wartawan singgalang

Sabtu, 07 November 2015

Lestarikan Hutan untuk Kesejahteraan Masyarakat

Lestarikan Hutan untuk Kesejahteraan Masyarakat

Batang Anai--Dalam membuka hutan, Syafrizal, Walikorong Kuliek, Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai mempunyai kearifan tersendiri. Bersama masyarakat, dia menebang pohon tidak sembarangan. Pohon ditebang dengan menyisakan sekitar satu meter dan masih hidup. Alasannya, kala pohon baru ditanam dan masih kecil, tanah ada penahan dengan pohon lama yang hidup walau sudah ditebang.
    "Nanti, kalau tanaman warga sudah besar, baru pohon itu ditebang. Bukan itu saja, mereka tak asal tebang. Pohon-pohon besar yang berfungsi sebagai penyangga di kebun tetap berdiri kokoh," ungkapnya.
    Kala ingin menanam dan membersihkan lahanpun, tidak dengan membakar. Tebangan pohon dan rumput dibiarkan mengering dulu sebelum ditanami. "Ini kan nantinya jadi pupuk. Jadi, kami biarkan saja dulu sampai kering, baru ditanam," ulas dia.
    Lahan perkebunan dan pertanian warga itu, ada di hutan candangan, hutan kelola dan hutan kesepakatan. Hutan cadangan, yakni kawasan budidaya pertanian dan perkebunan tetapi buat cadangan generasi berikut. Lalu, hutan kesepakatan merupakan kawasan agroforest berdasarkan kesepakatan masyarakat. Sedangkan hutan kelola merupakan kawasan untuk kehidupan sehari-hari warga, seperti parak dan sawah.
    Ada satu lagi, hutan larangan. Hutan di Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman ini tak boleh diganggu oleh penebangan sama sekali. Korong Kuliek dan Korong Salisikan, berada di hulu sungai hingga memiliki hutan larangan. "Dari hulu sungai, di hutan inilah pasokan air PDAM daerah ini berasalnya," katanya.
    Air di hulu sungai jernih dan mengalir deras memehuni kebutuhan air bersih warga nagari, irigasi dan zonasi sungai. Air bersih dan jernih memungkinan ikan-ikan berkembang. Di Batang Sungai Salisikan, sepanjang 15 kilometer, masyarakat menerapkan zona tangkap ikan guna menjaga keberlangsungan ikan-ikan di sana. Ada zona larang tangkap sepanjang tiga kilometer, zona penyangga dan zona bebas. Syafrizal berencana menerapkan hal serupa di Sungai Kuliek.
    Dia mengatakan, menjaga hutan menjadi kewajiban. Hutan, katanya, merupakan sumber kehidupan masyarakat. "Kalau hutan tidak dijaga, dari mana mata pencarian? Air bersih? Bencana banjir dan longsor pun mengancam. Yang rugi kami juga. Bagi kami, hutan lestari, masyarakat sejahtera," ungkapnya.
    Kehadiran hutan nagari ini tak lepas dari peran Walikorong Kuliek ini. Menurut dia, keinginan ada hutan nagari berawal kala dia menonton tv. Tayangan beberapa kasus konflik lahan di Sumatera dan Kalimantan, membuat dia khawatir akan wilayah kelola warga. "Kami kelola tanah ulayat, tapi menurut pemerintah itu hutan lindung. Bisa jadi macam di tv itu menimpa kami," katanya. (501)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar