wartawan singgalang

Kamis, 05 November 2015

Buatan Nazir Rancahi Pulau Sumatera Tembikar Bekas Jauh Lebih Mahal dari yang Barunya

Buatan Nazir Rancahi Pulau Sumatera
Tembikar Bekas Jauh Lebih Mahal dari yang Barunya

Nan Sabaris--Sejak beberapa hari ini matahari sudah menampakkan wujudnya. Seiring menghilangnya kabut asap, Nazir pun mulai lancar menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Maklum, bapak dengan lima orang putra-putri ini punya pekerjaan yang berhubungan dengan rancaknya kondisi hari.
    Dia membuat tembikar dari tanah liat yang super. Tembikar yang berbentuk tempurung kelapa di belah dua itu, adalah alat paling penting untuk membentuk emas jadi cincin, liontin, dan lain sebagainya. Bersama istrinya Rahima, Nazir mengaku menekuni pekerjaan itu sejak 2008 silam.
    Dalam rumahnya di Nagari Kapalo Koto, Kecamatan Nan Sabaris, Padang Pariaman penuh dengan tembikar yang sudah dipanggang, dan tentunya siap untuk dikirim ke konsumennya dari berbagai daerah di Pulau Sumatera dan sebagian ke Pulau Jawa. Sedangkan di halamannya, ada banyak tembikar yang dijemur.
    "Yang sudah kering kita angkut ke belakang rumah, tempat pembakaran," kata dia saat bersua Singgalang, Rabu (4/11) di rumahnya. Nazir yang mengaku asli Sungai Geringging itu belajar banyak cara membuat tembikar ini dari istrinya Rahima. "Alhamdulillah, sekarang alah awak pula yang jadi kepalanya," kata dia sambil ketawa kecil.
    Tembikar, kata Nazir, lebih mahal harga jualnya yang bekas daripada yang baru. Ukuran yang paling besar, Nazir menjualnya Rp17 ribu. Tetapi, kalau hal itu sudah di pakai orang untuk membuat berbagai bentuk perhiasan emas, harga tembikar jauh lebih mahal. Kadang bisa Rp50 ribu untuk sebuahnya.
    Kenapa bisa mahal yang bekas dari yang baru? Nazir menyebutkan, bahwa yang bekas punya kandungan emas yang bisa diolah lagi. Maka dari itulah harga tembikar bekas jauh lebih mahal.
    Nazir membuat banyak macam ukuran tembikar. Mulai dari yang paling kecil hingga yang paling besarnya, itu ada 12 macam. "Untuk satu kali membakar, itu sekitar Rp3 juta harga jualnya yang kita pasarkan ke pandai emas. Dalam sehari, kita hanya mampu melakukan sekali bakar," ujar dia.
    Tembikar buatan Nazir banyak dikirim ke Jakarta, dan telah merancahi hampir seluruh daerah di Pulau Sumatera. Mulai dari Nanggro Aceh Darussalam, Bengkulu, Lampung, Jambi, Muaro Bungo, Pekanbaru, dan sesekali ke Batam dan Padang. Untuk membuat tembikar yang banyak, dia punya 18 orang tenaga. "Para pekerja sebanyak itu, ada yang membuat di rumah ini, dan banyak pula yang bekerja di rumahnya masing-masing. Sebab, membuat tembikar bisa dilakukan dengan sambilan," sebutnya.
    "Tanah liat super yang sudah diolah, kita antarkan ke rumah anggota, dengan sistem borongan. 1.000 unit tembikar ukuran kecil ini, itu dihargai Rp45 ribu. Sedangkan untuk yang paling besar, sebuahnya kita upah Rp4 ribu," ulas Nazir.
    Dia menilai, sejak pascagempa 2009, permintaan akan tembikar sangat tinggi. Tak heran, semua tembikar yang sudah matang dari pembakaran tak begitu lama parkirnya dalam rumah. "Langsung kita masukkan ke kardus, dan siap di jemput oleh travel ke tujuan yang telah dipesan para pelanggan," katanya.
    Dengan pekerjaan itu pulalah, Nazir dan Rahima mampu menyekolahkan lima orang anaknya, yang saat ini masih duduk di bangsu sekolah. "Alhamdulillah, semua pelanggan hanya saling kepercayaan. Dia telepon kita, lalu kita kirim barang. Kadang, barang belum sampai, uang sudah kita terima," tukuknya dengan senang hati.
    "Malah ada seorang pelanggan di Aceh sana, yang hingga saat ini belum pernah bertemu sama sekali. Hanya komunikasi lewat telepon, dan hubungan tetap lancar," ulasnya dengan penuh semangat. (501)

1 komentar: