wartawan singgalang

Rabu, 25 November 2015

Kripik Talas Cik Uniang Way Mempatenkan Makanan Khas Piaman

Kripik Talas Cik Uniang Way Mempatenkan Makanan Khas Piaman

Nan Sabaris--Perlahan-lahan tapi pasti. Berawal dari dagang kecil-kecilan, kini pun mulai berkembang. Itu barangkali yang tampak pada usaha Kripik Talas Rasa Asin Cik Uniang Way, yang telah memasuki satu setengah tahun di dunia bisnis makanan ringan dan oleh-oleh khas Padang Pariaman.
    Ali Nurdin M. Nur, pemilik usaha dibawah binaan Dinas Koperindag dan ESDM Padang Pariaman itu mengaku laju perkembangan usahanya lumayan menanjak naik. "Waktu mulai merintis dulunya, hanya diantar dari satu warung ke warung lainnya. Sekarang, sudah ada 63 unit swalayan dan mini market yang memasarkan di Piaman dan Kota Padang," cerita dia.
    Seiring dengan itu, kebutuhan akan bahan bakunya pun meningkat. Ali Nurdin mengkalkulasikan sebanyak 1,7 ton kebutuhan talas setiap bulannya. "Bahan baku ini hanya ada di Tanah Datar. Hubungan yang saling menguntungkan, telah kita jalin dengan petani dan pengumpul di Batipuah, Tanah Datar itu," kata Ali Nurdin dengan senangnya.
    Sebagai binaan dari Koperindg dan ESDM Padang Pariaman, dan telah dikantonginya label halal dari MUI Sumatera Barat, usaha milik Ali Nurdin ini beberapa waktu lalu dapat prestasi tingkat Sumbar, saat lomba di Bukittinggi mewakili usaha kecil menengah Kabupaten Padang Pariaman. Tentu sebuah langkah maju, dan menandakan masa depan yang cukup cerah bagi usaha kripik dari talas atau kaladi bahasa Piaman-nya.
    Di samping membuat kripik talas, usaha Cik Uniang Way ini juga memproduksi kripik pisang, dan serundeng talas. Harga yang ditawarkannya pun terjangkau oleh semua kalangan. Rp6,5 ribu setiap kantongnya yang berisi 150 gram. Dengan menghabiskan bahan baku sebanyak itu, Ali Nurdin mempekerjakan enam orang karyawan setiap harinya. Mulai dari tukang masak, mengaduk hingga pengepakkan barang yang sudah matang dari penggorengan.
    Melalui usaha Kripik Talas Rasa Asin Cik Uniang Way, Ali Nurdin ingin membuka pasar ke seluruh daerah di Sumatera Barat. "Selain Pariaman, Padang dan Padang Pariaman, hanya sedikit ke Tanah Datar. Nah, ke Solok sudah kita coba persentasikan. Namun, permintaan pasar di sana belum bisa dikabulkan, lantaran masih ada yang perlu di tambah," ungkapnya.
    "Alhamdulillah, kita sedang melakukan hubungan kontak dengan salah satu BUMN di Sumatera Barat, untuk menindak-lanjuti bapak angkat, atau jadi binaannya," ujar Ali Nurdin. Semoga saja hubungan demikian bisa terwujud, dan tentunya usaha ini bisa dimajukan ke arah yang lebih baik lagi. (501)

Selasa, 24 November 2015

Terungkap Saat Diskusi dengan PWI KPU Butuh Publikasi, Panwaslu Sering Dapat Tundingan

Terungkap Saat Diskusi dengan PWI
KPU Butuh Publikasi, Panwaslu Sering Dapat Tundingan

Pariaman--Wartawan dan media massa, sepertinya orang dan institusi yang amat sangat di butuhkan dalam hal sosialisasi Pilkada serentak saat ini oleh lembaga penyelenggaran; KPU dan Panwaslu.
    Pengakuan demikian dikemukakan Ketua KPU Kota Pariaman, Boedi Satria dan Ketua Panwaslu Kabupaten Padang Pariaman, Syaiful Al-Islami, Rabu lalu saat bertandang ke Kantor PWI daerah itu, dalam waktu yang berbeda.
    Dalam diskusi yang dipimpin Ketua PWI Ikhlas Bakri, Ketua KPU Boedi Satria memaparkan kesiapannya menyelenggarakan Pilkada untuk memilih pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, 9 Desember mendatang. Saat ini sedang berlangsung bimbingan teknis (Bimtek) terhadap 71 Panitia Pemungutan Suara (PPS), serta pelipatan dan pengepakan surat suara.
    Boedi yang didampingi Komisioner Alfiandri Zaharmi menyebutkan, calon pemilih di Kota Pariaman berjumlah 59.057 orang. Mereka akan menyalurkan hak pilihnya pada 155 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 55 desa dan 16 kelurahan.
    "Kami mengharapkan partisipasi pemilih di atas 80 persen dari total calon pemilih tetap yang terdaftar. Sebab, waktu Pemilu legislatif 2014 partisipasi pemilih 73 persen," ujar Boedi.
    Alfiandri menambahkan, pihaknya sangat membutuhkan dukungan para wartawan guna menyukseskan Pilkada. Untuk itu, pihaknya menyediakan ruangan khusus berupa media center di gedung KPU yang berlokasi di Desa Air Santok, Pariaman Timur, dengan fasilitas wifi.id.
    Ia menyebutkan, melalui kegiatan pertemuan dengan insan pers (media gathering) ini dapat tersosialisasi tahapan Pilkada di Kota Pariaman. Media gathering ini akan dilakukan tiga kali lagi menjelang Pilkada 9 Desember nanti.
    Proses laporan pelanggaran tahapan Pilkada Padang Pariaman
    Setelah KPU Kota Pariaman pamit, datang Panwaslu Kabupaten Padang Pariaman. Mereka terdiri dari Ketua; Syaiful Al-Islami, dua anggota; Netti Nerawati dan Betri Murdiana serta Sekretaris; Riky Falantino.
    Berbicara secara bergantian dengan Netti dan Betri, mereka memaparkan kegiatan panwaslu sejak tahapan Pilkada dimulai, Mei lalu. Di antaranya memproses empat pengaduan atas adanya pelanggaran dalam tahapan pilkada. Yakni laporan tentang rekruitmen Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) oleh KPU, laporan Yobana Samial, laporan Damsuar dan laporan Alfadilla Hasan. Pihaknya juga ikut aktif mengawasi surat suara sejak dari percetakan hingga distribusi ke TPS serta melakukan penertiban alat peraga kampanye.
    Syaiful menyebutkan, berbagai isu berkembang di tengah masyarakat terkait Pilkada berujung laporan yang ditangani oleh Panwaslu. Kemudian kadang hanya sekedar laporan lisan saja ke Panwaslu.
    "Umumnya karena ada ketakutan masyarakat untuk menjadi saksi. Kemudian juga karena alasan hubungan emosional dengan orang yang dilaporkan. Tentu kami Panwaslu tidak bisa memprosesnya, lantaran syarat formil dan materil musti terpenuhi sebelum dilakukan proses tindak-lanjut," ungkapnya.
    Syaiful tak menapik banyaknya timbul tudingan dari berbagai pihak, bahwa Panwaslu Padang Pariaman tidak peka pada laporan masyarakat.
    Ketua PWI Pariaman Ikhlas Bakri menyambut baik pertemuan dengan KPU Kota Pariaman dan Panwaslu Padang Pariaman tersebut. Menurut dia, antara Panwaslu dan wartawan saling membutuhkan. Panwaslu perlu publikasi, sedangkan wartawan perlu narasumber untuk bahan beritanya.
    "Dalam bahasa biologinya; simbiosis mutualisme atau kerjasama yang saling menguntungkan. Kita berharap pertemuan pertama ini bukan yang terakhir," sebut Ikhlas.
    Ikhlas menghimbau wartawan, untuk menjaga keindependenannya dalam sebuah publikasi. Apalagi untuk Pilkada, yang dinilai sensitif yang banyak memicu konflik, baik di masyarakat maupun antar lembaga. (501)


Minggu, 22 November 2015

Cerita Nurmani, Anggota KT Ampek Saiyo Sapi Bali yang Jantan Lebih Liar dan Pendendam

Cerita Nurmani, Anggota KT Ampek Saiyo
Sapi Bali yang Jantan Lebih Liar dan Pendendam

VII Koto--Nurmani sepertinya telah mahir soal sapi Bali. Dia punya pengalaman dalam mengelola sapi jenis itu. Tak heran, ketika kelompok tani yang dimasukinya; Ampek Saiyo dapat bantuan sapi 2014 lalu, Nurmani kebagian jatah untuk mengelola yang jantannya. Hingga saat ini, sudah setahun lebih ibuk paruh baya tersebut mengelola sapi demikian.
    "Saat awal sapi ini diangkut ke sini, belum serancak sekarang badannya," ujar Nurmani. Alhamdulillah, karena terus di rawat dan di pelihara dengan baik, sapi ini seolah memperlihatkan masa depannya yang cerah, kata dia saat di datangi Singgalang, Minggu (22/11) di rumahnya, Kampuang Baru, Nagari Lareh Nan Panjang, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Padang Pariaman.
    Nurmani, satu dari 27 orang anggota Kelompok Tani (KT) Ampek Saiyo. Kelompok itu dapat bantuan 11 ekor sapi tahun lalu dari program Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP) Provinsi Sumatera Barat. Dia merasa senang, karena memang telah terbiasa mengurus sapi sejak dulunya.
    Menurut kesepakatan dalam kelompoknya, sapi yang dipelihara oleh anggota kelompok, diperhitungkan dalam jangka waktu tiga tahun. "Kalau yang jantan, tentu harganya yang diperhitungkan," ungkapnya. Mislanya, seekor sapi jantan itu awalnya seharga Rp700 ribu, maka setelah tiga tahun berapa harga jualnya. Nah, yang kelebihan dari modal awal itulah yang harus dibagi antara pengelola dan kelompok.
    Sementara, lanjut Nurmani, yang disebut modal awal senilai harga sapi tersebut akan diberikan pada anggota yang saat ini belum kebagian mengelola sapi. Begitu pula yang betinanya. Anak dari sapi awal itu diberikan pula pada anggota yang belum dapat jatah pada pemeliharaan pertama ini.
    Nurmani yang didampingi suaminya Taherman itu menceritakan, kalau kelebihan sapi Bali dengan sapi kampung biasa lumayan banyak. "Sapi Bali yang betina, semakin acap beranak semakin bertambah pula daging induknya. Artinya, induknya semakin gemuk," katanya.
    Sedangkan yang jantan, ujar Nurmani, itu harus dipelihara pakai perasaan. Tak bisa dikasari. Sebab, yang jantan di samping liar, juga memiliki sifat pendendam alias meredam perasaan yang cukup lama manakala diberangi.
    Soal makanan, sapi Bali lebih gampang dari sapi kampung. Di samping makan rumput dan isi batang pisang, daun-daunan banyak disukai sapi demikian. Nurmani punya kedua jenis sapi tersebut. Sapi kampung betina, miliknya sendiri juga menjadi bagian kesibukannya dalam mencarikan rumputnya yang dilakoni tiap harinya.
    Menurut perhitungan ekonomi kampung, Nurmani merasakan adanya nilai tambah buat kemasukan dalam hidupnya dari mengelola sapi milik kelompok tersebut. Untungnya, pemerintah menyerahkan bagaimana baik tekhnis mengelola sapi itu. "Cara pemeliharaan yang dilakukan di rumah masing-masing anggota, merupakan kesepakatan dalam kelompok yang diputuskan melalui rapat bersama," ungkapnya.
    Nurmani menambahkan, dari 11 ekor sapi bantuan 2014 lalu itu, hanya dua ekor yang jantannya. Selebihnya sapi betina. Semua sapi di kelola oleh anggota kelompok. Dia melihat, bantuan seperti itu sangat tepat sasaran, dan dirasakan betul manfaatnya oleh masyarakat kampung, yang memang sudah terbiasa dalam memelihara sapi. (501)

Selasa, 17 November 2015

Pemilik Tanah Kembali Kuasai Haknya Berbilang Tahun Menunggu Ganti Rugi yang Belum Juga Dibayar Pemerintah

Pemilik Tanah Kembali Kuasai Haknya
Berbilang Tahun Menunggu Ganti Rugi yang Belum Juga Dibayar Pemerintah

Ketaping--Berbilang tahun lamanya menunggu ganti rugi tanahnya yang terkena proyek pengendalian banjir Sungai Batang Anai di Ketaping, yang hingga saat ini belum juga dibayarkan pemerintah, akhirnya Fitriani kembali menguasai tanahnya itu dengan cara membuat sebuah pondok di atasnya.
    Proyek pengendalian banjir yang baru saja selesai di kerjakan itu, tampak indah dan rancak. Tak heran, bila senja menjalang, atau manakala panas tidak begitu terik, lokasi proyek yang terletak di Petak, Korong Talao Mundam, Nagari Ketaping itu jadi incaran tempat bersantai-santai oleh banyak orang.
    Tetapi, akibat adanya sebuah pondok yang tak begitu rancak, membuat suasana jadi lain. Malah pondok yang rencananya akan di jadikan warung kopi oleh Fitriani itu seolah-olah mengesankan image buruk di lokasi yang berdekatan dengan Bandara Internasional Minangkabau (BIM) tersebut.
    Pemkab Padang Pariaman melalui Sekdakab Jonpriadi telah mengeluarkan rekomendasi pembayaran ganti rugi pemilik tanah yang belum menerima, tertanggal 15 Oktober 2014 lalu. Surat itu ditujukan ke Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera V Provinsi Sumatera Barat, di Padang, sebagai pihak yang akan membayarkan hal demikian.
    Dalam surat dengan nomor 593/129/Adm.Tnh-2014 itu dijelaskan, bahwa Fitriani yang tanahnya terpakai untuk proyek seluas 990 m2, Jini seluas 1.710 m2, dan Anam Malin Marajo seluas 4.500 m2, sama sekali belum menerima haknya dari negara, sebagai pemilik sah tanah tersebut. Total anggaran yang ditunggu Fitriani Rp128 juta lebih.
    Sedangkan untuk Jini Rp222 juta lebih, dan Anam Malin Marajo Rp585 juta lebih. "Kami merasa dipermainkan oleh pihak Balai Wilayah Sungai Sumatera V. Berkali-kali kami ke situ, dan berbilang tahun pula lamanya kami menunggu, tetapi tidak juga dibayarkan," ungkap Fitriani.
    Menurut dia, berbekalkan surat dari Pemkab Padang Pariaman itu sebenarnya tidak ada lagi alasannya untuk tidak membayarkan. Apalagi, tanah itu bukan tanah sembarangan pula dapatnya dulu.
    "Pondok kecil ini akan kami bangun dengan permanen, kalau tidak juga dibayarkan hal itu," ujarnya. Dan itu, kata dia lagi, sangat wajar, karena ganti rugi sesuai perjanjian tak kunjung dibayarkan.
    Anggota DPRD Padang Pariaman asal Ketaping, Bagindo Rosman yang acap menerima pengaduan demikian telah berbuat banyak dalam soal itu. Bahkan, untuk pertemuan dengan Pemkab, Rosman bersama B. Rangkayo Rajo Sampono selaku penguasa ulayat Ketaping ikut-serta mendampingi masyarakat tersebut.
    "Wajar saja mereka mendirikan pondok, karena merasa muak dengan segala permainan pemerintah," kata Rosman. Anggota dewan dari PAN ini menilai, tak sepantasnya masyarakat selama itu menunggu. (501)

