wartawan singgalang

Minggu, 13 Desember 2015

Ponpes Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua Warisi Tradisi Ulama

Ponpes Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua Warisi Tradisi Ulama

VII Koto--Siang itu para pedadang musiman tengah berkumpul di pelataran parkir Pondok Pesantren (Ponpes) Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua. Ada pedagang bakso bakar, es krim, dan pedagang makanan ringan lainnya. Mereka sedang menunggu kedatangan dan kepulangan para santri dan santriwati yang tengah menimba ilmu di pesantren yang terletak di Nagari Balah Aia, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak tersebut.
    Dari siang hingga sore, adalah jadwal yang cukup padat oleh santri belajar untuk tingkat MDA yang mengaji di pesantren yang didirikan oleh H. Ahmad Yusuf Tuanku Sidi dan Zainuddin Tuanku Bagindo Basa pada 1991 itu. Bagi pedagang musiman dan makanan ringan, jelas situasi demikian jadi sebuah kesenangan, untuk mendapatkan rezeki dari sekian banyak santri yang ingin berbelanja sehabis belajar.
    Ponpes yang mengembangkan pola pendidikan pesantren tradisional ini, tetap bertahan dengan pola pendidikan karakter para santrinya. Di samping ada santri yang datang dari berbagai daerah di Sumatera Barat ini, juga banyak santrinya yang berasal dari kampung sekitar. Makanya tingkat pendidikan yang di kembangkan di pesantren itu, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, hingga ke tingkat Aliyah.
    Afrizal Arif Tuanku Mudo, seorang Pengurus Ponpes Madrasatul 'Ulum menceritakan kalau santri yang tercatat sampai sekarang berjumlah 200 orang lebih. "Ada santri yang tetap, dan ada pula santri yang tidak tetap. Seperti yang datang dari Dharmasraya, harus disebut sebagai santri tetap, lantaran tinggalnya di pesantren ini," kata dia.
    Sedangkan yang disebut santri tidak tetap, itu yang berasal dari kampung sekitar. Semisal dari Lohong, Lubuak Pua, dan kampung terdekat lainnya. "Mereka bolak-balik dari pesantren ke rumahnya manakala jam pelajarannya selesai. Dan besoknya balik lagi ke pesantren. Begitu seterusnya," ujar Afrizal Arif.
    Menurutnya, untuk santri tingkat Taman Kanak-kanak Raudhatul Atfal, ditangani tiga orang guru. Sedangkan santri yang di MDA didampingi 11 orang guru setiap harinya. Untuk tingkat Wustha atau Tsanawiyah, ada tujuh orang guru yang tiap hari berhadapan dengan santri, dan enam orang guru yang berjibaku di tingkat 'Ulya atau Aliyah setiap waktu belajar. Kemudian, proses belajar mengajar juga dilengkapi dengan seorang pimpinan dan seorang pengasuh.
    "Sebagai pesantren yang berbasis surau, kita punya banyak jenis tamatan santrinya," kata dia. Tamat dari pendidikan Taman Kanak-kanak ada prosesinya. Begitu juga yang tamat Quran di MDA, tamat Wustha atau Tsanawiyah yang istilah lamanya tamat Tafsir, tentu punya cara tersendiri pula. Sedangkan yang tamat 'Ulya atau Aliyah, orang pesantren menyebutnya tamat Marapulai, juga ada prosesi sakral yang telah menjadi tradisi adat lamo pusako usang, yang dikembangkan sejak pesantren ini ada dulunya.
    Dari ijazah tingkat Aliyah itulah sebagian santri Madrasatul 'Ulum ini melanjutkan ke sejumlah perguruan tinggi. "Belakangan, setiap bulan puasa Ponpes Madrasatul 'Ulum dapat jatah pula untuk melakukan Pesantren Ramadhan dari Pemkab Padang Pariaman, mulai dari tingkat SD hingga tingkat SMA," sebutnya.
    Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua yang merupakan pengembangan dari Ponpes Madrasatul 'Ulum Lubuak Pandan, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung ini merupakan lembaga yang mewarisi tradisi ulama. Mengajarkan santrinya pandai baca Kitab Arab Gundul, yang merupakan sumber kajian Islam itu sendiri. Mulai dari kitab Tafsir, Hadist, Fiqh, Tasawuf, Nahwu, Sharaf, Mantiq, Maani, Bayan, dan ilmu lainnya yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan.
    Bagi pesantren yang terletak di pinggir Sungai Batang Mangoi ini, membentuk akhlakul karimah adalah pondasi awal yang harus ditanamkan kepada santri. Baik akhlak kepada agama, maupun akhlak kepada sesama makhluk Tuhan, yakni manusia. "Kalau akhlak telah baik, mau bekerja apapun nantinya santri itu, akan menjadi baik pula hasilnya," ungkapnya. (501)      

Ali Mukhni Pantas Melanjutkan Pembangunan Padang Pariaman yang Terus Berlari Kencang

Ali Mukhni Pantas Melanjutkan
Pembangunan Padang Pariaman yang Terus Berlari Kencang

Padang Pariaman--Pascagempa akir 2009 silam hingga saat ini, Padang Pariaman tidak sekedar bangkit dari keterpurukannya. Lebih dari itu, daerah ini seolah-olah melaju dengan sangat kencangnya, meninggalkan status daerah tertinggalnya, dan boleh dibilang sebagai Sumatera Barat masa depan.
    "Di sini, saya menilai bahwa seorang Ali Mukhni itu lebih hebat dari seniornya Muslim Kasim," kata B. Rangkayo Rajo Sampono, saat diminta pendapatnya tentang dinamika pembangunan Padang Pariaman lima tahun terakhir. Jarang bupati sehebat Ali Mukhni itu memimpin daerah ini.
    Betapa dalam kurun lima tahun terakhir ini, bermuculan mega proyek pembangunan berskala nasional dan internasional. Dan itu tidak sekedar wacana. Tetapi dibuktikan langsung dengan tegaknya pembangunan itu. "BP2IP dan MAN IC hampir tuntas, pembangunan Main Stadion di Lubuk Alung segera pula di mulai. Bergeraknya pembangunan jalur rel kereta api dari Duku ke BIM, pembangunan Asrama Haji dan Islamit Centre juga akan dimulai," ulas Rajo Sampono.
    Sebagai penguasa Ulayat Nagari Ketaping, Kecamatan Batang Anai, dan pemimpin di antara sekian banyak rajo di Ulayat Nan Sabaris lama, Rajo Sampono melihat Ali Mukhni mampu menerapkan pemimpin yang membangun tiga hal. Mulai dari membangun kepala, dada dan perut masyarakat Padang Pariaman. Artinya, kepala masyarakatnya harus berisi, dengan di tandainya berbagai pembangunan berskala besar tersebut.
    Selanjutnya, kata dia, dada masyarakat juga harus diisi dengan ilmu pengetahuan. Itulah gunanya diwujudkan MAN IC, BP2IP, sebagai jawaban untuk pemenuhan ilmu pengetahuan bagi masyarakat Padang Pariaman. Soal perut, adalah hal yang paling esensial bagi masyarakat. "Dengan banyaknya pembangunan, dan bergeraknya segala macam jenis proyek, jelas akan mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat itu sendiri, buat pengisi perutnya," ungkap Rajo Sampono.
    "Selama ini saya hidup, dan sekian banyak pula kepala daerah yang saya kenal di Padang Pariaman ini, di masa kepemimpinan Ali Mukhni inilah terasanya pembangunan tiga hal yang dianggap penting tersebut," ujar Rajo Sampono. Bayangkan, manakala perut tak berisi, alias dapur di rumah tak mengepul, mana bisa dada akan diisi dengan ilmu pengetahuan, dan tak bisa pula kepala ini berpikir untuk kemajuan. Nah, sekarang tiga hal itu terwujud dengan baik. Tinggal lagi, bagaimana memanfaatkan pembangunan demikian.
    Dalam istilah niniak mamak, aku Rajo Sampono, Ali Mukhni seorang kepala daerah yang punya pucuak bulek dan urek tunggang. Artinya, ketika melakukan lobi-lobi pembangunan untuk daerah ini di pusat sana, dia pastikan bisa berhasil dengan kekuatan pucuak atau para pejabat di lingkungan Kementerian dan DPR RI. Kemudian disertai dengan urek tunggang. Punya modal kekuatan yang luar biasa, yang tak dipunyai oleh banyak orang. Dan pembangunan yang terwujud itu, tidak dibiarkan pula jalan sendirinya.
    Sekarang, yang belum terwujud itu adalah "Nagari Nasional". Dengan adanya bandara bertaraf internasional yang disebut BIM di Nagari Ketaping, tentu dibarengi pula dengan Nagari Nasional. Artinya, semua nagari yang ada harus tumbuh dan berkembang dengan berbagai dinamika kemajuan yang mampu menembus nasional. Tidak adalagi masyarakat yang berjalan kaki terlalu jauh untuk pergi sekolah, dan tidak adalagi kampung yang tidak bisa di tempuh dengan motor.
    Nagari nasional, tentu masyarakatnya tidak lagi merasakan kesulitan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, air bersih, dan lain sebagaiman dalam kebutuhan hidup. Tentu yang namanya pembangunan berjalan secara berkesinambungan. Tidak bisa semuanya sekali jadi. "Yang jelas, Ali Mukhni telah meletakkan dasar penting untuk meraih sebuah kemajuan masa depan masyarakatnya. Dia tidak berpikir sesaat atau hanya kepentingan politik dan kekuasaan. Melainkan, jauh jangkauannya di kemudian hari," sebutnya. (501)

Sabtu, 05 Desember 2015

Melihat Tradisi Membuat Juadah yang Hampir Punah

Melihat Tradisi Membuat Juadah yang Hampir Punah

    "Bilo pajatu baralek? Kok ndak nampak juadah naiak ka rumah rang gaeknyo"? Kata-kata ini jadi pameo dulunya di daerah Padang Pariaman. Artinya, kalau masyarakat melakukan alek mempelai laki-laki, itu akan ada juadah datang ke rumah orangtuanya saat baralek dari rumah pengantin perempuan.
    Juadah ini merupakan antaran khas dalam setiap acara perkawinan. Biasanya, antaran ini disusun dalam talam-talam yang besar. Untuk membawanya pun ada yang menggunakan becak, dipikul oleh beberapa pria, atau dibawa dengan kendaraan. Antaran ini akan jadi makanan pelengkap di pesta perkawinan di rumah mempelai pria.
    Juadah ini menggunakan talam yang bertingkat-tingkat. Yang paling atas diisi kue bolu, lalu berturut-turut di talam bawahnya ada bubik, pinyaram, juadah tukua, jala bio, kue sangko, kipang, nasi manis, dan kanji. Selain kue bolu, bahan pembuat makanan dalam antaran ini adalah olahan dari beras dan beras ketan.
    Misalnya, kanji, yang mirip dengan gelamai. Makanan ini terbuat dari tepung beras ketan yang dicampur dengan larutan gula merah yang ditambah santan. Adonan ini dimasak lama dalam kuali besar hingga kental dan berminyak. Lalu dituangkan ke papan cetakan.
    Jenis makanan lain yang terbuat dari tepung ketan adalah pinyaram, jala bio, dan bubik. Pinyaram ini seperti kue cucur. Bahannya dari tepung beras yang dicampur dengan cairan gula merah, lalu digoreng dalam kuali yang langsung menjadi cetakannya. Mirip kue cucur, tapi dalam bentuk yang lebih besar.
    Nah, dalam antaran ini, terdapat beberapa jenis penganan khas Padang Pariaman. Penganan ini dibuat dalam ukuran yang besar, tapi nantinya dipotong kecil-kecil saat akan dihidangkan. Layaknya jajanan pasar, penganan ini punya cita rasa beragam: ada yang gurih, manis, dan legit.
    Sedangkan jala bio dan bubik terbuat dari tepung beras ketan dan santan. Dicetak dengan seng berbentuk jeruji, lalu digoreng. Rasanya gurih dan seperti kerupuk. Bentuknya juga unik, seperti jeruji, atau banyak dikenal sebagai kue kembang goyang. Sedangkan bubik mirip dengan adonan jala bio yang diberi inti dengan sekeping gula merah dan kelapa, lalu digoreng.
    Makanan yang terbuat dari beras ketan antara lain nasi manis atau nasi haru, kipang, dan kue sangko. Nasi manis mirip wajik dengan warna cokelat. Terbuat dari beras ketan yang dikukus, diberi gula merah, lalu dicampur dengan santan dan garam secukupnya. Prosesnya, santan dan gula merah dimasak di kuali hingga berminyak, lalu dimasukkan beras ketan yang sudah dikukus, lalu diaduk di kuali hingga kering. Kemudian dipadatkan di cetakan kayu, lalu dipotong-potong.
    Yulisni, seorang Bundo Kanduang di Nagari Padang Bintungan, Kecamatan Nan Sabaris menilai tradisi juadah sampai sekarang masih kuat, meskipun manfaatnya tak begitu kentara lagi. "Dulu, juadah boleh dibilang sebagai alat penjemput pengantin pria. Rombongan pengantin pria belum bisa sampai ke rumah pengantin perempuan, dalam bentuk pasumandan, sebelum juadah dari rumah pengantin perempuan tiba di rumahnya," ujar Yulisni.
    Menurut dia, hakikah juadah adalah hubungan tali silaturrahim diantara kedua belah pihak pengantin, serta masyarakat sekampung. Sebab, sesampainya juadah demikian, tuan rumah tidak akan sanggup menghabiskannya surang. Tak heran pula, orang yang sehabis baralek pengantin pria itu selalu membagi-bagikan juadah ke tengah masyarakat. Apakah itu ke surau, warung kopi, sampai ke acara-acara keraiaman yang diadakan di tengah masyarakat dalam suatu ketika yang berbetulan dengan acara baralek.
    Sebagai seorang perempuan yang aktif di tengah masyarakat, Yulisni ingin adanya pemikiran yang seimbang dalam hal itu. Artinya, melihat azas manfaat. "Kita bukan tidak menghargai tradisi itu. Namun, yang paling penting jangan terlalu mubazir yang terjadi di tengah masyarakat. Sedangkan modal untuk membuatnya saja lumayan mahal," kata dia.
    Dengan banyaknya jenis makanan saat ini, juadah akan lama parkirnya dalam sebuah kedai kopi tempat kaum laki-laki banyak nongkrong. "Nah, yang demikian itu akan jadi mubazir. Agaknya, perlu pengurangan pembuatannya, agar bisa cepat habis di makan oleh banyak orang," ujar dia.
    Lain pula halnya dengan Kartini. Seorang ibu rumah tangga di Sungai Geringging ini melihat tradisi membuat juadah bagi pengantin perempuan gadis atau janda yang akan kawin lagi, tetap dilanjutkan dengan segala dinamikanya. Kartini merasakan, kurangnya semangat gotong royong dalam pembuatan juadah saat ini, saking mudahnya mendapatkan juadah itu.
    "Dulu, untuk membuat juadah butuh banyak tenaga dengan cara gotong royong para pemuda kampung. Boleh dibilang, empat hari menjelang hari H pesta, itu sudah ramai dengan kesibukan. Mulai dari tagak pondok, membuat juadah oleh generasi muda, sampai ke persoalan baretong seusai alek telah selesai dilakukan," ungkapnya.
    Sekarang, semua itu kalau tidak boleh dibilang hilang atau hampir punah, ya jauhlah berkurangnya, bila dibandingkan dengan zaman saisuak. Termasuk sekalian budaya mengantarkan juadahnya pun sekalian mulai agak hilang dari peredaran. "Kalau mau baralek pengantin perempuan, sudah ada juadah yang tinggal beres. Itu di Simpang Juadah, Kamumuan, Kecamatan Sungai Limau. Kapanpun kita inginkan juadah, akan selalu tersedia dengan cepat," ujar Kartini.
    Dengan harga yang terjangkau, jelas akan mampu menumbuh-kembangkan usaha pembuatan juadah demikian bagi si pelakunya. Buktinya, saking banyaknya yang membeli juadah, sampai-sampai persimpangan tempat lokasi pembuatannya itu dinamakan dengan "Simpang Juadah" oleh masyarakat secara umumnya.

Jumat, 04 Desember 2015

Kesalahan Rekrutmen Pengawas TPS Bakal Mengurangi Partisipasi Pemilih

Kesalahan Rekrutmen Pengawas TPS Bakal Mengurangi Partisipasi Pemilih

Padang Pariaman--Kurang dari sepekan lagi, masyarakat Padang Pariaman dan Sumatera Barat menggelar Pilkada. Partisipasi permilih setiap momen Pilkada dan Pemilu jadi catatan tersendiri, karena selalu menurun, meskipun anggaran sosialisasinya selalu ditingkatkan.
    Ada satu hal lagi yang membuat berkurangnya jumlah pemilih; rekrutmen Pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dinilai tidak tepat sasaran, alias tidak menempatkan orang yang punya hak pilih pada TPS setempat. Seperti seseorang Pengawas TPS di salah satu TPS di nagari A, tetapi dia punya hak pilih di salah satu TPS di nagari B.
    "Ini tentunya ranah Panwaslu Padang Pariaman. Namun, selaku KPU yang menggelar Pilkada, saya kawatir hal yang seperti itu akan berdampak pada berkurangnya partisipasi pemilih," kata Vifner, Ketua KPU Padang Pariaman.
    Bayangkan! Pengawas TPS harus hadir pada saat petugas KPPS akan memulai. "Logikanya, dia akan lebih memilih mengawas, karena itu akan dapat uang, ketimbang memilih yang sama sekali tak dapat uang. Namun, sekali lagi itu ranahnya Panwaslu," ujar dia.
    Ketua KPU Vifner mengatakan, kerja keras pihaknya untuk mencapai target 78 persen partisipasi pemilih dalam Pilkada serentak pekan depan juga dipengaruhi segmentasi pemilih. Salah satunya pemilih pemula yang mencapai 7.900 di daerah ini.
    Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, Bupati dan Wakil Bupati Padang Pariaman menjadi pengalaman pertama bagi pemilih pemula yang telah berumur 17 tahun. Katanya, dengan minim pengalaman, pemilih pemula perlu dipandu atau diberikan sosialisasi tentang Pilkada.
    "Sosialisasi Pilkada terhadap siswa yang telah punya hak pilih, terus kita lakukan," kata dia. Belum adanya pengalaman serta pemahaman mereka tentang urgennya Pilkada ini, terkadang membuat sebahagian mereka tidak menggunakan hak pilihnya. Menimbulkan pemahaman pentingnya Pilkada dan rasionalisasi dalam menentukan pilihan.
    Vifner menjelaskan demikian, saat melakukan sosialiasi Pilkada serentak di SMA N 1 Enam Lingkung yang menggelar acara itu bersama Forum Masyarakat Peduli Sumatera Barat, Sabtu lalu.
    Sebelumnya, kata Vifner, KPU Padang Pariaman melakukan sosialisasi Pilkada ke seluruh sekolah SMA, SMK dan MA. "Mengambil jam Kultum dan menjadi pembina upacara, merupakan bagian penting sekalian dalam sosialiasi Pilkada kepada pemilih pemula disampaikan oleh penyelenggara," ungkap Vifner.
    Ketua Panwascam Kecamatan Lubuk Alung Ilhamsyah bersama anggotanya Yardi, mengakui ada segelintir Pengawas TPS yang beda tempat tugasnya dengan TPS tempat dia memilih. "Hanya sedikit persentasenya dari 95 Pengawas TPS yang kami rekrut. Itupun telah diantisipasi, dan dipastikan mereka tidak akan golput dalam Pilkada," ungkap mereka.
    "Meskipun tidak ada petunjuk tekhnis tertulis soal itu, kita telah mengantisipasinya dengan baik," ujar mereka lagi.
    Komesioner Panwaslu Padang Pariaman, Netti Nerawati menilai rekrut Pengawas TPS yang dilakukan Panwascam telah sesuai aturan main yang berlaku. "Insya Allah, adanya sebagian kecil kasus seperti itu tidak akan mengurangi partisipasi pemilih, khusus di kalangan internal Panwaslu itu sendiri," tegas dia.
    Netti Nerawi mengaku pihaknya tidak menurunkan surat edaran tertulis, terkait kebijakan demikian. "Secara tertulis tidak kami buat. Tetapi secara lisan, telah kami sampaikan, bahwa Pengawas TPS wajib bertugas sejak pagi di TPS, dan wajib pula melakukan pencoblosan, sebagai warga masyarakat yang telah punya hak pilih," ungkapnya. (501)

Kamis, 03 Desember 2015

AM - SB Ingi Jujur dan Merakyat, Al - Yuda Pastikan Tidak Ada Pejabat yang Masuk Penjara

Debat Publik Cabub dan Cawabup Padang Pariaman
AM - SB Ingi Jujur dan Merakyat, Al - Yuda Pastikan Tidak Ada Pejabat yang Masuk Penjara

Parit Malintang--Mungkin karena dua pasang calon yang akan berlaga pada, Rabu 9 Desember mendatang di Kabupaten Padang, KPU lebih mudah mengatur jalannya debat publik, Sabtu (28/11) malam di Aula IKK Parit Malintang.
    Sejak dari awal keberangkatan pasangan calon menuju IKK, tempat berlangsungnya debat yang dipandu Yuliandre Darwis itu, kedua pasangan calon telah diatur sedemikian rupa, agar tidak terjadi bentrok. Hanya saja, dalam debat terjadi sedikit pukulan yang tentunya dirasakan para kandidat bupati dan wakil bupati lima tahun mendatang tersebut.
    Seperti pasangan nomor urut satu, Ali Mukhni - Suhatri Bur (AM - SB) bersama tim pendukungnya datang dari arah Padang, bibawah pengawalan aparat keamanan. Sedangkan pasangan nomor urut dua Alfikri Mukhlis - Yulius Danil (Al - Yuda) dengan pasukannya datang dari arah Bukittinggi, juga dikawal oleh aparat Polres Padang Pariaman.
    Setiba di IKK, pasangan satu diarahkan ke jalur kanan, dan pasangan dua ke jalur kiri, sampai ke dalam ruangan yang hanya setiap pasangan dibolehkan memasukkan 75 orang tim pendukung. Debat publik yang mengusung tema; tata kelola pemerintahan dan penegakan hukum itu berlangsung meriah dan sengit.
    Dalam penyampaian visi misi kedua calon tersebut, masih terlihat sama rancak dan mantap, yakni sama-sama mewujudkan kesejahteraan masyarakat Padang Pariaman. Yuliandre Darwis, selaku pemandu sekaligus panelis terhadap dua pasangan calon itu, sempat keringat dingin untuk menenangkan suasana dari kedua tim pendukung yang tentunya sangat antusias memberikan aplus dan tepuk tangan, plus mengacungkan satu dan dua jari tangan, sesuai nomor urut pasangan yang jadi jagoannya.
    Namun, ketika masing-masing kandidat diminta saling bertanya, maka di sinilah nampak adanya ketegangan. Seperti pasangan nomor urut dua, Yulius Danil bertanya pada pasangan nomor urut satu, tentang berturut-turutnya Padang Pariaman dapat WTP dalam soal pengelolaan keuangan daerah, tetapi kok semakin banyak pejabat yang nginap di penjara.
    Ali Mukhni menjawab, persoalan pengelolaan pemerintahan yang dilakukannya selama lima tahun, adalah murni penilaian BPK RI Perwakilan Sumbar. "Soal masuk penjara, tentu hal demikian terpulang pada person masing-masing pejabat. Pejabat yang masuk penjara itu tidak hanya di daerah ini. Malah di tingkat nasional sana juga banyak. Dan itu bukan pemerintahannya yang salah. Melainkan, tambah nampak kepedulian pemerintah itu dalam soal penegakkan hukum di negeri ini," kata Ali Mukhni.
    Di akhir acara, untuk waktu satu setengah menit masing-masingnya, Ali Mukhni ingin mewujudkan pemerintahan yang jujur, bersih dan merakyat. Melanjutnya semua agenda yang masih terbengkalai. "Kita yakin, dan haqqul yakin, dua sampai tiga tahun mendatang, impian menjadikan Padang Pariaman Sumbar masa depan akan terwujud," katanya.
    Sedangkan Yulius Danil yang menyampaikan harapan dari pasangan nomor dua ini, ingin pemerintahannya berjalan efektif, transparan dan stabil. "Jika pasangan kami yang terpilih, tidak akan ada pejabat dan ASN yang masuk penjara," katanya. (501)

Debat Publik Pilkada Padang Pariaman Berakhir Galian C Lubuk Alung dan Kakao Jadi Isu Hangat dalam Perdebatan

Debat Publik Pilkada Padang Pariaman Berakhir
Galian C Lubuk Alung dan Kakao Jadi Isu Hangat dalam Perdebatan

Parit Malintang--Debat publik pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Padang Pariaman, Rabu (2/12) malam di Hall IKK Parit Malintang selesai dengan mantap, dan tentunya diharapkan bisa menjadi tolak ukur bagi masyarakat pemilih, untuk menentukan pilihannya pada Rabu 9 Desember depan.
    Debat publik edisi dua atau terakhir dari rangkaian debat yang dilakukan KPU Padang Pariaman itu, mengangkat tema; Pembangunan Ekonomi, Lingkungan Hidup, dan Sosial Budaya tersebut di-moderatori; Eka Vidya Putra, kandidat doktor dari UNP Padang. Kedua pasangan calon; Ali Mukhni - Suhatri Bur dan Alfikri Mukhlis - Yulius Danil tampil lebih bersemangat lagi.
    Menurut Ketua KPU Padang Pariaman, Vifner debat publik kali ini merupakan yang terakhir, dari proses Pilkada bagian debat. Dia menginginkan semua pihak di daerah itu ikut dalam menyukseskan hajatan Pilkada yang digelar lima tahun sekali itu.
    "Alhamdulillah, sejak dari awal hingga berakhirnya debat publik ini, semua tahapan Pilkada berjalan sesuai harapan," ungkapnya. Pihaknya ingin, hingga berakhirnya Pilkada tidak ada kegaduhan politik, yang akan mengganggu jalannya pesta demokrasi lokal ini.
    Dalam penyampaian visi dan misi yang terkait dengan tema debat, Ali Mukhni, calon dengan nomor urut satu ini menyampiakan pentingnya tiga komponen dalam pembangunan integrasi mendatang, yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat. "Padang Pariaman yang punya banyak wisata alam, butuh pihak swasta atau investor untuk memajukannya," sambung Suhatri Bur, calon Wakil Bupati yang akan mendampingi Ali Mukhni lima tahun mendatang.
    Sedangkan pasangan Alfikri Mukhlis - Yulius Danil menekankan pentingnya etika dalam berbudaya. Membangkitkan kembali budaya daerah yang akhir-akhir ini mulai hilang dan hampir punah ditelan oleh budaya asing yang kian kencang masuknya. Pihaknya ingin pula adanya pemberdayaan guru mengaji dan sarana masjid, surau dan pondok pesantren. "Bila masyarakat cerdas, pemerintah akan merasakan ringannya beban tugas," kata Yulius Danil.
    Soal tambang galian C yang banyak di temukan di Lubuk Alung, malam itu juga jadi pembicaraan hangat, dan masuk dalam isu-isu yang di kembangkan pada saat debat. Ali Mukhni - Suhatri Bur mengaku tidak sembarangan dalam menerbitkan izin terhadap persoalan demikian. Sedangkan Alfikri Mukhlis - Yulius Danil ingin adanya penataan wilayah secara baik. Semisal, wilayah ini kawasan pertanian. Kecamatan ini untuk pengembangan kelautan dan perikanan, dan begitu juga selanjutnya.
    Namun, yang paling hangat itu dalam soal kakao dan PDAM. Ali Mukhni - Suhatri Bur melihat kakao yang telah menjadi pusat pengembangannya di Padang Pariaman telah banyak meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani. "Tidak sedikit para petani kita yang telah naik haji, akibat membudidayakan kakao," terangnya.
    Lain halnya yang dilihat Yulius Danil, dimana kakao Padang Pariaman hanya tinggal kenangan, dan telah menjadi rimba raya. "Bila kami terpilih, tanaman kakao ini akan di-tumpangsari-kan dengan tanaman lainnya. Digarap secara optimal, dengan memperkuat posisi Dinas Pertanian," kata calon dengan nomor urut dua ini.
    Meskipun moderator Eka Vidya Putra menerapkan aturan main yang akan dijalankan selama debat berlangsung, namun tetap saja dilanggar oleh kedua tim pasangan. Mungkin karena semangat dalam melihat tampilan jagoannya dalam berdebat. Padahal, moderator telah memberikan ruang tersendiri untuk memberikan aplus atau penyemangat. Tetapi yang namanya pendukung, tentu sesekali tertabrak juga larangan itu.
    Saat closing statemen yang diberikan satu menit kepada setiap pasangan oleh moderator, Ali Mukhni ingin Padang Pariaman lima tahun mendatang jauh lebih baik lagi. Dia memuji calon wakilnya, Suhatri Bur, yang merupakan anak muda progresif. "Pilihlah nomor satu, jaga kebersamaan pada 9 Desember," ungkap Ali Mukhni.
    Sedangkan Alfikri Mukhlis - Yulius Danil, biarlah berbuat sebiji, dan tidak berjanji segunung. "Mari sama kita jaga TPS, karena tingkat kecurangan Pilkada terjadi di TPS," tegasnya. (adv)

Rabu, 25 November 2015

Kripik Talas Cik Uniang Way Mempatenkan Makanan Khas Piaman

Kripik Talas Cik Uniang Way Mempatenkan Makanan Khas Piaman

Nan Sabaris--Perlahan-lahan tapi pasti. Berawal dari dagang kecil-kecilan, kini pun mulai berkembang. Itu barangkali yang tampak pada usaha Kripik Talas Rasa Asin Cik Uniang Way, yang telah memasuki satu setengah tahun di dunia bisnis makanan ringan dan oleh-oleh khas Padang Pariaman.
    Ali Nurdin M. Nur, pemilik usaha dibawah binaan Dinas Koperindag dan ESDM Padang Pariaman itu mengaku laju perkembangan usahanya lumayan menanjak naik. "Waktu mulai merintis dulunya, hanya diantar dari satu warung ke warung lainnya. Sekarang, sudah ada 63 unit swalayan dan mini market yang memasarkan di Piaman dan Kota Padang," cerita dia.
    Seiring dengan itu, kebutuhan akan bahan bakunya pun meningkat. Ali Nurdin mengkalkulasikan sebanyak 1,7 ton kebutuhan talas setiap bulannya. "Bahan baku ini hanya ada di Tanah Datar. Hubungan yang saling menguntungkan, telah kita jalin dengan petani dan pengumpul di Batipuah, Tanah Datar itu," kata Ali Nurdin dengan senangnya.
    Sebagai binaan dari Koperindg dan ESDM Padang Pariaman, dan telah dikantonginya label halal dari MUI Sumatera Barat, usaha milik Ali Nurdin ini beberapa waktu lalu dapat prestasi tingkat Sumbar, saat lomba di Bukittinggi mewakili usaha kecil menengah Kabupaten Padang Pariaman. Tentu sebuah langkah maju, dan menandakan masa depan yang cukup cerah bagi usaha kripik dari talas atau kaladi bahasa Piaman-nya.
    Di samping membuat kripik talas, usaha Cik Uniang Way ini juga memproduksi kripik pisang, dan serundeng talas. Harga yang ditawarkannya pun terjangkau oleh semua kalangan. Rp6,5 ribu setiap kantongnya yang berisi 150 gram. Dengan menghabiskan bahan baku sebanyak itu, Ali Nurdin mempekerjakan enam orang karyawan setiap harinya. Mulai dari tukang masak, mengaduk hingga pengepakkan barang yang sudah matang dari penggorengan.
    Melalui usaha Kripik Talas Rasa Asin Cik Uniang Way, Ali Nurdin ingin membuka pasar ke seluruh daerah di Sumatera Barat. "Selain Pariaman, Padang dan Padang Pariaman, hanya sedikit ke Tanah Datar. Nah, ke Solok sudah kita coba persentasikan. Namun, permintaan pasar di sana belum bisa dikabulkan, lantaran masih ada yang perlu di tambah," ungkapnya.
    "Alhamdulillah, kita sedang melakukan hubungan kontak dengan salah satu BUMN di Sumatera Barat, untuk menindak-lanjuti bapak angkat, atau jadi binaannya," ujar Ali Nurdin. Semoga saja hubungan demikian bisa terwujud, dan tentunya usaha ini bisa dimajukan ke arah yang lebih baik lagi. (501)

Selasa, 24 November 2015

Terungkap Saat Diskusi dengan PWI KPU Butuh Publikasi, Panwaslu Sering Dapat Tundingan

Terungkap Saat Diskusi dengan PWI
KPU Butuh Publikasi, Panwaslu Sering Dapat Tundingan

Pariaman--Wartawan dan media massa, sepertinya orang dan institusi yang amat sangat di butuhkan dalam hal sosialisasi Pilkada serentak saat ini oleh lembaga penyelenggaran; KPU dan Panwaslu.
    Pengakuan demikian dikemukakan Ketua KPU Kota Pariaman, Boedi Satria dan Ketua Panwaslu Kabupaten Padang Pariaman, Syaiful Al-Islami, Rabu lalu saat bertandang ke Kantor PWI daerah itu, dalam waktu yang berbeda.
    Dalam diskusi yang dipimpin Ketua PWI Ikhlas Bakri, Ketua KPU Boedi Satria memaparkan kesiapannya menyelenggarakan Pilkada untuk memilih pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, 9 Desember mendatang. Saat ini sedang berlangsung bimbingan teknis (Bimtek) terhadap 71 Panitia Pemungutan Suara (PPS), serta pelipatan dan pengepakan surat suara.
    Boedi yang didampingi Komisioner Alfiandri Zaharmi menyebutkan, calon pemilih di Kota Pariaman berjumlah 59.057 orang. Mereka akan menyalurkan hak pilihnya pada 155 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 55 desa dan 16 kelurahan.
    "Kami mengharapkan partisipasi pemilih di atas 80 persen dari total calon pemilih tetap yang terdaftar. Sebab, waktu Pemilu legislatif 2014 partisipasi pemilih 73 persen," ujar Boedi.
    Alfiandri menambahkan, pihaknya sangat membutuhkan dukungan para wartawan guna menyukseskan Pilkada. Untuk itu, pihaknya menyediakan ruangan khusus berupa media center di gedung KPU yang berlokasi di Desa Air Santok, Pariaman Timur, dengan fasilitas wifi.id.
    Ia menyebutkan, melalui kegiatan pertemuan dengan insan pers (media gathering) ini dapat tersosialisasi tahapan Pilkada di Kota Pariaman. Media gathering ini akan dilakukan tiga kali lagi menjelang Pilkada 9 Desember nanti.
    Proses laporan pelanggaran tahapan Pilkada Padang Pariaman
    Setelah KPU Kota Pariaman pamit, datang Panwaslu Kabupaten Padang Pariaman. Mereka terdiri dari Ketua; Syaiful Al-Islami, dua anggota; Netti Nerawati dan Betri Murdiana serta Sekretaris; Riky Falantino.
    Berbicara secara bergantian dengan Netti dan Betri, mereka memaparkan kegiatan panwaslu sejak tahapan Pilkada dimulai, Mei lalu. Di antaranya memproses empat pengaduan atas adanya pelanggaran dalam tahapan pilkada. Yakni laporan tentang rekruitmen Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) oleh KPU, laporan Yobana Samial, laporan Damsuar dan laporan Alfadilla Hasan. Pihaknya juga ikut aktif mengawasi surat suara sejak dari percetakan hingga distribusi ke TPS serta melakukan penertiban alat peraga kampanye.
    Syaiful menyebutkan, berbagai isu berkembang di tengah masyarakat terkait Pilkada berujung laporan yang ditangani oleh Panwaslu. Kemudian kadang hanya sekedar laporan lisan saja ke Panwaslu.
    "Umumnya karena ada ketakutan masyarakat untuk menjadi saksi. Kemudian juga karena alasan hubungan emosional dengan orang yang dilaporkan. Tentu kami Panwaslu tidak bisa memprosesnya, lantaran syarat formil dan materil musti terpenuhi sebelum dilakukan proses tindak-lanjut," ungkapnya.
    Syaiful tak menapik banyaknya timbul tudingan dari berbagai pihak, bahwa Panwaslu Padang Pariaman tidak peka pada laporan masyarakat.
    Ketua PWI Pariaman Ikhlas Bakri menyambut baik pertemuan dengan KPU Kota Pariaman dan Panwaslu Padang Pariaman tersebut. Menurut dia, antara Panwaslu dan wartawan saling membutuhkan. Panwaslu perlu publikasi, sedangkan wartawan perlu narasumber untuk bahan beritanya.
    "Dalam bahasa biologinya; simbiosis mutualisme atau kerjasama yang saling menguntungkan. Kita berharap pertemuan pertama ini bukan yang terakhir," sebut Ikhlas.
    Ikhlas menghimbau wartawan, untuk menjaga keindependenannya dalam sebuah publikasi. Apalagi untuk Pilkada, yang dinilai sensitif yang banyak memicu konflik, baik di masyarakat maupun antar lembaga. (501)


Minggu, 22 November 2015

Cerita Nurmani, Anggota KT Ampek Saiyo Sapi Bali yang Jantan Lebih Liar dan Pendendam

Cerita Nurmani, Anggota KT Ampek Saiyo
Sapi Bali yang Jantan Lebih Liar dan Pendendam

VII Koto--Nurmani sepertinya telah mahir soal sapi Bali. Dia punya pengalaman dalam mengelola sapi jenis itu. Tak heran, ketika kelompok tani yang dimasukinya; Ampek Saiyo dapat bantuan sapi 2014 lalu, Nurmani kebagian jatah untuk mengelola yang jantannya. Hingga saat ini, sudah setahun lebih ibuk paruh baya tersebut mengelola sapi demikian.
    "Saat awal sapi ini diangkut ke sini, belum serancak sekarang badannya," ujar Nurmani. Alhamdulillah, karena terus di rawat dan di pelihara dengan baik, sapi ini seolah memperlihatkan masa depannya yang cerah, kata dia saat di datangi Singgalang, Minggu (22/11) di rumahnya, Kampuang Baru, Nagari Lareh Nan Panjang, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Padang Pariaman.
    Nurmani, satu dari 27 orang anggota Kelompok Tani (KT) Ampek Saiyo. Kelompok itu dapat bantuan 11 ekor sapi tahun lalu dari program Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP) Provinsi Sumatera Barat. Dia merasa senang, karena memang telah terbiasa mengurus sapi sejak dulunya.
    Menurut kesepakatan dalam kelompoknya, sapi yang dipelihara oleh anggota kelompok, diperhitungkan dalam jangka waktu tiga tahun. "Kalau yang jantan, tentu harganya yang diperhitungkan," ungkapnya. Mislanya, seekor sapi jantan itu awalnya seharga Rp700 ribu, maka setelah tiga tahun berapa harga jualnya. Nah, yang kelebihan dari modal awal itulah yang harus dibagi antara pengelola dan kelompok.
    Sementara, lanjut Nurmani, yang disebut modal awal senilai harga sapi tersebut akan diberikan pada anggota yang saat ini belum kebagian mengelola sapi. Begitu pula yang betinanya. Anak dari sapi awal itu diberikan pula pada anggota yang belum dapat jatah pada pemeliharaan pertama ini.
    Nurmani yang didampingi suaminya Taherman itu menceritakan, kalau kelebihan sapi Bali dengan sapi kampung biasa lumayan banyak. "Sapi Bali yang betina, semakin acap beranak semakin bertambah pula daging induknya. Artinya, induknya semakin gemuk," katanya.
    Sedangkan yang jantan, ujar Nurmani, itu harus dipelihara pakai perasaan. Tak bisa dikasari. Sebab, yang jantan di samping liar, juga memiliki sifat pendendam alias meredam perasaan yang cukup lama manakala diberangi.
    Soal makanan, sapi Bali lebih gampang dari sapi kampung. Di samping makan rumput dan isi batang pisang, daun-daunan banyak disukai sapi demikian. Nurmani punya kedua jenis sapi tersebut. Sapi kampung betina, miliknya sendiri juga menjadi bagian kesibukannya dalam mencarikan rumputnya yang dilakoni tiap harinya.
    Menurut perhitungan ekonomi kampung, Nurmani merasakan adanya nilai tambah buat kemasukan dalam hidupnya dari mengelola sapi milik kelompok tersebut. Untungnya, pemerintah menyerahkan bagaimana baik tekhnis mengelola sapi itu. "Cara pemeliharaan yang dilakukan di rumah masing-masing anggota, merupakan kesepakatan dalam kelompok yang diputuskan melalui rapat bersama," ungkapnya.
    Nurmani menambahkan, dari 11 ekor sapi bantuan 2014 lalu itu, hanya dua ekor yang jantannya. Selebihnya sapi betina. Semua sapi di kelola oleh anggota kelompok. Dia melihat, bantuan seperti itu sangat tepat sasaran, dan dirasakan betul manfaatnya oleh masyarakat kampung, yang memang sudah terbiasa dalam memelihara sapi. (501)

Selasa, 17 November 2015

Pemilik Tanah Kembali Kuasai Haknya Berbilang Tahun Menunggu Ganti Rugi yang Belum Juga Dibayar Pemerintah

Pemilik Tanah Kembali Kuasai Haknya
Berbilang Tahun Menunggu Ganti Rugi yang Belum Juga Dibayar Pemerintah

Ketaping--Berbilang tahun lamanya menunggu ganti rugi tanahnya yang terkena proyek pengendalian banjir Sungai Batang Anai di Ketaping, yang hingga saat ini belum juga dibayarkan pemerintah, akhirnya Fitriani kembali menguasai tanahnya itu dengan cara membuat sebuah pondok di atasnya.
    Proyek pengendalian banjir yang baru saja selesai di kerjakan itu, tampak indah dan rancak. Tak heran, bila senja menjalang, atau manakala panas tidak begitu terik, lokasi proyek yang terletak di Petak, Korong Talao Mundam, Nagari Ketaping itu jadi incaran tempat bersantai-santai oleh banyak orang.
    Tetapi, akibat adanya sebuah pondok yang tak begitu rancak, membuat suasana jadi lain. Malah pondok yang rencananya akan di jadikan warung kopi oleh Fitriani itu seolah-olah mengesankan image buruk di lokasi yang berdekatan dengan Bandara Internasional Minangkabau (BIM) tersebut.
    Pemkab Padang Pariaman melalui Sekdakab Jonpriadi telah mengeluarkan rekomendasi pembayaran ganti rugi pemilik tanah yang belum menerima, tertanggal 15 Oktober 2014 lalu. Surat itu ditujukan ke Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera V Provinsi Sumatera Barat, di Padang, sebagai pihak yang akan membayarkan hal demikian.
    Dalam surat dengan nomor 593/129/Adm.Tnh-2014 itu dijelaskan, bahwa Fitriani yang tanahnya terpakai untuk proyek seluas 990 m2, Jini seluas 1.710 m2, dan Anam Malin Marajo seluas 4.500 m2, sama sekali belum menerima haknya dari negara, sebagai pemilik sah tanah tersebut. Total anggaran yang ditunggu Fitriani Rp128 juta lebih.
    Sedangkan untuk Jini Rp222 juta lebih, dan Anam Malin Marajo Rp585 juta lebih. "Kami merasa dipermainkan oleh pihak Balai Wilayah Sungai Sumatera V. Berkali-kali kami ke situ, dan berbilang tahun pula lamanya kami menunggu, tetapi tidak juga dibayarkan," ungkap Fitriani.
    Menurut dia, berbekalkan surat dari Pemkab Padang Pariaman itu sebenarnya tidak ada lagi alasannya untuk tidak membayarkan. Apalagi, tanah itu bukan tanah sembarangan pula dapatnya dulu.
    "Pondok kecil ini akan kami bangun dengan permanen, kalau tidak juga dibayarkan hal itu," ujarnya. Dan itu, kata dia lagi, sangat wajar, karena ganti rugi sesuai perjanjian tak kunjung dibayarkan.
    Anggota DPRD Padang Pariaman asal Ketaping, Bagindo Rosman yang acap menerima pengaduan demikian telah berbuat banyak dalam soal itu. Bahkan, untuk pertemuan dengan Pemkab, Rosman bersama B. Rangkayo Rajo Sampono selaku penguasa ulayat Ketaping ikut-serta mendampingi masyarakat tersebut.
    "Wajar saja mereka mendirikan pondok, karena merasa muak dengan segala permainan pemerintah," kata Rosman. Anggota dewan dari PAN ini menilai, tak sepantasnya masyarakat selama itu menunggu. (501)

Sabtu, 07 November 2015

Joni Budiman Tujuh Tahun Tinggal di Pondok Buruk Bersama Keluarganya

Joni Budiman
Tujuh Tahun Tinggal di Pondok Buruk Bersama Keluarganya

Lubuk Alung--Bahagia ada di gubuk reot, kata mendiang KH Zainuddin MZ, suatu ketika dalam ceramahnya. Jadi, kebahagiaan itu tidak melulu adanya di rumah mewah. Barangkali ini benar yang di resapi Joni Budiman dan istrinya Elvina Junita.
    Buktinya, sudah tujuh tahun pasangan suami istri ini tinggal dalam sebuah pondok buruk, ukurannya kecil pula. Hanya 3x4 meter. Tetapi, sudah empat orang anak sebagai buah perjuangannya lahir dan mulai tumbuh besar dalam rumah demikian.
    Rumah yang terletak di Gamaran, Korong Salibutan, Nagari Lubuk Alung, Padang Pariaman itu jauh pula dari keramaian. Namun, apa yang hendak dikata. Di situ pula adanya tanah milik orangtua Elvina Junita, istri Joni Budiman. "Untung tetangga sebelah mau menyambungkan kabel listrik, sehingga di malam hari kami bisa berterang-terang," ujar dia.
    Joni Budiman yang kelahiran 1977 ini, sehari-hari berprofesi sebagai tukang ojek di Pasar Lubuk Alung. Anaknya yang besar, laki-laki sudah duduk di bangku kelas enam SD. "Yang paling kecil nomor empat ini yang masih harus digendong tiap hari. Selebihnya telah sekolah," cerita dia saat bersua Singgalang di kediamannya, Sabtu (7/11).
    "Dari dulu, sampai sekarang saya hanya mengojek," katanya. Mengojek sekarang tak lagi seperti di awal dulu. Sekarang, untuk mencari uang Rp50 ribu sehari saja mintak ampun susahnya. Namun, Joni tak pula berputus asa dengan pekerjaan yang digelutinya. Dia tetap sabar dan tabah, demi untuk kebutuhan makan anak dan istrinya.
    Untung pula dia dapat istri yang sesuai dengan seleranya. Cantik waktu mudanya, dan tak banyak neka-neko. Sang istri, Elvina Junita yang telah memberi dia buah hati sebanyak empat orang itu terkenal pula dengan keuletannya. Tak ingin hanya menunggu, Elvina pun terjun mencari pekerjaan apa yang patut di kerjakannya.
    "Kadang mencetak batu bata. Kadang pergi ke sawah orang lain. Kalau hanya mengandalkan dari usaha suami, tentu tak makan anak-anak ini," ungkapnya. Awal pascagempa memang banyak pesan orang akan batu bata untuk membangun kembali rumahnya yang punah, sehingga banyak pula pekerjaan kala itu. Tetapi, sekarang hal itu telah berkurang.
    Elvina Junita yang lahir pada 1982 ini sangat ingin punya rumah sederhana. Tetapi hal itu hanya bisa bersua dalam mimpi. "Melihat kondisi pekerjaan yang kami lakoni, kayaknya susah untuk bisa punya rumah sederhana, alias tidak rumah kayak sekarang, yang hanya gubuk reot," katanya.
    Pasangan suami istri ini sempat iba hatinya, di saat adanya bantuan bedah rumah yang banyak di sebar dulunya oleh Mulyadi, anggota DPR RI. "Kami tak tahu. Yang jelas kami di suruh ke Limpato, pertemuan dengan Mulyadi yang sekaligus penyerahan rumah. Di mana tersangkutnya, kami juga tak pernah menanyakan lagi. Yang jelas, rumah yang di janjikan untuk kami itu sampai sekarang tak ada," ungkapnya.
    Apalagi, kata Elvina, motor yang di pakai suaminya sekarang masih dalam status kredit. Tentu harus dua pula yang akan diusahakan tiap hari dari jasa ojeknya. "Satu untuk makan kita berkeluarga, dan satu lagi untuk pengansur kredit supaya jangan sampai menunggak," ungkapnya.
    Joni Budiman mengaku, kredit yang harus dia bayar tinggal delapan bulan lagi. Sebulannya mencapai Rp500 ribu.
    Walinagari Lubuk Alung Harry Subrata bersama Kaur Kesra-nya Yardi mengusahakan masyarakat yang rumahnya tak layak huni, untuk dapat bantuan dari pemerintah. "Kita telah mendatanya, untuk bisa diajukan ke program bedah rumah melalui Dinas Sosial," kata mereka. (501)

Masih Ada Penebang Liar di Hutan Sungai Buluah

Masih Ada Penebang Liar di Hutan Sungai Buluah

Batang Anai--Di Nagari Sungai Buluah, selain tanaman yang sudah dikelola warga, banyak potensi lain yang bisa dimanfaatkan, seperti rotan, manau, madu hutan, pandan, bambu, jamur, sarang walet sampai objek wisata. Ada beberapa lokasi berpotensi menjadi tempat pemandian, air terjun di Lubuak Sarasah, sampai arung jeram seperti di Kuliek dan Salisikan.
    Masyarakat berencana menjadikan itu sebagai objek wisata alam. Air deras berbatu-batu besar dengan kiri dan kanan penuh dengan pepohonan rimbun, menjadi pemandangan indah dan menarik. "Sudah mulai ramai tempat ini kalau hari libur. Orang dari kota datang ke sini untuk mandi bersama keluarga," kata Syafrizal Tanjung, Walikorong Kuliek menunjuk ke arah Sungai Salisikan, beberapa orang bermandi riang di tengah air deras di sela-sela bebatuan.
    Keragaman hayati pun masih banyak di hutan ini. Ada harimau Sumatera, kukang, kijang, landak, monyet, rusa, babi hutan sampai berbagai macam spesies burung dan mamalia kecil. Untuk jenis kayu, ada mahoni, madang, surian, paniang-paniang dan lain-lain.
    Salisikan dan Kuliek, dua dari delapan korong di Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, kabupaten Padang Pariaman. Selain itu, ada Korong Kampuang Apa, Tanjuang Basuang, Banda Cino, Kabun, Talang Jala dan Pasa Usang.
    Nagari Sungai Buluah, sepertiga kawasannya berada di Bukit Barisan dengan topografi berbukit, dengan ketinggian 12-800 meter dari permukaan laut. Penduduk nagari ini sekitar 14.672 jiwa atau 3.542 keluarga dengan luas wilayah 19.250 hektare. Warga di sini terdiri dari beberapa suku, antara lain, Suku Panyalai, Tanjuang, Koto, Jambak dan Guci.
    Saharuddin, Walinagari Sungai Buluah mengatakan, warga menjaga hutan agar tak terjarah. Terlebih, Korong Salisikan dan Kuliek, berada di dataran tinggi. Kalau hutan gundul, maka bencana alam terjadi. Warga pun melakukan pengawasan dan patroli hutan mandiri serta bergiliran. Hutan nagari yang difasilitasi Warsi, di lokasi hulu sungai Korong Salisikan dan Kuliek seluas 2.500 hektare. Sedangkan keputusan hutan nagari seluas 1.336 hektare, dari Kemenhut RI keluar pada 2 Desember 2013.   
    Meskipun begitu, menjaga hutan bukan perkara mudah. Ada saja tangan-tangan jahil menebang pohon terutama di hutan larangan. "Masih ada penebang liar. Beberapa waktu lalu warga memergoki tiga orang penebang liar. Mereka melarikan diri, tapi gergaji mesin berhasil disita," kata Saharuddin.
    Tak pelak, beberapa bagian hutan yang harus terjaga sempat terbabat. Hal ini pula yang menambah dorongan mereka mendapatkan hutan nagari. "Sekaligus mengelola, kami juga bisa mengawasi hutan lebih ketat lagi," ujar Saharuddin.
    Warga nagari sudah mengalami beberapa kali banjir dan longsor dampak hutan terjarah. Terakhir pada 2013 lalu. "Jembatan, jalan, rumah-rumah sampai lahan pertanian habis terendam. Tanggul di Salisikan juga jebol," cerita dia.
    Hal ini dibenarkan M. Hasan K, Walikorong Salisikan. Dia memperlihatkan bekas tanggul jebol yang hingga kini belum diperbaiki oleh pemerintah. Batu-batu tampak berserakan tak beraturan di tepian Sungai Salisikan.
    "Tanggul cuma batu ditumpuk-tumpuk. Hujan deras, jebol. Habis rumah, dan sawah warga. Itu karena hutan di sana ada yang nebang," katanya, sambil menunjukkan hutan di dataran tinggi di seberang sungai. Dia berharap, pemerintah segera membangun kembali waduk dengan lebih permanen. (501)

Alfikri Mukhlis Dapat Dukungan di Silangkuang Kesenian Saluang dan Badoncek Warnai Pelantikan Walikorong Gusmawati

Alfikri Mukhlis Dapat Dukungan di Silangkuang
Kesenian Saluang dan Badoncek Warnai Pelantikan Walikorong Gusmawati

VII Koto--Masyarakat Korong Silangkuang, Nagari Lurah Ampalu, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Padang Pariaman, Minggu (1/11) malam baralek gadang. Bersalung semalam suntuk, usai pelantikan walikorong setempat, Gusmawati yang diberi amanah oleh masyarakat untuk memimpin korong tersebut nama acaranya.
    Tak tanggung-tanggung. Hampir semua masyarakat Lurah Ampalu tumpah ruah di korong yang menuju Nagari Koto Dalam, Kecamatan Padang Sago itu. Alfikri Mukhlis, calon Bupati Padang Pariaman nomor urut dua hadir malam itu, dan masyarakat pun memberikan dukungan moril pada calon yang diusung Partai NasDem dan Hanura tersebut.
    Nasruddin Subri, tokoh masyarakat Silangkuang kepada Singgalang menjelaskan, hiburan ini dilakukan sekalian sambil mencari uang dengan badoncek untuk pembangunan kembali kantor walikorong yang telah punah akibat gempa akhir 2009 silam.
    "Alhamdulillah, malam itu terkumpul Rp15 juta dari hasil badoncek. Ditambah sumbangan langsung dari perantau Lurah Ampalu yang ada di Jakarta dan Pekanbaru senilai Rp5 juta," kata Apuak, sapaan akrap Nasruddin Subri.
    Menurut Apuak, masyarakat Silangkuang dan Lurah Ampalu ingin adanya perubahan mendasar di daerah ini. Pilkada 9 Desember mendatang, adalah salah satu solusi untuk mewujudkan perubahan demikian.
    Atas nama masyarakat, Apuak menyampaikan dukungan moril pada pasangan Alfikri Mukhlis - Yulius Danil. "Kehadiran calon bupati ini, tentu tertumpang harapan kami, bagaimana kampung ini bisa maju dan setara dengan nagari lainnya di Padang Pariaman," ungkapnya.
    Alfikri Mukhlis yang juga Ketua DPD Partai NasDem Padang Pariaman itu merasa senang dapat hadir memenuhi undangan masyarakat Silangkuang. "Mari kita bangun korong ini secara bersama, dan mari pula kita dukung kepemimpinan walikorong yang berasal dari kaum perempuan ini," harapnya.
    Korong, kata Alfikri Mukhlis, adalah tonggak penting yang akan memajukan sebuah nagari di Padang Pariaman. Majunya sebuah korong, akan memperlihatkan majunya nagari terkait yang menjadi induk dari korong demikian.
    Pemuda Pancasila berikan ukungan
    Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Padang Pariaman menitipkan aspirasi perubahannya, pada pasangan Alfikri Mukhlis - Yulius Danil, untuk kepemimpinan daerah itu lima tahun mendatang.
    Ketua MPC PP Padang Pariaman Imran Zahdi Datuak Tumangguang Basa, bersama personilnya, Selasa (3/11) malam secara resmi menyerahkan dukungan tersebut langsung kepada calon Bupati Alfikri Mukhlis, yang malam itu juga hadir dalam pertemuan PP di sebuah kafe di Lubuk Alung.
    "Kita melihat, ada semacam perubahan yang akan diwujudkan nantinya oleh calon bupati dengan nomor urut dua ini, terutama yang berhubungan dengan langkah pemberdayaan anak muda," kata Imran Zahdi, yang secara kepartaian bernaung di bawah Partai Golkar tersebut.
    Dia melihat, Padang Pariaman yang punya banyak potensi alam, masih belum bisa memberikan kegairahan bagi anak muda daerah itu. "Pemuda hari ini, adalah pemimpin hari esok. Potensi pemuda harus digerakan dan dikembangkan dengan baik, sesuai potensinya," ujar Imran Zahdi.
    Menurutnya, bersamaan dengan dukungan PP hari ini dilakukan ke pasangan yang dijagokan Partai NasDem dan Hanura ini, juga sekalian adanya pemberian dukungan yang sama dari Gapensi Padang Pariaman, dan LSM Penjara. "Kita semua sepakat untuk masuk pada gerbong pasangan ini," sebutnya.
    Alfikri Mukhlis kepada Singgalang merasa tersanjung, dan gembira sekali atas dukungan demikian. "Membangun daerah memang butuh kebersamaan. Tidak bisa hanya dijalankan oleh bupati dan wakil bupati," kata Alfikri yang juga Ketua DPD Partai NasDem Padang Pariaman itu.
    "Kita tahu, PP adalah wadah tempat berkumpulnya para anak muda yang mempunyai visi misi jauh kedepan. Tak ayal lagi, dalam momen Pilkada PP harus ikut terlibat," ungkapnya.
    Pada kesempatan itu, Alfikri Mukhlis mengajak PP Padang Pariaman untuk bersama-sama melakukan sosialisasi Pilkada di tengah masyarakat. Sebab, sosialisasi yang dilakukan pihak penyelenggara Pilkada masih terbatas, dan belum menyentuh semua aspek masyarakat. "Mari kita wujudkan perubahan lewat pesta demokrasi Pilkada ini," harapnya. (501)

Lestarikan Hutan untuk Kesejahteraan Masyarakat

Lestarikan Hutan untuk Kesejahteraan Masyarakat

Batang Anai--Dalam membuka hutan, Syafrizal, Walikorong Kuliek, Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai mempunyai kearifan tersendiri. Bersama masyarakat, dia menebang pohon tidak sembarangan. Pohon ditebang dengan menyisakan sekitar satu meter dan masih hidup. Alasannya, kala pohon baru ditanam dan masih kecil, tanah ada penahan dengan pohon lama yang hidup walau sudah ditebang.
    "Nanti, kalau tanaman warga sudah besar, baru pohon itu ditebang. Bukan itu saja, mereka tak asal tebang. Pohon-pohon besar yang berfungsi sebagai penyangga di kebun tetap berdiri kokoh," ungkapnya.
    Kala ingin menanam dan membersihkan lahanpun, tidak dengan membakar. Tebangan pohon dan rumput dibiarkan mengering dulu sebelum ditanami. "Ini kan nantinya jadi pupuk. Jadi, kami biarkan saja dulu sampai kering, baru ditanam," ulas dia.
    Lahan perkebunan dan pertanian warga itu, ada di hutan candangan, hutan kelola dan hutan kesepakatan. Hutan cadangan, yakni kawasan budidaya pertanian dan perkebunan tetapi buat cadangan generasi berikut. Lalu, hutan kesepakatan merupakan kawasan agroforest berdasarkan kesepakatan masyarakat. Sedangkan hutan kelola merupakan kawasan untuk kehidupan sehari-hari warga, seperti parak dan sawah.
    Ada satu lagi, hutan larangan. Hutan di Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman ini tak boleh diganggu oleh penebangan sama sekali. Korong Kuliek dan Korong Salisikan, berada di hulu sungai hingga memiliki hutan larangan. "Dari hulu sungai, di hutan inilah pasokan air PDAM daerah ini berasalnya," katanya.
    Air di hulu sungai jernih dan mengalir deras memehuni kebutuhan air bersih warga nagari, irigasi dan zonasi sungai. Air bersih dan jernih memungkinan ikan-ikan berkembang. Di Batang Sungai Salisikan, sepanjang 15 kilometer, masyarakat menerapkan zona tangkap ikan guna menjaga keberlangsungan ikan-ikan di sana. Ada zona larang tangkap sepanjang tiga kilometer, zona penyangga dan zona bebas. Syafrizal berencana menerapkan hal serupa di Sungai Kuliek.
    Dia mengatakan, menjaga hutan menjadi kewajiban. Hutan, katanya, merupakan sumber kehidupan masyarakat. "Kalau hutan tidak dijaga, dari mana mata pencarian? Air bersih? Bencana banjir dan longsor pun mengancam. Yang rugi kami juga. Bagi kami, hutan lestari, masyarakat sejahtera," ungkapnya.
    Kehadiran hutan nagari ini tak lepas dari peran Walikorong Kuliek ini. Menurut dia, keinginan ada hutan nagari berawal kala dia menonton tv. Tayangan beberapa kasus konflik lahan di Sumatera dan Kalimantan, membuat dia khawatir akan wilayah kelola warga. "Kami kelola tanah ulayat, tapi menurut pemerintah itu hutan lindung. Bisa jadi macam di tv itu menimpa kami," katanya. (501)

Kamis, 05 November 2015

Syafrizal Tanjung Walikorong yang Lihai Memanfaatkan Hutan

Syafrizal Tanjung
Walikorong yang Lihai Memanfaatkan Hutan

Batang Anai--Satu kawasan kebun warga berisi aneka ragam pepohonan. Ada pohon jengkol, petai, durian, nangka, karet, pinang, asam kandis dan lain-lain. Berbaur. Bersama pepohonan lain, beragam tanaman ini memenuhi hutan Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman.
    "Dari sinilah kami hidup sehari-hari. Kami menanam pohon-pohon ini karena berumur lama. Sampai anak cucu kami masih bisa menikmati. Itu juga menjadi hutan yang bermanfaat bagi kami," kata Syafrizal Tanjung, Walikorong Kuliek, Nagari Sungai Buluah.
    Tak mudah akses ke hutan sana. Hanya bisa menggunakan sepeda motor sebagian, lalu berjalan kaki. Jalan setapak, cukup terjal, berliku dan naik turun pula. Kala musim hujan, jalan licin dan becek. "Ini warga gotong royong buat jalan setapak dan jembatan. Kami harapkan pemerintah bisa memperhatikan kesulitan akses jalan ini. Tak usah jalan lebar. Cukup pengerasan hingga musim panas maupun hujan kami bisa mudah ke kebun," sebut dia.
    Di sana, sebagian tanaman sudah mulai berbuah. Pohon petai menjulang tinggi dan berbunga. Jengkol pun berbuah lebat. Karet sudah mulai sadap. Di bawah pohon, Walikorong Syafrizal Tanjung menanami cabai, jahe, kunyit dan tanaman lain. "Kami di sini gini, lahan di bawah pohon juga ditanami. Jadi, tak kosong. Tanaman keras sampai bumbu-bumbu juga ada. Lumayan, kan," ungkapnya.
    Sebagian lahan baru mulai tanam. Tampak, pohon durian, karet, jengkol, petai sampai karet baru berumur sekitar setahun. Daun berwarna hijau muda sungguh menyegarkan mata. Di kebun Syafrizal, tanaman mulai panen; jengkol 30 batang, 15 durian, dan petai 14 pohon. Dia mulai menanam lagi 50 pohon durian, 75 jengkol, dan ratusan karet.
    Di bagian lain tampak tanaman karet, durian sampai jengkol yang sudah berumur puluhan tahun. "Ini dulu, nenek moyang kami yang menanamnya. Kami masih bisa menikmatinya sampai sekarang," ulas dia.
    Menurut dia,  panen petai dan durian baru saja usai dan mulai berbunga lagi. Kini, warga bersiap panen jengkol. Biasa mereka menjual jengkol masih dengan kulit per karung berisi 28 kg. "Kalau harga lagi tinggi, per karung bisa Rp1,4 juta. Sekarang, lagi banyak panen, hanya Rp400 ribuan per karung. Mungkin ada sekitar 30 karung di kebun," ujar Syafrizal.
    Pada panen lalu, petai Rp15.000 per 10 tangkai. Kadang lebih mahal. Sedangkan asam kandis tak pakai musim, selalu ada. Buah kering per kg Rp5.000. Di dataran rendah, warga juga bercocok tanam, dari padi, jagung, sampai kacang-kacangan. Hamparan sawah tampak di sekitar perumahan warga. "Semua yang kami tanam ini alami, tak ada yang pakai pupuk kimia," ucap Syafrizal.
    Syafrizal menyebutkan, bahwa tanamannya tak hanya sejenis itu. Tanaman seperti durian, jengkol sampai petani itu buah musiman. "Kalau habis panen durian, kami tak putus. Menyusul panen petai, lalu jengkol. Yang bisa tiap hari diambil, karet dan asam kandis atau pinang. Kalau semua tanaman sama kami sekali saja panen, sudah itu mau kerja apa," tanya dia. (501)

Buatan Nazir Rancahi Pulau Sumatera Tembikar Bekas Jauh Lebih Mahal dari yang Barunya

Buatan Nazir Rancahi Pulau Sumatera
Tembikar Bekas Jauh Lebih Mahal dari yang Barunya

Nan Sabaris--Sejak beberapa hari ini matahari sudah menampakkan wujudnya. Seiring menghilangnya kabut asap, Nazir pun mulai lancar menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Maklum, bapak dengan lima orang putra-putri ini punya pekerjaan yang berhubungan dengan rancaknya kondisi hari.
    Dia membuat tembikar dari tanah liat yang super. Tembikar yang berbentuk tempurung kelapa di belah dua itu, adalah alat paling penting untuk membentuk emas jadi cincin, liontin, dan lain sebagainya. Bersama istrinya Rahima, Nazir mengaku menekuni pekerjaan itu sejak 2008 silam.
    Dalam rumahnya di Nagari Kapalo Koto, Kecamatan Nan Sabaris, Padang Pariaman penuh dengan tembikar yang sudah dipanggang, dan tentunya siap untuk dikirim ke konsumennya dari berbagai daerah di Pulau Sumatera dan sebagian ke Pulau Jawa. Sedangkan di halamannya, ada banyak tembikar yang dijemur.
    "Yang sudah kering kita angkut ke belakang rumah, tempat pembakaran," kata dia saat bersua Singgalang, Rabu (4/11) di rumahnya. Nazir yang mengaku asli Sungai Geringging itu belajar banyak cara membuat tembikar ini dari istrinya Rahima. "Alhamdulillah, sekarang alah awak pula yang jadi kepalanya," kata dia sambil ketawa kecil.
    Tembikar, kata Nazir, lebih mahal harga jualnya yang bekas daripada yang baru. Ukuran yang paling besar, Nazir menjualnya Rp17 ribu. Tetapi, kalau hal itu sudah di pakai orang untuk membuat berbagai bentuk perhiasan emas, harga tembikar jauh lebih mahal. Kadang bisa Rp50 ribu untuk sebuahnya.
    Kenapa bisa mahal yang bekas dari yang baru? Nazir menyebutkan, bahwa yang bekas punya kandungan emas yang bisa diolah lagi. Maka dari itulah harga tembikar bekas jauh lebih mahal.
    Nazir membuat banyak macam ukuran tembikar. Mulai dari yang paling kecil hingga yang paling besarnya, itu ada 12 macam. "Untuk satu kali membakar, itu sekitar Rp3 juta harga jualnya yang kita pasarkan ke pandai emas. Dalam sehari, kita hanya mampu melakukan sekali bakar," ujar dia.
    Tembikar buatan Nazir banyak dikirim ke Jakarta, dan telah merancahi hampir seluruh daerah di Pulau Sumatera. Mulai dari Nanggro Aceh Darussalam, Bengkulu, Lampung, Jambi, Muaro Bungo, Pekanbaru, dan sesekali ke Batam dan Padang. Untuk membuat tembikar yang banyak, dia punya 18 orang tenaga. "Para pekerja sebanyak itu, ada yang membuat di rumah ini, dan banyak pula yang bekerja di rumahnya masing-masing. Sebab, membuat tembikar bisa dilakukan dengan sambilan," sebutnya.
    "Tanah liat super yang sudah diolah, kita antarkan ke rumah anggota, dengan sistem borongan. 1.000 unit tembikar ukuran kecil ini, itu dihargai Rp45 ribu. Sedangkan untuk yang paling besar, sebuahnya kita upah Rp4 ribu," ulas Nazir.
    Dia menilai, sejak pascagempa 2009, permintaan akan tembikar sangat tinggi. Tak heran, semua tembikar yang sudah matang dari pembakaran tak begitu lama parkirnya dalam rumah. "Langsung kita masukkan ke kardus, dan siap di jemput oleh travel ke tujuan yang telah dipesan para pelanggan," katanya.
    Dengan pekerjaan itu pulalah, Nazir dan Rahima mampu menyekolahkan lima orang anaknya, yang saat ini masih duduk di bangsu sekolah. "Alhamdulillah, semua pelanggan hanya saling kepercayaan. Dia telepon kita, lalu kita kirim barang. Kadang, barang belum sampai, uang sudah kita terima," tukuknya dengan senang hati.
    "Malah ada seorang pelanggan di Aceh sana, yang hingga saat ini belum pernah bertemu sama sekali. Hanya komunikasi lewat telepon, dan hubungan tetap lancar," ulasnya dengan penuh semangat. (501)

Minggu, 01 November 2015

PWI Padang Pariaman Siapkan HPN 2017 Tingkat Nasiopnal Terungkap Lewat Silatwapia Pekerja Jurnalistik Harus Kesatria

PWI Padang Pariaman Siapkan HPN 2017 Tingkat Nasiopnal
Terungkap Lewat Silatwapia Pekerja Jurnalistik Harus Kesatria

Pariaman--Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. Ingin rasanya penambahan wawasan para wartawan yunior dari seniornya itu berlanjut, namun hari keburu senja, dan malam pun menjelang. Apalagi, materi yang diberikan Rahmat Wartira, salah seorang pendiri LBH Padang itu, membuat rekan wartawan yang bertugas di Piaman merasa belum puas.
    Acara yang diadakan PWI Kabupaten Padang Pariaman, Sabtu (24/10) yang dikemas dalam; Silaturrahim Wartawan Piaman (Silatwapia), yang intinya saling berbagi pengalaman dengan para senior yang telah sampai puncak karirnya sebagai wartawan itu, cukup istimewa, dan terasa sangat luar biasa. Seketika itu, Ketua PWI Ikhlas Bakri yang saat ini memasuki periode kedua memimpin organisasi wartawan tertua di Indonesia itu jadi 'bintang', karena keberhasilannya menyatukan semua potensi wartawan di daerahnya.
    Diawali dengan perkenalan semua yang hadir, Ikhlas Bakri mengenalkan semua rekannya itu dengan sedikit nyeleneh, dan tentunya membuat suasana jadi ramai oleh gelak dan tawa rekan wartawan yang semula sedikit agak tegang, dan tidak menegangkan.   
    H. Wiztian Yoetri, wartawan senior asal Piaman yang hadir pada kesempatan itu ingin PWI Padang Pariaman punya sebuah lembaga penerbitan majalah atau buletin. Sebab, dengan itulah manakala tulisan wartawan di daerah ini tak tertampung di media tempat dia bekerja, bisa di salurkan.
    Ciwek, sapaan akrap Wiztian Yoetri ini yang menurut Ketua PWI Ikhlas Bakri, orang yang cukup punya nama di Piaman ini memberikan motivasi, agar wartawan di kampungnya juga punya keinginan untuk membuat atau menulis buku. "Kita bisa tulis buku tentang kiprah anggota dewan, misalnya. Mereka yang dikenal sebagai wakil rakyat itu, tentu ingin pula perjuangannya dipublikasikan," kata dia.
    Sejarah kepenulisannya itu, menurut Ciwek tidak terlepas dari peran seorang wartawan paling senior piaman Nasrun Jon yang hingga kini masih aktif menulis. Dia adalah ketua peralihan Balai Wartawan menjadi PWI Perwakilan Padang Pariaman. Dia juga seorang tokoh masyarakat dan saksi sejarah yang eksisitensinya masih berlanjut hingga kini.
    "Nasrun Jon dulu diangkat almarhum Bupati Anas Malik sebagai Sespri (Sekretaris Pribadi) dan Bagian Kehumasan karena keahliannya. Beliau juga punya peran sentral membebaskan tanah dan membangun kantor PWI ini," sebut Ciwek, wartawan senior yang mengawali karier jurnalistiknya di Pariaman. Dia bermitra dengan Walikota Pariaman Mukhlis Rahman yang saat itu menjabat Kepala Bagian Humas Kabupaten Padang Pariaman.
    Mantan Komisaris Koran Harian Padang Ekspres dan Owner portal berita sumbarsatu.com yang juga pengusaha itu menyebutkan, di Balai Wartawan (kantor PWI kini) dahulunya tempat semua wartawan berkumpul sebelum ke lapangan meliput berita.
    Ciwek menegaskan, darah daging seorang wartawan tidak lain adalah kode etik jurnalistik. Hal seperti itu, menurutnya makin sensitif di tengah banyaknya wartawan yang mengabaikan sisi tersebut, demi sebuah ekspektasi lain. Kode etik jurnalistik itu adalah nuraninya wartawan, kompas moralnya para jurnalis.
    "Wartawan juga seorang periset, jika dihadapkan pada sebuah kasus atau peristiwa. Tidak hanya sekedar mengejar berita yang terlihat di permukaan," ungkapnya.
    Sebagian besar para wartawan senior itu berkomtar, bahwa Silatwapia yang diadakan PWI Padang Pariaman sangat luar biasa, dan patut diadakan secara kontinyu. Apalagi, menyatukan wartawan dalam satu acara bukanlah perkara mudah, karena ego wartawan itu sulit untuk diatur, dan paling tidak suka dengan protokoler.
    Rahmat Wartira yang jadi pembicara utama menilai, seorang pekerja jurnalistik haruslah berjiwa kesatria. Artinya, ketika terjadi kesalahan dalam menulis berita, atau salah cetak, wartawan dengan cepatnya minta maaf pada pihak yang merasa dirugikan. "Jika memang profesi wartawan itu jadi pilihan, maka banggalah dengan pekerjaan itu," ungkap Adek, sapaan Rahmat Wartiwa yang asli Piaman itu.
    "Seorang wartawan harus memiliki sense of journalism, kode etik jurnalistik, UU pokok pers dan UU perusahaan pers. Godaan wartawan adalah diri dan pekerjaannya. Dia bisa mengkriminalisasi, bisa juga dikriminalisasi," kata dia.
    Benteng pertama seorang wartawan, adalah dirinya sendiri. Dan jangan pernah berniat mengkhianati profesi. Seorang wartawan harus berjiwa ksatria, harus murah menyebut kata maaf jika dia salah, jangan tunggu pula pengajuan hak jawab dari objek berita yang sudah membuat orang lain merasa rugi.
    Menurutnya, tidak ada pekerjaan yang tidak menanggung risiko. Ibarat pepatah Minang; indak ado maambiak cikarau nan kaindak kanai luluak', karena cikarau itu hanya ada di dalam luluk atau lumpur itu sendiri.
    Ketua PWI Ikhlas Bakri menyebutkan, di samping Silatwapia, pihaknya juga minta dukungan dari para senior untuk HPN tingkat nasional di Kabupaten Padang Pariaman 2017 mendatang. Kemudian, buku yang berjudul; Lebih Dekat dengan Wartawan Piaman yang diterbitkan saat HPN Sumatera Barat tahun lalu, ingin di tambah dengan biografi para wartawan senior dalam rencana centakan kedua yang akan datang. (501)

Rabu, 21 Oktober 2015

Tidak Ada Lagi Orgen Pakai Tunggal Saweran di Laga-laga Toboh Mandahiliang

Tidak Ada Lagi Orgen Pakai Tunggal Saweran di Laga-laga Toboh Mandahiliang

Padang Pariaman--Laga-laga di Kabupaten Padang Pariaman bisa disebut Balerong atau Balai Adat di daerah darek. Di laga-laga inilah kagadangan kapalo mudo. Setiap korong dan kampung punya seorang kapalo mudo, sebagai penyambung lidah niniak mamak. Dengan itu pula, di daerah ini hampir setiap korong punya yang namanya laga-laga demikian.
    Jonifriadi, Kapalo Mudo Toboh Mandahiliang, Nagari Balah Aia, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak menilai, laga-laga awalnya dibuat sebagai tempat pauleh. Pauleh, artinya sama dengan penyambung tali silaturrahim. "Tatkala nenek moyang rang Piaman tiba di rantau, dan akan menyebar di seantero perkampungan rantau ini, bertanyalah salah seorang dari mereka; dimana kita bertemu nanti. Jawab yang tua; ya, kito paulehan baliak (kembali)," ujar Jonifriadi yang juga mantan Walinagari balah Aia ini.
    "Kini, bapaulehan adalah awal mulainya acara kesenian Luambek. Kesenian yang satu ini, hanya adanya di Piaman pula. Daerah lain tak punya. Jadi, laga-laga tempat Luambek dilakukan, juga banyak fungsinya, yang intinya adalah bapaulehan (menyambung) tali silaturrahim diantara niniak mamak, kapalo mudo selaku pelaku adat di tengah masyarakat," kata dia.
    Laga-laga, katanya, dibuat tak berdinding. Hanya berlantai pelupuh, untuk menyenangkan orang-orang yang tengah memainkan Luambek demikian. Adat basandi syarak, syarak basandi kutabullah. Artinya, manakala pemain Luambek terkena oleh lawannya, hanya surau tempat kembalinya. Istilah kampungnya, kalau buluih Luambek, surau tempat mengajinya kembali. Di sini nampaknya, kalau adat itu memang erat hubungannya dengan agama (Islam).
    Syekh Tuanku Panjang, seorang ulama besar pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Dinul Ma'ruf Ujung Kubu, Nagari Sungai Dirian, Kecamatan Patamuan sebelum jadi ulama terkenal mahir dan pintar main Luambek. Namun, karena sering dan acap main kesenian perpaduan antara adat dan agama itu, ulama yang meninggal di Makkah ini akhirnya buluih juga Luambeknya.
    Sepandai-pandai tupai melompat, sesekali tentu jatuh juga. Sepandainya-pandainya Tuanku Panjang main Luambek, sesekali tentu ada juga yang membuat dia kao atau kalah, sehingga membuat dia harus pulang ke surau untuk mendalami ilmu agama, yang menjadi pegangan hidup di dunia dan akhirat. Akhirnya, pesantren yang dia dirikan di pinggir Sungai Batang Mangoi itu dibanjiri banyak santri.
    Di laga-laga inilah tempat menyelesaikan persoalan masyarakat yang berhubungan dengan adat-istiadat. Di sebut juga dengan kearifan lokal yang berlaku di tengah masyarakat itu sendiri. Laga-laga juga ada dimanfaatkan masyarakat, sebagai tempat ronda malam menjelang akhir Ramadhan. Di laga-laga itulah masyarakat menambatkan ternaknya di malam hari, yang dijaga secara bergantian oleh anak muda yang ada di tengah masyarakat terkait.
    Jonifriadi merasa bersyukur, khusus laga-laga kampungnya; Toboh Mandahiliang, Balah Aia bisa didudukkan persoalan hiburan orgen tunggal yang melanggar etika dan norma adat, yang begitu marak akhir-akhir ini. "Di sini kita dudukkan bersama, antara niniak mamak, alim ulama, cadiak pandai, walinagari, bahwa di laga-laga ini tidak boleh dilakukan hiburan orgen tunggal," kata dia.
    "Laga-laga ini hanya di khususkan untuk belajar adat, menampilkan kesenian tradisional yang telah lama jadi permainan di tengah masyarakat Padang Pariaman, seperti indang, luambek, silek, dan belajar pasambahan. Soal hiburan orgen tunggal, pakai artis tak sopan, saweran, sudah kami hentikan, karena bertentangan dengan adat dan agama yang berlaku di nagari ini," ungkapnya.
    Dia merasa senang, lantaran hal demikian bisa diterapkan setelah Jonifriadi tidak lagi jadi walinagari. "Alhamdulillah, aturan itu sudah berjalan selama dua tahun ini. Dan kita ingin, aturan ini terus dijalankan sampai kapanpun nantinya, agar masyarakat bisa terselamatkan dari hal-hal yang akan merusak mental dan agamanya sendiri," ujarnya. (501)

Senin, 19 Oktober 2015

Diduga Dipanggang, Nyawa Muhammad Raziq Nyaris Melayang

Diduga Dipanggang, Nyawa Muhammad Raziq Nyaris Melayang

Lubuk Alung, Singgalang
    Nyawa Muhammad Raziq nyaris melayang. Anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Candra Imel dan Vera Verita, Sabtu (17/10) diduga dipanggang oleh seseorang yang entah apa motifnya. Wajah dan sebagian badannya mengalami luka bakar yang cukup serius, sehingga murid kelas satu SD N 21 Kecamatan Lubuk Alung ini harus dilarikan ke RSUP M. Djamil Padang.
    Menyedihkan sekali. Muhammad Raziq yang baru saja menyelesaikan sekolahnya, Sabtu kemarin itu diangkut oleh seseorang ke tempat yang jauh; Bukik Putuih, Korong Salibutan. Sedangkan dia sekolah di SD yang terletak di Sungai Abang. Jarak dari Sungai Abang ke Salibutan diperkirakan tujuh kilometer. Lubuk Alung yang terkenal dengan panasnya itu seketika digemparkan oleh berita demikian.
    Sutan Palembang, seorang petani di Salibutan pertama kali melihat Muhammad Raziq yang sedang terbakar. Api yang hidup di tubuh anak sekecil itu, membuat Sutan Palembang langsung menyuruhnya mencebur ke sungai kecil yang ada di depannya. Dengan mencebur ke sungai kecil itulah, akhirnya api bisa padam dengan sendirinya.
    Dengan berlari-lari kecil, Sutan Palembang masuk ke sungai itu dan mengeluarkan Muhammad Raziq dari dalam sungai. Sutan Palembang tak tahu, anak kecil itu siap namanya, dan anak siapa. Dia panggil Walikorong Salibutan Doni Sugianto, mengabarkan kejadian demikian. Sang walikorong ini mengabarkan pula ke tokoh masyarakat Salibutan lainnya; Amir Husin.
    Walikorong Doni Sugianto langsung mengambil tindakan. Dia cari mobil bak terbuka, untuk bersama-sama membawa anak tersebut ke Puskesmas Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman. Sesampai di Puskesmas, orangtua korban langsung pula tiba. Pihak Puskesmas merasa tak sanggup mengobatinya. Muhammad Raziq langsung direkomendasikan ke RSUP M. Djamil Padang, untuk pengobatan luka bakar yang sangat serius.
    Kepada Singgalang, Amir Husin, tokoh masyarakat salibutan bersama Walinagari Lubuk Alung Harry Subrata, dan Kaur Kesra-nya Yardi menceritakan, siang Sabtu itu ada seorang perempuan memakai motor membeli minyak bensin enceran di sebuah kedai di Kampuang Alai Salibutan. Perempuan itu mengabarkan, kalau motor temannya kehabisan bensin. Merasa aneh, perempuan itu kembali ke kedai tersebut untuk mengantarkan jerigen bensin lebih pula dari tiga jam. Dan lagi, jerigen yang berisi minyak seliter itu, tak pula habis semuanya.
    "Ada indikasi, sebelum dibakar, Muhammad Raziq disiram terlebih dulu dengan bensin. Secepat kilat menyambar, api dengan cepatnya memamah semua bagian badannya yang telah disiram mengalami luka bakar. Untung ada sungai kecil, sehingga nyawa anak itu bisa tertolong," kata Amir Husin.
    Kapolsek Lubuk Alung AKP Raplen saat dikontak Singgalang, Ahad (18/10) mengaku pihaknya telah menangani hal demikian. "Tersangkanya telah kita ketahui. Seorang perempuan berinisial D. Sekarang, perempuan itu sedang dirujuk pula ke RSUD Pariaman, oleh pihak Puskesmas Lubuk Alung. Diduga dia minum Baclien, Sabtu malam, mungkin lantaran aksinya diketahui banyak orang," kata Raplen.
    "Hingga saat ini, kita belum bisa pastikan, apa motifnya melakukan perbuatan yang nyaris merenggut nyawa anak kecil yang belum tahu banyak dengan soal dinamika kehidupan tersebut. Namun, yang jelas pihak berwajib telah mengangani masalah ini dengan cepat," kata dia. (501)

Berangkat dari Kasus Tambang Lumajang Titik Larangan Menambang Galian C Lubuk Alung Dipatok

Berangkat dari Kasus Tambang Lumajang
Titik Larangan Menambang Galian C Lubuk Alung Dipatok

Lubuk Alung, Singgalang
    Guna mengantisipasi kasus tambang yang terjadi di Lumajang, Provinsi Jawa Timur, Muspika Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman mematok titik-titik lokasi yang pengusaha tambang galian C tidak boleh melakukan aktivitas di lokasi demikian.
    Aksi pemasangan plang merek yang diakhiri dengan; tertanda Polres Padang Pariaman itu di pasang di sejumlah titik di Nagari Lubuk Alung, tepatnya di Kampuang Koto dan Gantiang, Korong Koto Buruak. Tentunya, pemasangan itu dimaksudkan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diingini, seperti musibah bencana alam, dan lain sebagainya.
    Pemasangan yang juga diikuti Camat Lubuk Alung Suhardi, Kepala Dinas Koperindag dan Pertambang Padang Pariaman Datuak Rustam, Kepala Satpol PP M. Taufik, Ketua Bamus Lubuk Alung Takarijon, Jumat petang itu ingin adanya perubahan mendasar dalam menaati aturan main dalam persoalan galian C yang menjadi potensi besar nagari tersebut, oleh pihak pengusaha dan masyarakat.
    Kapolsek Lubuk Alung AKP Raplen menyebutkan, difasilitasinya aksi demikian, agar gejolak-gejolak dalam soal tambang galian C di kecamatan ini bisa diantisipasi. "Kita berharap, himbauan yang kita sebar pada titik yang memang tidak boleh ditambang ini bisa dipatuhi oleh pihak pengusaha," harapnya.
    Penertiban tambang pasir di Pilubang
    Kepala Satpol PP Padang Pariaman M. Taufik bersama personilnya pada Jumat itu juga menertibkan lima Dompeng pengambilan pasir di jembatan Latiang, Nagari Pilubang, Kecamatan Sungai Limau. "Sesuai arahan Pak Bupati Ali Mukhni, aksi pengambilan pasir di Pilubang itu sudah mulai mengkhawatirkan, sehingga perlu diambil tindakan," kata dia.
    "Titik yang dilarang itu, 200 meter dari arah jembatan ke bawah dan ke atasnya, dan 200 meter pula dari tepi sungai. Itu lokasi larangan, yang tidak boleh diambil pasirnya. Sama juga halnya dengan usaha galian C di Lubuk Alung," ungkapnya.
    Dampak negatif galian C            
    Tokoh masyarakat Lubuk Alung Azminur melihat, ada empat hal yang subtantif terhadap persoalan aktifitas galian C, terutama yang menggunakan alat berat (eskavator) di Kecamatan Lubuk Alung. Mulai dari pembiaran, carut marutnya perizinan yang dikeluarkan, ditandai kurang dilibatkannya lintas sektor yang terkait.
    Kemudian, katanya, pengawasan terhadap aktivitas ini sangat rendah. Law enforcement yang lemah, terutama bagi yang illegal, dan keluar dari lokasi sesuai izin, kuantitas dan kualitas aparatur yang menangani kegiatan ini rendah.
    "Kegiatan galian C ini sudah puluhan tahun berlangsungnya, dan sudah banyak material galian dikeluarkan dari lokasi ini. Hasil yang didapat, adalah lebih banyak mudarat daripad. Dampak negatif dari aktivitas galian C dengan alat berat, rusak dan hilangnya daya dukungan dalam sungai, dan biodiversitas makhluk hidup lain merupakan bagian dari ekosistim sungai juga hilang," katanya. (501)

Dampak Galian C Lubuk Alung Anak Putus Sekolah Meningkat, Sumur Warga Semakin Mengering

Dampak Galian C Lubuk Alung
Anak Putus Sekolah Meningkat, Sumur Warga Semakin Mengering

Lubuk Alung, Singgalang
    Dampak nyata yang dirasakan masyarakat akibat aktifitas galian C di Lubuk Alung saat ini, hilangnya sebagian daya dukungan dalam Sungai Batang Anai, dan di sekitarnya seperti hilangnya batu besar, yang selama ini berfungsi menahan derasnya air sungai.
    Azminur, salah seorang tokoh masyarakat Lubuk Alung menilai batu besar dalam sungai merupakan tempat berlindungnya makhluk hidup berukuran kecil. Kemudian, hilangnya beberapa makhluk hidup, yang merupakan bagian biodiversitas dalam sungai. Akibat galian C, sungai juga semakin melebar dan semakin dalam.
    "Penyediaan air dalam tanah semakin berkurang. Dapat dirasakan, bila musim kemarau sumur warga banyak yang mengering, sebagai akibat dasar sungai semakin dalam. Kalau musim hujan datang, berpotensi mengancam kehidupan warga, terutama yang hidup dan bertempat tinggal di sepanjang bantaran Sungai Batang Anai, karena debet air meningkat dan menyebabkan terbannya beberapa titik bibir sungai," kata dia.
    Yang tidak kalah sedihnya, lanjut Azminur, mantan Camat Lubuk Alung ini, banyaknya anak-anak wajib belajar menjadi putus sekolah. Pada umumnya, anak-anak tersebut punya aktivitas di lokasi penambangan. Eksploitasi besar-besaran ini dilakukan segelintir kelompok masyarakat, dengan menggunakan alat berat seperti eskavator dengan berbagai ukuran paket dari jenis alat berat.
    Aktivitas galian tambang ini, katanya lagi, sudah puluhan tahun berlangsung. Dampaknya sudah dirasakan langsung, karena kurang dikelola dengan baik, dalam arti tatakelola sumber material ini dirasakan tidak ada. Sangat jelas, ada indikasi pembiaran oleh pemerintah.
    "Ada hak dan kewajiban dari pelaku tambang yang perlu dipertanyakan, yakni kewajibannya mengurus izin, membayar uang untuk reklamasi pasca penambangan, atau izin sudah habis. Sebaiknya, kewenangan sektor pertambangan sesegera mungkin ditarik ke Pemrov Sumbar," katanya. (501)

Sabtu, 17 Oktober 2015

Anak Banyak Awak Sakit Kronis Pula Otnadi, Potret Warga Miskin yang Butuh Bantuan Banyak Pihak

Anak Banyak Awak Sakit Kronis Pula
Otnadi, Potret Warga Miskin yang Butuh Bantuan Banyak Pihak

Lubuk Alung--Otnadi telah dinyatakan mengalami penyakit kronis (post TB paru dengan hemapthe) oleh Puskesmas Lubuk Alung. Bapak berusia 46 tahun ini sudah harus menjalani perawatan intensif, supaya bisa sembuh dari penyakitnya itu. Namun, karena sesuatu lain hal, demikian itu tak bisa diwujudkannya.
    Kini, terpaksa istrinya; Vonni Rahayu bating stir. Ibarat main bola, kiper atau penjaga gawang harus maju, demi untuk kehidupan mereka berkeluarga. Apalagi, delapan putra-putri pasangan Otnadi dan Vonni Raharu ini masih kecil-kecil, yang sangat bergantung pada kedua orangtuanya.
    "Kadang mengambil upah cucian kain. Kadang ke sawah dan ladang orang lain. Yang penting bisa untuk sesuap pagi dan sesuap petang kami bersama dalam rumah ini. Yang namanya kerja serabutan, tentu tak ada ukuran upah yang harus diterima. Yang penting bisa menghasilkan," cerita Vonni Rahayu.
    Seorang anaknya, Risky Hidayatullah juga mengalami sakit kronis yang harus dirawat. Otnadi yang sejak sakit tak lagi dapat bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebelumnya dia bekerja sebagai buruh tani, mengerjakan apa yang bisa dilakukan untuk menghidupi anak dan istrinya.
    Banyak anak, banyak pula rezeki sepertinya tidak atau belum berlaku bagi Otnadi dan Vonni Rahayu. Buktinya, Vonni yang baru berusia 38 tahun telah melahirkan anak delapan orang. Namun, kondisi kehidupannya masih jauh panggang dari api. Anaknya yang paling tua, kini masih duduk di bangku SMA, yang agaknya nyaris pula putus sekolah, kalau tidak ada invus atau bantuan biaya untuk kelanjutan pendidikannya itu.
    Bersama keluarga besarnya, Otnadi tinggal dalam pondok kecil, yang tentunya bersempit-semnpit bila tidur di malam hari. Pondok kecil yang terbuat dari kayu, terletak di Kabun Baru, Korong Balah Hilia, Nagari Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman. Ingin dia punya rumah layak seperti kebanyakan orang di sekelilingnya, tetapi kondisi keuangan dan usaha yang dia lakukan tidak mencukupi.
    Beberapa waktu lalu, Otnadi mendatangi Kantor Walinagari Lubuk Alung. Dia ingin mengadukan nasib malang yang menimpa dirinya itu kepada pemerintah. Dibawanya semua surat yang telah dikeluarkan Puskesmas, yang menyatakan dia sakit kronis, dan harus mendapatkan perawatan intensif. Karena uang tak punya, dia ingin pihak nagari bisa meringankan bebannya itu.
    Walinagari Lubuk Alung Harry Subrata bersama Kaur Kesra-nya Yardi merasa terenyuh melihat parasaian yang ditanggung Otnadi dan keluarganya. Seketika, pihak nagari langsung melengkapi semua prosedural surat permohonan, yang selanjutnya tentu diajukan ke tingkat kabupaten.
    "Semua dokumen ini kita ajukan ke Baznas Padang Pariaman. Kalau bisa, tentu juga ke Dinas Sosial. Sebab, banyak persoalan yang harus ikut di-kerjasamakan dalam masalah Otnadi dan keluarganya itu. Semoga saja, permohonan ini bisa dikabulkan secepatnya," kata Harry Subrata dan Yardi. (501)

Kamis, 08 Oktober 2015

70 Persen Kondisi Jalan Kabupaten Rusak Berat, Pembangunan Infrastruktur Tahun Ini Cukup Banyak di Lubuk Alung

70 Persen Kondisi Jalan Kabupaten Rusak Berat, Pembangunan Infrastruktur Tahun Ini Cukup Banyak di Lubuk Alung

Lubuk Alung--Sekitar 70 persen jalan kabupaten di Kecamatan Lubuk Alung, kondisinya rusak berat. Hanya 30 persen yang kondisinya agak sedikit baik. Rusaknya jalan demikian, akibat aktivitas usaha galian C illegal yang sengaja 'dibiarkan'.
    Azminur, tokoh masyarakat Lubuk Alung kepada Singgalang, kemarin melihat jalan kabupaten yang rusak berat di kampungnya itu; jalan PLN Batang Tapakis, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang menuju Singguliang, Lubuk Alung. Ini boleh dibilang 100 persen punahnya. Bahkan, aspal yang hancur sejak lima tahun yang lalu itu, hingga saat ini tak ada lagi perbaikannya.
    "Sedangkan kondisi jalan dari Balah Hilia menuju Singguliang dan Nagari Pasie Laweh Lubuk Alung. Diperkirakan, jalan itu punah sekitar 60 persen. Selanjutnya, jalan dari Koto Buruak ke Padang Pulai, Pasie Laweh yang hancur sekitar 90 persen. Begitu juga jalan dari Padang Pulai ke Kampuang Pondok, Pasie Laweh juga rusak berat sekitar 90 persen," kata Azminur, mantan Camat Kecamatan Lubuk Alung ini.
    Azminur menambahkan, jalan Sikayan, Gamaran, Salibutan, Gantiang Koto Buruak, dan Nagari Sikabu Lubuk Alung 80 persen dinilai rusak dan punah. Jalan Rimbo Panjang ke Pungguang Kasiak 60 persen mengalami kerusakan. "Beberapa waktu lalu, saya bersama kawan-kawan melakukan survei soal itu, dengan langsung turun ke kampung-kampung tersebut," ungkapnya.
    Menurutnya, salah satu tugas pokok pemerintahan, berkewajiban untuk membangun infrastruktur umum (jalan dan jembatan), fasilitas sosial, pendidikan, kesehatan. Karena jalan ini harus menjadi prioritas utama, saatnya Pemkab Padang Pariaman membangunnya kembali. Apalagi, keberadaan jalan demikian sangat menunjang perekonomian masyarakat itu sendiri.
    Dia melihat, hampir selama satu periode jalan kabupaten di Kecamatan Lubuk Alung itu tidak pernah diaspal. Padahal, sudah beberapa kali diusulkan dalam Musrenbang untuk diaspal kembali. Sampai saat ini, kondisi jalan tersebut sangat memprihatinkan. Tiap hari kabut beterbangan, terutama pada saat truk pengangkut galian C lewat. Tentunya, kondisi ini berakibat pada kesehatan masyarakat.
    Anggota DPRD Padang Pariaman asal Lubuk Alung, Jaliyus Budhi kepada Singgalang menjelaskan, bahwa dalam APBD tahun ini ada banyak pembangunan jalan kabupaten di Lubuk Alung. Sebagian ada yang sedang dikerjakan, dan sebagian lagi akan dikerjakan.
    "Yang jelas, sesuai perjuangan kita di lembaga wakil rakyat, jalan yang rusak dan punah di Lubuk Alung itu dapat sambutan dari eksekutif, untuk pembangunannya kembali. Kita tahu, jalan yang rancak dan bagus merupakan idaman semua masyarakat," ungkapnya.
    APBD 2015
    Upaya perbaikan infrastruktur terus ditingkatkan Pemkab Padang Pariaman dalam rangka menggerakkan roda perekonomian. Namun, disadari juga pembangunan infrastruktur dilakukan secara bertahap, berkaitan kemampuan keuangan daerah itu sendiri.
    Kabag Humas Setdakab Padang Pariaman Hendra Aswara, Kamis (9/10) menyebutkan hal itu. "Padang Pariaman mempunyai panjang jalan sekitar 1.400 km. Artinya, sama dengan jarak tempuh Pariaman - Jakarta. Untuk perbaikan infrastruktur jalan, kita lakukan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan daerah. Ini sudah menjadi komitmen kepala daerah bersama DPRD, dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat," kata Hendra Aswara, jebolan STPDN angkatan XI itu.
    Dijelaskannya, untuk 2015 ini telah dianggarakan pembangunan jalan, jembatan, MCK, penyediaan air bersih, serta irigasi sebesar Rp138 miliar untuk 17 kecamatan di Padang Pariaman. Anggaran tersebut terletak pada Dinas Pekerjaan Umum. "Seluruh kegiatan tersebut telah banyak yang selesai, dan masih ada yang sedang dikerjakan," kata mantan Kabid Diklat BKD ini.
    Ketika dikonfirmasi mengenai kegiatan fisik untuk kecamatan Lubuk Alung, Hendra memberikan rincian pekerjaan yang dilaksanakan tahun ini sebanyak 18 kegiatan. Mulai dari peningkatan jalan Pondok Pesantren Tuanku Jali Sadana, peningkatan jalan Rawang Lokan, Taluak Balibi (lanjutan), peningkatan jalan (hotmix) perumahan Tapian Puti (Kampuang Ladang) Balah Hilia, Lubuk Alung.
    Selanjutnya, peningkatan jalan alternatif samping rel kereta api Kampuang Tangah, Jambak Lubuk Alung, pemeliharaan periodik jalan jurusan Jambak – Ketaping, pembangunan MCK di Lubuk Alung, peningkatan jalan sawit di Korong Rawang, Nagari Aia Tajun Lubuk Alung, pembangunan jembatan Kampuang Baru - Aia Tajun, peningkatan jalan Aia Tajun - Batang Kambaru, dan peningkatan jalan samping kantor walinagari Pungguang Kasiak Lubuk Alung.
    Kemudia, lanjutnya, juga pemeliharaan periodik jalan Simpang Empat Sikabu - Balanti, pemeliharaan periodik jalan Jambak - Lubuak Simantuang, pembangunan Irigasi Lubuak Munti, Korong Salibutan, pembangunan MCK di Sikabu, peningkatan dan pengembangan perpipaan air bersih Sikabu.
    Menurut Hendra, ada juga rehabilitasi jaringan irigasi D.I Banda Pondok, Pasie Laweh Lubuk Alung, peningkatan jaringan irigasi D.I Lubuak Simantuang, dan peningkatan  jaringan irigasi D.I Lagan Buiah, Pasie Laweh. "Pembangunan infrastruktur ini tentunya  sesuai aspirasi masyarakat, dan ke depan kita lebih tingkatkan lagi," kata utra Sungai Geringging itu. (501)