wartawan singgalang

Minggu, 13 Januari 2013

Potret Pengrajin di Kasang Menghidupi Anak dan Keluarga Dengan Sapu Lidi

Potret Pengrajin di Kasang
Menghidupi Anak dan Keluarga Dengan Sapu Lidi

Kasang---Untuk membuat sebuah sapu lidi, Erman dan Nurhayati tak butuh waktu lama. Cukup lima menit, selesai sapu lidi yang rancak. Pasangan suami istri ini memang telah lama membuat kerajian demikian. Bahkan, tiga orang putra-putrinya dihidupi dengan sapu lidi tersebut. Saat ini dia mempekerjakan empat orang tenaga kerja di rumahnya, untuk memenuhi kebutuhan pasar sapu lidi.
    Minggu kemarin, Erman dan Nurhayati didatangi oleh mahasiswa dari Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa Padang, guna melakukan praktikum bidang studi kewirausahaan. Rumahnya yang sangat sederhana di Kasang, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman itu penuh sesak. Mereka berdua bagaikan selebritis saja, karena dikerumuni oleh mahasiswa yang berlagak jadi wartawan.
    Menanyakan ini dan itu, sampai kepada rahasia perusahaan yang dijalankan oleh Erman sejak tujuh tahun yang silam itu. Kedatangan mahasiswa itu langsung dipimpin oleh dosennya; Dr. Irwandi Sulin. Nurhayati pun dengan telatennya memperlihatkan cara membuat sapu lidi, membuat simpai atau pengikat sapu tersebut dengan sangat cepatnya. Tak heran, saking cepat dan pintar Nurhayati membuat hal itu, puluhan mahasiswa ini jadi tercengang-cengang melihatnya.
    Ketika ditanya resep dan rahasianya, Nurhayati menjelaskan, bahwa kerjaan yang dilakukannya bersama suami tercintanya itu hanya bermodalkan semangat dan motivasi. "Orang lain bisa, kenapa kita tak pandai. Pokoknya harus bisa," kata dia. Semangat itulah yang membuat ibu muda tiga anak ini tidak pernah berhenti bekerja membuat sapu lidi.
    Lidi yang merupakan rautan dari daun kelapa ini tak pernah putus-putusnya. Pokoknya bahan bakunya sangat cukup. Maklum, Padang Pariaman terkenal dengan daerah penghasil kelapa terbesar di Sumatra Barat. Banyak lidi yang diantarkan oleh pengumpul dari Sungai Geringging, Toboh Gadang dan kampung lainnya.
    "Untuk seikat lidi, kita membeli seharga Rp850. Setelah dia jadikan sapu lidi, harga cukup meningkat. Untuk sekodi sapu lidi dengan ukuran kecil kita jual seharga Rp65 ribu, dan ukuran besar Rp75 ribu. Dalam sehari, bersama istri dan empat orang karyawan mampu menyudahkan 40 kodi sapu lidi," cerita Erman.
    Erman langsung pula mengantarkan sapu lidi yang telah siap itu keluar daerah, atas persetujuan induk semangnya. Sekali bawa dengan sebuah mobil DA. Yang paling acap itu ke daerah Riau. Ada juga sampai ke Lampung. "Sebenarnya permintaan akan sapu lidi ini sangat banyak. Dan menurut saya, inilah pekerjaan yang paling menyenangkan, karena sapu lidi ini barang yang tak pernah punah atau rasan, seperti penjual makanan. Untuk ini pula, setiap hari karyawan tidak pernah berhenti kerja," ujar dia.
    Selama melakukan praktikum, para mahasiswa mendapatkan ilmu yang luar bisa sekali. "Ada semacam motivasi yang kita dapatkan, dari keuletan dan kegigihan ibu ini bekerja dalam menghidupi rumahtangganya. Padahal dia tidak pernah kuliah seperti yang kita lakukan saat ini," sebut Riki Mardianto.
    Irwandi Sulin, selaku dosen yang mendampingi mahasiswa ini minta kepada mahasiswa untuk membuatkan proposal, agar usaha kecil ini bisa dapat bantuan dari pihak lain. Sebab, dalam usaha seperti ini yang paling banyak untung itu adalah penjual. Dan juga yang menjadi keluhan Erman selama ini, adalah kendala modal yang tidak ada. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar