wartawan singgalang

Rabu, 31 Oktober 2012

Petani Sijangek Belum Terkontaminasi Peralatan Modern

Petani Sijangek Belum Terkontaminasi Peralatan Modern

Patamuan---Matahari yang terbit di pagi hari memancarkan sinarnya ke seantero perkampungan, membuat Bustanul Arifin Khatib Bandaro lebih asik dan santai malambuik padinya yang tengah dipanen. Segepok padi yang baru di sabit, langsung dilemparkannya ke sebuah tong, alat untuk malambuik padi demikian.
    Bagi dia, malambuik padi setiap kali musim panen adalah hal yang telah lama dilakukan. Bahkan, pekerjaan itu sudah menjadi tradisi dalam kampung kecil yang bernama Sijangek, Nagari Sungai Durian, Kecamatan Patamuan, Padang Pariaman. Masyarakat petani lainnya dikampung itu pun tak seorang juga yang menggunakan alat modern, seperti mesin perontok gabah misalnya.
    "Orang kampung lebih memilih pakai tong ini, lantaran hasil berasnya enak. Dan padi yang dirontokkan kayak begini tak banyak yang terbuang-buang, seperti yang terjadi saat memakai mesin. Begitu juga dalam membajak sawah, semua masyarakat petani Sijangek menggunakan tenaga kerbau," cerita Bustanul Arifin.
    Dia melihat, ada sebuah keuntungan bila membajak sawah dengan menggunakan tenaga kerbau. Disamping kedalaman sawah semakin rancak, lumpurnyapun bisa sekalian menjadi pupuk. Akhirnya, hasil tanam padi pun bisa berkembang dengan nuansa yang bagus dan banyak hasil pula. Agaknya, tradisi seperti ini sudah menjadi turun-temurun ditengah masyarakat sejak dulunya sampai saat ini.
    Satu hal lagi yang menjadi kesenangan bertani dengan cara kampung, adalah terbangunnya nilai-nilai kebersamaan diantara petani kampung itu. Masyarakat secara bergantian menggarap sawahnya antara satu petani dengan petani lainnya. Itu berlaku sejak dari mulai membajak sawah, hingga memanen hasil padi yang sudah patut di panen. "Dengan ini, saciok bagaikan ayam, sadanciang bagaikan besi. Itulah nilai yang menjadi kebanggaan bagi masyarakat petani," ujar dia.
    "Yang laki-laki bekerja bersama. Ada yang menyabit, ada pula yang malambuiknya. Sedangkan yang perempuan yang dibantu anak dan menatunya sibuk pula menanak nasi dirumah, untuk diantarkan nantinya kesawah, buat makan orang yang tengah bekerja malambuik padi. Bagi petani, rasa senang bertani itu terjadi, manakala padinya sedang dipanen," kata dia.
    Menurut Bustanul Arifin, bagi petani di Sijangek ini tak begitu banyak mengeluarkan modal buat menggarap sebidang sawah. Bahkan, ada yang hanya dengan modal kerja saja. Untuk pupuk, benih dan kebutuhan lainnya cukup menggunakan benih masyarakat yang lain, yang secara kebetulan berlebih pula. Kadang-kadang pupuknya pun banyak memakai pupuk kandang, alias pupuk organik yang dibuat sendiri.
    Bersama petani lainnya di kampung itu, Bustanul Arifin sedikit merasa lega, karena aliran air dari irigasi kecil tetap lancar. "Ada sekitar 10 hektare lebih sawah yang digarap masyarakat kampung kecil ini. Alhamdulillah, setiap kali selalu digarap untuk lahan pertanian padi. Sesekali ada juga yang dipakai sebagiannya untuk lahan ladang. Mulai dari ladang jagung, cabai dan ladang lainnya.
    Satu hal yang menjadi kesulitan bagi masyarakat petani disini, adalah belum adanya jalan tani untuk memudahkan masyarakat mengangkut hasil panennya keluar dari sawah dengan mudah. "Saat panen ini, kita masih banyak menjujung saja. Bahkan, sampai kerumah padi yang dimasukkan kekarung itu dijujung dikepala. Kedepan, agaknya butuh jalan tani, sehingga kendaraan bisa langsung menjemput hasil panen," pintanya. (damanhuri)

Senin, 22 Oktober 2012

Awak Miskin, Anak Dapat Tumor Ganas Pula

Awak Miskin, Anak Dapat Tumor Ganas Pula

Kayutanam---Robby Yohendra saat ini semestinya sedang berkutat di bangku kuliah. Anak jolong gadang itu kelahiran 1994 ini baru saja menamatkan SMA Negeri 1 2x11 Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman, empat bulan lalu. Tetapi, Tuhan berkehendak lain. Ia menderita penyakit tumor ganas pada betis kaki kanannya. Kini, Robby terbaring tak berdaya beralaskan kasur usang di rumah orangtuanya, sebuah rumah yang amat sangat sederhana pula.
    Tuhan memberikan ujian atau cobaan kepada hamba-hamba-Nya dengan berbagai bentuk. Ada yang diuji dengan kekayaan dan kesenangan, tetapi ada juga yang mendapat ujian berupa kesulitan hidup dan penyakit. Dengan begitu mungkin Tuhan ingin mempertemukan kedua pihak dalam jalinan kepedulian sosial.
    Menurut Syahril alias Ain (45), orangtua Robby, gejala tumor yang diderita anaknya sudah mulai dirasakan si anak menjelang mengikuti ujian nasional (SMA). Namun, baru ia bawa berobat ke RSUP M. Djamil Padang sekitar awal Juli, itupun dengan memanfatkan Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) pinjaman. "Kartu Jamkesda kami sudah mati tahun 2008. Bukannya mengobati, pihak RSUP M. Djamil justru mengambil sampel daging dan tulang pada bagian kaki Robby yang sakit, kemudian memberi obat antibiotik dan penghilang rasa sakit. Kami pun disuruh pulang. Waktu itu betis Robby masih terlihat normal, belum membengkak seperti ini," kata dia.
    Ain terlihat menggeleng kesusahan. Beban hidup yang kian terasa berat. Sebab, disamping Roby yang sakit, juga adiknya tiga orang lagi yang mesti dibiayai. "Keinginan kami mengobati untuk kesembuhan Robby sangat besar. Sayangnya terkendala oleh ketiadaan biaya. Robby hanya kami bawa berobat alternatif. Dulu, betisnya ini keras bagaikan batu. Kini sudah lunak seperti bagian tubuh yang lain," ceritanya.
    Ain, lelaki kelahiran Padang Sago 1967 ini sehari-hari bekerja serabutan sebagai buruh tani. Isterinya, Nurlela sehari-hari hanya di rumah mengurusi keempat putra mereka. Sejak kondisi kesehatan Robby terus memburuk, praktis kegiatan Ain mencari nafkah jadi berkurang. Hampir setiap hari ia harus mencarikan bahan ramuan pengobatan alternatif tersebut.
    Menggalang bantuan
    Salah seorang tokoh masyarakat Kayutanam, Endarmy ikut merasakan kesusahan yang dialami keluarga Ain dan Nurlela demikian. Tokoh yang kini berkiprah di DPW Partai NasDem Sumatra Barat ini mulai menggalang bantuan dengan membuatkan proposal yang ditandatangani Syahril serta diketahui Walinagari Kayutanam dan Camat 2x11 Kayutanam. Menurut mantan anggota DPRD Sumbar 2004 – 2009 ini, proposal itu akan ia kirim ke berbagai lembaga kemanusiaan yang ada di Sumbar.
    "Mereka bukan hanya butuh biaya untuk pengobatan Robby, tetapi juga biaya hidup sehari-hari lantaran Pak Ain tak lagi bisa mencari nafkah secara rutin. Selain itu, bisa kita lihat, rumah semi permanen yang mereka tempati ini sudah tidak layak huni. Mereka butuh biaya untuk memperbaiki, terutama atapnya yang bocor di sana-sini. (damanhuri)

Aguster Warga Miskin Lubuk Alung Setelah Kecelakaan, Rumahnya Tertimpa Pohon Kelapa Pula

Aguster Warga Miskin Lubuk Alung
Setelah Kecelakaan, Rumahnya Tertimpa Pohon Kelapa Pula

Lubuk Alung---Cuaca yang tak menentu akhir-akhir ini melanda Padang Pariaman dan sejumlah daerah lainnya di Sumatra Barat, membuat rumah Aguster, 46, rusak berat, akibat dihimpok batang karambie. Rumah pondok yang terbuat dari kayu itu, separoh atap dan bangunannya mengalami kerusakan, karena angin yang menumbangkan pohon kelapa disamping rumahnya.
    Untungnya, sebanyak sembilan orang isi rumah itu, Aguster bersama istrinya, Rukmini serta anak dan menantunya tidak ada yang korban jiwa. Semuanya selamat dari amukkan angin kencang yang ikut melanda rumahnya, beberapa waktu lalu tersebut. Seminggu sebelum kejadian yang menimpa rumahnya itu, Aguster yang seorang tukang ojek itu juga mengalami musibah. Dia menambrak seekor anjing, yang membuat dia terjatuh dari motornya.
    Sebagai orang miskin, tinggal dipondok pula, masyarakat Jorong Pasa Jambak, Korong Balah Hilia, Lubuk Alung, Padang Pariaman ikut merasakan duka dan musibah yang dialami Aguster demikian. Jumat kemarin, dari hasil badoncek yang dilakukan masyarakat di Masjid Al-Munawarah Muhammadiyah, Jambak terkumpul dana ala kadarnya, buat menolong perbaikan atap dan rumah Aguster.
    Walinagari Lubuk Alung, Harry Subrata bersama Sekretarisnya, Yardi setelah mendengar kabar itu, langsung turun tangan. "Ditaksir, ada kerugian sekitar Rp5 juta. Ini merupakan musibah yang kesekian kalinya menimpa warga miskin. Diharapkan, rumah itu bisa diperbaiki kembali, agar anak dan keluarganya tidak terlantar untuk tidur malam," kata Yardi.
    Hingga saat ini, Aguster tak bisa berbuat banyak. Motornya yang habis menabrak anjing, sedang lagi diperbaiki disebuah bengkel. Dan dia pun baru habis melakukan pengobatan ulah kejadian itu, dan saat ini masih dalam tahapan penyembuhan. "Alhamdulillah, bantuan dari masyarakat Pasa Jambak sangat berati sekali. Walaupun belum mampu menutupi kekurangan semua kerusakan rumah yang tertimpa pohon kelapa demikian," ujar dia sedih.
    Bagi Aguster, rumah kayu yang dibuatnya sejak lama itu sangat besar sekali artinya. Dalam rumah kecil itulah bapak banyak anak itu saling berbagi cerita dengan istri dan anaknya. Melanjutkan perjuangan hidup, lewat sebuah sepeda motor. Dia mengojek seadanya saja. Apalagi persaingan ojek semakin menggila, sehingga dia pun tak banyak dapat penghasilan buat kehidupan rumah tangganya.
    Ingin sekali Aguster membuat rumah rancak, seperti yang dimiliki banyak orang di Lubuk Alung. Tetapi, perjalanan hidupnya tak semulus yang dia bayangkan. Dia berusaha saban hari, melakoni orang yang mau menaiki ojeknya. Tetapi hasilnya, ya untuk lepas makan saja sudah mujur. "Alun bisa awak mambao honda lai. Masih terasa sakit badan ini digarikkan, akibat terjatuh sebahis tertabrak anjing seminggu yang lalu," ungkapnya. (damanhuri)

Kamis, 11 Oktober 2012

Wakili Sumbar ke MTQ Korpri Tingkat Nasional Selain PNS, Zaimar Juga Guru Mengaji

Wakili Sumbar ke MTQ Korpri Tingkat Nasional
Selain PNS, Zaimar Juga Guru Mengaji

Pariaman---Zaimar sama sekali tidak menyangka, kalau dirinya bisa juara MTQ Korpri tingkat Sumatra Barat. Memang, guru bidang studi Alquran dan Hadist pada MTs YDSI Islamic Centre Pariaman itu sudah gemar mengaji semenjak kelas tiga SD dulunya. Namun belum pernah juara atau meraih prestasi pada MTQ nasional, baik tingkat kecamatan, apalagi tingkat kabupaten dan provinsi.
    Tetapi Tuhan berkehendak lain. Perempuan tiga anak kelahiran Gasan Gadang, Kecamatan Batang Gasan itu mampu keluar sebagai juara satu pada cabang Tilawah Putri di MTQ atar pegawai negeri se Sumatra
Barat yang diadakan di Padang, pekan lalu. Dan dia pun merasa senang dan gembira, bisa mengharumkan nama baik pegawai dilingkungan Pemkab Padang Pariaman, dan insya Allah sebulan lagi dia akan ikut MTQ Korpri pada tingkat nasional yang akan diadakan di Makassar, mewakili ranah Minang ini.
    Dia melihat, juara dalam sebuah kompetisi seperti MTQ misalnya, itu nasib-nasiban. "Walaupun saya belum pernah menjuarai MTO nasional, anak asuhan saya telah banyak yang juara. Dibidang MTQ nasional saya sering juga ikut, tetapi belum bisa mendapatkan prestasi karena lebih banyak yang pandai dari saya, dan itu juga merupakan takdir bagi saya," cerita Zaimar saat bertemu dengan Singgalang, Selasa kemarin di
Pariaman.
    Disamping sebagai seorang guru di sekolah berbasiskan agama itu, Zaimar juga guru ngaji. Khusus dikediamannya di Batang Kabuang, Pariaman, Zaimar membimbing anak-anak sebanyak 200 orang lebih setiap malamnya. Itu khusus dibidang seni tajwid Alquran. Tak heran, bagi Zaimar tidak ada istilah waktu yang terbuang sia-sia. Siang hari aktif mengajar sebagai guru PNS dilingkungan Kemenag Padang Pariaman, dan malam harinya juga bergelut dengan anak-anak kampung disekitar tempat tinggalnya itu.
    Zaimar menilai, hidup dengan cara mengajar adalah ibadah, apabila dilandasi dengan tulus dan ikhlas. Untuk ini dia selalu senang dan gembira, manakala menghadapi pelajar, baik di sekolah maupun dirumah. Kini, dia sedang sibuk mengurus segala kelengkapan administrasi untuk ikut MTQ Korpri tingkat nasional yang akan diadakan November mendatang di Makassar, dan sekalian menggiatkan latihan.
    Dia bertekad untuk bisa membawa nama baik pegawai Sumatra Barat dikancah nasional itu. Dia akan berbuat semaksimal mungkin. Untuk itu, dia sangat mengharapkan dukungan dan doa restu dari seluruh pegawai Pemkab Padang Pariaman dan masyarakat banyak, agar dia bisa tampil maksimal, yang pada akhirnya bisa meraih prestasi pula. (damanhuri)

