wartawan singgalang

Kamis, 13 September 2018

“Rekonsiliasi” di Ciganjur

Kalau tak ditanya, Mbak Yenny sebetulnya jarang omong politik praktis dengan kami-kami di Wahid Foundation. Beberapa kali ia mengatakan kepada kami. “Secara pribadi kita semua di sini tentu saja berhak memiliki pilihan politik masing-masing. Kalian tahu saya juga punya pilihan politik dan dekat dengan kehidupan politik. Tapi kita tak boleh menyeret-nyeret dan mengatasnamakan Wahid Foundation dalam politik praktis. Sayang. Kita harus berjuang agar Wahid berada di jalur sebagaimana dicita-citakan para pendirinya,” katanya dengan mimik serius.
Menjelang penetapan capres-cawapres, Mbak Yenny juga tak banyak omong langsung soal hiruk-pikuk itu. Belakangan saya baru tahu ia mendukung Pak Mahfud MD sebagai cawapres Pak Jokowi. Itu pun saya baca dari pernyataan-pernyataannya di media. Pilihannya itu bisa dipahami. Bagaimanapun Pak Mahfud ini “orang dalam” yang berjuang bersama Gus Dur. Pria kelahiran Madura itu juga pernah menjadi salah seorang Pembina di Wahid Foundation.
Lalu, kita semua tahu pada akhirnya Pak Mahfud benar-benar “terlempar” sebagai orang yang bakal mendampingi Jokowi dalam laga pemilu tahun depan. Ia terlempar di menit-menit penghabisan. Banyak orang kecewa. Mbak Yenny? Tentu saja. Coba perhatikan pernyataannya di Mata Najwa dalam episode Drama Orang Kedua. Ia betul-betul berawai, kecewa.
Saya sendiri ketar-ketir menunggu-nunggu jawaban Mbak Yenny ketika Najwa bertanya tentang KH Maruf Amin. Dari gestur tubuhnya, saya tahu ia tengah kecewa. Dalam situasi begitu, beruntung sekali ia masih bisa keluar dengan “selamat”. “Kyai NU, ulama besar, ahli fiqih, punya kemampuan orator yang baik. Beliau juga mengabdi lama di NU. Jadi kami hormati,” jawab Mbak Yenny. Meski demikian ia juga tetap melempar kritik tentang fatwa-fatwa MUI di bawah kepemimpinan KH Maruf yang dinilai bertentangan dengan semangat kebhinekaan dan toleransi.
Di antara barisan orang-orang yang kecewa terhadap keputusan Pak Jokowi itu adalah sejumlah tokoh Madura yang sudah kesemsem dengan Pak Mahfud. Jika kekecewaan semacam itu tak bisa dibereskan, sangat mungkin suara Jokowi-KH Maruf terkendala di Pulau Garam ini seperti pilpres 2014. Salah seorang yang kecewa adalah Haji Muhammad Rawi, Ketua Ikatan Keluarga Madura (IKAMA). Juragan besi tua terbesar di Jabodetabek ini nongol di pertemuan Jokowi dengan Ibu Shinta Nuriyah di Ciganjur, Jumat (7/9). Pendekatan kepada Haji Rawi bukannya tak ada. Sebelumnya ada tim Jokowi-KH Maruf yang mendekati. Tokoh Madura ini belum bersedia. Ia baru berkenan saat keluarga Gus Dur memintanya bertemu dengan Pak Jokowi.
“Memang banyak tokoh Madura yang terang-terangan kecewa atas keputusan terhadap Pak Mahfud ini. Termasuk di dalamnya Ikatan Keluarga Madura (IKAMA). Jadi, kita berinisiatif mempertemukan mereka dengan Pak Jokowi. Katakanlah ini rekonsiliasi setelah putusan tersebut,” kata Mbak Yenny.
Pertemuan itu lancar jaya. Pak Jokowi merespons langsung aspirasi warga agar tarif jembatan Suramadu turun dan arus barang-jasa lancar dan dampaknya bisa mendorong investasi di Pulau Madura. Dalam pertemuan, IKAMA memang menyampaikan harapan agar Pak Jokowi menurunkan tarif tol Suramadu.
Sayangnya, saya tak bisa ikut dalam rombongan pertemuan antara keluarga Ciganjur dan Pak Jokowi Jumat kemarin. Padahal, saya sudah punya rencana untuk bertanya hal ini pada Pak Jokowi: “Bagaimana perkembangan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak beragama dan kekerasan terhadap kelompok minoritas?”
Kalimulya, Depok
Alamsyah M Djafar

