wartawan singgalang

Kamis, 23 Agustus 2012

Tradisi Mambatai Adat Masih Dipertahankan

Idul Fitri di Padang Pariaman
Tradisi Mambatai Adat Masih Dipertahankan

Pariaman---Ada satu kekuatan adat bagi sebagian masyarakat di Padang Pariaman pada momen Idul Fitri. Mambantai adat namanya. Hal ini nyaris berlaku disetiap kampung. Namun, tatacara pelaksanaannya yang berbeda. Yang paling sakral dan kental nuansa adatnya ada di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis. Disana dilakukan penyembelihan kerbau secara serentak sehabis shalat Id.
    Diperkirakan ratusan kerbau yang didabiah. Bertambah banyak penduduk, maka bertambah pula kerbau yang di 'bunuh' untuk santapan rayo. Hebatnya di Ulakan itu, setiap masyarakat korong menyembelih dalam satu tempat, yakni di tanah lapangan pakudoan, Kampuang Galapuang. Uang untuk pembeli kerbau itu diangsur oleh masyarakat kepada orang yang dituakan dalam satu korong. Dibuat kesatuannya disetiap surau.
    Menjelang shalat Id, semua kebutuhan masyarakat terhadap daging telah dilunasinya. Daging dibagi secara berumpuk-umpuk. Satu umpuknya senilai Rp80 ribu. Masyarakat membelinya sesuai kebutuhan. Setiap kerbai itu disembelih oleh orang siak yang ada di surau dimaksud. Para pemuda kampung mengerjakannya secara sukarela.
    MZ. Datuak Bungsu, salah seorang tokoh adat di Nagari Ulakan menyebutkan mambantai adat ini telah berlangsung lama. Bahkan tercatat sejak sebelum Syekh Burhanuddin datang mengembangkan agama Islam. "Boleh dikatakan kegiatan itu adalah tradisi orang Hindu dulunya, yang diteruskan hingga saat ini. Namun, pelaksanaannya tentu dengan syariat agama Islam itu sendiri," kata dia.
    "Disebut mambatai adat, karena yang menyelenggarakannya itu adalah kaum adat, yang yang terdiri dari para niniak mamak, atas restu para ulama, yang dulunya oleh Syekh Burhanuddin itu sendiri. Hal ini boleh dibilang sebagai acara 'bancakkan binatang', yang kalau didaerah lainnya banyak juga dilakukan. Seperti kita lihat di Kalimantan bancakkan kerbau, sama juga dengan di Ulakan ini. Sedangkan disebagian daerah Tapanuli sana disebut dengan bancakkan babi," ujarnya.
    Menurut Datuak Bungsu, tidak kurang dari 300 ekor yang disembelih setiap tahunnya. Kegiatan ini juga sama dengan yang dilakukan oleh masyarakat Nagari Tapakis dan Nagari Ketaping, karena tiga nagari itu merupakan Nan Sabaris lama. Khusus untuk Nagari Ulakan, tidak boleh masyarakat korong yang menyembelih di suraunya. Melainkan harus dilakukan disatu tempat. Itu berlaku sejak zaman saisuak.
    Jadi, katanya, dalam kegiatan mambantai adat itu tak seorang pun dilokasi pemantaian orang yang berjualan daging. Kalau pun ada, itu tidak laku, karena semua masyarakat telah punya daging yang dibelinya secara bersama. Uangnya dikumpulkan untuk satu dua ekor kerbau di setiap surau yang ada.
    Hal yang sama juga terjadi di Nagari Sintuak, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang. Untuk tahun ini ada 15 ekor kerbau yang disembelih. Tiga ekor diantaranya disembelih oleh masyarakat sehari sebelum shalat Is, atau pada saat melihat bulan akhir Ramadhan. Yang tiga ekor itu, di Surau Tembok, Surau Batang Tapakih dan Surau Toboh Baru.
    Menurut Zeki Ali Wardana, salah seorang panitia penyembelihan, yang tiga ekor itu telah berlangsung sejak lama. Namun, secara adatnya tetap tercatat dalam kenagarian. Mereka tetap membayar uang adatnya, seperti kerbau lainnya yang disembelih dilokasi Pasar Sintuak pada saat usai Shalat Id. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar