wartawan singgalang

Selasa, 22 Januari 2013

Gamaran Kampung Pertama Dalam Nagari Lubuk Alung

Gamaran Kampung Pertama Dalam Nagari Lubuk Alung

Lubuk Alung---Gamaran merupakan kampung yang paling tua dalam Nagari Lubuk Alung. Dari kampung kecil yang dilingkari dengan perbukitan itulah awalnya dibangun dan dihuni kampung lainnya di nagari tersebut. Menurut cerita rakyat yang berkembang di kampung ini, Gamaran asal katanya; Gambaran.
    Artinya, dari Gamaran ini digambar seluruh wilayah yang tampak. Dilayangkan pandangan jauah, ditukiakkan pandangan dakek. Itu yang dilakukan oleh nenek moyang pertama rang Lubuk Alung, hingga akhirnya terjadilah seperti saat sekarang ini. Kemungkinan seperti itu ada juga benarnya. Sebab, Gamaran yang kini berada dalam Korong Salibutan memang berada pada ketinggian. Kemana pun pandangan dilayangkan, semuanyaa akan terlihat dengan jelas hamparan nan landai dan sungai yang mengalir dengan indah dan mempesona.
    Sejak Gamaran itu ada dan dihuni oleh manusia yang turun dari darek, sudah banyak pula pergolakan dan dinamika yang dilaluinya. Dulu, Gamaran bagian dari kampung yang bernama Koto Buruak, juga Nagari Lubuk Alung. Pada 1916, Gamaran dipisah dari Koto Buruak, lantaran penduduk bertambah banyak. Kini, Gamaran adalah sebuah jorong. Induknya Salibutan. Namun, pengaruh dan perannya dalam membuat sejarah Lubuk Alung diakui keberadaannya oleh semua orang di Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman ini.
    Cerita yang berkembang, orang pertama yang menghuni Gamaran bernama Salibutan. Suatu ketika, Salibutan ini mencari ikan di sepanjang sungai, yang saat itu belum bernama Sungai Batang Salibutan. Mungkin masih bernama sungai antah berantah. Dalam mencari ikan, yang kalau di kampung itu disebut lauak, tiba-tiba Salibutan hilang entah kemana rimbanya. Dicari tak bersua. Sampai akhirnya tidak pernah ditemukan orang itu. Akhirnya, untuk mengenangnya, dinamakanlah sungai tempat dia hilang itu dengan sebutan; Sungai Batang Salibutan. Hingga sekarang masih itu nama sungai nan rancak, aianyo janiah, sayaknyo landai tersebut.
    Kapalo Mudo Asri, salah seorang tokoh masyarakat Gamaran mengisahkan kampung Gamaran, nun jauh di bagian ujung timur Lubuk Alung ini. "Sungai Batang Salibutan, adalah karunia terindah oleh masyarakat Garaman dari Yang Maha Kuasa. Dari sungai ini, semua sumber kehidupan masyarakat bermula. Tidak sekedar tempat mandi pagi petang, bermainnya anak-anak kampung, tetapi juga sumber mata pencaharian," ceritanya.
    "Ada pameo yang hingga saat ini masih berlaku. Kalau seseorang sudah terminum air Gamaran, atau pernah mandi di Sungai Batang Salibutan, maka orang itu pasti akan kembali lagi ke kampung kecil yang bernama Gamaran ini. Dan itu tidak satu dua yang mengalaminya. Sudah banyak malah, sehingga dia menjadi cerita rakyat, yang tak bisa dianggap remeh oleh orang lain," ungkap Kapalo Mudo yang sangat terkenal dalam Nagari Lubuk Alung ini.
    Kemudian, sebutnya lagi, gadang Batang Salibutan bisa dinantikan. Anda lihatlah. Air bah yang datang beberapa waktu lalu. Tebing yang setinggi ini, bisa sekitar dua meter air dalam rumah orang, dan bahkan sempat menghanyutkan sebuah rumah. Tetapi aia gadang demikian bisa dinantinkan. Artinya, tidak berlangsung lama. Semua orang tahu, dan sudah menjadi cerita tersendiri dalam kampung.
    Apa makna yang bisa dipetik dari aia gadang, atau musim air bah manakala datang hujan demikian? Bila dalam rumahtangga terjadi cak-cik-cok, alias bertengkar suami dengan istrinya yang orang Gamaran ini, maka itu tak akan berlangsung lama. Kalaupun sempat lari dan hilang urang sumando itu dari rumah bininya, pasti suatu ketika dia akan babaliak pulang kerumahnya itu.
    Kapalo Mudo bersama sejumlah pemuka masyarakat itu juga menyebutkan, kalau Gamaran pernah punya kesenian indang yang sangat terkenal pada zaman saisuak. Indang itu sempat membawa nama Gamaran semakin dikenal banyak orang luar, yang tidak saja di Padang Pariaman. Namun, perjalanan waktu dan zaman, membuat indang ini tak lagi mengaum. Nyanyian indang yang dulunya seolah-olah seirama dengan riak dan perjalanan Sungai Batang Salibutan, tak lagi terdengar.
    Tentu banyak faktor yang menyebakan hilangnya kesenian urang awak demikian. Sebut saja pergeseran nilai-nilai budaya, yang begitu kencang menghantam sisi kehidupan anak muda zaman sekarang. Kemudian yang tak kalah serunya, lantaran semakin tingginya budaya merantau oleh anak muda putus sekolah, atau yang baru selesai sekolah menengah, sehingga anak muda dan remaja yang diasuh untuk ber-indang semakin langka pula. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar