wartawan singgalang

Minggu, 22 November 2015

Cerita Nurmani, Anggota KT Ampek Saiyo Sapi Bali yang Jantan Lebih Liar dan Pendendam

Cerita Nurmani, Anggota KT Ampek Saiyo
Sapi Bali yang Jantan Lebih Liar dan Pendendam

VII Koto--Nurmani sepertinya telah mahir soal sapi Bali. Dia punya pengalaman dalam mengelola sapi jenis itu. Tak heran, ketika kelompok tani yang dimasukinya; Ampek Saiyo dapat bantuan sapi 2014 lalu, Nurmani kebagian jatah untuk mengelola yang jantannya. Hingga saat ini, sudah setahun lebih ibuk paruh baya tersebut mengelola sapi demikian.
    "Saat awal sapi ini diangkut ke sini, belum serancak sekarang badannya," ujar Nurmani. Alhamdulillah, karena terus di rawat dan di pelihara dengan baik, sapi ini seolah memperlihatkan masa depannya yang cerah, kata dia saat di datangi Singgalang, Minggu (22/11) di rumahnya, Kampuang Baru, Nagari Lareh Nan Panjang, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Padang Pariaman.
    Nurmani, satu dari 27 orang anggota Kelompok Tani (KT) Ampek Saiyo. Kelompok itu dapat bantuan 11 ekor sapi tahun lalu dari program Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP) Provinsi Sumatera Barat. Dia merasa senang, karena memang telah terbiasa mengurus sapi sejak dulunya.
    Menurut kesepakatan dalam kelompoknya, sapi yang dipelihara oleh anggota kelompok, diperhitungkan dalam jangka waktu tiga tahun. "Kalau yang jantan, tentu harganya yang diperhitungkan," ungkapnya. Mislanya, seekor sapi jantan itu awalnya seharga Rp700 ribu, maka setelah tiga tahun berapa harga jualnya. Nah, yang kelebihan dari modal awal itulah yang harus dibagi antara pengelola dan kelompok.
    Sementara, lanjut Nurmani, yang disebut modal awal senilai harga sapi tersebut akan diberikan pada anggota yang saat ini belum kebagian mengelola sapi. Begitu pula yang betinanya. Anak dari sapi awal itu diberikan pula pada anggota yang belum dapat jatah pada pemeliharaan pertama ini.
    Nurmani yang didampingi suaminya Taherman itu menceritakan, kalau kelebihan sapi Bali dengan sapi kampung biasa lumayan banyak. "Sapi Bali yang betina, semakin acap beranak semakin bertambah pula daging induknya. Artinya, induknya semakin gemuk," katanya.
    Sedangkan yang jantan, ujar Nurmani, itu harus dipelihara pakai perasaan. Tak bisa dikasari. Sebab, yang jantan di samping liar, juga memiliki sifat pendendam alias meredam perasaan yang cukup lama manakala diberangi.
    Soal makanan, sapi Bali lebih gampang dari sapi kampung. Di samping makan rumput dan isi batang pisang, daun-daunan banyak disukai sapi demikian. Nurmani punya kedua jenis sapi tersebut. Sapi kampung betina, miliknya sendiri juga menjadi bagian kesibukannya dalam mencarikan rumputnya yang dilakoni tiap harinya.
    Menurut perhitungan ekonomi kampung, Nurmani merasakan adanya nilai tambah buat kemasukan dalam hidupnya dari mengelola sapi milik kelompok tersebut. Untungnya, pemerintah menyerahkan bagaimana baik tekhnis mengelola sapi itu. "Cara pemeliharaan yang dilakukan di rumah masing-masing anggota, merupakan kesepakatan dalam kelompok yang diputuskan melalui rapat bersama," ungkapnya.
    Nurmani menambahkan, dari 11 ekor sapi bantuan 2014 lalu itu, hanya dua ekor yang jantannya. Selebihnya sapi betina. Semua sapi di kelola oleh anggota kelompok. Dia melihat, bantuan seperti itu sangat tepat sasaran, dan dirasakan betul manfaatnya oleh masyarakat kampung, yang memang sudah terbiasa dalam memelihara sapi. (501)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar