wartawan singgalang

Kamis, 14 Juni 2012

Hari Ini Setoran Terakhir di IAIN
Rini dan M. Hade Terkendala Uang Masuk

VII Koto---Rini Putri Handayani lulus sebagai mahasiswa undangan di IAIN Imam Bonjol Padang. Dia satu dari 13 siswa SMA N 1 Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Padang Pariaman yang dapat kesempatan itu. Namun, hingga ini hari anak nomor 8 dari 11 bersaudara, buah hati pasangan Yusmanidar dan Azhar ini masih belum bisa memutuskan, apa jadi masuk atau tidak ke perguruan tinggi agama tersebut. Orangtuanya tak mampu untu itu.
    Dari sebanyak itu dia beradik kakak, hanya dia satu-satu dapat kesempatan mahasiswa undangan. Selebihnya, kebanyakan kakaknya paling tinggi hanya tamat SMA lalu berhenti, dan beralih pada tugas lain. Kalau kakaknya yang perempuan, yang dikawinkan oleh orangtuanya. Perempuan cantik kelahiran 1993 di Toboh Mandahiliang, Nagari Balah Aie ini sangat ingin kuliah. Batas akhir yang harus dia penuhi untuk masuk IAIN hari ini, Kamis (7/6). Dia harus membayar uang masuk Rp2 juta. Wali kelasnya sangat menganjurkan untuk mengusahakan uang masuk demikian.
    Tetapi, bagi kedua orangtuanya yang hanya sebagai petani kampung dan ibu rumah tangga ini, uang sebanyak itu sangat besar sekali artinya. Untuk itu pula orantuanya tak memberikan jawaban apa-apa. Sebenarnya, kedua orangtuanya pun sangat ingin pula anak gadisnya itu bisa kuliah. Apalagi, dari sekian banyak anaknya, Rini Putri Handayani lah yang mampu menembus perguruan tinggi tanpa tes pula. Dia lulus pada Fakultas Tarbiyah. Kesempatan itu sesuai dengan cita-citanya yang ingin jadi orang berguna bagi masyarakat. Sebab, kalau telah jadi guru adalah profesi yang bermanfaat bagi banyak orang. Rini ingin jadi orang yang berhasil dalam segala hal. Untuk itu, sejak sekolah SD hingga SMA anak yang satu ini selalu dapat nilai terbaik, dan acapkali tampil sebagai juara kelas.
    M. Hade Jamil
    Anak nomor satu dari tujuh bersaudara ini juga dapat mahasiswa undangan ke IAIN Imam Bonjol Padang. Dia juga lulusan terbaik SMA N 1 VII Koto Sungai Sariak yang berasal dari kelaurga miskin. Lulus pada Fakultas Syariah, jurusan Manajemen Perbankan Islam. Ayahnya, Raidin Tuanku Andah dan ibunya Sari Bani telah memberikan ultimatum kepadanya. 'Kalau tidak ada beasiswa, tak mungkin ada biaya untuk kuliah', itu kata-kata ayahnya, yang dia terima ketika menyampaikan adanya kesempatan dapat sebagai mahasiswa undangan demikian.
    Namun, Hade diminta oleh guru dan Kepala Sekolah tempat dia lulus untuk mengusahakan uang masuk Rp2 juta. sangat disayangkan kesempatan emas ini terputus begitu saja. Bagi kedua orangtuanya, Hade anak jolong gadang. Dari tujuh bersaudara, hanya dia nomor satu yang menyelesaikan pendidikan SMA, karena dia anak tertua. Ada enam lagi adiknya yang harus dibiayai oleh ibu bapaknya, yang saat ini masih sekolah semua.
    Disamping sebagai petani kampung, ayah M. Hade Jamil juga sebagai juru dakwah. Berkeliling dari satu surau ke surau lainnya, memberikan siraman rohani kepada masyarakat banyak. Ibunya hanya sebagai pekerja rumah tangga, yang banyak menunggu dari suaminya.
    Baik M. Hade Jamil, maupun Rini Putri Handayani adalah anak-anak masa depannya yang cukup bagus. Mereka butuh bimbingan banyak orang. Kemarin, mereka datang ke Ketua Komite SMA N 1 VII Koto Sungai Sariak; Jonifriadi. Mereka minta bantuan, memcarikan jalan keluar yang terbaik agar bisa kuliah. Tahap awal, ya untuk uang masuk Rp2 juta. Oleh Jonifriadi yang juga Walinagari Balah Aie dihubungilah Singgalang, membicarakan hal itu lebih lanjut.
    "Kita sangat berharap, pada detik terakhir ini Rini Putri Handayani dan M. Hade Jamil mampu menembus perguruan tinggi yang telah memberikan kesempatan kepada mereka. Kita hanya mampu menolong dengan doa, dan minta agar bisa kuliah. Besar harapan kita kepada hamba Allah yang mau menyumbangkan kekayaannya untuk hal ini," harap Jonifriadi. (damanhuri)

Yusni, tak Kemana Batenggang Awak Kanker, Motor Ditarik Dealer

Yusni, tak Kemana Batenggang
Awak Kanker, Motor Ditarik Dealer

Ketaping---Yusni, 38, terserang penyakit kanker rahim akut. Keluarga miskin itu telah dua tahun menjalani penyakit demkikian. Penyakit tersebut telah menyerang keseluruh tubuhnya. Kini, kondisi ibu tiga putra-putri ini tak bisa lagi berjalan. Kaki dan tangannya semakin mengecil, sementara perutnya semakin membesar, bagaikan orang hamil sembilan bulan. Suaminya Rozi dapat kemalangan pula. Motor kredit yang diambilnya, lantaran menunggak tiga bulan telah ditarik pula oleh pihak dealer. Rozi pun tak lagi bisa mengojek, yang sebelumnya dengan hasil ojek itulah dia hidupi keluarganya.
    Sejak sakit terasa berat, Yusni tinggal dirumah orangtuanya, di Korong Pauah, Kenagarian Ketaping, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman. Dia tinggal bersama kakak perempuannya, Ernawati yang juga
punya anak yang masih kecil-kecil. Otomatis bertambah beratlah tanggungjawab Ernawati setiap harinya. Disamping membereskan seorang ibunya yang telah tua dan buta, juga membereskan adiknya, Yusni yang
mengalami penyakit mematikan itu. Untuk buang air besar dan kecil, Yusni harus melakukan ditempat pembaringannya.
    Rabu lalu, pihak Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Padang Pariaman datang dan ikut memberikan bantuan buat Yusni. Kedatangan pejabat Pemkab itu diprakarsai oleh anggota dewan asal
Ketaping, Bagindo Rosman yang merasa prihatin melihat kondisi Yusni. Dinas Kesehatan menyerahkan uang Rp3,5 juta, dan Dinas Sosial juga memberikan bantuan. "Kita menyerahkan beras, sarden, indomie, minyak
goreng dan sejumlah peralatan dapur lainnya," kata Kepala Dinas Sosial, Anwar pada Singgalang.
    Ernawati menceritakan, diawal penyakit demikian menyerang Yusni adalah datangnya pendarahan, berupa darah putih dan darah merah dari rahimnya. Sempat diobati ke RS Pusat M. Djamil Padang. "Ada tujuh kali
berulang-ulang kesana. Yusni tak sempat dirawat, karena tak punya biaya untuk itu. Dengan menggunakan Jamkesmas pun, Yusni tak bisa mendapatkan obat yang berkualitas. Sebab, kalau beli obat diluar, Jamkesmas tak laku," kata dia.
    Setelah pendarahan itu selesai, Yusni hamil anaknya yang ke-4. Anak itu lahir dalam keadaan meninggal. Dan menurut bidan yang menanganinya, anak yang dikandung Yusni ternyata telah lama meninggalnya. Untungnya, sang ibu, Yusni bisa selamat dari maut. Sebab, kebanyakan hal demikian selalu membawa petaka juga buat ibu yang mengandung anak yang telah meninggal dalam kandungan tersebut. Nah, pasca melahirkan anak itulah, penyakit Yusni semakin menjadi-jadi, sampai dia tak lagi kuat untuk duduk dan berjalan. "Tapaso lah awak yang mahabehkan kotorannya yang keluar dipembaringannya," ungkap Ernawati sedih.
    Anak Yusni yang paling besar, saat ini baru duduk dibangku kelas lima SD. Dia sekolah dengan biaya yang dibantu ala kadarnya dari mamak dan mandenya yang merasa prihatin melihat nasibnya itu. Apalagi
ayahnya, Rozi tak lagi bisa banyak bekerja, sejak motor ditarik pihak dialer yang memberikan kredit. Memang, dalam hitungan bisnis orang tak kenal rasa kekeluaragaan. Baru saja tiga bulan menunggak, motor
langsung ditarik.
    Kini, Ernawati hanya bisa pasrah. Penyakit Yusni yang menurut dokter rumah sakit; kanker mulut rahim itu tak kemana lagi mau diobati. Kalau ke rumah sakit, ya tentu butuh pitih banyak. Sementara, keluarga sudah kehabisan usaha. Ketika bantuan datang dari Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial tiba, Ernawati merasa terenyuh dan terharu sekali. Dia menyampaikan terima kasih banyak kepada Rosman, anggota dewan yang
sebelumnya Kepala Desa Pauah, yang sangat peduli terhadap nasibnya.
    "Sebagai perempuan, ambo tak kuat lagi untuk menghadapi ini. Sudahlah tiga putra-putrinya diselamatkan, dia juga diurusi, dan juga amak yang tak lagi bisa melihat, yang harus dibersihkan setiap harinya," ujarnya.
    Ernawati merasa kewalahan, disamping beratnya penyakit adiknya, Yusni itu, yang bersangkutan juga susah untuk makan. Semakin hari perutnya semakin membesar yang membuat seisi rumah itu terus dirundung
kecemasan. (damanhuri)