wartawan singgalang

Selasa, 12 Mei 2015

Ali Mukhni dan Masa Depan Aswaja di Padang Pariaman

Ali Mukhni dan Masa Depan Aswaja di Padang Pariaman

Padang Pariaman--Kaum Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) yang tergabung dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), ataupun yang tidak tahu-menahu dengan kedua organisasi tersebut punya ciri khas tersendiri dalam menjalankan syariat agama (Islam). Dan tentunya, ciri khas yang mereka amalkan itu sedikit berbeda dengan yang diamalkan oleh mereka yang tergabung di organisasi keagamaan Muhammadiyah dan organisasi modernis lainnya.
    Seperti dalam shalat yang bacaannya dijaharkan, orang-orang NU dan Perti biasanya sebelum membaca surah Alfatihah itu diawali dengan Basmalah yang juga dijaharkan. Terus, ketika membaca ayat juga demikian. Begitu juga di masjid-masjid yang berbasiskan di perkampungan Padang Pariaman, saat shalat Jumat tetap mentradisikan membaca Basmalah yang dijaharkan sama dengan Alfatihah dan ayat yang dibaca oleh imam yang mengimami shalat saat itu.
    Demikian itu berbeda bila kita melakukan shalat berjamaah di masjid yang berbasiskan Muhammadiyah. Di masjid ini, malah dalam membaca Alfatihah dan ayat sembahyang ada yang tidak pakai Basmalah. Namun demikian, hal itu tidak perlu dipersoalkan karena memang tidak pula menjadi soal, baik oleh NU dan Perti, maupun oleh Muhammadiyah. Kedua organisasi itu tetap pada koridornya masing-masing dalam menjalankan agama yang sama, yakni Islam. Yang jelas, NU dan Perti tentu mengamalkan kajian fiqh yang mereka temukan dalam berbagai kitab kuning yang ditradisikan oleh para ulama zaman dahulu. Muhammadiyah juga demikian. Organisasi yang lahir 1912 ini punya yang namanya Majelis Tarjih untuk memutuskan dan menetapkan sesuatu dalam beramal ibadah.
    Secara kebetulan suatu ketika dalam waktu yang berbeda, Singgalang pernah jadi makmum dalam shalat yang imamnya Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni. Ada dua kali shalat, yakni shalat Zuhur di Surau Gadang, Singguliang, Lubuk Alung, dan shalat Magrib di Surau Mukhlisin, Ambung Kapur, Nagari Sungai Sariak, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak. Saat shalat Magrib itu memang agak terlambat sedikit, karena Ali Mukhni habis menutup turnamen sepakbola liga anak Nagari Sungai Sariak, yang selesai penutupan berpas-pasan dengan waktu shalat Magrib.
    Singgalang sedikit terkejut. Ali Mukhni jadi imam shalat Magrib bacaan Fatihah dan ayatnya cukup fasih, seperti layaknya seorang imam ahli agama. Ya, kalau di Padang Pariaman samalah dengan bacaan imam seorang tuanku yang qori. Saat itu, Ali Mukhni menjaharkan bacaan Basmalah-nya. Baik saat membaca Alfatihah, maupun ketika membaca ayat bacaan dalam shalat, yang sama jaharnya dengan Alfatihah dan ayat tersebut. Sepertinya dia tidak ragu-ragu, dan tidak membuat-membuat seperti itu lantaran shalat di kampung, yang memang melazimkan seperti demikian dalam shalat berjamaah.
    Dan memang, dalam organisasi NU Padang Pariaman sejak tahun 2005 silam, Ali Mukhni diamanahkan sebagai salah seorang anggota Mustasyar (penasehat). Dengan adanya praktek shalat yang dilakukan Ali Mukhni seperti demikian pada saat jadi imam, telah menghilangkan image, bahwa dia dijadikan Mustasyar NU bukan karena jabatannya saja. Melainkan, karena memang dia juga ikut dan sangat menghargai tradisi para ulama tersebut. Pada saat pertama kali jadi Mustasyar NU, Ali Mukhni kala itu masih menjadi Wabup Padang Pariaman, yang mendampingi Bupati Muslim Kasim. Sedangkan, Ketua NU terpilih saat itu Rahmat Tuanku Sulaiman, yang kala itu juga seorang anggota KPU. Rahmat adalah ulama muda. Tentu sangat tidak mungkin kalau Ali Muknhni dijadikan wakil ketua dalam pengurus harian.
    Bagi Ali Mukhni sendiri, tradisi keagamaan yang berkembang di daerah yang dia pimpin harus dikembangkan terus. Tidak boleh punah, dan hilang oleh gerusan arus globalisasi yang kian berkembang saat ini. Pada momen peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilakukan di masjid dan surau yang berbasiskan di perkampungan daerah itu, Ali Mukhni selalu memberikan apresiasi dan dukungan.
    Termasuk menyelesaikan pembangunan Masjid Agung di komplek makam Syekh Burhanuddin Ulakan, yang menjadi pusat ziarah oleh kaum Aswaja yang berapiliasi ke NU dan Perti itu, Ali Mukhni memperlihatkan kesungguhannya. Sekarang, masjid yang pembangunannya di mulai pada saat Pilpres 2004 lalu itu telah bisa dimanfaatkan. Bahkan, Pemkab Padang Pariaman telah menjadikan masjid tersebut sebagai pusat kegiatan wirid bulanan bagi pegawai di lingkungan Pemkab daerah itu.      
    Ali Mukhni tahu betul, bahwa Padang Pariaman kaya akan ulama. Sampai saat ini pesantren tempat mencetak ulama masih tumbuh dan berkembang dengan segala dinamikanya. Untuk itu pulalah, Ali Mukhni terkenal dengan bupati yang sangat dekat dengan para ulama. Bahkan, seorang Gubernur Irwan Prayitno menggelari Ali Mukhni dengan seorang ustadz, yang kalau di Padang Pariaman secara spesipik, ustadz itu disebut tuanku atau ulama.
    Menurut dia, ulama adalah suluah bendang di tengah masyarakat. Memberikan penerangan dan pencerahan, sehingga masyarakat tidak melakukan kesalahan dalam beragama. Untuk masa depan ulama dan cendikiawan muslim nantinya, dia fasilitasi pula pembangunan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendikia (MAN-IC), melalui proyek nasional yang pembangunannya bersumber langsung dari Kementerian Agama RI. Pembangunan sekolah calon ulama hebat itu terletak di Nagari Sintuak, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang.
    Sekarang pembangunannya sedang berjalan, dan hampir siap. Untuk masuk sekolah agama unggulan itu dibutuhkan persyaratan yang cukup ketat. Yakni, hafal sejumlah juz Quran. Ali Mukhni yang saat ini masih menjabat Bupati Padang Pariaman tidak ingin sekolah itu hanya dipenuhi oleh orang-orang dari luar daerahnya saja. Artinya, masyarakat Padang Pariaman jangan jadi penonton di tengah banyaknya orang luar daerah itu yang datang menyerahkan anaknya untuk menuntut ilmu.
    Dia mendorong dan memberikan motivasi, bagaimana pesantren yang ada saat ini juga memberikan pelajaran hafidz Quran. "Alhamdulillah, secara perlahan tapi pasti sekarang sudah ada lembaga pendidikan agama yang mengajarkan hafidz Quran kepada santrinya. Nah, ini tentunya harus kita dorong terus, sehingga kita punya persiapan dalam menyongsong kehadiran MAN-IC nantinya. (damanhuri)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar