wartawan singgalang

Sabtu, 06 Juli 2013

Keluarga Miskin Tinggal di Pondok Darurat yang tak Dapat BLSM

Keluarga Miskin Tinggal di Pondok Darurat yang tak Dapat BLSM

Ketaping---Bagi masyarakat yang mendapatkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dalam kondisi saat ini, tentu bagai sumua digali aie pun datang. Artinya, kebutuhan hidup semakin meningkat, anak mau masuk sekolah pula, laksana durian jatuh dekat rumah. Senanglah hati ini. Sedangkan warga miskin yang tidak kebagian hal itu, tentu hanya bisa gigit jari. Kemana mau mengadu. Walinagarinya tak tahu banyak soal itu.
    Adalah Novialdi. Seorang warga miskin yang tinggal di sebuah pondok darurat di kampungnya, Olo Bangau, Nagari Ketaping, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman. Ayah dari tiga orang putra-putri ini mengaku tidak dapat jatah BLSM. Dia tak tahu pula, kenapa tidak mendapatkan itu, sedangkan orang miskin, bahkan lebih berada dari dia bisa dapat.
    Dalam keseharian, Novialdi merupakan seorang petani. Tiap hari dia ke sawah dan ke ladang. Sesekali ada pula jualan mainan anak-anak pada tempat-tempat keramaian. Tetapi hal itu hanya musiman. Tidak tiap hari dilakoninya. Saat bersua Singgalang, Jumat kemarin, hatinya tampak sedih. Maklum, anaknya yang besar naik kelas tiga SD, dan harus ditambah biayanya buat kebutuhan sekolah.
    Bersama istrinya, Jasmanita, pria berusia 33 tahun ini sudah empat tahun tinggal dipondok buatannya itu. Sebelumnya, dia tinggal di rumah mertuanya, yang dia namai dengan pondok mertua indah. Biasanya, keluarga ini selalu dapat bantuan Raskin, alias beras untuk keluarga miskin. Namun, sejak empat bulan belakangan, jatah itu tidak kebagian lagi. Dia menilai, beras Raskin itu hanya jatah untuk siapa yang paling duluan sampainya dirumah walikorongnya. Kalau terlambat, ya beras itu habis.
    "Bagi kita hanya banyak diam dalam soal ini. Kemana mau mengadu? Tidak akan ada solusinya. Yang bantuan BLSM itu tetap saja dibagikan. Yang jelas, dalam korong Olo Bangau, ambo termasuk keluarga miskin, karena terdaftar sebagai penerima Raskin," kata dia.
    Memang dalam soal bantuan, akunya, orang miskin hanya sebagai objek saja. Fakta dilapangan, banyak yang menerima hal itu para orang berkemampuan lebih. Ya, semacam orang pandai dan pintarlah ditengah masyarakat. Sebagai seorang petani, Novialdi tidak bisa mengukur berapa kemasukan yang bisa dia dapatkan dalam sebulan. "Kadang-kadang ada. Sesekali ada pula ruginya. Maklum, yang ditanam banyak jenis sayuran, seperti ketimun," ujar dia.
    Kemampuannya baru bisa membuat rumah semi permanen. Lantai dan pondasi pakai semen. Lantaran tidak cukup uang, maka dilanjutkan dengan bahan kayu apa adanya. Waktu gempa 2009, rumahnya termasuk rusak sedang. Dan baru dapat bantuan sapu sagad Rp1 juta, yang diterimanya empat bulan belakangan. (damanhuri)

Muhammad Ali Munir Perajin Batu Cincin Bertahan Dengan Garinda Manual dan Keaslian Batu Akik

Muhammad Ali Munir Perajin Batu Cincin
Bertahan Dengan Garinda Manual dan Keaslian Batu Akik

Sintuak---Bagi Muhammad Ali Munir, batu akik adalah benda hidup yang tidak boleh dianggap remeh. Bagi siapa yang mempermainkan atau melecehkan benda ini, maka barang itu pula yang akan membinasakan dia. Soal batu akik ternama, sama halnya dengan emas. Artinya, tak mudah untuk mendapatkannya. Semua jenis batu rancak banyak terdapat di Sumatra ini.
    Bapak berusia 50 tahun ini sudah lama mahir dengan batu. Bagi dia sangat jelas mana batu asli dan mana pula batu yang palsu, alias dicelup. Dia menggeluti batu akik sejak 1996 silam. Disamping lihai membuat segala jenis batu cincin, dia juga bisa mengolah batu-batu tersebut untuk segala macam asesoris. Bahkan bisa pula buat tasbih. Tergantung permintaan.
    Sejak mulai menggeluti batu cincin, Muhammad Ali Munir tetap memakai peralatan secara manual. "Ya, ini lantaran modal kurang saja. Makanya masih bertahan dengan garinda manual untuk memperindah batu, dan dinamu rakitan untuk membelah batu," kata dia saat bersua Singgalang.
    Dia memulai usahanya membuat segala macam jenis batu cincin di Bengkulu. Sejak 2003 lalu, pindah ke kampung. Tepatnya, saat ini dia buka usaha seni tersebut di Korong Tembok, Nagari Sintuak, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang, Padang Pariaman. "Dari sekian banyak tukang batu di Sumatra Barat ini, mungkin ambo surang nan setia dengan alat tradisional ini," ceritanya.
    Menurut dia, batu yang rancak itu ada empat unsur yang dikandungnya. Mulai dari kontras warna, alus bahan, kaya akan motif, serta tidak retak. Sejak dia pindah dari Bengkulu, bapak dengan tiga orang putra-putri ini baru sekali mengambil bahan baku ke Bengkulu. Memang, ada sekitar 1,3 ton batu yang dia bawa dari Bengkulu, yang belum habis sampai saat ini.
    Jadi, apapun jenis batu yang diinginkan para pecandu batu cincin, semuanya tersedia ditempat bapak ini. Sebut saja seperti Kalimaya keluaran Surantiah, Pesisir Selatan, Lumuik, Kumbang Jati, Giok Sumatra keluaran Sungai Dareh, Lumuik Suliki, Sulaiman Dagiang dari Bunguih Taluak Kabuang, Cimpago Limau Manih, Tapak Jalak, dan sejumlah jenis batu lainnya.
    Setiap batu, menurut Muhammad Ali Munir, punya rajo. Disinilah letaknya batu demikian disebut sebagai benda hidup. Untuk ini pula, setiap dia akan pergi mencari bahan baku ke laut Bengkulu, lokasinya diterawang dulu dari rumah dengan penglihatan bathin. "Kalau tidak begitu, bisa sia-sia perjalanan. Artinya, minyak habis sambal tak enak," sambungnya.
    Dari sekian tahun dia bergelimang dengan batu, sekian pula hal yang aneh-aneh yang dia rasakan. Terutama pada saat mencari batu di laut. "Kadang ada bunyi orang yang sedang memanggil kita. Ada pula bagaikan orang yang mengikuti perjalanan, dan masih banyak lagi persoalan yang ganjil-ganjil dijumpai," ungkapnya.
    Namun, lantaran Muhammad Ali Munir ini sudah banyak belajar pada waktu kecil dulu dalam soal batu, makanya dia bisa menemukan batu-batu yang diinginkannya. "Soal harga jual, batu cincin ini tidak ada standar harganya. Semakin terkenal batunya, semakin tinggi pula harga jualnya. Memang, kalau di Bengkulu, ambo banyak berkawan dengan orang-orang gadang. Seperti anggota dewan terhormat, pejabat, bahkan sampai ke pengusaha," tukuk dia.
    Bertahan dengan pengolahan secara manual tersebut, Muhammad Ali Munir bertahan pula dengan batu-batu asli. Baginya, menjual batu cincin harus yang asli batu. Bukan barang celupan, atau benda yang dikasih campuran lainnya. Sebab, setiap orang pakai batu cincin, itu punya rahasia masing-masing. (damanhuri)