawah pemerintahan Kecamatan Batang Anai, Nagari Buayan merupakan pemekaran dari induknya, Nagari Lubuak Aluang. Dan ini dibunyikan dengan jelas; Nagari Buayan Lubuak Aluang. Menurut sejarahnya, Buayan itu mulai dihuni sekitar tahun 1789 M. Pertama kali kampung itu didiami oleh masyarakat yang datang dari Tapanuli Selatan, Padang Sidempuan yang waktu itu ada lima suku yang datang; Batu Bara, Harahap, Lubis, Siregar, dan Harahan.
    Dengan ini, maka lima pula panghulu dalam nagari demikian. Batu Bara dengan panghulunya; Datuak Rajo Lelo, Harahap; Datuak Rajo Manih, Lubis; Datuak Manambin, Harahan; Datuak Rajo Mambang, dan Siregar dengan Datuak Sutan Paruhuman. Pada 1819 para panghulu ini meminta secara adat ke niniak mamak Lubuak Aluang untuk berdiri sendiri, karena berlainan adat yang selama ini terpakai di Minangkabau. Tentu adat diisi, limbago dituang. Permintaan itu dikabulkan secara tertulis, yang disebut dengan Trakat 17 April 1819, yang hingga kini dan sampai kapanpun masih dijadikan pedoman oleh masyarakat Buayan dan Lubuak Aluang dalam menata dan mengembangkan adat salingka nagari.
    Datuak Rajo Sutan Paruhuman yang saat ini dipegang oleh Nasrul Yusuf ketika bersua dengan Singgalang menceritakan panjang lebar asal usul masyarakat Buayan demikian. Dalam panghulu Suku Siregar, bapak ini sudah generasi yang ke-6. Disamping bercerita, dia memberikan sejumlah dokumen penting yang menulis riwayat Buayan tersebut. Saat ini Buayan membawahi lima korong, masing-masing; Korong Padang Kunik, Kapalo Buayan, Kampuang Tangah, Simpang, dan Korong Titian Aka.
    Fitri Eriyanti, dalam tesisnya yang berjudul; Integritas Sosial Suku Bangsa Batak Mandailing dengan Minangkabau menulis, bahwa nama Buayan yang dilekatkan kepada nagari tersebut diambilkan dari sebelum kampung itu diolah sebagai pemukiman, yakni berupa rawa yang kalau dinjak akan bergerak dan bergelombang, sehingga yang menginjaknya rasa berbuai diatasnya. Lama kelamaan, sebutan itu menjadi Buayan.
    Berada di jalur Padang-Bukittinggi, Buayan ini luasnya mencapai 6.900 hektare, dengan rinciannya; areal persahawan 2.900 hektare, perkebunan; 2.030 hektare, dan untuk wilayah pemukiman seluas 1.9790 hektare. Data tahun 2000 yang dicatat Fitri Eriyanti, jumlah masyarakatnya mencapai 3.771 jiwa, yang terdiri dari Suku Batak Mandailing sebanyak 1.271 jiwa, dan Minangkabau sebanyak 1.000 jiwa. Dengan ini, mayoritas penduduknya adalah keturunan Batak.
    Menurut Datuak Rajo Sutan Paruhuman, meskipun di Buayan berlaku sistem Patrilinial, yakni harta pusaka diturunkan kepada anak, sistim Matrilian, sebagaimana yang lazim di Minangkabau juga diberlakukan disini. Namun, secara umumnya tentu Patrilinial. "Lubuak Aluang baparuik panjang, Buayan pabaga bulek. Artinya, Buayan tetap berinduk ke Lubuak Aluang secara adat umumnya, tetapi gantiang putuih, biang tabuak juga berlaku di Buayan. Seperti dalam soal pusaka, itu sudah diberikan wewenang penuh oleh niniak mamak Lubuak Aluang untuk mengurisinya," kata dia.
    Semasa pemerintahan nagari diberlakukan di Padang Pariaman sejak 2002 silam, Buayan masih tetap dalam status desa. Barulah tahun 2010, bersama dengan Nagari Pungguang Kasiak, Aie Tajun, Sikabu, Pasie Laweh, Buayan menjadi nagari otonom, yang setara dengan nagari lainnya di daerah tersebut. Kini, nagari itu dipimpin oleh seorang anak muda. Deni Setiawan namanya. Ketua Bamus-nya juga anak muda, Januar Bakri yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Komisi III DPRD Padang Pariaman. Anak muda aktivis ini berhasil jadi anggota tahun 2009 silam dari Partai Demokrat. Untuk Pemilu yang akan datang, dia maju lagi, bahkan caleg nomor satu di Dapil IV Padang Pariaman. Sedangkan, Nasrul Yusuf Datuak Rajo Sutan Paruhuman diamanahi memegang jabatan Ketua LAN, yang kekuasaannya tetap berada dibawah KAN Lubuak Aluang.
    Dengan adanya campuran masyarakat antara Batak dan Minangkabau itu pula, seringnya terjadi kawin campuran di Buayan, sehingga tercipta suasana yang heterogen. Masyarakatnya cepat menangkap perkembangan demi perkembangan yang ada. Sebagaimana masyarakat Padang Pariaman lainnya, di Buayan pun berkembang dua aliran keagamaan, yang dalam kampung itu disebut dengan kaum maju dan kaum kuno. Atau sebagian ikut Muhammadiyah dan sekelompok yang lain ikut Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja). Itu disimbolkan pula dengan dua masjid yang aktif ditengah masyarakat Buayan. Aswaja kampung itu menganut Tariqat Naqsabandiyah, seperti yang banyak ditemukan di daerah Tapanuli, tempat berasal masyarakat asli Buayan demikian. (damanhuri)

Yanti Bergantung Pada Mesin Jahit Pinjaman

Yanti Bergantung Pada Mesin Jahit Pinjaman

Batang Anai---Herma Yanti mengayuh biduk kehidupan sendirian. Janda dengan seorang anak ini disamping membiayai anaknya, dia bekerja untuk menghidupi ibunya yang juga janda ditinggal wafat suaminya. Tiap hari dia menjahit pakaian wanita dan kebutuhan lainnya, seperti kain untuk gorden pintu rumah. Pekerjaan itu dilakoninya sejak suaminya meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Ditengah cacat kakinya, dia kuatkan juga untuk bekerja demi sesuap nasi yang akan dinikmati oleh anak dan ibu kandungnya.
    Yang memeriskan itu, mesin jahit yang dipakai Herma Yanti pinjaman pula dari tetangganya yang merasa iba melihatnya. Upahan jahitan pun kadang-kadang ada, kadang kosong. Perempuan yang tinggal di Korong Tanjuang Basuang I, Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman ini juga terbilang seorang ibu yang cacat. Kakinya sakit, dan terpaksa pakai sebilah tongkat ketika berjalan. Namun, semangat hidupnya sangat kuat.
    Kamis kemarin, Singgalang bersama anggota DPRD Padang Pariaman, Januar Bakri mendatangi rumah ibuk itu. Tampak dia menjahit tertatih-tatih. Baginya pekerjaan demikian sebagai usaha untuk melanjutkan kehidupan. Sempat sajalah tak ada orang yang mengupahkan jahitan kepadanya, maka tak bisa pula dia berkeluarga makan. Artinya, tidak akan berasap dapurnya, manakala jahitan tidak masuk dari orang lain.
    Sebagai mesin jahit pinjaman, tentu Herma Yanti tidak bisa pula berbuat banyak. Paling tidak, dia tentu mengeluarkan pula biaya kepada yang punya sebagai perawatannya. Dia mengaku, pekerjaan menjahit didapatkan sejak dia masih gadis. Dan kepadaian ini dikembangkannya kembali, setelah tempat bergantungnya yang sudah tiada. "Alhamdulillah, ada-ada saja yang menjahit pakaiannya kesini. Kadang menjahit kain untuk gorden pintu rumah orang. Tetapi, sejak kaki sakit ini, tak bisa menjalankan jahitan terlalu banyak," kata dia.
    Dalam kondisi demikian, Herma Yanti ingin punya usaha jahitan yang gadang. Artinya, paling tidak punya mesin sendiri. Untuk ini, dia sangat mengharapkan bantuan uluran tangan dari berbagai pihak dalam melanjutkan kehidupan rumah tangganya itu. Kalau masih mengandalkan mesin orang lain, tentu tak banyak keuntungan yang bisa dia dapatkan.
    Selaku anggota dewan terhormat di daerah pemilihan itu, Januar Bakri yang juga caleg DPRD Padang Pariaman dengan nomor urut satu merasa terenyuh melihatnya. Politisi Demokrat ini mencoba mencarikan jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi Herma Yanti kepada Pemkab Padang Pariaman, dan jaringan lainnya yang diketahuinya.
    "Kita usahakan dalam waktu dekat ini, apa yang menjadi kebutuhan ibuk itu bisa diatasi. Apalagi, beban hidupnya terlalu banyak ditanggungnya dalam rumah tersebut. Patut diberikan bantuan, sehingga dia bisa pula bersaing dengan ibu rumah tangga lainnya di kampung itu," ungkap Januar Bakri. (damanhuri)

Sabtu, 07 September 2013

Diambil Dengan Sakral Tonggak Macu Masjid Bagian yang Paling Penting

Diambil Dengan Sakral
Tonggak Macu Masjid Bagian yang Paling Penting

Patamuan---Pagi itu bau asap kemenyan menyeruak, seolah-olah menyungkup kampung. Puluhan masyarakat berkumpul di sebuah pohon kayu besar. Lalu seorang orang siak membaca doa. Didepan mereka terletak sejumlah pekakas tukang, dan seekor ayam yang akan disembelih sehabis mendoa.
    Demikian secercah tradisi untuk menebang kayu besar yang akan dijadikan sebagai tonggak macu Masjid Raya Sungai Durian, Kecamatan Patamuan, Kabupaten Padang Pariaman. Usai mendoa, ayam disembelih lalu darahnya diserakkan pada bagian Barat pohon kayu yang akan ditebang tersebut.
    Sebelum kayu itu akan dipakai untuk tonggak macu, terlebih dulu di patuik-patuik oleh yang ahli dibidangnya. Untuk kecamatan itu Abu Kasin namanya. Bapak tua ini terkenal lihai dalam soal tonggak tuo, nama lain tonggak macu yang akan dipakai di masjid dan surau. Tak heran, setiap kali ada surau ataupun masjid yang akan menukar tonggak tersebut, selalu Abu Kasin yang dipanggil.
    Bustanul Arifin Khatib Bandaro, khatib dalam nagari itu menyebutkan kalau prosesi pengambilan kayu tonggak macu termasuk bagian yang sangat sakral ditengah masyarakat. Hampir dipastikan, setiap masjid perkampungan di Padang Pariaman pakai prosesi ini. Pohon kayu ditanam ataupun tidak, jelas punya kesaktian. Dan dengan ini pula perlu dimintakan doa sepatah duanya kepada Yang Maha Kuasa, agar diberikan kemudahan dalam menebangnya.
    Ada istilah yang cukup memasyarakat di daerah itu. Tonggak macu, tonggak musajik, katigo tonggak balai-balai. Biar anak tuanku ataupun anak khatib, kalau tak belajar tak akan pandai sendiri. Artinya, tonggak macu adalah kekuatan masjid. Kalau masjid dalam kampung tak pakai tonggak ini, akan menjadi pertanyaan besar.
    "Masjid Raya Sungai Durian ini direhab. Dimana bagiannya dipertinggi, sehingga butuh tambahan tonggak macu. Sebab, tonggak yang lama terlalu rendah, sekaitan adanya penambahan tinggi masjid tersebut," kata dia saat melakukan pengambilan kayu itu, Kamis lalu.
    Kayu itu cukup besar. Bukan tonggak macu namanya, kalau bukan gadang kayunya. Dengan itu, sehari penuh habis waktu menebang dan membawanya ke masjid. "Untungnya, kayu madang yang ditebang ini tak jauh dari lokasi masjid yang akan diganti tonggak macunya itu. Biasanya, sebagian masyarakat lain kalau mencari kayu macu itu jauh-jauh. Sampai ke Malalak, Kabupaten Agam bagai," ujarnya.
    Senin kemarin, Bupati Padang Pariaman, H. Ali Mukhni sengaja datang ke kampung itu melihat kegiatan goro bersama masyarakat di masjid ini. Bupati Ali Mukhni didaulat masyarakat untuk mangarek kayu yang akan dijadikan tonggak maju tersebut.
    Bupati pilihan masyarakat pada 2010 ini memberikan apresiasi kepada masyarakat Sungai Durian karena tingginya semangat gotong royong. Apalagi untuk pembangunan kembali masjid yang jadi kebanggaan masyarakat selama ini. (damanhuri)

Selasa, 20 Agustus 2013

Lomba Layang-layang Dalam Memperebutkan 40 Kursi DPRD Padang Pariaman

Lomba Layang-layang Dalam Memperebutkan 40 Kursi DPRD Padang Pariaman

Padang Pariaman---Seiring dengan pesta demokrasi yang sedang gencar-gencar berhembus ditengah masyarakat, lomba layang-layang pun jadi trend tersendiri oleh sebagian masyarakat. Hampir semua perkampungan di Padang Pariaman menggelar acara ini. Memang, kalau dilihat filosofi main layang-layang dengan pesta demokrasi Pemilu ada hubungan tersendiri yang bisa dibaca. Keduanya ada persamaan dalam persaingan, diantara lomba layang-layang dengan caleg, baik antar partai maupun sesama satu partai politik yang ikut Pemilu 2014.
    Untuk Padang Pariaman, sepertinya layang-layang itu sudah lama terkenalnya. Bahkan, layang-layang yang dibuat anak muda disini tak pernah dijumpai di daerah lain. Seperti layang-layang jantan atau layang-layang danguang. Kalau daerah lain, kebanykan hanya layang-layang yang panjang ekornya. Di Padang Pariaman yang itu disebut layang kondai. Hanya dimainkan oleh anak-anak. Bukan mainan orang dewasa. Kalau untuk orang gadang, ya itu tadi, layang jantan.
    Orang dulu kabarnya di Padang Pariaman itu, untuk menaikkan satu layang-layang besar, butuh tenaga banyak orang. Tak bisa dinaikkan sendiri, lantaran berat dan kuatnya angin. Mulai dari tukang pegang tali agak dua hingga tiga orang, sampai kepada orang yang menjoakkannya. Namun, sekarang sudah jarang layang-layang besar tersebut dibuat orang. Sekarang yang banyak itu kecil, cukup melepasnya dengan dua orang saja.
    Kalau dalam bertanding, tentu tidak bisa dihindari terjadinya saling sikut kanan dan sikut kiri. Supaya layang-layang kita naik, bagaiaman layang-layang orang lain, yang dinilai hebat dan rancak pula diputusin talinya diatas udara. Itu mungkin dan pasti terjadi, walaupun panitia meminta supaya bertanding dengan sehat dan sportivitas yang tinggi.
    Dalam lomba layang-layang, selain dari layang-layang dia, ya jelas semuanya lawan, yang harus dikalahkan. Semua peserta lomba ingin juara. Kalau bisa juara satu atau juara umum. Tak peduli, meskipun satu kampung berlawanan, harus dikalahkan. Sebab, hadiah yang akan diperebutkan cukup lumayan bergengsi. Mulai dari piala, kambing, hingga Tabanas jutaan rupiah jumlahnya.
    Menghadapi Pemilu 2014, Padang Pariaman punya 40 kursi. Sedangkan yang akan memperebutkan kursi sebanyak itu tercatat 400 lebih caleg dari 12 partai politik peserta Pemilu. Semua caleg yang maju, tentu tak seorang pun yang ingin tidak dapat kursi nantinya. Semuanya ingin duduk. Mereka telah bergerilya kesana-kemari dalam daerah pemilihannya, mencari yang namanya dukungan.
    Tak heran pula, saling tuding dan jelek-menjelekkan diantara caleg bisa saja terjadi. Yang penting, bagi yang ikut agar bisa meraih dukungan dan suara, tentu harus mampu membangun opini ditengah masyarakatnya. Bagaimana menjadi figur terbaik dari yang baik. Semua caleg adalah orang pilihan. Bayangkan saja, karena saat ini caleg harus 100 persen, bagi yang tak dapat masuk lewat partainya, terpaksa harus hengkang ke partai lain, untuk bisa jadi caleg.
    Semakin hari percaturan politik semakin terasa. Masing-masing caleg tentu punya pula yang nama tukang joaan dalam istilah lomba layang-layang. Dalam caleg boleh dibilang tim sukses. Kadang-kadang tim sukses ini bisa lebih pandai dan lebih hebat dari caleg yang bersangkutan. Dengan kepandaian tim sukses itulah, sebagian besar caleg bisa berhasil dengan baik, mengalahkan caleg lainnya. Jangan harap caleg bisa duduk manis di DPRD Padang Pariaman nantinya, kalau tidak punya tukang joaan yang lihai. Mungkin itu barangkali. (damanhuri)

Kamis, 15 Agustus 2013

Sudah 17 Tahun tak Diadakan Perantau Batukalang Terpukau Kesenian Indang

Sudah 17 Tahun tak Diadakan
Perantau Batukalang Terpukau Kesenian Indang

Padang Sago---Sudah lama kesenian indang tidak terdengar di Padang Pariaman. Dulu, hampir masing-masing kampung dan nagari punya kesenian indang yang saling kejar-kejaran populernya. Indang itu tambah laris, ketika mediang Tiar Ramon menyanyikannya, dan hingga kini kasetnya masih ditemukan. Menurut yang tua-tua, indang erat kaitannya antara kesenian dan kajian tasawuf.
    Banyak pesan moral yang dilantunkan oleh penyanyi indang demikian. Kesenian ini punya grup, dan tentunya pakai banyak pemain. Hilangnya kesenian itu dari peredaran, karena tidak adanya biaya operasional untuk tukang indang. Grup ini tumbuh sendiri. Kalaupun ada saat ini kesenian indang, hanya sebagian kecil saja. Bahkan, mencarinya sudah terbilang susah.
    Dalam rangka menumbuh-kembangkan hal demikian, selama delapan hari belakangan, masyarakat Lubuak Napa, Nagari Batukalang, Kecamatan Padang Sago menggelar acara itu. Disamping memeriahkan susana lebaran, acara yang diadakan bersama perantau kampung itu, juga sekalian menyambut HUT RI yang ke-68.
    Para perantau yang berasal dari berbagai daerah tampak hadir bersama. Maklum, masyarakat Padang Sago, Kabupaten Padang Pariaman itu terkenal dengan banyak yang tinggal dirantau orang. Ada yang dari sejumlah daerah di Sumatra hingga pulau Jawa sekalipun. Tak ketinggalan pula niniak mamak, tokoh masyarakat, dan pemuda kampung itu juga larut dalam pembauran tersebut.
    Menurut Asmnuli, panitia acara sekaligus perantau kampung itu, sudah 17 tahun tak diadakan indang di Batukalang ini. "Zaman dulu, wakatu awak ketek dulu, hampir tiap sebentar diadakan indang dalam alek nagari. Kalau musim indang lambuang, itu pengunjungnya ramai. Sebab, dimulai agak cepat. Asyiknya indang itu, ketika yang satu grup saling sindir menyindir, lalu dibalas pula oleh grup yang tampil berikutnya, dengan pantun yang tidak kalah serunya," kata dia.
    Dia menyebutkan, selama acara terkumpul dana bersih sebanyak Rp5 juta. Dan uang itu digunakan untuk kepentingan umum dalam nagari. Bersama perantau lainnya, Asmuli ingin sekali acara indang diagendakan tiap tahun. Banyak yang bisa dijadikan pelajaran dalam acara itu. Apalagi, indang pernah punya nama di Padang Pariaman ini dulunya, yang mesti dikembangkan kembali sebagai keutuhan tradisi dan kesenian adat yang bernuansa agama juga. Kemudian juga untuk meningkatkan pembangunan dalam nagari.
    Selama delapan malam itu, 12 grup indang dalam lingkungan VII Koto Sungai Sariak, seperti indang Sungai Sariak, Tandikek, Ulakan, Paladangan, Kabupaten Agam serta indang lainnya dihadirkan untuk memeriah acara, yang sekalian pulang basamo demikian. (damanhuri)

Sabtu, 10 Agustus 2013

Bagindo Rosman Diminta Duduk Kembali Oleh Konstituennya

Bagindo Rosman Diminta Duduk Kembali Oleh Konstituennya

Ketaping---Bagindo Rosman dikenal sebagai anggota DPRD Padang Pariaman paling vokal. Meskipun dia hanya satu kursi di dewan, suaranya selalu mewarnai setiap kali acara rapat-rapat dilembaga wakil rakyat tersebut. Untuk Pemilu yang akan datang, anggota Fraksi Bersatu ini sepertinya diinginkan lagi untuk duduk oleh masyarakat konstituennya. Itu terjadi, tentu banyak sudah yang dia lakukan untuk kemaslahatan masyarakat yang diwakilinya.
    Minggu malam lalu, Bupati Padang Pariaman, H. Ali Mukhni saat memimpin TSR khusus di Pauah, Nagari Ketaping, kampung asalnya Rosman, mendukung mantan Kepala Desa Ketaping Tengah ini untuk bisa kembali duduk di wakil rakyat daerah demikian. Bupati mengaku sering ditantang dalam artian positif oleh Rosman dalam rapat bersama antara eksekutif dengan legislatif.
    "Sering dia manapuak meja dihadapan saya. Tetapi, yang dia perjuangkan itu saya lihat banyak kepentingan masyarakat Ketaping, dan Dapil IV pada umumnya. Dan saya yakin pula, meskipun partainya sudah berpindah dari PPRN ke PAN, lantaran PPRN tak bisa ikut pesta demokrasi, untuk Pemilu 2014 insya Allah Rosman akan kembali duduk," kata Ali Mukhni.
    Dukungan yang sama juga dilontarkan M. Jali Sadana Tuanku Sinaro Mangkuto, yang malam itu bertindak sebagai penceramah pada Nuzul Quran tersebut. "Memang perkembangan di Ketaping akhir-akhir ini cukup luar biasa. Dulu, jalan ke masjid ini saja masih berkelam-kelam. Kini, lampu penerang di jalan saja terang pula pada dalam supermarket. Ini tentunya kepintaran Rosman, selaku ketua pengurus masjid ini," kata pendakwah kondang ini.
    "Dari pada mendukung orang yang belum jelas makan tangannya, lebih baik memberikan dukungan kepada orang yang sudah pandai, dan pengabdiannya ke kitapun telah banyak dirasakan. Dan perlu pula diketahui, bahwa menjadi anggota dewan yang merakyat seperti Rosman ini, tidak banyak orangnya," ujar dia lagi.
    Bagi Rosman yang secara resmi telah mengundurkan diri dari DPRD lantaran pindah partai itu, soal duduk atau tidak nantinya adalah retak tangan dan nasib dari seorang caleg saat ini. Ketua DPD PPRN ini pun pindah ke partai pimpinan Hatta Rajasa tersebut setelah mendapatkan restu dari induk semangnya, Ketua Umum DPP PPRN, Amelia A Yani.
    Dia mengaku, apa yang diperjuangkannya untuk kampung halamannya dinilai belum seberapa. Masih banyak yang belum. Jadi untuk kesempurnaan hal itu, tentu diperjuangkan lagi di jalur wakil rakyat. (damanhuri)

Senin, 05 Agustus 2013

Tinggal Dalam Pondok tak Layak Huni Penyakit Kusta Menyerang Pula

Tinggal Dalam Pondok tak Layak Huni Penyakit Kusta Menyerang Pula

Lubuak Pandan-- Andon, seorang janda berusia 45 tahun, terpaksa melewati hari-harinya dengan penuh derita. Warga Korong Kiambang, Kenagarian Lubuak Pandan, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman ini mengalami penyakit kusta. Tidak sendirian; Liza, putrinya yang berusia 11 tahun juga menderita penyakit yang sama.
    Upaya pengobatan pun telah dilakukan pihak Puskesmas Kampuang Guci. Namun, upaya itu akan membutuhkan waktu lama, bisa mencapai 12 bulan atau mungkin lebih lama lagi. Sebab, penyakit yang menerpa Andon dan Liza sudah sangat kronis. Di sisi lain, janda dengan enam anak ini hidup sangat miskin pula.
    Pimpinan Puskesmas Kampuang Guci melalui Petugas Pengelola Penyakit Kusta, Yossi Lidyani, menyatakan upaya maksimal untuk mengobati pasien terus dilakukan dan tanpa dipungut biaya. Akan tetapi, pengobatan akan sia-sia jika pasien tidak mendapatkan makanan dengan asupan gizi yang cukup. Agar pengobatan bisa efektif, pasien membutuhkan bantuan berkelanjutan untuk membiayai kebutuhannya sehari-hari dengan kadar gizi layak. Ini dimaksudkan supaya mereka memiliki daya tahan tubuh yang memadai untuk memproses pengobatan. Selain itu, rumah tempat tinggal keluarga ini juga harus diperbaiki agar menjadi layak huni.
    Tak hanya berdua Liza, rumah pondok itu juga dihuni empat anak Andon yang lain. Dua diantaranya masih belum sekolah. Sedangkan anakny yang nomor dua sedang hamil pula. Andon, janda tanpa penghasilan yang jelas itu ditinggal pergi suaminya delapan tahun yang silam.
“Ini masalah utama yang kami hadapi. Selain sangat miskin, pasien bermukim di rumah yang sangat tidak layak huni. Belum lagi tidak adanya dukungan sanitasi air bersih. Untuk keperluan minum, mandi dan mencuci, pasien bersama 17 keluarga yang tinggal dilokasi yang sama memanfaatkan air Sungai Batang Ulakan,” kata Yossi.
    Lokasi pemukiman Andon berada di atas tebing sungai. Untuk mencapainya bisa masuk dari depan SMPN 1 2x11 Enam Lingkung (SMPN Sicincin). Setelah menuruni tebing, memarkir kendaraan di pinggir sungai, lalu berjalan mendaki tebing, baru sampai ke rumahnya yang terkesan seperti bedeang. Ketika tim Puskesmas Kampuang Guci mengunjungi pemukiman itu, warga setempat juga memohon untuk memintakan bantuan kepada pemerintah agar membangun sarana atau fasilitas air bersih dilokasi mereka.
    Akan halnya Andon bersama putrinya, menurut Yossy, memiliki semangat tinggi untuk sembuh. Bahkan, untuk menjemput obat-obatan ke Puskesmas secara periodik, ia naik sepeda motor ojek untuk menempuh jarak 10 kilometer pergi dan pulang dengan ongkos Rp10 ribu. “Karena prihatin, kami dan teman-teman di Puskesmas secara bergiliran memberinya uang untuk sekadar pengganti ongkos ojek,” kata dia.
    Yossi menceritakan, pada zaman dahulu penyakit kusta adalah penyakit yang paling mengerikan. Penyakit ini bermula dengan bintil kecil yang kemudian bernanah. Lalu nanah tersebut keluar, bulu mata rontok, mata membelalak, tali suara di kerongkongan pun bengkak, suara menjadi parau serta nafas terengah-engah. Tangan dan kaki pun mulai berbintik dan bernanah. Bintik bernanah itu tumbuh terus tanpa pernah bisa kering. Lama-lama si penderita akan penuh dengan bintik-bintik yang agak besar.
    Penyakit kusta demikian bisa berlangsung selama sembilan tahun dan akan mengakibatkan kemunduran mental, bahkan pingsan tak sadar diri (atau koma) dan akhirnya si penderita bisa meninggal dunia. Penyakit kusta bisa juga dimulai dengan hilangnya rasa pada bagian tubuh tertentu. Hal itu berarti sistem saraflah yang terkena, sehingga ada otot-otot yang melemah. Namun, ada juga urat otot yang mengencang sehingga jari-jari tangan mencengkeram terus menerus. Lalu muncullah bintul-bintul pada tangan dan kaki. Kemudian disusul oleh lepasnya jari-jari tangan dan kaki tersebut dan pada akhirnya mungkin tangan dan kaki itu sendiri ikut lepas.
    Penyakit kusta macam ini bisa berlangsung selama 25-35 tahun. Keadaan itu memang sangat mengerikan. Sebab si penderita seolah-olah dibunuh sedikit demi sedikit. Keadaan tubuh penderita penyakit kusta cukup menyedihkan. Bahkan, ada hal lain yang menambah kesedihan itu. Penyakit kusta itu seirng dianggap sebagai orang yang sebenarnya sudah mati. Penyakit kusta itu tidak menghinggapi kulit saja. Anggota tubuh yang lain menjadi lari dan tidak merasa sakit, tulang-tulang menjadi salah bentuk. Dengan demikian tidak disebut gejala-gejala yang terpenting dari penyakit kusta itu sendiri.
    Tidak seperti filariasis atau penyakit kaki gajah, penularan kusta berlangsung dalam waktu lama, sekitar lima tahun. Penularan terjadi akibat sentuhan yang berulang. Kalau hanya sekadar sekali dua kali menyentuh penderita tidak akan berakibat terjadi penularan. (damanhuri)

Lulus di Unri Lewat SBMPTN Untuk Mendaftar Ulang Terpaksa Orangtua Berhutang

Lulus di Unri Lewat SBMPTN
Untuk Mendaftar Ulang Terpaksa Orangtua Berhutang

V Koto Timur---Nelhayati ingin sekali sukses dalam dunia pendidikan. Dia merasa senang lantaran lulus di Unri lewat SBMPTN. Karunia ini tentu didapatkan karena sejak SD hingga SMA anak nomor satu dari empat bersaudara ini selalu juara satu dan dua. Sedihnya, sewaktu mendaftar ulang, terpaksa orangtuanya meminjam uang tetangga. Termasuk untuk biaya dia bersama orangtuanya ke Pekanbaru sana.
    Ayahnya, Syafarudin hanya seorang petani kampung biasa. Sedangkan ibunya, Patmawati seorang ibu rumah tangga, yang sumber kehidupan rumah tangganya sangat bergantung dari usaha tani yang dilakoni sang ayah. Nasib mujur menyambangi anak kelahiran 27 September 1995 ini yang selalu dapat pretasi gemilang selama dibangku sekolah.
    Meskipun dia tinggal di kampung tersuruk, tertinggal, Nelhayati punya hobi menulis, membaca, bernyanyi dan traveling. Cita-citanya sangat sederhana; sukses dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Cita-cita itu dia singkronkan dengan motto dalam hidupnya; dimana ada kemauan, disitu terbentang pula jalan yang luas. Siapa tahu, anak kampung Batang Piaman Katiak, Nagari Gunuang Padang Alai, Kecamatan V Koto Timur, Padang Pariaman ini menjadi orang hebat nantinya.
    Kemiskinan yang menyelimuti keluarganya, dia jadikan sebagai pelecut dalam menyemangati untuk terus menyelesaikan pendidikan. Dia pun bertekad untuk menjadikan dirinya sebagai sumber inspirasi bagi tiga orang adiknya. Sebab, kesuksesan dalam pendidikan akan menjadikan masa depan lebih gemilang. Untuk ini, sejak sekolah di SD N 10 Batang Piaman, perempuan jolong gadang ini sudah terbiasa dengan kesusahan.
    Dia tidak ingin gagal dalam meraih masa depan tersebut. Dengan iba hati, orangtuanya pun memberanikan diri untuk berhutang pada tetangganya saat mendaftar ulang beberapa waktu lalu. Bagi Nelhayati, kuliah di universitas kenamaan, termasuk keinginannya yang sangat tinggi dulunya sejak dibangku SMA N 1 V Koto Timur, di Limau Puruik.
    Nelhayati tidak bisa membayangkan, kapan hutang tersebut bisa terbayarkan oleh kedua orangtuanya. Sebagai seorang pelajar, dia hanya bisa berdoa, dan berterima kasih kepada ayah ibunya yang telah mau menyelamatkan masa depan kuliahnya pada langkah awal demikian. Awalnya, saat diterima oleh unirversitas kenamaan di Kota Pekanbaru itu, dia ragu-ragu, lantaran melihat kondisi kehidupan orangtuanya. Tetapi, niat untuk kuliah amatlah tinggi. Dapat pula SBMPTN, tentu senang bercampur sedih ditambah galau berkecamuk dalam pikirannya. (damanhuri)    

Melihat Pesona Lubuak Nyarai, Wisata Alam yang Masih Terpendam

Melihat Pesona Lubuak Nyarai, Wisata Alam yang Masih Terpendam

Lubuak Aluang---Nagari Lubuak Aluang, Kabupaten Padang Pariaman tidak hanya memiliki potensi perdagangan, jasa, pertanian, peternakan dan perkebunan saja. Tetapi nagari ini juga memiliki potensi wisata alam yang belum dikelola secara optimal. Salah satu dari potensi alam itu, adalah wisata alam Lubuak Nyarai. Nun jauh disana, bagian Timur Lubuak Aluang. Berada dipedalaman hutan Korong Salibutan.
    Berawal dari perbincangan tentang Lubuak Nyarai oleh sekelompok anak nagari yang peduli terhadap hal demikian. Mereka; Khairunnas, akrab disapa Pak Ung. Pria yang juga berstatus pegawai dilingkungan Pemkab Padang Pariaman, Ritno Kurniawan, ketua Karang Taruna; Jasman Jay, sekaligus anggota Sekber Pecinta Alam, Walinagari; Harry Subrata dan Sekretaris Bamus; Landi Efendi. Didapat kesepakatan untuk berkunjung Ke Lubuak Nyarai secara bersama dengan Camat Lubuak Aluang, H. Azminur untuk melihat potensi alam yang ada di sana. Perjalanan pun dimulai menjelang puasa lalu.
    Korong Salibutan, tempat Lubuak Nyarai demikian merupakan kampung yang dilingkari perbukitan. Bukit Barisan namanya. Kampung ini pun berbatasan langsung dengan Kabupaten Solok, dialiri pula oleh Sungai Batang Salibutan yang membelah korong tersebut. Di hutan perbukitan inilah Mendagri Gamawan Fauzi sewaktu jadi Bupati Kabupaten Solok dulu pernah tersesat dan ditemukan kembali. Beberapa Kelompok pecinta alam pernah berkunjung ke Lubuak Nyarai ini.
    Jasman Jay, Ketua Karang Taruna Nagari Lubuak Aluang bersama rombongan akhir Juni lalu melakukan penjajakan terhadap Lubuak Nyarai itu. Dalam rombongan juga ikut Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, M. Fadly, Kepala Kesbangpol, Indra Utama. Berangkat dari Pasar Lubuak Aluang menggunakan tiga unit mobil. Tentunya, karena lokasi akan ditempuh nantinya dengan berjalan kaki yang cukup jauh, rombongan membawa bekal makanan. Dari Lubuak Aluang ke Salibutan ditempuh sekitar 15 kilometer.
    Sesampai di Salibutan, rombongan di sambut tiga orang guide yang akan mendampingi selama dalam perjalanan ke Lubuak Nyarai. Setelah melakukan briefing di posko utama, rombongan mulai berangkat dengan berjalan kaki. Perjalanan menyusuri perbukitan dan sungai, kemudian melewati beberapa petak sawah, menaiki perbukitan dengan hutan yang cukup lebat. Disinalah serunya perjalanan. Dimulai dengan menaiki perbukitan dan menuruni lembah. Keadaan jalan yang cukup sempit dan sedikit terjal. Selama dalam perjalanan, rombongan bertemu sekelompok simpai, sejenis kera warna kuning keemasan yang merupakan satwa yang dilindungi. Binatang itu seolah-olah menyapa dan mengucapkan selamat datang di Rimbo Salibutan kepada rombongan. Perjalanan diteruskan dengan diiringi suara khas satwa hutan lindung. Dan dibawah perbukitan terdengar suara riak sungai yang menambah syahdunya suasana perjalanan.
    Landi Efendi, salah seorang anggota rombongan menceritakan, ada beberapa lubuak yang ditemui sebelum sampai di Lubuak Nyarai. Diantaranya Lubuak Ngungun, Lubuak Sampik, Lubuak Panjang, Lubuak Batu Tuduang dan Lubuak Batu Pacah. Diantara Lubuak tersebut ada lubuak yang unik bentuknya, yaitu Lubuak Batu Tuduang. Disana ada batu besar yang bentuknya mirip sekali dengan sebuah baret. "Sebelum sampai ke Lubuak Nyarai kami menyeberangi sungai yang tidak jauh dari Lubuak Pacah. Yang menarik disana, ada pekuburan yang menurut cerita penduduk Salibutan merupakan kuburan pejuang dimasa penjajahan dulunya," kata dia.
    Perjalanan pun dilanjutkan disela-sela batang pohon yang begitu besar dan masih perawan yang dilindungi tentunya. Hingga akhirnya setelah menempuh perjalan dengan jalan kaki sekitar dua jam, rombongan melihat Lubuak Nyarai dari kejauhan dengan jarak pandang kurang lebih 100 meter yang diapit oleh dua buah batu besar, tampak seperti gapura yang mengapit Lubuak Nyarai tersebut. Terlihat wajah puas dan sumringah dari rombongan setelah sampai di lokasi. Perasaan letih yang mendera selama perjalanan, seakan sirna dan terobati dengan melihat indahnya pemandangan Lubuak Nyarai, yang diatasnya terdapat air terjun kecil dengan airnya yang sangat jernih bahkan melebihi jernihnya air mineral.
    Rombongan pun istirahat sambil makan siang. Usai makan, tanpa basa-basi dan tanpa ada yang mengomandoi peserta pun langsung terjun ke dalam lubuak. Tampak ikan yang ada dalam lubuak sangat jinak sekali. Dua orang guide menyelam kedasar lubuak untuk menangkap ikan dengan cara ditembak. Terbayang ikan bakar yang lezat dari hasil ikan tangkapan segar nantinya. Berbagai aksi dari wahana alami di coba. Salah satunya bergantung diakar pohon besar yang tergayut diatas lubuak itu. Ada juga yang menaiki batu besar yang mengapit di sisi kanan dan kiri lubuak. Setelah tiga jam menikmati indahnya karya Allah Swt, rombongan pun memutuskan untuk balik kembali ke posko utama. Sebenarnya diantara peserta perjalanan masih berat hati untuk pulang. Tetapi karena waktu beranjak sore dan gelap, rombongan melanjutkan perjalanan pulang. Berbagai kesan indah yang dirasakan selama perjalanan dan ingin suatu saat kembali lagi kesana.
    Dari perjalanan ini besar harapan masyarakat, agar Lubuak Nyarai dapat dikembangkan dan dikelola lebih baik lagi, untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Ada beberapa fasilitas yang harus dibenahi. Salah satunya membangun jembatan di Lubuak Sampik agar kendaraan roda dua dan empat dapat masuk kedalam hutan, yang tentunya akan mempersingkat waktu perjalanan. Dibutuhkan kerjasama dari semua pihak, mulai dari masyarakat hingga pemerintah untuk mengembangkan lokasi tersebut dengan tetap mempertahankan keaslian dan keasrian Lubuak Nyarai itu sendiri. (damanhuri)

Sabtu, 06 Juli 2013

Keluarga Miskin Tinggal di Pondok Darurat yang tak Dapat BLSM

Keluarga Miskin Tinggal di Pondok Darurat yang tak Dapat BLSM

Ketaping---Bagi masyarakat yang mendapatkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dalam kondisi saat ini, tentu bagai sumua digali aie pun datang. Artinya, kebutuhan hidup semakin meningkat, anak mau masuk sekolah pula, laksana durian jatuh dekat rumah. Senanglah hati ini. Sedangkan warga miskin yang tidak kebagian hal itu, tentu hanya bisa gigit jari. Kemana mau mengadu. Walinagarinya tak tahu banyak soal itu.
    Adalah Novialdi. Seorang warga miskin yang tinggal di sebuah pondok darurat di kampungnya, Olo Bangau, Nagari Ketaping, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman. Ayah dari tiga orang putra-putri ini mengaku tidak dapat jatah BLSM. Dia tak tahu pula, kenapa tidak mendapatkan itu, sedangkan orang miskin, bahkan lebih berada dari dia bisa dapat.
    Dalam keseharian, Novialdi merupakan seorang petani. Tiap hari dia ke sawah dan ke ladang. Sesekali ada pula jualan mainan anak-anak pada tempat-tempat keramaian. Tetapi hal itu hanya musiman. Tidak tiap hari dilakoninya. Saat bersua Singgalang, Jumat kemarin, hatinya tampak sedih. Maklum, anaknya yang besar naik kelas tiga SD, dan harus ditambah biayanya buat kebutuhan sekolah.
    Bersama istrinya, Jasmanita, pria berusia 33 tahun ini sudah empat tahun tinggal dipondok buatannya itu. Sebelumnya, dia tinggal di rumah mertuanya, yang dia namai dengan pondok mertua indah. Biasanya, keluarga ini selalu dapat bantuan Raskin, alias beras untuk keluarga miskin. Namun, sejak empat bulan belakangan, jatah itu tidak kebagian lagi. Dia menilai, beras Raskin itu hanya jatah untuk siapa yang paling duluan sampainya dirumah walikorongnya. Kalau terlambat, ya beras itu habis.
    "Bagi kita hanya banyak diam dalam soal ini. Kemana mau mengadu? Tidak akan ada solusinya. Yang bantuan BLSM itu tetap saja dibagikan. Yang jelas, dalam korong Olo Bangau, ambo termasuk keluarga miskin, karena terdaftar sebagai penerima Raskin," kata dia.
    Memang dalam soal bantuan, akunya, orang miskin hanya sebagai objek saja. Fakta dilapangan, banyak yang menerima hal itu para orang berkemampuan lebih. Ya, semacam orang pandai dan pintarlah ditengah masyarakat. Sebagai seorang petani, Novialdi tidak bisa mengukur berapa kemasukan yang bisa dia dapatkan dalam sebulan. "Kadang-kadang ada. Sesekali ada pula ruginya. Maklum, yang ditanam banyak jenis sayuran, seperti ketimun," ujar dia.
    Kemampuannya baru bisa membuat rumah semi permanen. Lantai dan pondasi pakai semen. Lantaran tidak cukup uang, maka dilanjutkan dengan bahan kayu apa adanya. Waktu gempa 2009, rumahnya termasuk rusak sedang. Dan baru dapat bantuan sapu sagad Rp1 juta, yang diterimanya empat bulan belakangan. (damanhuri)

Muhammad Ali Munir Perajin Batu Cincin Bertahan Dengan Garinda Manual dan Keaslian Batu Akik

Muhammad Ali Munir Perajin Batu Cincin
Bertahan Dengan Garinda Manual dan Keaslian Batu Akik

Sintuak---Bagi Muhammad Ali Munir, batu akik adalah benda hidup yang tidak boleh dianggap remeh. Bagi siapa yang mempermainkan atau melecehkan benda ini, maka barang itu pula yang akan membinasakan dia. Soal batu akik ternama, sama halnya dengan emas. Artinya, tak mudah untuk mendapatkannya. Semua jenis batu rancak banyak terdapat di Sumatra ini.
    Bapak berusia 50 tahun ini sudah lama mahir dengan batu. Bagi dia sangat jelas mana batu asli dan mana pula batu yang palsu, alias dicelup. Dia menggeluti batu akik sejak 1996 silam. Disamping lihai membuat segala jenis batu cincin, dia juga bisa mengolah batu-batu tersebut untuk segala macam asesoris. Bahkan bisa pula buat tasbih. Tergantung permintaan.
    Sejak mulai menggeluti batu cincin, Muhammad Ali Munir tetap memakai peralatan secara manual. "Ya, ini lantaran modal kurang saja. Makanya masih bertahan dengan garinda manual untuk memperindah batu, dan dinamu rakitan untuk membelah batu," kata dia saat bersua Singgalang.
    Dia memulai usahanya membuat segala macam jenis batu cincin di Bengkulu. Sejak 2003 lalu, pindah ke kampung. Tepatnya, saat ini dia buka usaha seni tersebut di Korong Tembok, Nagari Sintuak, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang, Padang Pariaman. "Dari sekian banyak tukang batu di Sumatra Barat ini, mungkin ambo surang nan setia dengan alat tradisional ini," ceritanya.
    Menurut dia, batu yang rancak itu ada empat unsur yang dikandungnya. Mulai dari kontras warna, alus bahan, kaya akan motif, serta tidak retak. Sejak dia pindah dari Bengkulu, bapak dengan tiga orang putra-putri ini baru sekali mengambil bahan baku ke Bengkulu. Memang, ada sekitar 1,3 ton batu yang dia bawa dari Bengkulu, yang belum habis sampai saat ini.
    Jadi, apapun jenis batu yang diinginkan para pecandu batu cincin, semuanya tersedia ditempat bapak ini. Sebut saja seperti Kalimaya keluaran Surantiah, Pesisir Selatan, Lumuik, Kumbang Jati, Giok Sumatra keluaran Sungai Dareh, Lumuik Suliki, Sulaiman Dagiang dari Bunguih Taluak Kabuang, Cimpago Limau Manih, Tapak Jalak, dan sejumlah jenis batu lainnya.
    Setiap batu, menurut Muhammad Ali Munir, punya rajo. Disinilah letaknya batu demikian disebut sebagai benda hidup. Untuk ini pula, setiap dia akan pergi mencari bahan baku ke laut Bengkulu, lokasinya diterawang dulu dari rumah dengan penglihatan bathin. "Kalau tidak begitu, bisa sia-sia perjalanan. Artinya, minyak habis sambal tak enak," sambungnya.
    Dari sekian tahun dia bergelimang dengan batu, sekian pula hal yang aneh-aneh yang dia rasakan. Terutama pada saat mencari batu di laut. "Kadang ada bunyi orang yang sedang memanggil kita. Ada pula bagaikan orang yang mengikuti perjalanan, dan masih banyak lagi persoalan yang ganjil-ganjil dijumpai," ungkapnya.
    Namun, lantaran Muhammad Ali Munir ini sudah banyak belajar pada waktu kecil dulu dalam soal batu, makanya dia bisa menemukan batu-batu yang diinginkannya. "Soal harga jual, batu cincin ini tidak ada standar harganya. Semakin terkenal batunya, semakin tinggi pula harga jualnya. Memang, kalau di Bengkulu, ambo banyak berkawan dengan orang-orang gadang. Seperti anggota dewan terhormat, pejabat, bahkan sampai ke pengusaha," tukuk dia.
    Bertahan dengan pengolahan secara manual tersebut, Muhammad Ali Munir bertahan pula dengan batu-batu asli. Baginya, menjual batu cincin harus yang asli batu. Bukan barang celupan, atau benda yang dikasih campuran lainnya. Sebab, setiap orang pakai batu cincin, itu punya rahasia masing-masing. (damanhuri)

Sabtu, 22 Juni 2013

Kiprah M-KRPL Lubuk Alung Kebiasaan Gunjing Kaum Perempuan Hilang

Kiprah M-KRPL Lubuk Alung
Kebiasaan Gunjing Kaum Perempuan Hilang

Lubuk Alung---Tidak banyak wanita yang berkumpul di Kelompok Wanita Tani (KWT) Persaudaraan Muslimah (Salimah), Rombo Panjang, Korong Sungai Abang, Lubuk Alung. Hanya 20 ibu-ibu rumah tangga. Tetapi, Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) yang didirikannya sejak awal 2012 lalu berhasil mengubah pola pikir kaum hawa dilokasi tersebut.
    Dulu, boleh dikatakan kesibukan para perempuan ini banyak yang negatif. Seperti bergunjing misalnya, yang memang sudah akrap pada kalangan perempuan. Bahkan, ada yang bercakak bagai, lantaran persoalan kecil pada masing-masing keluarganya. Namun, kini maiset itu berubah 180 derajat. Mereka kini sibuk bergunjing soal perkembangan tanaman sayur-sayuran yang ditanam pada masing-masing pekarangan rumahnya.
    Armaneli, Ketua KWT Salimah menceritakan aktivitas M-KRPL tersebut. "Memang tidak salah kelompok kecil ini dijadikan percontohan. Saat ini, para ibu-ibu itu tidak lagi membeli sayur ke Pasar Lubuk Alung. Apa yang ingin mereka masak pagi petang, itu sudah tersedia didepan dan sekeling rumahnya," kata dia.
    "Tiap Sabtu dan Minggu kita yang 20 orang itu melakukan kerja bakti bersama alias goro di komplek pembibitan. Kalau tidak ada yang dibersihkan, ya membuat pupuk organik. Sebab, semua tanaman sayuran demikian dipupuk dengan pupuk non kimia. Jadi, tidak sekedar mengembangkan tanaman untuk dimakan saja, tetapi mampu pula membuat, mengolah serta mengembangkannya dengan lebih rancak," cerita Armaneli.
    Sayur, mulai dari bayam, terung, kunyit, jahe, bahkan tanaman jenis obat-obatan mulai berkembang. Ini semua terjadi, adalah bimbingan langsung dari pembina KWT ini, Dasril dan penanggungjawabnya, Dewi Astati. "Pengeluaran keuangan keluarga berkurang, lantaran tidak banyak lagi yang harus dibeli tiap hari. Memang, untuk kesuksesan ini, banyak ocehan dan cimeeh yang kita terima. Maklum, budaya rang Piaman akrap dengan cimeeh. Tetapi, setelah berhasil seperti saat ini, para perempuan lainnya mulai iri dan ingin pula membuat hal yang serupa," sebut Armaneli dengan bangganya.
    Dia ingin, M-KRPL yang masih terbilang kecil ini mengembangkan sayapnya secara lebih besar lagi. Sebab, dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya dibunyikan, selain organisasi sosial yang bergerak pada agri bisnis, khusus pertanian, juga akan dikembangkan peternakan dan perikanan. Lahan untuk itu ada, dan tinggal memanfaatkannya lagi. (damanhuri)

Sabtu, 15 Juni 2013

Tidak Punya Uang Untuk Operasi Andi Keneddy Menyayat Sendiri Penyakitnya

Tidak Punya Uang Untuk Operasi
Andi Keneddy Menyayat Sendiri Penyakitnya

Lubuk Alung----Sudah dua tahun Andi Keneddy S menanggung penyakit pembengkakkan di pipi kanannya. Saat berobat ke M. Djamil Padang, mantan Kepala Desa Buayan, Kecamatan Batang Anai ini disuruh operasi atau ganti plat oleh dokter yang menanganinya. Namun, apa hendak dikata, biaya untuk itu benar yang tidak dipunyainya. Apalagi, sejak penyakit itu menyerang dirinya, sudah sekian pula lamanya dia menganggur alias tidak bisa mencari uang.
    Jumat kemarin, bapak berusia 56 tahun ini merasa terenyuh sekaligus tersanjung melihat kehadiran Camat Lubuk Alung, H. Azminur bersama Ketua BPC Hipmi Padang Pariaman, Riza Marjohan dan caleg Gerindra, Topik Hidayat ke rumahnya di Korong Kapalo Banda, Nagari Aie Tajun Lubuk Alung, Padang Pariaman.
    Saking sakitnya pembengkakkan itu, dia beranikan menyayatnya dengan sebilah pisau tajam. Keluarlah darah dan nanah yang sudah sekian lama bersarang didalamnya. Kini, dia dan tiga orang putra-putrinya hanya menggantungkan hidup lewat usaha cuma-cuma yang dilakoni istrinya, Nurhayati. Tinggal jauh tersuruk didalam kampung, di sebuah pondok yang tidak pula layak dihuni.
    Bekas sayatannya itu tampak menyembur keluar. Dia kasihlah bebak supaya bisa kering dari aliran darah dan nanah. "Dokter bilang, penyakit itu bermula lantaran rahangnya sudah banyak yang keropos. Namun, tidak ada yang makanan yang keras-keras yang saya hentikan. Semuanya tetap bisa dimakan," ceritanya.
    Baru pasca disayat inilah sudah mulai susah makan. Kalaupun terjadi lapar, dicarilah bubur, atau makanan yang lunak-lunak, supaya tidak terjadi kesakitan. Bila malam hari, Andi Keneddy ini paling susah tidur. Paling dia bisa tertidur itu ketika menjelang pagi. Dan itu hampir tiap malam terjadinya. Rasa sakitnya datang tiap sebentar.
    Malang bagi bapak ini, sejak penyakit itu menimpa dirinya, anaknya yang sudah hampir tamat pendidikan SMP di Aie Tajun, harus berhenti dari sekolah, lantaran tak bisa lagi dibiayainya. Sebagai orang kampung, apapun obat yang disarankan banyak orang selaku dipakainya, terutama obat ala kampung. Selain itu dia rutin pula makan obat medis untuk menghilangkan rasa sakitnya.
    "Ambo merasa terharu. Sudah sekian lama penyakit ini tumbuhnya, baru kali ini ada pemimpin yang datang melihat," kata dia saat menerima camat Azminur bersama rombongan. Sepatutnya, orang seperti Andi Keneddy S, pernah lama menjadi kepala desa di kampungnya, Buayan, tentu menjadi perhatian tersendiri oleh masyarakat.
    Camat Azminur merasa prihatin melihat kondisi demikian. Dia tidak bisa menjanjikan apa-apa terkait kesembuhan bapak tersebut. Namun, Azminur bersama Riza Marjohan dan Topik Hidayat berusaha menghubungi pihak Dinas Kesehatan. Tentu dengan kondisi seperti ini, harus pula dipersiapkan segala sesuatunya, kalau belum punya Jamkesmas. (damanhuri)

Ali Mukhni Sosok Bupati Rendah Hati

Ali Mukhni Sosok Bupati Rendah Hati

Pariaman---Sejak dilantik jadi Bupati Padang Pariaman pada 2010 lalu, H. Ali Mukhni yang berduet dengan H. Damsuar Datuak Bandaro Putiah, tidak terasa sudah hampir berjalan empat tahun, karena dia dilantik pada menjelang akhir 2010. Banyak yang sudah dibuatnya untuk masyarakat, tentu masih banyak pula yang belum terlaksana. Yang jelas kepemimpinan itu sedang berjalan.
    Bupati Ali Mukhni yang sebelum menjabat dikenal sebagai seorang guru olahraga. Terkesan oleh sebagian warganya dengan sosok pemimpin yang rendah hati. Ini terkesan, setiap kali akan memulai sambutannya dalam berbagai acara serimonial ditengah masyarakat, dia selalu memulainya dengan minta maaf. Tidak sekedar itu. Bahkan, dari lubuk hati yang paling dalam, saya minta maaf atas keterlambatan ini, kata dia yang acapkali dia lontarkan.
    Ini mencerminkan dari sikapnya yang selalu merendah, meskipun berhadapan dengan rakyatnyanya sendiri. Zaman sekarang, sangat jarang sekali ada pejabat yang bisa berkata-kata seperti demikian. Malah yang terjadi sebaliknya. Mentang-mentang seorang pejabat penting, masyarakat dibiarkan berpeluh menunggunya lama-lama. Lalu, ketika bicara tidak pernah merasa bersalah. Dalam yang satu ini, sejumlah tokoh masyarakat daerah ini angkat tangan dengan sikap seorang Ali Mukhni.
    Sepertinya kata-kata itu terlontar secara spontan, dan tidak dibuat-buat oleh Ali Mukhni. Dia sangat menghargai betul masyarakatnya dalam menunggu kedatangan dia, yang mungkin diantara sekian banyak orang ada yang merasa kecewa, jengkel dan sedikit muak dengan tingkah pejabat yang sering datang terlambat dalam acara yang diadakan masyarakat.
    Barangkali disinilah pengalaman seorang Ali Mukhni yang pernah jadi guru, berlanjut jadi wakil bupati, dan terpilih jadi bupati. Artinya, dia cukup merasakan apa yang dialami oleh banyak masyarakatnya. Rasa rendah hati dan hormat, serta menghargai rakyat dari pemimpin bukanlah perkara mudah. Yang paling banyak itu, rakyatlah yang merasa menghormati pemimpinnya. Tetapi Ali Mukhni mampu mengaplikasikan, bahwa dia seorang pemimpin atas kemauan dan pilihan dari masyarakatnya sendiri. Masyarakat harus dilayani. Dan itulah tugas pemimpin. Bukan minta dilayani.
    Meskipun disana-sini masih ada ocehan dan cemoohan, karena dasar masyarakat yang dipimpinnya terkenal dengan budaya dan tradisi demikian, dia tetap melaju kencang. Berbagai momen dan kesempatan selalu dijemputnya ke pusat sana, demi untuk kesejahteraan masyarakat Padang Pariaman. Dengan keputusan berani, serba keterbatasan, dia huni kantornya di Parit Malintang. Ditengah ributnya soal bantuan gempa 2009, datang angin segar atas inisiatifnya untuk membangun Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Perikanan (BP2IP), serta pembangunan dermaga di Pantai Tiram, Kecamatan Ulakan Tapakis.
    Sebentar lagi, akan dimulai pula pembangunan asrama haji di Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai. Begitu juga rencana pembangunan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cedikia (MAN-IC) di Nagari Sintuak, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang, serta sejumlah bengkalai lainnya yang akan dituntasnya. Tentu semuanya itu berkat tangan dingin dari Ali Mukhni yang pernah jadi Wakil Muslim Kasim dulunya itu.
    Kemudian, masyarakat Padang Pariaman juga melihat seorang Ali Mukhni sebagai pemimpin yang gigit. Dekat dengan masyarakat. Kalau Ali Mukhni sudah mengenal seorang masyarakat, sepertinya tidak akan lupa oleh dia. Ali Mukhni selalu resah dan gelisah, manakala daerah yang dipimpinnya ini tidak maju-maju. Dia pun berkeinginan, Padang Pariaman harus terbebas dari daerah tertinggal. Untuk ini, berbagai sektor pembangunan yang berujung pada kesejahteraan masyarakat, selalu menjadi utama dalam kepemimpinannya.
    Anggota DPRD Padang Pariaman dari PPRN yang sudah pindah ke PAN, Bagindo Rosman pernah menyatakan, bahwa Bupati Ali Mukhni dinilainya termasuk hebat dan lihai dalam menerobos berbagai proyek besar dari pusat untuk daerah ini. Namun, yang perlu menjadi perhatian itu masih adanya pejabat yang kurang pada tempatnya, sehingga programnya juga kurang berjalan sebagaimana mestinya. (damanhuri)

Rabu, 15 Mei 2013

Nasib Pasukan Kuning Lubuk Alung Awak Miskin Anak Sakit Pula

Nasib Pasukan Kuning Lubuk Alung
Awak Miskin Anak Sakit Pula

Lubuk Alung----Malang benar nasib yang ditanggung Zainal Abidin. Sudahlah hidup miskin, satu dari lima orang putra-putrinya dapat penyakit pula. Orang kampung bilang, penyakit Wendra Saputra, nama anak nomor limanya itu sibudak. Bidan bilang step. Terlihat, anak yang berusia dua tahun tersebut bagaikan mengalami penyakit busung lapar, lantaran badannya semakin mengecil.
    Zainal Abidin bersama istrinya, Maidarnis hanya disuruh oleh bidan yang menangani imunisasinya tiap pekannya untuk selalu diberi bubur kacang hijau. Tidak ada tindakan lebih lanjut, bagaimana memulihkan anaknya. Bayangkan saja, dalam usia dua tahun anak itu belum juga pandai berjalan. Kedua telinga anak ini juga ada kelainan dari telinga orang biasanya.
    Yang membuat meris itu, Zainal Abidin yang tinggal dikomplek paling padat penduduk, Kabun Kopi, Balah Hilia, Lubuk Alung, Padang Pariaman, hanya satu rumahnya saja yang mencolok. Rumahnya tak layak huni. Disamping terbuat dari kayu yang sudah lama, juga tidak punya jendela yang memadai. Bila malam datang, jendela yang hanya pakai telaris itu dia tutupi dengan kain lusuh.
    Senin (13/5) Singgalang diajak bertandang kerumahnya itu oleh pengurus Karang Taruna Nagari Lubuk Alung. Mereka; Ketua; Jasman Jay, Sekretaris; M. Maneza Ade. Kemudian Landi Effendi, Sekretaris Bamus Lubuk Alung, dan Ketua DPC PAN Lubuk Alung, Hilman H. Anak muda ini merasa prihatin melihat nasib kehidupan yang ditanggung pasangan keluarga ini. Rumah itu dibuatnya, setelah yang punya tanah mau menyewakan tanah untuk dibangunnya sebuah pondok.
    "Dulu kami tinggal di Kampuang Baru, Pungguang Kasiak. Lantaran tak kuat menyewa, pindah kesini. Disamping aktif mengikuti imunisasi, obat kampung juga sering dilakukan. Namun, perubahannya belum kelihatan," keluh dia.
    Dalam pondok berukuran sangat kecil dan tak layak huni itulah Zainal Abidin tinggal. Dia merasa kesulitan untuk mengobati anaknya ke rumah sakit, lantaran tidak punya Jamkesmas dan Jamkesda. Sore menjelang, bila pedagang Pasar Lubuk Alung telah berkemas, Bulek, begiti Zainal senang disapa banyak orang datang ke pasar itu untuk membersihkan sampah pasar yang berserakkan disana-sini.
    Dia bekerja sebagai tenaga kebersihan sudah puluhan tahun. Tidak ada yang tak kenal dengan Bulek. Sebagai pasukan kuning, seharusnya dia mendapatkan kehidupan yang layak pula. Tetapi apa hendak dikata. Hanya Rp1 juta dia digaji oleh pihak pasar dalam sebulan. Dengan uang sebanyak itu ia menghidupi lima anak dan seorang istrinya. Anaknya yang paling besar, baru sekolah di bangku SMP. Bulek adalah asli Padusunan, Pariaman. Sedangkan istrinya, Maidarnis asli Badinah, Nagari Lurah Ampalu, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak.
    Soal kebersihan Pasar Lubuk Alung, jangan tanya kerja Bulek. Sampai tengah malam dia bekerja. Sudah sampah dikumpulkan, ditunggu pula mobil pengangkut datang, dinaikkan ke mobil sekitar pukul 00.00 Wib, kadang lewat dari jam itu. Setelah itu, baru dia bisa pulang ke rumahnya di Kabun Kopi. Pagi menjelang sore, dia ikut membantu kerja di huller milik kakanya, menjemur padi. "Ya, dari pada tak ada kerjaan mejelang sore, kan mendingan," katanya.
    Atasnama Karang Taruna Nagari Lubuk Alung, Jasman Jay menyerahkan sebuah amplop yang berisi sejumlah uang. "Jangan lihat isinya. Ini hanya untuk penambah beli bubur kacang hijau," kata Hilman menambahkan. (damanhuri)