wartawan singgalang

Selasa, 14 Agustus 2012

Surau Balenggek Telah Melahirkan Ratusan Ulama dan Intelektual Islam

Lewat Kajian Kitab Kuning dan Thariqat
Surau Balenggek Telah Melahirkan Ratusan Ulama dan Intelektual Islam

Lubuk Alung---Surau Balenggek di Balah Hilia, adalah sama kedudukannya dengan Surau Gadang di Koto Buruak, Singguliang dan Sungai Abang. Cuma bedanya, di Surau Balenggek tempat mencetak ulama dan intelektual Islam dulunya. Sedangkan di Surau Gadang hal itu tidak ada. Sangat banyak ulama Padang Pariaman yang lahir di surau itu. Mereka belajar agama langsung dengan ulama besar, Buya H. Yusuf namanya. Bahkan, berdirinya MAN Lubuk Alung bermula dari Surau Balenggek demikian. Di Surau Balenggek itulah dimulainya sekolah 'Persiapan IAIN', yakni MAN sekarang.
    Menurut sejarahnya, Surau Balenggek didirikan tak lama setelah berdirinya Masjid Raya Ampek Lingkuang. Artinya, Surau Balenggek sudah ada paling tidak sejak 80 tahun yang silam. Ikut mewarnai percaturan dunia Islam di zamanya. Buya H. Yusuf dikenal dengan ulama ahli thariqat Syatthariyah. Beliau bekerja di Mahkamah Syariah (sekarang Pengadilan Agama). Tak heran, asuhan Buya H. Yusuf ini banyak yang jadi pegawai di zamanya.
    Buya H. Yusuf adalah orang Ulakan. Santrinya banyak bedatangan dari berbagai daerah dan wilayah di Padang Pariaman. Disamping diajarkan kitab kuning, dari berbagai bidang studi, seperti fiqh, tafsir, nahwu, sharaf dan lainnya, para santri Surau Balenggek juga dimatangkan dengan kajian tasawuf, yang dikenal dengan Thariqat Syatthariyah.
    Ketua KAN Lubuk Alung, Suharman Datuak Pado Basa melihat fungsi Surau Balenggek sangat besar zaman saisuak. Dinamakan Surau Balenggek, karena surau itu bertingkat dua. Lantai satu untuk shalat berjamaah, dan lantai atas untuk mengaji kitab gundul dan thariqat. "Boleh dikatakan ratusan ulama yang lahir di surau itu. Buya H. Yusuf sendiri sudah merasa orang Lubuk Alung. Sejak dia memulai mengajar, hingga wafat dan dimakamkan di komplek Surau Balenggek itu sendiri," kata dia.
    "Hingga kini, Surau Balenggek telah berkali-kali mengalami renovasi. Namun, kondisi pembangunan surau tidak pernah berubah dari berlantai dua. Semua orang tahu, kalau pengaruh Surau Balenggek, Balah Hilia, Lubuk Alung sejak dulunya sangat besar. Tetapi, sepeninggal Buya H. Yusuf, nama besar Surau Balenggek pun mulai berkurang. Khalifah Buya H. Yusuf ada. Sebut saja Tuanku Syukur, orang Sungai Asam. Setelah Tuanku Syukur wafat dan dimakamkan di kampungnya, Sungai Asama, Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung, Surau Balenggek dikendalikan oleh khalifah berikutnya, Tuanku Malin," kata Datuak Pado Basa.
    Setahunya, Tuanku Malin putra Lubuk Alung asli, dan sempat lama mengembangkan kajian thariqat yang dia dapatkan di Surau Balenggek tersebut, dan akhirnya beliau wafat dan dimakamkan di komplek surau itu. Selanjutnya, Tuanku Bonjo. Orang Sungai Limau yang pernah jadi santri Buya H. Yusuf. Tuanku Bonjo sempat kawin dengan orang Lubuk Alung. Tak lama mengembangkan ilmu di Surau Balenggek, akhirnya beliau wafat dan dimakamkan juga di komplek makam Surau Balenggek.
    Kini, Surau Balenggek dikendalikan oleh Tuanku Syamsu, orang Pauah, Sicincin yang punya hubungan guru dan murid juga dengan Buya H. Yusuf itu sendiri. Dari sekian banyak khalifah yang mengembangkan ilmunya di Surau Balenggek hingga saat itu, dinilai tak lagi membawa kebesaran nama Surau Balenggek yang dikenal gadang dan hebat pada zaman dulu. Sebab, disamping adanya perbedaan dalam pengembangan kajian, juga pengaruh kebesaran seorang ulama zaman dulu yang tak bisa diturunkan kepada santri atau muridnya.
    Menurut Datuak Pado Basa, saat ini Surau Balenggek hanya berfungsi sebagai tempat anak-anak mengaji Quran, dan menjelang serta selama bulan puasa dilakukan acara ritual sembahyang 40 hari. Disamping juga ada acara ritual mingguan, seperti wirid pengajian, dan peringatan hari besar Islam. Kajian kitab kuning tak ada lagi. Pendalaman kajian thariqat mungkin sudah terbatas, dan tak sehebat dulu lagi.
    "Kita sangat merindukan peran Surau Balenggek seperti dulu. Waktu dulu orang belum seberapa. Tetapi mampu mengisi kekosongan yang terjadi dalam membangun dunia intelektual Islam. Sekarang malah sebaliknya. Orang semakin banyak. Pertumbuhan penduduk semakin kencang, namun pengaruh ulama semakin redup pula. Agaknya ini perlu jadi kajian tersendiri oleh seluruh pihak dalam Nagari Lubuk Alung. Kini, Surau Balenggek sudah ditinggalkan banyak orang. Bahkan, letaknya saja membuat kita ngeri. Lihatlah, bila musim kemarau, debu memenuhi surau, yang membuat surau kumal dan kotor. Kalau musim hujan, lumpur sampai kehalaman surau, karena letak surau yang berpas-pasan dengan pintu keluar masuk mobil pengangkut galian C," ujarnya. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar