wartawan singgalang

Rabu, 26 Februari 2014

Alek Nagari dan Keberadaan Kafe Remang-remang

Alek Nagari dan Keberadaan Kafe Remang-remang

Padang Pariaman---Bejibun mata memandang pertunjukan kesenian tradisional randai di laga-laga Rawang, Nagari Tapakis. Randai yang akrab di daerah darek, yang kalau di Piaman disebut simarantang, Senin malam kemarin mengangkat kisah Siti Baheram, sebuah cerita yang sangat fenomenal dikalangan pemain randai demikian.
    Disudut lainnya dalam lokasi alek nagari yang digelar sejak beberapa waktu lalu itu, berlangsung juga kesenian lainnya; orgen tunggal. Kalau dibandingkan banyak orang menonton randai dengan orgen tunggal, mungkin sebanding agaknya. Maklum, orgen yang telah mendunia termasuk hiburan yang paling disukai banyak orang. Apalagi penyanyinya berpenampilan hot pula.
    Lalu, dibagian lain ada pula kafe remang-remang. Sebuah pondok yang lampunya rada-rada redup. Kafe menyediakan segala macam jenis minuman keras, dan sejumlah perempuan rancak-rancak, berpakaian tidak sopan. Layaknya perempuan di diskotiklah. Dalam alek nagari di Rawang, Kecamatan Ulakan Tapakis, Padang Pariaman itu diperkirakan tidak kurang dari 15 unit kafe yang beroperasi.
    Malam itu Singgalang sengaja kesana diajak Yuni Helmi, calon anggota DPRD Padang Pariaman dari PPP di Dapil IV. Disana bersua Asmadi dan Abuzar Yahya, mantan anggota dewan, yang saat ini kembali mencalonkan diri dari Golkar dan PKPI di Dapil III Padang Pariaman.
    Sepertinya, kata Oyong, panggilan akrab Yuni Helmi yang mantan Walinagari Ketaping, Kecamatan Batang Anai itu, keberadaan kafe-kafe ini dilegalkan panitia. Kabarnya, setiap kafe membayar Rp2,5 juta sampai alek nagari usai.
    Yang namanya alek nagari, masyarakat entah dari mana-mana berdatangan. Terutama anak muda-mudi. Tentu kafe demikian banyak ditempati oleh anak muda, yang memang suka dengan minuman pakai alkohol, sambil bernyanyi ditemani 'perempuan nakal'. Namun, bagi orangtua yang membawa anaknya ke tempat itu, yang paling menarik tentu main anak-anak. Bagaimana anaknya senang, berapa pun bayarannya akan dilakukan oleh sang ibu.
    Dua tahun belakangan, setiap alek nagari di berbagai nagari, selalu kafe demikian yang jadi penomena. Selama ini, kesannya tidak ada larangan, baik dari panitia, maupun dari Pemkab Padang Pariaman itu sendiri. Terkesan, alek nagari bukan lagi untuk memasyarakatkan kesenian urang awak. Tetapi, membuka lebar pintu maksiat. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar