wartawan singgalang

Kamis, 27 Maret 2014

Melihat Eforia Persaingan Partai dan Caleg Dapil III Padang Pariaman

Melihat Eforia Persaingan Partai dan Caleg Dapil III Padang Pariaman

Enam Lingkung--Eforia politik sangat terasa hangat dan bersaing ketat di Dapil III Padang Pariaman. Mujur betul orang partai dan caleg, dengan adanya pohon jati yang ditanam kiri kanan jalan sepanjang Pauh Kambar-Parit Malintang. Lihatlah. Tak satupun pohon jati yang kosong dari gambar caleg dan partai, atau calon anggota DPD sekalipun.
    Malah, dalam satu batang pohon yang ditanam sejak Muslim Kasim jadi Bupati di Padang Pariaman itu bisa tiga sampai lima orang foto caleg yang ganteng, cantik dan gagah. Sepertinya, sepanjang jalan menuju IKK itu, adalah zona kampanye baliho dan bendera partai. Dan itu tampak, semua partai peserta Pemilu yang ikut ambil bagian di lokasi demikian.
    Kalaulah boleh kayu jati itu mengeluh, mungkin dia merasa keberatan karena terlalu banyak ditumpangi baliho yang tak memberi kontribusi kepada kayu itu. Masyarakat yang tinggal ditepi jalan itu hanya bisa melihat orang senyum surang. Memang, Dapil III Padang Pariaman yang meliputi Kecamatan Ulakan Tapakis, Nan Sabaris, Enam Lingkung, 2x11 Enam Lingkung, dan Kecamatan 2x11 Kayutanam adalah Dapil yang sangat luar biasa.
    Pemilu tahun ini, di Dapil itu tersedia 11 kursi DPRD Padang Pariaman. Dan Dapil itu pun dianggap sebagai Dapil neraka, karena caleg yang maju banyak orang-orang hebat. Para mantan walinagari sebagian besar disini berangkatnya.
    Sebut saja Sukiman, mantan Walinagari Ulakan yang maju lewat Partai Hanura, Mothia Aziz Datuak Nan Basa, mantan Walinagari Lubuk Pandan yang maju dengan Partai NasDem. Selanjutnya, Nasrul Hamidi, mantan Walinagari Kapalo Hilalang yang memakai Partai Demokrat, Zaldi, mantan walinagari Guguak yang maju dengan PPP, Yahya Sasra, mantan Walinagari Sunua yang juga maju dengan kapal PPP.
    Disamping itu, juga pimpinan partai dan anggota dewan yang kembali ingin merebut kursi. Mulai dari Desril Yani Pasha, Wakil Ketua DPRD Padang Pariaman dari Golkar yang juga Sekretaris Parati Golkar daerah itu. Zulhelmi Tuanku Sidi, Ketua DPC PKB yang saat ini masih anggota dewan. Alfikri Mukhlis, Ketua DPC Partai NasDem, Mayadi, Sekretaris DPC PDI Perjuang yang maju untuk dewan Sumbar. Selanjutnya, Hendra, Ketua DPC PPP juga itu Dapil-nya.
    Pemilu 2009, Dapil itu menyediakan 10 kursi. Kini ditambah satu kursi lagi menjadi 11. Tampak, Panwaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu hanya bisa melihat baliho dan alat peraga demikian. Mereka tak bisa bertindak, karena tidak punya kewenangan sebagai eksekutor. Dari 10 orang anggota dewan yang dihasilkan di Dapil itu pada Pemilu lalu, hanya seorang Masrizal yang tidak maju ke Padang Pariaman. Wakil Ketua Komisi I itu maju untuk DPRD Sumbar. Sembilan orang lagi masih bertahan dan ingin kembali merebut kursinya.
    Apakah sembilan orang ini mampu kembali meraih kursinya? Entahlah. Pasca tanggal 9 April yang akan menjawabnya. Yang jelas, mereka yang sembilan itu; Pebforil (Demokrat) Desril Yani Pasha dan Zakirman Kasim (Golkar), Yohanes Wempi (PKS), Zulhelmi Tuanku Sidi (PKB), Jempol (Gerindra), Makmur (PAN), Puadi (Hanura), dan Zaiful Leza (PDI Perjuangan), telah berusaha dan bekerja sesuai segmen dan caranya masing-masing. (damanhuri)

Rabu, 19 Maret 2014

Ketika Latihan Menembak Mampu Merubah Sikap dan Mental

Ketika Latihan Menembak Mampu Merubah Sikap dan Mental

Kayutanam--Ketika melihat orang lain menggunakan senjata api, kelihatannya amatlah mudah. Namun, ketika dicoba pula dalam sebuah latihan, perlu sebuah sikap, disiplin yang tinggi dan mental yang kuat tentunya.
    Kasi Linmas Satpol PP Kota Pariaman, Batrizal merasakan demikian saat ikut latihan menembak di Lapangan Tembak Kayutanam, Padang Pariaman. Kegiatan selama dua hari; Rabu dan Kamis kemarin, diadakan Kodim Pariaman tentu menjadi sejarah tersendiri oleh Batrizal.
    Apalagi yang dikokangkan sebuah senjata laras panjang, yang lazim dipakai oleh TNI, dan aparat negara yang bertugas dibidang keamanan, menjaga NKRI dari gangguang dan kepunahan.
    Dilibatknnya Batrizal dan sejumlah personil Pol PP Kota Pariaman lainnya dalam latihan tersebut, tentu menjadi nilai tambah. Meskipun, secara pribadi dan kedinasan dalam bertugas mengamankan Perda, dan peraturan walikota dia tidak menuntut harus pakai senjata api.
    "Dari dulu, saya ingin merasakan bagaimana memegang sebuah senjata, sekaligus mematik pelatuk-nya. Namun, keinginan demikian barulah terwujud dua hari belakangan. Itu pun berkaitan dengan tugas dan tanggungjawab saya selaku aparat keamanan daerah," ungkapnya pada Singgalang.
    Dengan itu, Batrizal merasakan sekali, betapa hasil latihan selama dua hari itu mampu merubah sikap dan pola hidup yang harus diterapkan. Artinya, pengayoman, ketegasan, dan bertindak sesuai prosedur, diiringi dengan mental yang kuat, tentu akan menjadikan tugas kesehariannya mempunyai nilai tambah yang sangat luar biasa. (damanhuri)

Diminta Bekerja Ikhlas dan Melanjutkan Syekh Ali Imran Hasan Doakan Ali Mukhni dan Mulyadi

Diminta Bekerja Ikhlas dan Melanjutkan
Syekh Ali Imran Hasan Doakan Ali Mukhni dan Mulyadi

Pakandangan--Untuk kesekian kalinya, Bupati Ali Mukhni sowan dan silaturrahim ke Syekh Ali Imran Hasan, pendiri Ponpes Nurul Yaqin Ringan-Ringan. Ratusan santriwan dan santriwati tampak bahagia dan senang atas kunjungan bupati yang dipilih pada 2010 lalu tersebut.
    Tidak sendirian. Sekalian mengujungi ulama sepuh demikian, Ali Mukhni juga melihat rumah susun yang merupakan proyek Kemenpera RI yang sedang dalam pengerjaan, bersama Mulyadi, anggota DPR RI dari Partai Demokrat.
    Bagi Ali Mukhni, ulama adalah suluh bendang dalam nagari. Apalagi, Syekh Ali Imran Hasan, seorang ulama besar yang sudah lanjut usia, yang patut didatangi, sekaligus minta nasehat dan fatwa, dalam melangkah kedepan, melanjutkan pembangunan Padang Pariaman.
    Kata salah seorang satri disana, Bupati Ali Mukhni acap berkunjung ke sini. "Kami tahu betul, dan melihatnya sebagai sosok pemimpin yang sangat peduli terhadap surau dan pesantren. Apapun momen yang kami lakukan, sangat jarang tidak dihadairi Bupati Ali Mukhni," kata santri itu.
    Pada kesempatan sowan tersebut, Syekh Ali Imran Hasan mendoakan Bupati Ali Mukhni dan Mulyadi agar diberi kesehatan dalam bekerja, untuk kepentingan umat khususnya di Padang Pariaman. Syekh Ali Imran berpesan pada Ali Mukhni, untuk bekerja ikhlas, dalam membangun daerah itu.
    Setelah bersilaturahim dengan Syekh Ali Imran Hasan, Bupati Ali Mukhni dan Mulyadi meninjau pembangunan rumah susun yang lokasinya berjarak sekitar 150 meter dari Ponpes Nurul Yaqin.
    Idarussalam, pimpinan Ponpes Nurul Yaqin mengatakan pembangunan rumah susun ini sangat dibutuhkan santri. Asrama yang sekarang luasnya seperempat hektare, tidak lagi representatif untuk menampung santri yang berjumlah 600 orang. Ponpes ini setiap tahunnya menerima 200 santri.
    Sementara itu, Mulyadi mengatakan, pembangunan rumah susun adalah program Kemenpera RI, yang merupakan mitra kerja Komisi V DPR RI. "Pertengahan 2012 yang lalu, saya menghubungi Bupati Ali Mukhni untuk menyiapkan proposal pembangunan rumah susun. Dalam waktu dua hari saja, Bupati Ali Mukhni sudah mengantarkan proposal, sekaligus lokasi tanah yang sudah bersertifikat," kata Mulyadi. (damanhuri)

Rabu, 12 Maret 2014

Dimata Ustad Yusuf Mansur, Ali Mukhni Bupati yang Gigih dan Relegius Jadikan Tabligh Akbar dan Zikir Sebagai Solusi Persoalan dan Permasalahan

Dimata Ustad Yusuf Mansur, Ali Mukhni Bupati yang Gigih dan Relegius
Jadikan Tabligh Akbar dan Zikir Sebagai Solusi Persoalan dan Permasalahan

Padang Pariaman---Untuk kedua kalinya Ustad Yusuf Mansur memenuhi undangan Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni dalam rangka tabligh akbar se-Sumatera Barat, yang dipusatkan di Kampus Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) di Tiram, Kecamatan Ulakan Tapakis, Senin (10/3). Tabligh akbar yang dipadati ribuan jamaah majelis taqlim, jajaran PNS, guru, siswa dan masyarakat Padang Pariaman itu disambut antusias.
    Bupati Ali Mukhni mengatakan, digelarnya tabligh akbar se-Sumatera Barat ini sudah lama direncanakan, dan dinantikan oleh seluruh masyarakat. Namun, baru bisa terwujud awal Maret ini. Ali Mukhni berniat menjadikan tabligh akbar sebagai agenda rutin setiap tahunnya selama kepemimpinan dia. Tabligh akbar bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sehingga keimanan dan ketaqwaan kepada sang pencipta semakin sempurna.
    Selain itu, Bupati Ali Mukhni berharap dengan tabligh akbar bersama doa dan berzikir itu, dijauhkan daerah itu dari segala bentuk bencana. Sebagaimana diketahui, Kabupaten Padang Pariaman adalan etalase bencana di Sumatera Barat, seperti gempa, banjir, kebakaran, puting beliung, longsor hingga ancaman tsunami.
    Tabligh akbar ini juga sebagai ajang promosi kampus BP2IP yang menjadi kebanggaan Sumatera Barat, yang terletak di Tiram, Kecamatan Ulakan Tapakis. BP2IP yang telah berdiri megah dan terbesar di Indonesia, dengan biaya pembangunannya mencapai Rp1,3 trilyun ini merupakan lembaga yang akan mencetak para pelaut tangguh, yang dibutuhkan dunia pelayaran.
    "Alhamdulillah, berkat doa dan dukungan Bapak Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dan masyarakat, telah berdiri kampus BP2IP yang sangat megah dihadapan kita. Mega proyek ini menelan biaya Rp1,3 trilyun hingga selesai," kata Bupati Ali Mukhni.
    Bupati Ali Mukhni optimis, dengan dukungan Gubernur Irwan Prayitno, DPRD, Muspida, perantau serta seluruh masyarakat Padang Pariaman, akan lebih baik dan lebih maju lagi. Berbagai fakta pembangunan telah diawali dengan dibangunnya kampus BP2IP, pelabuhan Tiram, MAN Insan Cendikia di Sintuak, Main Stadion di Lubuk Alung untuk persiapan PON 2024, Akademi Komunitas di Sungai Limau, pembangunan jalan lingkar Duku-Sicincin, jalur kereta api Duku-BIM, normalisasi sungai, penyediaan air bersih dan pemberian bantuan kepada siswa berprestasi dan masyarakat miskin.
    Pada kesempatan ini, pemerintah dan masyarakat Padang Pariaman mengucapkan terima kasih kepada Bapak Gubernur Irwan Prayitno dan DPRD Sumbar yang begitu tinggi perhatiannya terhadap Kabupaten Padang Pariaman. Bupati Ali Mukhni juga mohon doa dari seluruh jamaah agar Padang Pariaman sukses sebagai tuan rumah Tour de Singkarak 2014 yang diikuti 33 negara. Dimana upacara pembukaan akan dilangsungkan pada tanggal 2 Juni nanti di Pantai Tiram. Malam hari dan kemudian esok paginya tanggal 3 Juni dilanjutkan grand star etape pertama di Kantor Bupati di Pasa Dama, Nagari Parit Malintang.
    Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno menyambut positif diadakannya tabligh akbar yang dihadiri ribuan jamaah se-Sumatera Barat. Irwan Prayitno juga memuji kegigihan Ali Mukhni dalam membangun Padang Pariaman, sehingga bisa merubah wajah Sumbar. Kehadiran ustad Yusuf Mansur diharapkan sebagai solusi berbagai persoalan dan permasalahan yang terjadi di daerah ini, termasuk bencana kabut asap yang semakin memprihatinkan beberapa bulan terakhir.
    Ustad Yusuf Mansur dalam tausyiahnya, menceritakan kenangannya saat menghadiri tabligh akbar tahun 2011 lalu di tempat yang sama. Saat itu jalannya masih berlobang, belum diaspal dan Kampus BP2IP berdiri. Namun tahun 2014 ini, telah banyak berubah. Jalan dari BIM ke Tiram sudah diaspal dan Kampus BP2IP juga berdiri megah dan indah.
    "Dulu ketika tahun 2011, jalannya belum bagus. Banyak lobangnya dan kampus BP2IP belum ada. Namun Sekarang sudah banyak berubah. Jalannya sudah diaspal dan berdiri pula BP2IP yang megah dan jadi kebanggaan masyarakat Sumbar. Kita apreasiasi Bapak Gubernur dan Bapak Bupati," kata Ustad yang acap nongol dilayar kaca ini memuji Irwan Prayitno dan Ali Mukhni.
    Ustad Yusuf Mansur juga kagum dengan kepribadian Ali Mukhni yang santun, rendah hati, religius dan pekerja keras. Dia mengaku, diberbagai media sosial seperti twitter dan facebook, banyak yang memuji orang nomor satu di Padang Pariaman ini. Karena itulah muncul gagasan dari Ustad Yusuf Mansur untuk mendirikan lembaga pendidikan Daarul Al-Quran secara patungan dengan Gubernur Irwan dan Bupati Ali Mukhni. Sebagai langkah awal, Lembaga ini nantinya akan merekrut siswa sebanyak satu orang perkecamatan. Padang Parisman yang 17 kecamatan, terdapat 17 siswa yang akan dididik secara intensif untuk menghafal Quran.
    Ustad Yusuf Mansur menghimbau jamaah, pentingnya mentauhidkan Allah SWT yang diawali dengan orangtua sehingga tertanam nilai-nilai tauhid kepada putra-putri mereka. Beliau juga menekankan, agar umat Islam meyakini sepenuhnya kebesaran Allah SWT sebagai pemilik alam semesta, baik bumi maupun langit. (damanhuri)

Kenangan di Surau Gaek Peto

Kenangan di Surau Gaek Peto
    Suarau Gaek Peto yang menyenangkan. Suraunya bersih, tak ada yang menempati. Siang hari Gaek Peto selalu di surau itu. Dengan komunikasi yang baik, surau yang tak jauh dari pesantren itu kami tempati. Ada Marjoni, aku, Buyung Sayang, Mansurni, Ermijohanda. Kami semuanya seangkatan. Kami tinggal di surau itu digratiskan oleh Gaek Peto. Gaek itu minta jaga kebersihan surau. Kalau mau ikan, silakan pancing dalam kolam yang ada di bawah surau. Kalau datang waktu ngaji di malam hari, kami berjalan sambil membawa lampu togok, menyisiri irigasi. Sama dengan jalan setapak. Meskipun tinggal di Surau Gaek Peto, kami tetap gabung masaknya dengan kawan yang tinggal di Surau Baru. Lama juga kami tinggal di surau itu. Kadang kalau ndak sempat shalat jamaah di Surau Ateh, kami berjamaah saja di surau yang sekalian tempat tinggal tersebut.
    Dari tahun 1988-1993 aku di Padang Magek, sudah tiga surau yang aku tempati. Pertama Surau Tabiang, milik Mak Kakan. Dari surau Tabiang aku pindah ke Surau Baru. Tak lama pindah pula ke Surau Gaek Peto. Selama di Padang Magek aku belajar membuat sambal dan gulai. Sangat jarang sekali membeli sambal buat makan. Pernah suatu kali dalam bulan puasa aku tinggal beberapa hari di kampung itu. Lumayan juga. Selama disitu tak pernah masak, baik untuk buka puasa maupun untuk sahur. Semua masyarakat Padang Magek berebut meminta berbuka atau makan sahur di rumahnya. Begitu juga kalau mamakiah, orang darek terkenal dengan pemurahnya.     Banyak kawan-kawan yang dapat induk semang disitu. Aku juga demikian adanya. Selama lima tahun aku di Padang Magek, semua kampung dalam Kabupaten Tanah Datar itu telah aku tempuh dan jajaki. Bangunan asli milik Pesantren Darul 'Ulum sekarang aku juga ikut goro mencari batu ke Sungai Batang Ombilin. Kami para santri mengeluarkan batu dari dalam sungai. Bila sudah teronggok, diangkut oleh truk ke Padang Magek. Saat goro itu, Abak datang dari kampung, ingin mendoa. Sebab aku sejak pindah dari Surau Tabiang ke Surau Baru belum pernah mendoa, atau diserahkan oleh orangtua. Abak pernah tinggal di Surau Lerong dulunya.
    Kawan Abak masih banyak disitu. Makanya, saat Abak ke Padang Magek di akhir tahun, atau melihat aku, dia acapkali bersua dengan kawan lamanya itu. Di Padang Magek kami dibolehkan nonton sekali seminggu, yakni saat usai Muhadlarah atau latihan pidato. Padang Magek sebuah nagari yang membentuk banyak karakter anak-anak Piaman. Dari kampung itulah aku belajar menghargai senior, belajar memasak, belajar kebersamaan, dan belajar hidup susah.
    Sayangnya, sewaktu disitu aku belum sempat mengaji thariqat sama Tuanku Muhammad Zen yang diundang sekali dalam seminggu waktu itu. Setiap peringatan Israk Mikraj, kami mengundang ulama terkenal dari Piaman. Mulai dari Tuanku Kuniang Zubir, Tuanku Mudo Idris, Tuanku Gapuak, dan banyak yang lainnya.

Mahir Tampil di Depan Banyak Orang
    Sesuai peraturan yang diterapkan di Pesantren Darul 'Ulum Padang Magek, tentang dakwah dan pidato, maka sekali sepekan kami berlatih atau belajar itu. Surau yang tiga, yakni Surau Baru, Surau Tabiang dan Surau Tungga dijadikan sebagai pusat latihan dakwah secara bergiliran. Aku sangat merasakan, dengan pelajaran itulah mental dan bicara di depan publik jadi terbiasa dan sedikit mahir. Apalagi saat peringatan hari besar Islam, selalu diundang juru dakwah hebat, sehingga menambah semangat santri untuk mengasah kemampuannya.
    Seminggu menjelang tampil, nama santri sudah disebutkan. Dengan ini, kami bisa lama menghafal, topik apa yang akan diangkat. Apa Hadist dan Qurannya yang pantas mendukung judul yang kita inginkan. Tak jarang, kalau giliran tiba, kami bicara sendiri, membayangkan banyak orang yang hadir dan mendengar pidato kita. Dimanapun. Malah, sedang berjalan ke Pasar Rambatan hari Selasa misalnya, juga bisa dijadikan ajang untuk menghafal pidato. Begitu juga saat memasak atau saat akan tidur ditempat pembaringan.
    Waktu zaman aku disitu, selain Gurutuo Anwar dan Iskandar yang hebat pidato, ada yang namanya Fauza. Dia orang Bukittinggi. Adeknya M. Tanal juga pandai pidato. Pernah jelang Pemilu 1992 datang Mendiang KH Zainuddin MZ ke Salimpaung. Bejibun banyaknya manusia yang memadati lapangan bola. Termasuk sebagian besar santri Padang Magek. Pascaitu, banyak santri yang meniru gaya tambil da'i sejuta umat tersebut. Pertama kali tampil di kampung, aku dakwah di Surau Toboh Binu Hilie. Waktu itu peringatan Israk Mikraj. Abak atas persetujuan masyarakat Tigo Jurai disuruh mengundang Anwar Tuanku Sutan Marajo. Aku diminta mendampingi, atau sebagai pengembang lapiaknya. Luar biasa dukungan saat itu. Kami bermalam di Surau Koto Runciang. Lama juga aku ceramah malam itu. Ada sejam barangkali. Disitu aku tersebut sebagai anak pisang, karena Abak kampungnya disana.
    Pascaitu pula aku sering tampil di surau yang tiga demikian. Memang, sebelum tampil di kampung itu, aku cukup lama mempersiapkan diri, menghapal kajian Israk Mikraj, sesuai pelajaran yang sudah dapat. Sehabis acara itu pula, orang kampung itu banyak yang ngikut aku ke Padang Magek. Satu hal yang menjadi catatan kami di pesantren itu, adalah mendengar sandiwara Tutur Tinular. Melalui radio Carano di Batusangkar, kami sudah berkumpul jelang waktu zuhur masuk, mendengar sandiwara tersebut. Ceritanya bersambung tiap hari. Kami jarang absen mendengarnya, sehingga ceritanya hafal diluar kepala. Zaman itu radio sangat populer. Di pondok tak berapa kawan yang punya radio.
    Tuo Anwar orang pertama yang memakai motor di pesantren itu. Motornya Astrea Prima. Motor honda itu dia beli, lantaran mulai banyak orang mengundang dia untuk dakwah. Menjelang doa akhir tahun, kami ziarah bersama ke makam Buya Salim Malin Kuniang, sang pendiri Pesantren Darul 'Ulum yang terletak di Koto, tak jauh dari pesantren. Di makam itu kami zikir dan mengaji, sesuai kajian Thariqat Syatthariyah yang menjadi amalan guru di surau itu. Sebulan jelang liburan pajang, kami menghafal kajian kampung. Yakni pengajian untuk peringatan orang meninggal dan jelang puasa. Kami juga belajar cara menyelenggarakan jenazah. Kajian itu diadopsai dari urang siak senior di Batang Piaman, yakni Ayah dari Tuo Iskandar dan Tuo Anwar.

Ikan Tampak, Lubuak Baransang
    Ikan tampak, lubuak barasang. Iku kalimat awal ceramah Subuh aku dan Marjoni di salah satu masjid di Labuah Basilang, Kota Payakumbuh sekitar tahun 1991. Saat itu Kamis malam kami nginap di ruangan MDA masjid itu. Semalaman menahan lapar, karena tak punya uang untuk beli makanan. Untung sang garin masjid bermurah hati untuk menumpangkan kami nginap di ruangan belajar anak-anak demikian. Sebelum numpang, kami bicara dan minta waktu sedikit untuk ceramah paginya sehabis shalat Subuh. Ceramah tak panjang. Kami memperkenalkan diri, sedang menuntut ilmu di Pesantren Padang Magek. Kami berasal dari keluarga kurang mampu, dan berharap banyak bantuan dari kaum muslimin untuk bisa membantu biaya belajar. Kami ingin mencari ilmu yang tinggi, tapi biaya kurang. Sama halnya, ikan tampak tapi lubuak barasang.
    Setelah aku dan Marjoni ceramah, barulah garin masjid ngasih minuman dan makanan. Kami bercengkrama dengan pengurus masjid lainnya tentang pengajian yang kami tuntut di pesantren. Alhamdulillah, lumayan juga hasil infaq dan sedakah yang terkumpul pagi itu diberikan ke kami, sebagai bekal tambahan biaya dalam menuntut ilmu. Siang Jumat-nya, aku Marjoni melanjutkan kegiatan minta belas kasihan orang. Sempat mandi di pemandian Batang Tabik. Pemandian ini terkenal dengan aie-nyo janiah, ikannyo jinak. Kata-kata itu dituliskan dengan jelas di lokasi pemandian yang jadi objek wisata demikian. Kata-kata ikan tampak, lubuak barasang juga sebuah kata-kata mutiara yang aku temukan dalam sebuah bus jurusan Batusangkar-Payakumbuh.
    Kata-kata demikian patut adanya, dan sesuai dengan keadaaan yang aku alami saat menuntut ilmu di pesantren. Dan itu pula pertama kali kami ceramah didepan umum, di luar latihan di pesantren setiap seminggu sekali. Pengalaman itu amat sangat berkesan, dan tentunya memberi arti dalam berjuang menuntut ilmu di surau. Dan pengalaman minta ceramah di masjid atau surau, belum pernah pula dibuat oleh kawan yang lain. Aku dan Marjonilah yang memulainya. Dengan itu pula, barangkali Tuo Anwar mengutus kami berdua menggantikannya di sebuah surau di Guguak Baruah, Padang Magek untuk ceramah lantaran padatnya jadwal beliau. Aku dan Marjoni memang sering jalan berdua. Kami sam-sama memiliki rezki yang kurang, agak malas minta sedekah, sehingga agak sejiwa berdua. Kamipun sama-sama tahunnya masuk Padang Magek. Tapi usia dia lebih tua dari aku. Dia masuk pesantren tamat SMP, sedangkan aku tamat SD.


Selasa, 11 Maret 2014

Ali Mukhni Dimata Datuak Pado Basa Proyek Nasional Semakin Berkembang, Pejabat Kurang Peka

Ali Mukhni Dimata Datuak Pado Basa
Proyek Nasional Semakin Berkembang, Pejabat Kurang Peka

Padang Pariaman--Ketua Kerapatan Ada Nagari (KAN) Lubuk Alung; Suharman Datuak Pado Basa melihat semakin pesatnya pembangunan berskala nasional di Padang Pariaman, tidak terlepas dari kehebatan dan kepintaran seorang Bupati Ali Mukhni.
    "Dia seorang pemimpin yang tidak sekedar banyak ngomong. Tetapi dibuktikan kepada masyarakat banyak. Seiring dengan pindahnya ibukota kabupaten (IKK) dari Kota Pariaman ke Parit Malintang, Kecamatan Enam Lingkung terasa sekali meningkat dan berpacunya pembangunan di segala bidang," ujar Datuak Pado Basa.
    Namun, katanya lagi, sebagai manusia tentu tidak akan terlepas dari kekurangan dan kelemahan. Sebagai bupati yang dipilih langsung pada 2010 lalu, Ali Mukhni juga punya kekurangan dan kelemahan. Tetapi, bila dibandingkan kelemahan itu dengan hasil kerja yang dilakukannya, cukup banyak kerja yang berhasil untuk kesejahteraan masyarakat.
    "Kita melihat, pejabat di lingkungannya yang kurang peka. Sebagai pejabat yang dilantik bupati, tentu mereka harus peka dan paham apa yang dilakukan induk semangnya. Itu seharusnya yang dilakukan oleh para pejabat, sehingga saling mendukung dan menopang dari kemajuan yang diinginkan Bupati Ali Mukhni tersebut. Itu yang menjadi kelemahan oleh Ali Mukhni yang saya lihat," ujarnya.
    Menurut dia, kepada niniak mamak para pejabat pemerintah itu bagaikan; kandak basa hormat kurang. Misalnya bidang pembangunan yang terletak diatas pusako niniak mamak. Namun, para pemangku adat dalam nagari dan korong tidak atau kurang di perhatikan oleh pemerintah.
    Sesuai aturan adat yang berlaku, niniak mamak diajuang tinggi, diamba gadang. Hal itu bukan sekedar ucapan belaka. Hukum adat dan hukum pemerintah harus saling bersinergi, dan saling kerjasama yang baik. Kedepan, 45 KAN di Padang Pariaman mohon di perhatikan. Bukan orang perorang, tapi lembaga atau institusi niniak mamak itu sendiri.
    Bupati Ali Mukhni bertanggungjawab penuh untuk menjelaskan, antara nagari dan pemerintahan nagari kepada semua masyarakat. Ini harus dipertegas, agar tidak salah sebut, dan salah tindakan, sehingga merusak tatanan adat itu sendiri. Pemerintahan nagari saat ini telah 60 lembaga. Sedangkan KAN-nya tetap 45. Dan ini tidak boleh dimekarkan, seperti pemekaran pemeritahan nagari yang sudah terjadi.
    "Kita di rantau ini memakai carano yang dilingkari oleh arai pinang. Beda halnya dengan carano yang ditemukan di darek. Artinya apa? Adat salingka nagari berlaku, dan menjadi pegangan dalam melakukan berbagai hal ditengah masyarakat nagari. Tentunya, agar tidak tumpang-tindih antara pemerintahan dengan nagari, perlu ketegasan dari seorang Bupati Ali Mukhni selaku kepala daerah," tegas Datuak Pado Basa.
    Datuak Pado Basa memandang, bila kekuatan ini dikembalikan, maka pembangunan Padang Pariaman bisa disejalankan antara fisik dengan sumber daya manusianya. Disinilah pentingnya Bupati Ali Mukhni menempatkan para pemangku kepentingan, kepada orang-orang yang pas untuk itu. (damanhuri)

Rabu, 05 Maret 2014

Bupati Ali Mukhni Himbau Pilih Caleg Cerdas, Berkualitas dan Peduli

Bupati Ali Mukhni Himbau
Pilih Caleg Cerdas, Berkualitas dan Peduli

Padang Pariaman---Pemilu 9 April tinggal beberapa hari lagi. Sesibuk-sibuknya KPU selaku pelaksana hajatan lima tahun sekali itu, tentu lebih sibuk lagi para calon anggota dewan terhormat dan calon anggota DPD RI.
    Mereka yang ingin dapat kursi, tak kenal siang dan malam. Yang penting ibarat orang jualan, bagaimana dagangannya dibeli rakyat banyak. Momen apapun ditengah masyarakat saat ini tidak ada yang tak dihadiri caleg. Bahkan semuanya jadi ajang politik. Itulah barangkali eforia politik yang terjadi pada tahun politik ini.
    Sebagai kepala daerah di Padang Pariaman, Bupati Ali Mukhni selalu menghimbau warganya untuk datang ke TPS pada hari Rabu tersebut, menggunakan hak pilih sebagai warga negara yang baik. Para camat dan walinagari diminta untuk meningkatkan partisipasi pemilih. "Kalau bisa yang datang ke TPS itu
mencapai 90 persen dari total jumlah pemilih," kata dia.
    Padang Pariaman punya 302.990 pemilih dalam DPT. Tentunya jumlah ini akan bertambah, setelah adanya daftar pemilih khusus (DPK) nantinya. Pemilih sebanyak itulah yang akan diperebutkan calon anggota DPRD daerah itu sebanyak 480 caleg dari 12 partai politik yang ikut. TPS yang disediakan untuk pemilih, sebanyak 987 unit di 17 kecamatan dalam 60 nagari.
    Bupati Ali Mukhni ingin, para pemilih nantinya mencoblos caleg yang cerdas, berkualitas dan peduli. Siapapun dan dari partai apapun dia. Jadi, tidak cukup hanya cerdas dan berkualitas saja, peduli juga sangat dibutuhkan. Ini dinginkan Bupati Ali Mukhni, mungkin Padang Pariaman daerah bekas gempa yang sempat punah dan porak-poranda. Hikmah gempa, mendidik masyarakat Padang Pariaman memiliki nilai kepedulian. Merasakan kesusahan yang dirasakan orang miskin, yang hingga saat ini masih banyak di daerah tersebut.
    Siapa calon anggota dewan yang akan dipilih, Bupati Ali Mukhni sepenuhnya menyerahkan kepada masyarakat pemilih. "Untuk kabupaten boleh pilih caleg dari partai A. Untuk provinsi pilih pula calon yang tak separtai dengan A. Dan begitu pula untuk pusat. Perbedaan cara pandang caleg dan partai dalam satu
rumah, sekarang agaknya hal yang biasa. Yang penting, lantaran beda partai dan caleg, kita jangan sampai bersakitan hati atau tak lagi saling tegor. Ini tak boleh terjadi," kata Ali Mukhni.
     "Image negatif yang selama ini berjangkit ditengah masyarakat, bahwa mencoblos atau tidak, kita akan seperti ini juga. Ndak ada untungnya. Mendingan ke sawah. Prinsip seperti demikian harus dihapus dan dibuang jauh-jauh.
    Mencoblos tak akan menghalangi orang untuk bekerja. Hanya lima menit di TPS. Selesai, kita boleh kerja kembali. Kita berharap, Padang Pariaman meningkat jumlah partaisipasi pemilihnya. Pemilu aman, lancar dan pada akhirnya dijadikan contoh sebagai Pemilu teraman dan tersukses di Sumbar, dan kalau perlu di Indonesia," harap Ali Mukhni. (damanhuri)

Selasa, 04 Maret 2014

Ambung Kapur, Padang Magek dan Berakhir di Lubuak Pandan

Ambung Kapur, Padang Magek dan Berakhir di Lubuak Pandan

    Ambung Kapur dulunya sebuah desa dalam Kecamatan VII Koto Sungai Sariak. Sejak aku dilahirkan pada 1975, desa itu dipimpin Ismael. Desa ini membawahi empat dusun; Lapau Ngarai, Lamin, Mandiangin, dan Dusun Bengke. Suku Mandailing paling besar dan banyak di kampung itu. Tak heran, Surau Taluak sebagai surau-nya rang Mandailing paling besar diantara surau suku lainnya.
    Sewaktu aku kecil, lapangan bola yang terletak di Dusun Lapau Ngarai selalu jadi favorit. Hampir tiap sebentar digelar iven pertandingan di situ. Dengan ini pula anak-anak Ambung Kapur banyak yang pandai main bola. Sering pergi bertanding ke berbagai daerah di Sumbar, dan acap pula mengundang klub hebat ke Ambung Kapur.
    Setiap kali ada iven, aku jarang apsen untuk nonton bola. Kalau lagi ada pertandingan, sepulang sekolah aku cepat sekali menggembalakan sapi sambil menyabit rumput sekalian. Kadang aku nonton pakai sepeda, kadang berjalan kaki saja. Tanah yang dipakai untuk lapangan itu, adalah tanah milik Rajo VII Koto. Tanahnya sangat luas. Setiap kali memanjat kelapa ada ribuan buah kelapa yang terkumpul.
    Ambung Kapur punya dua SD. Aku sekolah di SDN yang terletak di Lapau Panjang. Sedangkan SD yang satu lagi adalah SD Inpres. Sewaktu aku kelas V SD, guru olahraganya Pak Indra. Dia orang Agam yang suka main bola. Setiap pelajaran olahraga, kami selalu diajarkan main bola. Tetapi ijazah aku keluarnya di SD Ampalu, karena di situ aku ujian akhirnya. Saat itu ujian akhir masih gabung dengan banyak SD.
    Usai ujian akhir itulah aku berangkat ke pesantren. Menurut cerita banyak orang di kampungku, sejarah Ambung Kapur tak terlepas dari sebuah pedati pengangkut kapur dari Padang Panjang yang terpuruk di kampung kecil itu. Saking capeknya sang kerbau, tak lagi kuat untuk mairik pedati bermuatan kapur, yang rodanya terpuruk. Ambung saja kapurnya disini, biar ringan dia. Akhirnya sang pemilik mengeluarkan kapur dari dalam pedati, maka kampung yang belum bernama itu diberi nama Ambung Kapur.
    Memang saat aku kecil, pedati alat transportasi pengangkut kelapa yang sangat diandalkan. Saat aku sering tidur di rumah Amak Uwo, subuh-subuh sudah terdengar bunyi pedati berjalan menuju Pasar Ampalu atau Sungai Sariak. Ketika Amak Uwo memanjat kelapanya, aku sering naik petadi Pak Tolaik. Begitu juga dengan pedati Anduang Bungo yang sering dibawa anaknya, Sizul. Kalau aku dan kakakku juga ada pakai pedati, tapi tak pakai roda. Usoh kami namakan.
     Dengan usoh itulah kami berdua pergi menyabit rumbut, saat induk sapi melahirkan anak. Sebab, sapi melahirkan butuh banyak rumput. Untung rancaknya punya sapi yang banyak, sehingga yang lain bisa ikut membantu tuannya mencari rumput, yang nantinya dibawa dengan osoh yang diirit oleh sapi tersebut. Lumayan juga. Sampai 8 karung rumput yang dimuatnya.
    Pagi menjelang siang Rabu di tahun 1988, kami bertiga bersama tiga orangtua menunggu mobil ke Batusangkar di terminal Sicincin. Sudah banyak mobil APB dan APD yang lewat, tapi tak satupun yang kami tumpangi. Kami masih kecil, tak tahu banyak soal mobil kesana. Akhirnya datanglah seorang sopir mobil jurusan Sicincin-Padang Panjang. Dia menawari langsung mengantarkan ke Padang Magek itu.
    Lumayan. Agak lapang, karena enam orang isinya ditambah tiga buah peti tempat pakaian kami. Lewat Simabur mobil belok kanan, memotong jalan lewat Cubadak. Pas sampai di Cubadak itu rusaklah mobil ini. Lama juga memperbaikinya, lantaran gardanya patah. Akhirnya kami sampai di Surau Tabiang menjelang sore. Malamnya langsung mendoa, pertanda dimulainya tahun mengaji. Di surau itu ada seorang senior kami, Kiman namanya. Kami memanggil dia dengan panggilan Ajo Kiman. Dia orang Salisikan. Ajo inilah pertama kali mengajarkan kami pergi 'mamakiah', mintak sedekah kerumah warga yang lazim dilakukan oleh santri pesantren salafiah setiap Kamis dan Jumat.
    Aku diajaknya mendatangi banyak kampung dalam daerah Tanah Datar itu. Dia tak lama mengajari itu. Cukup beberapa kali saja, kemudian disuruh jalan sendiri. Karena baru mulai, kami diajar mengaji oleh Apuak Mahyuddin. Setiap malam Minggu kami mengikuti latihan dakwah. Ini santrinya gabung dengan yang tinggal di Surau Baru dan surau Tungga. Tak lama Apuak ngajar lantaran dia sibuk ke sawah dan jualan, maka didatangkan dua orang guru tuo, Ajo Maen dan Utiah Zam.
    Saat sering ceramah di kampung bako itu akhirnya banyak anak-anak kampung itu yang ikut ngaji ke Padang Magek. Mulai dari Zaidir, Pian, Indin sampai Nizaf anaknya Ajo Mansur. Semua orang itu yunior aku. Berkat aku dinilai oleh orangtuanya berhasil ngaji, para orangtuanya kepengin pula anknya ngaji kayak aku. Jadi, pengaruh aku pulang kampung atau saat berkiprah bulan puasa di kampung, sangat dirasakan banyak orang. Sebab, mengaji di Padang Magek juga diajarkan ilmu alat kampung, seperti mengajikan orang yang sudah meninggal, menyelenggarakan jenazah, mengaji ka puaso, maulid nabi dan lain sebagainya.
    Dengan demikian, saat libur panjang jelang puasa sampai hari raya, hasil didikan Padang Magek bermanfaat dikampungnya. Orang siak kampung pada kagum, karena bacaan kita bersih. Para labai kampung kala itu memanggil kita pakiah. Itu panggilan yang lazim di Piaman bagi santri yang belum diangkat jadi tuanku. Lima tahun aku di Padang Magek, lumayan banyak orang kampung yang ikut denganku. Mereka ada yang berhasil, dan ada pula yang mengakhiri santrinya dengan merantau.
    Zaidir jadi pedagang di Kota Padang. Syofyan jadi tukang bengkel di Jambi. Indin jadi pengusaha pula di Pekanbaru. Hanya Nizaf yang lanjut dan akhirnya diangkat jadi tuanku yang mengajar di surau masyarakat di kampung ayahnya, Ampalu. Adeknya, Nazif juga jadi tuanku. Ini ikut dengan aku juga di Padang Magek awalnya. Setiap akhir tahun kami santri menggelar doa akhir tahun yang dilanjutkan dengan hiburan selawat dulang.
    Setiap jumat malam, kami mengumpulkan beras untuk seminggu makan, ditambah uang beli minyak lampu strokeng, karena di Surau Baru belum ada listrik saat itu. Bagi yang belum ada beras boleh ngutang. Edi orang Batang Piaman yang mengumpulkan bers itu. Dia termasuk santri senior. Aku memanggil dia dengan sebutan gurutuo.
    Di Padang Magek shalat Jumat-nya yang sama dengan Piaman ada di Pauah, dan Bulakan, karena dua tempat itu ada alumni Surau Mato Aia Pakandangan yang mendirikan Jumat. Kami sering juga shalat Jumat di Pauah, dan kadang di Guguak Gadang saja, Masjid Raya Padang Magek.
    Ada kantin kecil di Surau Ateh, Tuo Iskandar yang juawalan. Belakangan, Tuo Iskandar merantau kantin itu dilanjutkan oleh Tuo Anwar. Kelak kedua gurutuo senior itu sama-sama diangkat jadi tuanku oleh orang kampungnya, Batang Piaman dan Padang Sago. Iskandar gelarnya Tuanku Kuniang, Anwar Gelarnya Tuanku Sutan Majolelo. Tuo Jalil dibawahnya adalah gurutuo yang mengajari irama quran. Dia pintar qasidah.         Sedangkan dengan pimpinan Suhaili Yakub, kami belajar ilmu hadist. Liburan jelang puasa dan puasa pertama aku diajak Ajo Mun ke Surau Mato Aia. Dia ngaji di situ. Ajo Mun namanya Ali Amran. Kalau di Mato Aia dia dipanggil Tuo Maran. Kemenakan abak ini meninggal saat tinggal mengangkat tuanku, karena sakit. Akhirnya Mardanis yang kelak namanya diganti menjadi Zulfadli oleh Buya Ali Imran yang melanjutkan ngaji bersamaku di Padang Magek. Aku pindah ke Lubuak Pandan, dia pindah ke Ringan-Ringan.
    Padang Magek terkenal dengan kajian makna. Artinya, santri pesantren ini lebih lihai membaca Tafsir Jalalain ketimbang kajian lainnya. Setahun aku di Lubuak Pandan, datang Tuo Anwar yang ingin mengundang Tuanku Jakfar untuk ceramah bulan puasa. Saat itu aku temani Tuanku Jakfar ke Padang Magek. Akhirnya, pesantren Padang Magek tertarik dengan Tuanku Jakfar yang orang Arifan, Kabupaten Solok itu.
    Tuo Jakfar termasuk gurutuo senior yang pandai dengan anak didiknya. Santriwati dia yang mengelola di Lubuak Pandan tersebut. Pagi-pagi habis subuh, kami diajarkan bahasa Arab oleh Tuanku Jakfar. Sewaktu dia akan dilepas di Lubuak Pandan ke Padang Magek, hampir semua santriwati pada menangis. Begitu juga dengan santri yang menghuni Anjung Jaya.
    Di Anjung Jaya itulah aku dan Amiruddin Tuanku Kuniang tinggal bersama-sama dengan kawan dari Lumindai, Arifan Solok dan ada pula dari Lubuk Alung dan Kota Padang. Saat marapulai mengulang kaji sama Tuanku Jakfar di malam hari, kami ikut pula menyimak. Tuanku Jakfar terkenal sangat disiplin dan perhatian kepada anak didiknya. Kalau subuh masih ada juga yang tidur, dia tak segan-segan menyiram dengan air.
    Kalau menerapkan kebaikan, dia yang paling mulai duluan. Santriwati memanggil dia dengan sebutan kakak. Kalau aku, ngaji dengan Tuo Bujang Albar, juga orang Arifak Solok. Pagi-pagi sebelum jadi marapulai diatas anjung, aku juga sempat ngaji dengan Tuo Lukman, orang Ulakan yang kelak tinggal di Bisati, Padang Pariaman. Di Lubuak Pandan memasak juga secara bersama dan bergiliran.

Diajar Bergembala Sapi dan Jualan Makanan

Diajar Bergembala Sapi dan Jualan Makanan

    Aku dilahirkan 13 Mei 1975 M, dari pasangan Ali Ibrahim-Dahniar di Ambung Kapur, Nagari Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman. Aku tumbuh bersama anak-anak kampung lainnya. Namun, dalam mengisi waktu sepulang sekolah, aku dan kakakku Afrizal menggembalakan ternak sapi.
    Menjelang masuk sekolah, aku diajar berjualan makanan masuk kampung keluar kampung, yang sepeninggal kakakku Afrizal pergi merantau, aku sendiri lagi yang jualan itu. Siang sekolah, malam hari mengaji. Ada banyak tempat ngaji yang aku datangi. Mulai dari rumah Haji Jose, Surau Taluak, Surau Koto Runciang, Surau Langkuik dan lainnya.
    Dari kecil dilatih ngaji, belajar dan berusaha. Sering kena marah lantaran sapi tak kenyang sore hari merupakan risiko yang acapkali aku terima dari Amak. Barangkali satu hal yang paling besar pengaruh dari gembala sapi itu, mampunya Abak dan Amak membangun rumah permanen yang awalnya hanya sebuah pondok kayu yang cukup lama juga kami huni.
    Aku menamatkan ngaji di Surau Koto Runciang bersama Ajo Men. Guru ngaji yang satu ini adalah kemenakan Abak. Dia terkenal disiplin. Semasa dia ngajar cukup banyak anak-anak kampung Koto Runciang, Ambung Kapur dan kampung lainnya yang ngaji saat itu. Kami juga sering melakukan pertandingan sepakbola antar kampung di halaman surau dengan bola plastik. Main lainnya yang sering dilakukan semasa kecil adalah main karet, sipak tekong dan main gambar.
    Saking banyaknya sapi yang digembalakan berdua, maka rumputnya pun harus dicarikan ke ladang orang lain. Kami menggembalakan sapi paling jauh itu ke Sungai Landai. Kalau udah kesitu, pergi pagi pulangnya senja saja. Dikampung yang berada ditepi Sungai Batang Mangoi itulah ibu dari ibuku punya lahan sawah. Kepada dia aku memanggil Amak Uwo dan ke suaminya aku memanggil Abak Uwo.
    Soal menderita dari kecil, agaknya sudah menjadi pakaian hidupku dalam keseharian. Aku menamatkan SD tahun 1988. Bersama Syamsual Kamar dan Ali Mutamar setamat SD itu aku diantar oleh Abak ke Padang Magek. Pondok Pesantren Darul 'Ulum namanya. Kami bertiga menempati Surau Tabiang, karena surau itu kepunyaan H. Kakan, orang Ambung Kapur yang kami panggil mamak.     Dalam surau itu juga ada orang dari Salisikan, Pasa Usang. Tak berselang lama, datang pula Anwarsyam yang juga sama tamat SD dengan kami. Sewaktu aku masih di kelas enam SD, Apuak Mahyuddin yang tinggal di Rambatan pulang ke kampung. Dia mengajarkan dasar kajian pesantrten kepada aku dan kawan-kawan. Aku termasuk yang paling cepat nankapnya, sehingga setamat SD diantar ke surau. Dan lagi Abak memang berdasar dari pengajian surau juga sebelumnya, yang cukup lama di Padang Magek itu. Sampai Abak tamat sekolah Persiapan IAIN Limo Kaum.
    Karena merasa kewalahan mengajar kami di Surau Tabiang, didatangkan dua orang guru dari Surau Baru. Dia adalah Ismail dan Zamzami. Setahun disana, Ali Mutamar pindah ngaji ke Surau Mato Aie di Pakandangan, Padang Pariaman. Aku dan Suwan, panggilan Syamsual Kamar masih tetap di Padang Magek, kabupaten Tanah Datar itu. Tapi Suwan akhirnya pun berhenti ngaji. Aku dua tahun lebih di Surau Tabiang, lalu pindah ngaji ke Surau Baru, lantaran Ajo Mael dan Utiah Zam tak lagi disitu.
    Ajo Mael pindah ke Koto Laweh, dekat Padang Panjang, Utiah Zam merantau ke Palembang. Tepatnya tahun 1992 aku pindah ke Surau Baru. Disana banyak santri dari Padang Pariaman, Solok, Tanjung Simalidu di Jambi sana. Di Surau Baru itulah pusat Pesantren Darul 'Ulum. Disitu aku sampai tahun 1994, lalu pindah ke Lubuk Pandan, tepatnya Pesantren Madrasatul 'Ulum dibawah asuhan Tuanku Shalaih Pengka.

Senin, 03 Maret 2014

Ketika Zakat Dibagikan Dengan Cepat Kepada yang Berhak Menerima

Ketika Zakat Dibagikan Dengan Cepat Kepada yang Berhak Menerima

Padang Pariaman---Sejak pagi hingga sore, Kamis lalu itu Kantor Bupati Padang Pariaman di Parit Malintang penuh sesak. Aula yang kapasitasnya hanya untuk 200 orang, hari itu terpaksa agak dipalapang hati sedikit, karena 700 orang lebih guru mengaji yang akan diberikan insentif oleh BAZ daerah itu. Mungkin lantaran jumlah yang akan mereka terima Rp1 juta, para guru ngaji itu sabar saja menunggu Bupati Ali Mukhni yang akan menyerahkan secara simbolis.
    Bagi Bupati Ali Mukhni, lamanya mereka menunggu lantaran ada pula agenda yang mesti dilakukannya di lain tempat, tentu sangat dirasakannya kesusahan orang itu. Dan memang, agenda Bupati Ali Mukhni tiap hari selalu padat. "Supaya jangan kelamaan menunggunya, hingga saat ini sudah pukul 16.00 WIB pula hari, masih saya tunda makan siang," kata dia dihadapan banyak orang.
    "Saya telah berkomitmen dengan pengurus BAZ, bagaimana dana zakat yang terkumpul dari PNS tak dibiarkan lama terendapnya, melaikan dibagikan cepat kepada yang berhak menerimanya. Bahkan, hampir tiap kampung yang didatangi, ada-ada saja orang yang kesusahan untuk berobat. Kalau kita tahu, langsung diberikan pertolongan lewat dana BAZ. Termasuk juga keluarga yang menunggui dirumah sakit yang tak punya biaya, juga kita tanggung," ujar Ali Mukhni.
    Tidak itu saja, mobil dinas Bupati sempat membawa orang sakit yang butuh pertolong ke rumah sakit. "Dan itu memang mobil milik rakyat dan masyarakat. Saya hanya diamanahi untuk memakai, karena menjabat di daerah ini," kata Ali Mukhni.         Pengelolaa dana BAZ Padang Pariaman sejak kepemimpinan Ali MuMukhni lumayan hebat. Dari 400 orang lebih bupati dan walikota di Indonesia, hanya delapan kepala daerah yang dinilai berhasil oleh BAZNAS dalam mengelola zakat dengan baik. Salah satu dari yang delapan itu, Padang Pariaman. Dengan ini, akhir tahun lalu Bupati Ali Mukhni dapat penghargaan Zakat Award dari BAZNAS, yang diserahkan Ketua Umum BAZNAS KH. Didin Hafidhudin.     Penghargaan diserahkan di Banjarmasin. Bupati Ali Mukhni ingin, penghargaan itu penambah semangat kerja dimasa yang akan datang. Dia inginkan, seluruh PNS dilingkungan Pemkab Padang Pariaman yang jumlahnya mencapai 9 ribu orang lebih bisa membayarkan zakatnya melalui BAZ.
    Yang tak kalah penting dari itu, Ali Mukhni mengundang para perantau urang awak yang sukses dan kaya di kampung orang untuk berzakat melalui BAZ daerah itu. "Kita punya banyak perantau hebat. Sebut saja H. Sagi yang zakatnya miliaran rupiah tiap tahun di kampungnya; Aua Malintang, dan perantau lainnya," katanya.
    Melalui pengelolaan zakat dari BAZ demikian, Ali Mukhni menciptakan Padang Pariaman taqwa, cerdas, peduli. Pemberian zakat kepada guru ngaji, adalah bagian dari program Padang Pariaman taqwa. Sedang pemberian beasiswa kepada pelajar SD hingga perguruan tinggi, adalah ingin mewujudkan Padang Pariaman cerdas. Setelah diterima mohon dihitung lagi. Dalam pemberian ini, tidak satu sen pun yang dipotong.
    Ali Mukhni melihat, pengelolaan zakat baik secara keseluruhannya akan berdampak pada meningkatnya ekonomi masyarakat. Upaya itulah yang terus digenjotnya. "Dengan program Padang Pariaman taqwa, tentunya kita kuatkan ekonomi para guru ngaji. Jangan lihat jumlahnya. Tetapi pandanglah kepedulian Pemkab lewat BAZ-nya. Dengan ini pula kita harapkan, tidak adalagi anak-anak Padang Pariaman yang buta baca tulis kitab suci," harapnya. (damanhuri)   

Minggu, 02 Maret 2014

Syekh Muhammad Hatta yang Memulai Dikie dan Ratik Tolak Bala

Syekh Muhammad Hatta yang Memulai Dikie dan Ratik Tolak Bala

Nan Sabaris---Bagi masyarakat Piaman, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW itu berlaku tiga bulan. Sejak dari bulan Rabiul Awal, hingga Jumadil Awal. Bahkan, lewat dari tiga bulan itu, peringatan maulid ada juga dilakukan. Tak heran, hingga saat ini masih terdengar suara urang siak badikie, memperingati hari kelahiran pemimpin umat Islam demikian.
    Badikie, tak banyak lagi ulama yang mengetahuinya. Yang jelas, peringatan maulid dengan memcaba Kitab Sarafal Anam itu, di Piaman disebut badikie. Itu irama khas Piaman, yang tak dijumpai di daerah lainnya di seatero nusantara ini. Orang kampung banyak yang tak paham makna apa yang dibaca oleh tukang dikie itu.
    Bagi masyarakat, kalau peringatan maulid, selain badikie di masjid dan surau, dia harus menyediakan lamang dan makanan untuk jamuan di tempat acara, dan dirumahnya. Siapa yang mengajarkan dikie itu awalnya?
    Tersebutlah seorang ulama besar dibilangan Kecamatan Nan Sabaris. Dia adalah Syekh Muhammad Hatta. Ulama yang juga dikenal dengan Syekh Dikie ini dimakamkan di Nagari Kapalo Koto, Kecamatan Nan Sabaris. Tepatnya di komplek Masjid Muhammad Hatta.
    H. Khatib Idris, salah seorang keturunan Syekh Muhammad Hatta menyebutkan, Beliau Syekh Muhammad Hatta seangkatan dengan Syekh Abdurrahman, Padang Bintungan, dan Syekh Mato Aia, Pakandangan. Ketiga orang ulama besar pada zamannya itu pulalah yang mencetuskan acara basafa yang dilakukan tiap tahunnya oleh kaum Syatariyah hingga saat ini.
    "Syekh Muhammad Hatta berbeda cara dakwah yang dilakukannya ditengah masyarakat, bila dibandingkan dengan dua ulama itu. Namun, sama-sama menyebarkan agama Islam. Syekh Muhammad Hatta lebih menitik-beratkan pada pekerjaan yang dilakukan urang siak saat ini," cerita Idris bersama Ridwan Tuanku Bagindo, yang masih terbilang cicit oleh Syekh Muhammad Hatta demikian.
    Idris memperkirakan, Syekh Muhammad Hatta wafat pada tahun 1921 M. Dikie dia ciptakan sendiri ditepi pantai Ulakan. Suara naik turun, disesuaikan dengan gelombang ombak yang menghempas pasir di pantai. Dan selanjutnya, dikie dikembangkan kepada orang-orang yang mau belajar. Dibuatlah sebuah surau, yang akhirnya menjadi Masjid Muhammad Hatta, lantaran dia memulai pembangunannya dulu.
    Sebagai penghargaan kepada Syekh Muhammad Hatta, sebelum urang siak melakukan ritual basafa ke Ulakan, saat bulan Syafar, pasti ziarah dulu ke makam Syekh Muhammad Hatta. Bagi urang siak, terutama para tukang dikie, jasa besar Syekh Muhammad Hatta sangat besar sekali.
    Disamping itu, Syekh Muhammad Hatta juga ulama pencetus ritual ratik tolak bala. "Pertama kali hanya dia sendiri yang berkeliling kampung, sambil membaca kalimah Tuhan, saat itu terjadi musibah yang luar biasa. Lama-kelamaan, banyak orang kampung yang ikut ratik, yang hingga kini mulai berkurang dilakukan ditengah masyarakat," ungkap Idris.
    Sangat disayangkan, makam ulama yang cukup punya jasa itu belum dianggap apa-apanya. Makam itu belum dijadikan cagar budaya oleh pemerintah. Tentu hal ini patut diberikan, mengingat perjuangan yang dilakukannya, yang sampai saat ini masih langgeng adanya. (damanhuri)