Bu Shinta, Mbak Yenny, dan Sandi di Ciganjur

Melihat Sandiaga Salahudin Uno datang dan meriung di ruang tamu kediaman almarhum Gus Dur di Ciganjur, tiba-tiba saja saya ingat Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. Seperti nasib kebanyakan suami yang sudah menghilangkan Tupperware yang dibeli isterinya, seberapapun hendak dilupakan, orang-orang rasanya masih akan mengingat jika Sandi “punya saham” yang mengantarkan nasib Ahok seperti sekarang ini. Dalam kontestasi yang membawa Sandi menjadi wakil gubernur, Jakarta memang “mendidih” dengan isu agama dan etnis.
Bu Shinta Nuriyah dan Mbak Yenny yang menerima Sandi Senin siang (10/9) itu menyinggung komitmen agar menjadikan pemilu adem. Bu Shinta berpesan agar pengusaha ini ikut menjaga keutuhan bangsa. “Kita berharap komitmen Bang Sandi agar menjaga pemilu ini adem ayem dan tidak ada lagi politisasi SARA,” kata Mbak Yenny pada Sandi.
Mendengar itu, saya lihat Sandi membetulkan posisi duduk. Ia duduk menghadap jendela depan rumah. Di samping kirinya Ibu Shinta, Mbak Yenny di samping kanan. “Saya dan Mas Bowo sangat berkomitmen agar pemilu adem ayem dan menjaga toleransi,” jawab Sandi. Mas Bowo, tak lain Pak Prabowo Subianto, calon presiden yang bakal menantang Pak Jokowi.
Sandi juga bercerita tentang situasi nasional. Ia mengaku memang ada banyak kemajuan yang sudah dilakukan pemerintah Jokowi. “Masalah kita sekarang ini justru pada ekonomi. Jika kita tanya masyarakat, mereka umumnya mengeluh soal harga-harga. Sementara para pengusaha kecil menangah soal pajak,” terangnya.
Untuk menggambarkan harga-harga yang melambung itu, seperti dimuat media, ia menyontohkan tempe yang sudah setipis anjungan tunai mandiri (ATM) dan seratus ribu rupiah hanya dapat membawa pulang cabe-bawang. “Tapi, tempe mendoan ini tidak setipis ATM ya …,” kata Sandi disambut tawa Bu Shinta dan Mbak Yenny. Siang itu Sandi memang disuguhi tempe mendoan. Ia tak makan karena alasan berpuasa dan meminta dibungkus untuk dibawa pulang.
Sandi bercerita bagaimana ia bisa dipilih sebagai calon wakil presiden. Apa yang terjadi dalam koalisi dan Ijtima’Ulama yang hasilnya diabaikan Pak Prabowo, termasuk komunikasi dengan tim Pak Jokowi. Seperti biasa politik selalu dinamis dan tak bisa hitam-putih. Rupanya ada pula rencana memasangkan Pak Jokowi dengan Pak Prabowo agar situasi bangsa lebih tenang.
Saya juga tertarik dengan cerita putera pengusaha Mien Uno itu tentang Gus Dur. Saat awal-awal Gus Dur jadi presiden, investor asing tak terlalu percaya untuk menanamkan modal di Indonesia. Negara ini dinggap tak aman untuk investasi. Salah satu cara meyakinkan mereka adalah mempertemukan dengan Presiden RI. Singkat cerita Sandi dan sejumlah pengusaha asing akhirnya bertemu Gus Dur.
Di tengah-tengah Sandi bicara tentang ekonomi, kepala Gus Dur jatuh lunglai, tertidur dan mendengkur. Sandi bingung dan menghentikan pembicaraan. Tapi seorang pejabat memberi kode untuk terus melanjutkan pembicaraan. Sandi melanjutkan. Dilanjut obrolan penguasaha-pengusaha asing tadi. Selesai mereka bicara, Gus Dur terbangun. Gus Dur menyetujui tantangan global yang tengah dihadapi seperti dibicarakian.
Bahkan Gus Dur minta sebuah buku tentang ekonomi dan globalisasi yang pernah ia baca sebelumnya. Sandi terkaget-kahget. Juga para pengusaha asing itu. Tapi karena itu mereka percaya untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Mereka mengakui keluasan pandangan Gus Dur.
Pertemuan dua jam ini diakhiri dengan pernyataan di muka pekerja pers yang sudah berkerumun di depan pintu rumah keluarga almarhum Gus Dur. Setelah itu Sandi pamit. Saya masih menunggu bagaimana wajah pemilu 2019. Hari ini, kata Sandi, Mas Bowo akan juga silaturrahim ke Ciganjur.
Kalimulya, Depok
Alamsyah M Djafar