Sabtu, 06 Oktober 2012

Melihat Pesona Wisata Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura

Melihat Pesona Wisata Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura

Riau---Menikmati liburan akhir pekan, Walinagari Lubuk Alung Harry Subrata, Ketua LPM dan Ketua PK Golkar Lubuk Alung, Padang Pariaman, Bagindo Ruswan Tanjung dan Takarijon, serta wartawan Singgalang, Damanhuri melakukan perjalanan menuju bumi Lancang Kuning Riau. Kabupaten Siak adalah pilihan jitu, karena daerah ini memiliki situs sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura yang mempesona sekali.
    Perjalanan darat dari Lubuk Alung yang dilakukan Jumat (14/9) malam dengan mobil sedan walinagari memakan waktu yang cukup lama juga. Setengah jam menjelang masuknya waktu subuh, kami sampai di Kota Pekanbaru. Hiruk-pikuk kota yang tengah melakukan iven nasional, PON XVIII sangat terasa sekali. Kami istirahat sejenak di rumah Burhanuddin, salah seorang warga Lubuk Alung, yang telah lama jadi warga Kota Pekanbaru.
    Dari Pekanbaru, Sabtu menjelang siang, perjalanan dilajutkan ke daerah tujuan, Kabupaten Siak. Dengan keadaan jalan mirip bentuk ular naga, turun naik serta berkelok dan lurus yang disepanjang jalannya lambaian dedaunan pohon kelapa sawit terus melambai. Sebelum memasuki pusat Kota Siak, terlebih dulu melewati sebuah jembatan megah di atas sungai Siak nan indah juga menakjubkan.
    Para pelancong dari jauh pasti akan berhenti, dan tidak mau melewatkan pesona indah sungai Siak ini begitu saja. Memandang– mandangi, bahkan bagi pecinta sejarah pasti akan segera menerawang jauh kebelakang betapa pastinya sungai ini menyimpan sejuta kenangan, yang mungkin masih banyak belum terungkap sampai kini.
    Dari atas sungai tersebut, seluruh sudut Kabupaten Siak dan pusat aktifitas masyarakatnya dapat dilihat. Kerajaan Siak pertama kali dipimpin oleh Radja Ketjil, yang bergelar Sulthan Abdul Djalil Rachmadsjah pada tahun (1723–1746) dengan ibukotanya Buantan. Berdasarkan dokumen istana, selanjutnya di teruskan oleh Tengku Buang Asmara (1746– 1765), Tengku Ismail (1765–1766), Tengku Alam (1766–1780), Tengku Muhammad Ali Panglima Besar (1780–1782).
    Berikutnya, Tengku Jahja (1782–1784), Tengku Sayed Ali (1784–1810), Tengku Sayed Ibrahim (1810–1815), Tengku Sayed Ismail (1815–1864), Tengku Panglima Besar Sayed Kasim (1864–1889), Tengku Ngah Sayed Hasjim (1889–1908).
    Menurut sejarah, raja terakhir adalah Tengku Putera Sayed Kasim, yang bergelar Sulthan Assjaidis Sjarif Kasim II Abdul Djalil Sjaifuddin, memerintah di Kerajaan Siak pada tahun (1915–1946), selanjutnya pada tahun 1945 beliau mengumumkan Kerajaan Siak masuk kedalam Republik Indonesia.
    Sulthan Assjaidis Sjarif Kasim II meninggal di RS Caltex Rumbai pada 23 April 1968, kemudian 24 April 1968 dimakamkan di Siak Sri Indrapura. Beliau diberikan gelar pahlawan nasional oleh pemerintah RI atas jasa–jasanya itu. Perlu diketahui juga, nama bandara di Pekanbaru, Riau sekarang ini diambilkan dari nama beliau.
    Untuk dapat memasuki ruangan istana, setiap pengunjung dikenakan retribusi oleh Pemda Kabupaten Siak, sebagai pengelola sebesar Rp3.000 untuk dewasa, Rp2.000 untuk anak–anak. Sedangkan untuk turis manca negara Rp10.000 dewasa, Rp5.000 anak–anak. Istana utama dalam kompleks kerajaan memiliki dua lantai, yang di hubungkan melalui dua tangga yang unik dan berkelok–kelok, memiliki banyak ruangan, di setiap ruangannya berisikan begitu banyak bukti peninggalan dan kejayaan kerajaan Siak, lengkap dengan peralatan perang dan gambar lukisan para rajanya. Istana Siak ini pun cukup di jaga keasliannnya dalam bentuk serta ornamennya. Begitu juga dengan area diluar kompleks istana. (damanhuri)

Rabu, 03 Oktober 2012

Calon Bupati Padang Pariaman Itu Bernama Rahmat dan Suci

Calon Bupati Padang Pariaman Itu Bernama Rahmat dan Suci

VII Koto---Nama saya Rahmat, ingin jadi bupati. Saya Suciwati, juga ingin jadi bupati. Ungkapan gamlang dan lucu yang dilontarkan oleh sejumlah anak-anak SD dihadapan Menteri PDT RI, Helmy Faishal Zaini, Senin lalu itu kadang membuat ketawa banyak orang. Hebatnya, acara selingan dalam pidato Menteri tersebut, dari sekitar 15 orang anak SD yang ditanyainya sambil naik keatas pentas, tak seorang pun yang ingin jadi Presiden, seperti SBY ataupun Megawati Soekarnoputri. Awalnya, Menteri dari PKB ini ingin sekali mencari calon Presiden dari anak-anak kampung tertinggal yang dikunjunginya itu.
    Namun, yang paling banyak adalah ungkapan ingin jadi guru, bidan, polisi dan tentara, dikter dan lainnya. Hanya Rahmat dan Suci yang ingin jadi bupati. Trip pertama anak-anak itu merasa kikuk, karena tidak dipersiapkan dari awal, kalau ada sesi anak-anak akan berdialog dengan Menteri. Anak-anak itupun dikasih hadiah oleh Menteri Helmy Faishal, berupa uang buat beli bakso, katanya. Senang benarlah hati anak-anak itu, karena bisa berdialog langsung dengan Menteri, lalu dikasih uang pula.
    Menteri Helmy Faishal Zaini menanyai anak-anak SD itu, ingin melihat pertumbuhan dan perkembangan dari anak-anak itu sendiri. Sebab, ketertinggalan sebuah daerah juga diukur dari sejauh mana tingkat melek huruf dari anak-anak dan pelajar yang ada di daerah bersangkutan. "Setiap kali kunjungan kerja ke seluruh daerah tertinggal di nusantara ini, saya selalu berdialog langsung dengan anak-anak. Ternyata sudah ada pengganti pak Dandim, Kapolres dan pak Bupati. Bersiap-siaplah semua, karena sudah ada yang akan menggantikan dari kampung Balai Baru, selorohnya.
    Akhirnya, karena hanya dua murid salah satu SD di Balai Baru, Padang Pariaman, Rahmat dan Suci tersebut yang ingin jadi bupati, Menteri pun menyandingkan keduanya. "Rahmat untuk calon bupati dan Suci untuk calon wakil bupati," kata dia yang disetujui kedua anak itu, dan Menteri pun membuat jargon untuk kampanye bagi keduanya dengan sebutan 'Raci'. Artinya, Rahmat dan Suci sebagai pasangan ideal.
    Bagi anak-anak SD dimaksud, agaknya menjadi kesenangan tersendiri bisa berjumpa dan bercakap-cakap dengan seorang Menteri yang datang langsung kekampungnya. Jarang sekali hal itu terjadi. Setiba dibawah panggung, anak-anak itu ditanyailah oleh temannya yang lain, yang tak mau naik pentas ketika diminta oleh Menteri. Memang, soal cita-cita dan keinginan dari seorang yang ketika sekolah di SD, akan bisa berubah nantinya, manakala yang bersangkutan telah menjadi seorang mahasiswa. Itu bisa terjadi. Tetapi, paling tidak dari usia dini dia telah diajak untuk maju dan berkembang. Harus punya keinginan, mesti keinginan itu tidak terlalu luar biasa.
    Perubahan akan cita-cita dari kecil kepada perkembangan remaja, terjadi karena pengaruh lingkungan, dan tentunya juga oleh banyak pergulatan yang dilakukan oleh anak dimaksud, saat dia telah tumbuh dewasa. Mungkin yang ingin jadi bupati, setelah benar-benar dewasa nantinya, dia jadi pengusaha, atau jadi PNS yang hanya menurut apa kata induk semangnya. Dan tidak tertutup pula kemungkinan dia akan jadi seorang petani kampung, karena tidak melanjutkan pendidikannya, dikarenakan orangtuanya yang miskin.
    Saat melakukan gerakkan nasional pemakaian minyak tanak tangan itu, Menteri PDT, Helmy Faishal Zaini telah memberikan apresiasi dan dedikasi yang tinggi terhadap anak-anak kampung. Dari ungkapan jujur dan tidak disetting itu akan mampu melahirkan orang-orang pintar dari kampung kecil, Balai Baru, Padang Pariaman dimasa yang akan datang. Anak sekecil itu pasti bercerita banyak kepada kedua orangtuanya setiba dirumahnya. Rasa bangga dan senangnya bisa bersalaman dengan seorang pejabat negara, yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Tinggal lagi gurunya di sekolah, bagaimana menjadikan anak-anak itu mampu pintar, punya masa depan yang rancak lewat bangku pendidikan. (damanhuri)

Uniang-uniang Itupun Berharap Harga Jual Kelapa Jadi Mahal

Uniang-uniang Itupun Berharap Harga Jual Kelapa Jadi Mahal

VII Koto---Uniang Sariman bagaikan mimpi saja, tatkala dia ikut mengolah santan kelapa jadi minyak goreng dihadapan banyak orang. Ibu lima orang putra-putri asal Ampalu itu diikut-sertakan dalam pencanangan pemakaian minyak tanak secara nasional oleh Menteri PDT RI, Helmy Faishal Zaini, Senin lalu di Balai Baru, Padang Pariaman. Semula dia tak percaya, kalau keterampilannya itu bisa dilihat oleh Menteri. Sebab, selama ini hal itu digelutinya dengan apa adanya. Membuat minyak dengan cara kampung, dimasak pakai kayu api.
    Satu hal yang jadi kebanggaan bagi Uniang Sariman, adalah masa depan buah kelapa yang selama ini tak punya harga jual yang mahal akan bisa dibalikkan. Apalagi, sebagian palak kelapa dia sudah tergadai pula. Dengan itu, para pedagang kelapa, baik yang dibawa ke Padang maupun yang ke Pekanbaru seenak perutnya saja membeli kepada yang punya. Padahal, kalau didengar harga jual kelapa di Pekanbaru cukup mahal. Sedangkan para toke hanya membeli dengan harga yang sangat murah sekali. Ini tentunya tidak sebanding.
    Bersama pembuat minyak tanak lainnya, yang hari itu dihadirkan sebanyak 150 orang kaum perempuan dari berbagai perkampungan, terutama yang berdekatan dengan lokasi Balai Baru, Nagari Balah Aie, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak tersebut, oleh LSM Jaringan Anti Kemiskinan bersama Forum Komuniukasi Petugas Pencatat Kemiskinan Lapangan (FK P2KL) Padang Pariaman, Uniang Sariman merasa tersanjung sekali. Dia yakin benar, kalau harga kelapa punya masa depan yang cukup cerah dimasa yang akan datang. "Setahun terakhir, minyak tanak tangan ini memang dibeli oleh anak-anak yang tergabung dalam FK P2KL, yang kabarnya dijual ke berbagai rumah makan urang awak yang ada di Jakarta dan daerah lainnya. Alhamdulillah, sejak itu pula buah kelapa awak tak lagi dijual secara bulat-bulat. Melaikan dibiarkan sampai tua diatas batangnya, dan diolah menjadi minyak tanak," cerita Uniang Sariman kepada Singgalang.
    Bagi Uniang Sariman, kegiatan pencanangan pemakaian minyak tanak itu sangat besar sekali artinya. Apalagi dia sempat pula ditanyai oleh Menteri Helmy Faishal Zaini tentang tatacara membuat minyak yang baik dan bisa tahan lama. Uniang Sariman tambah talambuang, ketika cirik minyaknya dimakan pak Menteri dan rombongan. "Lai nyo cubo cirik minyak awak dek pak Menteri. Yo sanang bana hati awak," kata dia lagi.
    Selama ini kegiatan membuat minyak tanak yang dilakoni oleh Uniang Sariman hanya perbuatan sambilan. Artinya, membuat minyak ketika pekerjaan lain telah selesai. Menurut dia, setelah kelapa diparuk, lalu diremas dan menjadilah santan. Lalu santan itu di endapkan atau diparam barang semalam. Besok paginya, barulah dijarangkan santan dalam kuali yang cukup besar diatas sebuah tungku. Untuk kelapa kampungnya, satu botol minyak itu hanya menghabiskan tiga biji kelapa. Memang, kelapa bagian daerah Padang Sago dan sekitarnya sangat terkenal rancaknya. Disamping santannya yang pekat, minyaknya juga banyak. Itu telah lama dirasakan oleh banyak orang diluar daerah Padang Pariaman.
    Ketua LSM Jaringan Anti Kemiskinan Jon Kenedi Martin bersama Ketua FK P2KL Padang Pariaman, Dalinur merasa puas dan senang sekali karena acara yang telah mereka persiapkan sejak jauh hari itu membuahkan hasil yang sangat maksimal sekali. "Kita ingin menjadikan kelapa Padang Pariaman bisa mempunyai nama kembali. Langkah yang telah dilakukan, adalah berkolaborasi dengan seluruh perantau urang awak, terutama yang berjualan nasi agar bisa memakai minyak tanak tangan yang dihasilkan oleh masyarakat kampung. Dan itu telah berjalan cukup baik," kata dia.
    "Bagi kita di LSM ini, kedepannya itu bagaimana palak kelapa yang telah tergadai itu bisa ditebus. Pemiliknya harus menggarap sendirian. Kita juga programkan dalam waktu dekat ini, peremajaan kelapa. Akan ada nantinya penanaman kembali 1.000 kelapa setiap bidang palak masyarakat. Apalagi, penebangan batang kelapa untuk membuat rumahnya kembali pascagempa 2009 silam, hingga sekarang belum ada peremajaannya. Ini tentunya akan menjadikan buah kelapa berkesinambungan terus," ujar Jon Kenedi Martin. (damanhuri)