Sabtu, 07 November 2015

Joni Budiman Tujuh Tahun Tinggal di Pondok Buruk Bersama Keluarganya

Joni Budiman
Tujuh Tahun Tinggal di Pondok Buruk Bersama Keluarganya

Lubuk Alung--Bahagia ada di gubuk reot, kata mendiang KH Zainuddin MZ, suatu ketika dalam ceramahnya. Jadi, kebahagiaan itu tidak melulu adanya di rumah mewah. Barangkali ini benar yang di resapi Joni Budiman dan istrinya Elvina Junita.
    Buktinya, sudah tujuh tahun pasangan suami istri ini tinggal dalam sebuah pondok buruk, ukurannya kecil pula. Hanya 3x4 meter. Tetapi, sudah empat orang anak sebagai buah perjuangannya lahir dan mulai tumbuh besar dalam rumah demikian.
    Rumah yang terletak di Gamaran, Korong Salibutan, Nagari Lubuk Alung, Padang Pariaman itu jauh pula dari keramaian. Namun, apa yang hendak dikata. Di situ pula adanya tanah milik orangtua Elvina Junita, istri Joni Budiman. "Untung tetangga sebelah mau menyambungkan kabel listrik, sehingga di malam hari kami bisa berterang-terang," ujar dia.
    Joni Budiman yang kelahiran 1977 ini, sehari-hari berprofesi sebagai tukang ojek di Pasar Lubuk Alung. Anaknya yang besar, laki-laki sudah duduk di bangku kelas enam SD. "Yang paling kecil nomor empat ini yang masih harus digendong tiap hari. Selebihnya telah sekolah," cerita dia saat bersua Singgalang di kediamannya, Sabtu (7/11).
    "Dari dulu, sampai sekarang saya hanya mengojek," katanya. Mengojek sekarang tak lagi seperti di awal dulu. Sekarang, untuk mencari uang Rp50 ribu sehari saja mintak ampun susahnya. Namun, Joni tak pula berputus asa dengan pekerjaan yang digelutinya. Dia tetap sabar dan tabah, demi untuk kebutuhan makan anak dan istrinya.
    Untung pula dia dapat istri yang sesuai dengan seleranya. Cantik waktu mudanya, dan tak banyak neka-neko. Sang istri, Elvina Junita yang telah memberi dia buah hati sebanyak empat orang itu terkenal pula dengan keuletannya. Tak ingin hanya menunggu, Elvina pun terjun mencari pekerjaan apa yang patut di kerjakannya.
    "Kadang mencetak batu bata. Kadang pergi ke sawah orang lain. Kalau hanya mengandalkan dari usaha suami, tentu tak makan anak-anak ini," ungkapnya. Awal pascagempa memang banyak pesan orang akan batu bata untuk membangun kembali rumahnya yang punah, sehingga banyak pula pekerjaan kala itu. Tetapi, sekarang hal itu telah berkurang.
    Elvina Junita yang lahir pada 1982 ini sangat ingin punya rumah sederhana. Tetapi hal itu hanya bisa bersua dalam mimpi. "Melihat kondisi pekerjaan yang kami lakoni, kayaknya susah untuk bisa punya rumah sederhana, alias tidak rumah kayak sekarang, yang hanya gubuk reot," katanya.
    Pasangan suami istri ini sempat iba hatinya, di saat adanya bantuan bedah rumah yang banyak di sebar dulunya oleh Mulyadi, anggota DPR RI. "Kami tak tahu. Yang jelas kami di suruh ke Limpato, pertemuan dengan Mulyadi yang sekaligus penyerahan rumah. Di mana tersangkutnya, kami juga tak pernah menanyakan lagi. Yang jelas, rumah yang di janjikan untuk kami itu sampai sekarang tak ada," ungkapnya.
    Apalagi, kata Elvina, motor yang di pakai suaminya sekarang masih dalam status kredit. Tentu harus dua pula yang akan diusahakan tiap hari dari jasa ojeknya. "Satu untuk makan kita berkeluarga, dan satu lagi untuk pengansur kredit supaya jangan sampai menunggak," ungkapnya.
    Joni Budiman mengaku, kredit yang harus dia bayar tinggal delapan bulan lagi. Sebulannya mencapai Rp500 ribu.
    Walinagari Lubuk Alung Harry Subrata bersama Kaur Kesra-nya Yardi mengusahakan masyarakat yang rumahnya tak layak huni, untuk dapat bantuan dari pemerintah. "Kita telah mendatanya, untuk bisa diajukan ke program bedah rumah melalui Dinas Sosial," kata mereka. (501)

Masih Ada Penebang Liar di Hutan Sungai Buluah

Masih Ada Penebang Liar di Hutan Sungai Buluah

Batang Anai--Di Nagari Sungai Buluah, selain tanaman yang sudah dikelola warga, banyak potensi lain yang bisa dimanfaatkan, seperti rotan, manau, madu hutan, pandan, bambu, jamur, sarang walet sampai objek wisata. Ada beberapa lokasi berpotensi menjadi tempat pemandian, air terjun di Lubuak Sarasah, sampai arung jeram seperti di Kuliek dan Salisikan.
    Masyarakat berencana menjadikan itu sebagai objek wisata alam. Air deras berbatu-batu besar dengan kiri dan kanan penuh dengan pepohonan rimbun, menjadi pemandangan indah dan menarik. "Sudah mulai ramai tempat ini kalau hari libur. Orang dari kota datang ke sini untuk mandi bersama keluarga," kata Syafrizal Tanjung, Walikorong Kuliek menunjuk ke arah Sungai Salisikan, beberapa orang bermandi riang di tengah air deras di sela-sela bebatuan.
    Keragaman hayati pun masih banyak di hutan ini. Ada harimau Sumatera, kukang, kijang, landak, monyet, rusa, babi hutan sampai berbagai macam spesies burung dan mamalia kecil. Untuk jenis kayu, ada mahoni, madang, surian, paniang-paniang dan lain-lain.
    Salisikan dan Kuliek, dua dari delapan korong di Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, kabupaten Padang Pariaman. Selain itu, ada Korong Kampuang Apa, Tanjuang Basuang, Banda Cino, Kabun, Talang Jala dan Pasa Usang.
    Nagari Sungai Buluah, sepertiga kawasannya berada di Bukit Barisan dengan topografi berbukit, dengan ketinggian 12-800 meter dari permukaan laut. Penduduk nagari ini sekitar 14.672 jiwa atau 3.542 keluarga dengan luas wilayah 19.250 hektare. Warga di sini terdiri dari beberapa suku, antara lain, Suku Panyalai, Tanjuang, Koto, Jambak dan Guci.
    Saharuddin, Walinagari Sungai Buluah mengatakan, warga menjaga hutan agar tak terjarah. Terlebih, Korong Salisikan dan Kuliek, berada di dataran tinggi. Kalau hutan gundul, maka bencana alam terjadi. Warga pun melakukan pengawasan dan patroli hutan mandiri serta bergiliran. Hutan nagari yang difasilitasi Warsi, di lokasi hulu sungai Korong Salisikan dan Kuliek seluas 2.500 hektare. Sedangkan keputusan hutan nagari seluas 1.336 hektare, dari Kemenhut RI keluar pada 2 Desember 2013.   
    Meskipun begitu, menjaga hutan bukan perkara mudah. Ada saja tangan-tangan jahil menebang pohon terutama di hutan larangan. "Masih ada penebang liar. Beberapa waktu lalu warga memergoki tiga orang penebang liar. Mereka melarikan diri, tapi gergaji mesin berhasil disita," kata Saharuddin.
    Tak pelak, beberapa bagian hutan yang harus terjaga sempat terbabat. Hal ini pula yang menambah dorongan mereka mendapatkan hutan nagari. "Sekaligus mengelola, kami juga bisa mengawasi hutan lebih ketat lagi," ujar Saharuddin.
    Warga nagari sudah mengalami beberapa kali banjir dan longsor dampak hutan terjarah. Terakhir pada 2013 lalu. "Jembatan, jalan, rumah-rumah sampai lahan pertanian habis terendam. Tanggul di Salisikan juga jebol," cerita dia.
    Hal ini dibenarkan M. Hasan K, Walikorong Salisikan. Dia memperlihatkan bekas tanggul jebol yang hingga kini belum diperbaiki oleh pemerintah. Batu-batu tampak berserakan tak beraturan di tepian Sungai Salisikan.
    "Tanggul cuma batu ditumpuk-tumpuk. Hujan deras, jebol. Habis rumah, dan sawah warga. Itu karena hutan di sana ada yang nebang," katanya, sambil menunjukkan hutan di dataran tinggi di seberang sungai. Dia berharap, pemerintah segera membangun kembali waduk dengan lebih permanen. (501)

Alfikri Mukhlis Dapat Dukungan di Silangkuang Kesenian Saluang dan Badoncek Warnai Pelantikan Walikorong Gusmawati

Alfikri Mukhlis Dapat Dukungan di Silangkuang
Kesenian Saluang dan Badoncek Warnai Pelantikan Walikorong Gusmawati

VII Koto--Masyarakat Korong Silangkuang, Nagari Lurah Ampalu, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Padang Pariaman, Minggu (1/11) malam baralek gadang. Bersalung semalam suntuk, usai pelantikan walikorong setempat, Gusmawati yang diberi amanah oleh masyarakat untuk memimpin korong tersebut nama acaranya.
    Tak tanggung-tanggung. Hampir semua masyarakat Lurah Ampalu tumpah ruah di korong yang menuju Nagari Koto Dalam, Kecamatan Padang Sago itu. Alfikri Mukhlis, calon Bupati Padang Pariaman nomor urut dua hadir malam itu, dan masyarakat pun memberikan dukungan moril pada calon yang diusung Partai NasDem dan Hanura tersebut.
    Nasruddin Subri, tokoh masyarakat Silangkuang kepada Singgalang menjelaskan, hiburan ini dilakukan sekalian sambil mencari uang dengan badoncek untuk pembangunan kembali kantor walikorong yang telah punah akibat gempa akhir 2009 silam.
    "Alhamdulillah, malam itu terkumpul Rp15 juta dari hasil badoncek. Ditambah sumbangan langsung dari perantau Lurah Ampalu yang ada di Jakarta dan Pekanbaru senilai Rp5 juta," kata Apuak, sapaan akrap Nasruddin Subri.
    Menurut Apuak, masyarakat Silangkuang dan Lurah Ampalu ingin adanya perubahan mendasar di daerah ini. Pilkada 9 Desember mendatang, adalah salah satu solusi untuk mewujudkan perubahan demikian.
    Atas nama masyarakat, Apuak menyampaikan dukungan moril pada pasangan Alfikri Mukhlis - Yulius Danil. "Kehadiran calon bupati ini, tentu tertumpang harapan kami, bagaimana kampung ini bisa maju dan setara dengan nagari lainnya di Padang Pariaman," ungkapnya.
    Alfikri Mukhlis yang juga Ketua DPD Partai NasDem Padang Pariaman itu merasa senang dapat hadir memenuhi undangan masyarakat Silangkuang. "Mari kita bangun korong ini secara bersama, dan mari pula kita dukung kepemimpinan walikorong yang berasal dari kaum perempuan ini," harapnya.
    Korong, kata Alfikri Mukhlis, adalah tonggak penting yang akan memajukan sebuah nagari di Padang Pariaman. Majunya sebuah korong, akan memperlihatkan majunya nagari terkait yang menjadi induk dari korong demikian.
    Pemuda Pancasila berikan ukungan
    Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Padang Pariaman menitipkan aspirasi perubahannya, pada pasangan Alfikri Mukhlis - Yulius Danil, untuk kepemimpinan daerah itu lima tahun mendatang.
    Ketua MPC PP Padang Pariaman Imran Zahdi Datuak Tumangguang Basa, bersama personilnya, Selasa (3/11) malam secara resmi menyerahkan dukungan tersebut langsung kepada calon Bupati Alfikri Mukhlis, yang malam itu juga hadir dalam pertemuan PP di sebuah kafe di Lubuk Alung.
    "Kita melihat, ada semacam perubahan yang akan diwujudkan nantinya oleh calon bupati dengan nomor urut dua ini, terutama yang berhubungan dengan langkah pemberdayaan anak muda," kata Imran Zahdi, yang secara kepartaian bernaung di bawah Partai Golkar tersebut.
    Dia melihat, Padang Pariaman yang punya banyak potensi alam, masih belum bisa memberikan kegairahan bagi anak muda daerah itu. "Pemuda hari ini, adalah pemimpin hari esok. Potensi pemuda harus digerakan dan dikembangkan dengan baik, sesuai potensinya," ujar Imran Zahdi.
    Menurutnya, bersamaan dengan dukungan PP hari ini dilakukan ke pasangan yang dijagokan Partai NasDem dan Hanura ini, juga sekalian adanya pemberian dukungan yang sama dari Gapensi Padang Pariaman, dan LSM Penjara. "Kita semua sepakat untuk masuk pada gerbong pasangan ini," sebutnya.
    Alfikri Mukhlis kepada Singgalang merasa tersanjung, dan gembira sekali atas dukungan demikian. "Membangun daerah memang butuh kebersamaan. Tidak bisa hanya dijalankan oleh bupati dan wakil bupati," kata Alfikri yang juga Ketua DPD Partai NasDem Padang Pariaman itu.
    "Kita tahu, PP adalah wadah tempat berkumpulnya para anak muda yang mempunyai visi misi jauh kedepan. Tak ayal lagi, dalam momen Pilkada PP harus ikut terlibat," ungkapnya.
    Pada kesempatan itu, Alfikri Mukhlis mengajak PP Padang Pariaman untuk bersama-sama melakukan sosialisasi Pilkada di tengah masyarakat. Sebab, sosialisasi yang dilakukan pihak penyelenggara Pilkada masih terbatas, dan belum menyentuh semua aspek masyarakat. "Mari kita wujudkan perubahan lewat pesta demokrasi Pilkada ini," harapnya. (501)

Lestarikan Hutan untuk Kesejahteraan Masyarakat

Lestarikan Hutan untuk Kesejahteraan Masyarakat

Batang Anai--Dalam membuka hutan, Syafrizal, Walikorong Kuliek, Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai mempunyai kearifan tersendiri. Bersama masyarakat, dia menebang pohon tidak sembarangan. Pohon ditebang dengan menyisakan sekitar satu meter dan masih hidup. Alasannya, kala pohon baru ditanam dan masih kecil, tanah ada penahan dengan pohon lama yang hidup walau sudah ditebang.
    "Nanti, kalau tanaman warga sudah besar, baru pohon itu ditebang. Bukan itu saja, mereka tak asal tebang. Pohon-pohon besar yang berfungsi sebagai penyangga di kebun tetap berdiri kokoh," ungkapnya.
    Kala ingin menanam dan membersihkan lahanpun, tidak dengan membakar. Tebangan pohon dan rumput dibiarkan mengering dulu sebelum ditanami. "Ini kan nantinya jadi pupuk. Jadi, kami biarkan saja dulu sampai kering, baru ditanam," ulas dia.
    Lahan perkebunan dan pertanian warga itu, ada di hutan candangan, hutan kelola dan hutan kesepakatan. Hutan cadangan, yakni kawasan budidaya pertanian dan perkebunan tetapi buat cadangan generasi berikut. Lalu, hutan kesepakatan merupakan kawasan agroforest berdasarkan kesepakatan masyarakat. Sedangkan hutan kelola merupakan kawasan untuk kehidupan sehari-hari warga, seperti parak dan sawah.
    Ada satu lagi, hutan larangan. Hutan di Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman ini tak boleh diganggu oleh penebangan sama sekali. Korong Kuliek dan Korong Salisikan, berada di hulu sungai hingga memiliki hutan larangan. "Dari hulu sungai, di hutan inilah pasokan air PDAM daerah ini berasalnya," katanya.
    Air di hulu sungai jernih dan mengalir deras memehuni kebutuhan air bersih warga nagari, irigasi dan zonasi sungai. Air bersih dan jernih memungkinan ikan-ikan berkembang. Di Batang Sungai Salisikan, sepanjang 15 kilometer, masyarakat menerapkan zona tangkap ikan guna menjaga keberlangsungan ikan-ikan di sana. Ada zona larang tangkap sepanjang tiga kilometer, zona penyangga dan zona bebas. Syafrizal berencana menerapkan hal serupa di Sungai Kuliek.
    Dia mengatakan, menjaga hutan menjadi kewajiban. Hutan, katanya, merupakan sumber kehidupan masyarakat. "Kalau hutan tidak dijaga, dari mana mata pencarian? Air bersih? Bencana banjir dan longsor pun mengancam. Yang rugi kami juga. Bagi kami, hutan lestari, masyarakat sejahtera," ungkapnya.
    Kehadiran hutan nagari ini tak lepas dari peran Walikorong Kuliek ini. Menurut dia, keinginan ada hutan nagari berawal kala dia menonton tv. Tayangan beberapa kasus konflik lahan di Sumatera dan Kalimantan, membuat dia khawatir akan wilayah kelola warga. "Kami kelola tanah ulayat, tapi menurut pemerintah itu hutan lindung. Bisa jadi macam di tv itu menimpa kami," katanya. (501)

Kamis, 05 November 2015

Syafrizal Tanjung Walikorong yang Lihai Memanfaatkan Hutan

Syafrizal Tanjung
Walikorong yang Lihai Memanfaatkan Hutan

Batang Anai--Satu kawasan kebun warga berisi aneka ragam pepohonan. Ada pohon jengkol, petai, durian, nangka, karet, pinang, asam kandis dan lain-lain. Berbaur. Bersama pepohonan lain, beragam tanaman ini memenuhi hutan Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman.
    "Dari sinilah kami hidup sehari-hari. Kami menanam pohon-pohon ini karena berumur lama. Sampai anak cucu kami masih bisa menikmati. Itu juga menjadi hutan yang bermanfaat bagi kami," kata Syafrizal Tanjung, Walikorong Kuliek, Nagari Sungai Buluah.
    Tak mudah akses ke hutan sana. Hanya bisa menggunakan sepeda motor sebagian, lalu berjalan kaki. Jalan setapak, cukup terjal, berliku dan naik turun pula. Kala musim hujan, jalan licin dan becek. "Ini warga gotong royong buat jalan setapak dan jembatan. Kami harapkan pemerintah bisa memperhatikan kesulitan akses jalan ini. Tak usah jalan lebar. Cukup pengerasan hingga musim panas maupun hujan kami bisa mudah ke kebun," sebut dia.
    Di sana, sebagian tanaman sudah mulai berbuah. Pohon petai menjulang tinggi dan berbunga. Jengkol pun berbuah lebat. Karet sudah mulai sadap. Di bawah pohon, Walikorong Syafrizal Tanjung menanami cabai, jahe, kunyit dan tanaman lain. "Kami di sini gini, lahan di bawah pohon juga ditanami. Jadi, tak kosong. Tanaman keras sampai bumbu-bumbu juga ada. Lumayan, kan," ungkapnya.
    Sebagian lahan baru mulai tanam. Tampak, pohon durian, karet, jengkol, petai sampai karet baru berumur sekitar setahun. Daun berwarna hijau muda sungguh menyegarkan mata. Di kebun Syafrizal, tanaman mulai panen; jengkol 30 batang, 15 durian, dan petai 14 pohon. Dia mulai menanam lagi 50 pohon durian, 75 jengkol, dan ratusan karet.
    Di bagian lain tampak tanaman karet, durian sampai jengkol yang sudah berumur puluhan tahun. "Ini dulu, nenek moyang kami yang menanamnya. Kami masih bisa menikmatinya sampai sekarang," ulas dia.
    Menurut dia,  panen petai dan durian baru saja usai dan mulai berbunga lagi. Kini, warga bersiap panen jengkol. Biasa mereka menjual jengkol masih dengan kulit per karung berisi 28 kg. "Kalau harga lagi tinggi, per karung bisa Rp1,4 juta. Sekarang, lagi banyak panen, hanya Rp400 ribuan per karung. Mungkin ada sekitar 30 karung di kebun," ujar Syafrizal.
    Pada panen lalu, petai Rp15.000 per 10 tangkai. Kadang lebih mahal. Sedangkan asam kandis tak pakai musim, selalu ada. Buah kering per kg Rp5.000. Di dataran rendah, warga juga bercocok tanam, dari padi, jagung, sampai kacang-kacangan. Hamparan sawah tampak di sekitar perumahan warga. "Semua yang kami tanam ini alami, tak ada yang pakai pupuk kimia," ucap Syafrizal.
    Syafrizal menyebutkan, bahwa tanamannya tak hanya sejenis itu. Tanaman seperti durian, jengkol sampai petani itu buah musiman. "Kalau habis panen durian, kami tak putus. Menyusul panen petai, lalu jengkol. Yang bisa tiap hari diambil, karet dan asam kandis atau pinang. Kalau semua tanaman sama kami sekali saja panen, sudah itu mau kerja apa," tanya dia. (501)

Buatan Nazir Rancahi Pulau Sumatera Tembikar Bekas Jauh Lebih Mahal dari yang Barunya

Buatan Nazir Rancahi Pulau Sumatera
Tembikar Bekas Jauh Lebih Mahal dari yang Barunya

Nan Sabaris--Sejak beberapa hari ini matahari sudah menampakkan wujudnya. Seiring menghilangnya kabut asap, Nazir pun mulai lancar menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Maklum, bapak dengan lima orang putra-putri ini punya pekerjaan yang berhubungan dengan rancaknya kondisi hari.
    Dia membuat tembikar dari tanah liat yang super. Tembikar yang berbentuk tempurung kelapa di belah dua itu, adalah alat paling penting untuk membentuk emas jadi cincin, liontin, dan lain sebagainya. Bersama istrinya Rahima, Nazir mengaku menekuni pekerjaan itu sejak 2008 silam.
    Dalam rumahnya di Nagari Kapalo Koto, Kecamatan Nan Sabaris, Padang Pariaman penuh dengan tembikar yang sudah dipanggang, dan tentunya siap untuk dikirim ke konsumennya dari berbagai daerah di Pulau Sumatera dan sebagian ke Pulau Jawa. Sedangkan di halamannya, ada banyak tembikar yang dijemur.
    "Yang sudah kering kita angkut ke belakang rumah, tempat pembakaran," kata dia saat bersua Singgalang, Rabu (4/11) di rumahnya. Nazir yang mengaku asli Sungai Geringging itu belajar banyak cara membuat tembikar ini dari istrinya Rahima. "Alhamdulillah, sekarang alah awak pula yang jadi kepalanya," kata dia sambil ketawa kecil.
    Tembikar, kata Nazir, lebih mahal harga jualnya yang bekas daripada yang baru. Ukuran yang paling besar, Nazir menjualnya Rp17 ribu. Tetapi, kalau hal itu sudah di pakai orang untuk membuat berbagai bentuk perhiasan emas, harga tembikar jauh lebih mahal. Kadang bisa Rp50 ribu untuk sebuahnya.
    Kenapa bisa mahal yang bekas dari yang baru? Nazir menyebutkan, bahwa yang bekas punya kandungan emas yang bisa diolah lagi. Maka dari itulah harga tembikar bekas jauh lebih mahal.
    Nazir membuat banyak macam ukuran tembikar. Mulai dari yang paling kecil hingga yang paling besarnya, itu ada 12 macam. "Untuk satu kali membakar, itu sekitar Rp3 juta harga jualnya yang kita pasarkan ke pandai emas. Dalam sehari, kita hanya mampu melakukan sekali bakar," ujar dia.
    Tembikar buatan Nazir banyak dikirim ke Jakarta, dan telah merancahi hampir seluruh daerah di Pulau Sumatera. Mulai dari Nanggro Aceh Darussalam, Bengkulu, Lampung, Jambi, Muaro Bungo, Pekanbaru, dan sesekali ke Batam dan Padang. Untuk membuat tembikar yang banyak, dia punya 18 orang tenaga. "Para pekerja sebanyak itu, ada yang membuat di rumah ini, dan banyak pula yang bekerja di rumahnya masing-masing. Sebab, membuat tembikar bisa dilakukan dengan sambilan," sebutnya.
    "Tanah liat super yang sudah diolah, kita antarkan ke rumah anggota, dengan sistem borongan. 1.000 unit tembikar ukuran kecil ini, itu dihargai Rp45 ribu. Sedangkan untuk yang paling besar, sebuahnya kita upah Rp4 ribu," ulas Nazir.
    Dia menilai, sejak pascagempa 2009, permintaan akan tembikar sangat tinggi. Tak heran, semua tembikar yang sudah matang dari pembakaran tak begitu lama parkirnya dalam rumah. "Langsung kita masukkan ke kardus, dan siap di jemput oleh travel ke tujuan yang telah dipesan para pelanggan," katanya.
    Dengan pekerjaan itu pulalah, Nazir dan Rahima mampu menyekolahkan lima orang anaknya, yang saat ini masih duduk di bangsu sekolah. "Alhamdulillah, semua pelanggan hanya saling kepercayaan. Dia telepon kita, lalu kita kirim barang. Kadang, barang belum sampai, uang sudah kita terima," tukuknya dengan senang hati.
    "Malah ada seorang pelanggan di Aceh sana, yang hingga saat ini belum pernah bertemu sama sekali. Hanya komunikasi lewat telepon, dan hubungan tetap lancar," ulasnya dengan penuh semangat. (501)

Minggu, 01 November 2015

PWI Padang Pariaman Siapkan HPN 2017 Tingkat Nasiopnal Terungkap Lewat Silatwapia Pekerja Jurnalistik Harus Kesatria

PWI Padang Pariaman Siapkan HPN 2017 Tingkat Nasiopnal
Terungkap Lewat Silatwapia Pekerja Jurnalistik Harus Kesatria

Pariaman--Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. Ingin rasanya penambahan wawasan para wartawan yunior dari seniornya itu berlanjut, namun hari keburu senja, dan malam pun menjelang. Apalagi, materi yang diberikan Rahmat Wartira, salah seorang pendiri LBH Padang itu, membuat rekan wartawan yang bertugas di Piaman merasa belum puas.
    Acara yang diadakan PWI Kabupaten Padang Pariaman, Sabtu (24/10) yang dikemas dalam; Silaturrahim Wartawan Piaman (Silatwapia), yang intinya saling berbagi pengalaman dengan para senior yang telah sampai puncak karirnya sebagai wartawan itu, cukup istimewa, dan terasa sangat luar biasa. Seketika itu, Ketua PWI Ikhlas Bakri yang saat ini memasuki periode kedua memimpin organisasi wartawan tertua di Indonesia itu jadi 'bintang', karena keberhasilannya menyatukan semua potensi wartawan di daerahnya.
    Diawali dengan perkenalan semua yang hadir, Ikhlas Bakri mengenalkan semua rekannya itu dengan sedikit nyeleneh, dan tentunya membuat suasana jadi ramai oleh gelak dan tawa rekan wartawan yang semula sedikit agak tegang, dan tidak menegangkan.   
    H. Wiztian Yoetri, wartawan senior asal Piaman yang hadir pada kesempatan itu ingin PWI Padang Pariaman punya sebuah lembaga penerbitan majalah atau buletin. Sebab, dengan itulah manakala tulisan wartawan di daerah ini tak tertampung di media tempat dia bekerja, bisa di salurkan.
    Ciwek, sapaan akrap Wiztian Yoetri ini yang menurut Ketua PWI Ikhlas Bakri, orang yang cukup punya nama di Piaman ini memberikan motivasi, agar wartawan di kampungnya juga punya keinginan untuk membuat atau menulis buku. "Kita bisa tulis buku tentang kiprah anggota dewan, misalnya. Mereka yang dikenal sebagai wakil rakyat itu, tentu ingin pula perjuangannya dipublikasikan," kata dia.
    Sejarah kepenulisannya itu, menurut Ciwek tidak terlepas dari peran seorang wartawan paling senior piaman Nasrun Jon yang hingga kini masih aktif menulis. Dia adalah ketua peralihan Balai Wartawan menjadi PWI Perwakilan Padang Pariaman. Dia juga seorang tokoh masyarakat dan saksi sejarah yang eksisitensinya masih berlanjut hingga kini.
    "Nasrun Jon dulu diangkat almarhum Bupati Anas Malik sebagai Sespri (Sekretaris Pribadi) dan Bagian Kehumasan karena keahliannya. Beliau juga punya peran sentral membebaskan tanah dan membangun kantor PWI ini," sebut Ciwek, wartawan senior yang mengawali karier jurnalistiknya di Pariaman. Dia bermitra dengan Walikota Pariaman Mukhlis Rahman yang saat itu menjabat Kepala Bagian Humas Kabupaten Padang Pariaman.
    Mantan Komisaris Koran Harian Padang Ekspres dan Owner portal berita sumbarsatu.com yang juga pengusaha itu menyebutkan, di Balai Wartawan (kantor PWI kini) dahulunya tempat semua wartawan berkumpul sebelum ke lapangan meliput berita.
    Ciwek menegaskan, darah daging seorang wartawan tidak lain adalah kode etik jurnalistik. Hal seperti itu, menurutnya makin sensitif di tengah banyaknya wartawan yang mengabaikan sisi tersebut, demi sebuah ekspektasi lain. Kode etik jurnalistik itu adalah nuraninya wartawan, kompas moralnya para jurnalis.
    "Wartawan juga seorang periset, jika dihadapkan pada sebuah kasus atau peristiwa. Tidak hanya sekedar mengejar berita yang terlihat di permukaan," ungkapnya.
    Sebagian besar para wartawan senior itu berkomtar, bahwa Silatwapia yang diadakan PWI Padang Pariaman sangat luar biasa, dan patut diadakan secara kontinyu. Apalagi, menyatukan wartawan dalam satu acara bukanlah perkara mudah, karena ego wartawan itu sulit untuk diatur, dan paling tidak suka dengan protokoler.
    Rahmat Wartira yang jadi pembicara utama menilai, seorang pekerja jurnalistik haruslah berjiwa kesatria. Artinya, ketika terjadi kesalahan dalam menulis berita, atau salah cetak, wartawan dengan cepatnya minta maaf pada pihak yang merasa dirugikan. "Jika memang profesi wartawan itu jadi pilihan, maka banggalah dengan pekerjaan itu," ungkap Adek, sapaan Rahmat Wartiwa yang asli Piaman itu.
    "Seorang wartawan harus memiliki sense of journalism, kode etik jurnalistik, UU pokok pers dan UU perusahaan pers. Godaan wartawan adalah diri dan pekerjaannya. Dia bisa mengkriminalisasi, bisa juga dikriminalisasi," kata dia.
    Benteng pertama seorang wartawan, adalah dirinya sendiri. Dan jangan pernah berniat mengkhianati profesi. Seorang wartawan harus berjiwa ksatria, harus murah menyebut kata maaf jika dia salah, jangan tunggu pula pengajuan hak jawab dari objek berita yang sudah membuat orang lain merasa rugi.
    Menurutnya, tidak ada pekerjaan yang tidak menanggung risiko. Ibarat pepatah Minang; indak ado maambiak cikarau nan kaindak kanai luluak', karena cikarau itu hanya ada di dalam luluk atau lumpur itu sendiri.
    Ketua PWI Ikhlas Bakri menyebutkan, di samping Silatwapia, pihaknya juga minta dukungan dari para senior untuk HPN tingkat nasional di Kabupaten Padang Pariaman 2017 mendatang. Kemudian, buku yang berjudul; Lebih Dekat dengan Wartawan Piaman yang diterbitkan saat HPN Sumatera Barat tahun lalu, ingin di tambah dengan biografi para wartawan senior dalam rencana centakan kedua yang akan datang. (501)