wartawan singgalang

Rabu, 09 Januari 2013

Amukan Sungai Batang Anai Rumah Hanimar Nyaris Hanyut

Amukan Sungai Batang Anai
Rumah Hanimar Nyaris Hanyut

Lubuk Alung---Menjelang pergantian tahun baru banyak orang bergembira-ria. Melakukan dan membuat berbagai hal, yang membuat suasa jadi senang. Kalau anak-anak sibuk dengan membunyikan terompet. Bunyinya saling bersahutan antara yang satu dengan lainnya. Setidaknya hal itu terasa sekali, beberapa hari menjelang pergantian tahun baru di Lubuk Alung, Padang Pariaman.
    Sangking gembiranya, hampir semua penduduk sejak beberapa hari lalu hingga Senin malam memadati Lubuk Alung. Dengan semaraknya bunyi-bunyian terompek, agaknya membuat pengendara tidak merasa bosan dengan kemacetan yang sampai berjam-jam harus antri di Lubuk Alung itu.
    Namun, kegembiraan pergantian tahun baru itu tidak bisa dinikmati Hanimar (49), warga Koto Buruak, Lubuk Alung. Betapa tidak, Sabtu (29/12) lalu hujan yang terjadi semalaman membuat ibu tujuh orang
putra-putri ini tak bisa tidur dengan nyenyak. Pukul 03.00 dini hari Minggu dia mendengarkan dentuman runtuhnya tebing Sungai Batang Anai yang cukup kuat disamping pondoknya.
    "Dilihat keluar rumah, rupanya halaman samping rumah sudah hampir habis, karena runtuh oleh terjangan air sungai. Mungkin air bah yang datang malam itu cukup besar, sehingga halamnya yang terban mencapai seluas lima meter. Paginya, awak tidak merasa nyaman. Semua pekerjaan yang telah terbengkalai dengan terpaksa harus ditinggalkan dulu. Bersama anak, ambo kumpulkan semua barang-barang isi rumah," ceritanya sedih.
    Memang, rumah Hanimar, janda beranak banyak yang ditinggal suaminya sejak empat tahun yang lalu, karena meninggal dunia itu terletak dipinggir Sungai Batang Anai. Menurut banyak orang yang datang
kerumahnya, Senin kemarin, kalau terjadi hujan sekali lagi, sempat air gadang pula, maka hanyutlah semua rumah ini. Sebab, kejadian malam Sabtu itu saja sempat menghanyutkan pondok kayu yang terletak di
belakang rumah Hanimar.
    Sedih bagi Hanimar bersama anak dan menatunya belum bisa dicarikan solusinya. Mau tak mau, dia sudah harus meninggalkan rumah pondok kayu yang dihuninya sejak 14 tahun yang silam itu. Kenapa begitu? "Alu dapek tanah lai pak, dima rumah ko ka ditagakkan. Rumah ini pun tanahnya disewa yang dibayar setiap tahunnya. Itulah nasib, kalau tak punya lahan untuk membuat rumah," kenangnya.
    Dalam keseharian, Hanimar mengayuh biduk kehidupan secara sendirian. Hampir setiap hari ibu gigih ini berjualan sayur-sayuran di Pasar Lubuk Alung. Kadang-kadang sampai ke Lubuk Buayo, Kota Padang bagai. "Apo nan dapek se yang dijua pak. Ado jariang, cubadak, pokoknyo sayuran lah. Hanya itu yang bisa dilakukan, terutama untuk membiayai anak yang masih sekolah di SMP dan SD," ungkapnya.
    Walinagari Lubuk Alung, Harry Subrata yang datang kerumahnya bersama Singgalang melakukan gerak cepat. Dia pun menghubungi Camat Azminur dan pihak BPBD Padang Pariaman, karena rumah warganya yang berada pada zona merah itu harus cepat diselamatkan, sebelum terjadi kemungkinan terburuk.
    Setelah berkoordinasi dengan Kepala SD N 05 Lubuk Alung yang terletak didepan rumah Hanimar, Harry Subrata yang juga Ketua Komite SD itu menyuruh Hanimar untuk memindahkan alat peragatnya kedalam sebuah gudang sekolah. Sedangkan untuk tidur dimalam hari, silakan pakai sebuah lokal. Sebab, sekolah lagi sedang libur. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar