wartawan singgalang

Jumat, 04 Mei 2012

Nagari Koto Dalam Barajo ke Mufakat

Nagari Koto Dalam Barajo ke Mufakat

Padang Sago---Menyebut Nagari Koto Dalam, tidak bisa dipisahkan dari tujuh nagari dulunya dalam satu kesatuan, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak. Sebab, yang disebut VII Koto; Sungai Sariak, Sungai Durian, Tandikek, Batukalang, Koto Baru, Koto Dalam dan tujuh dengan Ampalu. Namun, Koto Dalam yang saat ini termasuk kedalam Kecamatan Padang Sago, Kabupaten Padang Pariaman berbeda sendiri. Nagari itu tidak barajo ke daulat, tetapi barajo ke mufakat.
    Artinya, dalam memutuskan persoalan adat dan syarak, Nagari Koto Dalam tidak menunggu keputusan Rajo VII Koto. Seperti dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan misalnya, masyarakat Koto Dalam tidak perlu menunggu keputusan dari Masjid VII Koto yang terletak di Ampalu, untuk memulai puasa dan berhari raya. Atau menunggu bunyi meriam Ambung Kapur, yang dibunyikan setelah ada perintah dari Tuanku Kadhi VII Koto. Koto Dalam berdiri sendiri dibidang itu. Adat salingka nagari berlaku di nagari demikian.
    Kencak Rizal, salah seorang tokoh masyarakat Koto Dalam melihat keputusan mutlak dibidang tersebut, bukan berarti Koto Dalam tidak bagian dari VII Koto. Tetapi itu adalah kekuatan tersendiri dalam Nagari Koto Dalam, yang tentunya diputuskan lewat berbagai proses dulunya oleh pendiri nagari itu sendiri. Orang pertama kali merambahi kampung itu, diyakini bernama Kapusak suku Koto dan Jamboani suku Piliang.
    "Dua suku itulah yang disebut suku asal di Nagari Koto Dalam. Menurut cerita yang tua-tua dulunya, pada saat Jamboani datang kekampung itu, ternyata dia menemukan sudah adanya perkampungan yang dibuat Kapusak tersebut. Melihat asap yang menggepul dari dalam lurah, maka terucaplah kata koto didalam tu ? Tanya Jamboani, untuk memastikan ada atau tidaknya orang didalam lurah. Koto artinya kampung. Iyo koto didalam mah, jawah orang yang sedang dalam lurah, yang tak lain adalah Kapusak," kata Kencak Rizal, Minggu (25/3).
    Nagari yang luasnya mencapai 17,98 kilometer tersebut, cerita Komisaris PT BPR LPN Koto Dalam ini terkenal juga dengan istilah baulayat laweh, balauik leba dan bapelang gadang. Datuak Sati dikenal baulayat laweh, Pamuncak tersebut balauik leba dan Datuak Bandaro terkenal dengan pabelang gadang. "Artinya, salaweh-laweh ulayat Datuak Sati hanya saleba lauik Pamuncak, dan sagadang bapelang Datuak Bandaro. Ketiga orang itu duduak samo randah, tagak samo tinggi," ujar Kencak Rizal.
    Menurut dia, Datuak Sati adalah panghulu dalam suku Koto. Pamuncak panghulu dalam suku Tanjuang dan Datuak Bandaro panghulu dikaumnya, suku Piliang. Sebagai suku asal di Koto Dalam, Koto terbagi empat. Masing-masing, Jangguik Jarang, Majo Garang, Angkai Tuo dan Joameh. Tiga itulah panghulu gadang ditengah masyarakat Koto Dalam. Ketiganya itu pula yang membawahi 16 niniak mamak lainnya, yang juga disebut sebagai andiko. Diantaranya, Nankodo Basa, Datuak Batuah, Datuak Tanameh, Datuak Bandaro Panjang, Datuak Rangkayo Itam, Datuak Kinayan, Datuak Mudo dan datuak lainnya.
    Koto Dalam yang memeliki penduduk sekitar 4.112 jiwa lebih atau sekitar 2.175 kepala keluarga itu termasuk satu dari sekian nagari tertinggal di Padang Pariaman. Untuk itu, dari sekian kepala keluarga, 602 kepala keluarga diantaranya termasuk kategori keluarga miskin. Lima dari enam korong yang ada di nagari itu terletak dalam lurah, sangat jauh dari kemajuan. Masyarakatnya tak punya akses jalan dan jembatan yang representatif untuk mendukung kemajuan perekonomian masyarakat. Korong yang terletak jauh dari pusat kecamatan; Rukam Pauah Manih, Sungai Pua Tanjung Mutuih, Buluah Apo, Batang Piaman dan Padang Bungo. Sementara, Korong Kampuang Lambah satu-satunya korong di Koto Dalam yang letaknya di pusat Kecamatan Padang Sago.
    Umumnya, masyarakat yang tinggal jauh dalam lurah demikian harus sekolah dikampung tetangga, seperti SMP V Koto Timur yang terletak di Nagari Kudu Gantiang. Karena sekolah itulah yang dekat dari Batang Piaman, Rukam, Sungai Pua Tanjung Mutuih. Kalau mereka paksakan untuk sekolah di SMP Padang Sago, terpaksalah mereka harus kos atau tinggal di Padang Sago. Begitu juga ke Pasar Padang Sago, masyarakat dibagian bawah itu harus melewati Kota Pariaman, atau kalau mempersingkat jalan, harus mendaki bukit yang cukup tinggi. Habislah energi.
    Kencak Rizal mencatat, orang yang pernah menjadi Walinagari Koto Dalam sejak dulu, diantaranya; Palo Samaik, Khatib Ya'kub, Labai Jonsan, Ali Akbar, Alfa Edison, dan kini Nagari Koto Dalam dipimpin oleh Darwis. Saat ini pemerintah berencana membuka keterisoliran nagari itu. Wacana pembangunan jembatan yang nantinya akan menghubungkan masyarakat Sungai Pua dan Tanjung Mutuih, dan masyarakat Batang Piaman menuju Padang Sago, akan diwujudkan.
    Wacana demikian dilontarkan sejak Muslim Kasim berkuasa di Padang Pariaman. Kini wacana tersebut dilanjutkan oleh bupati Ali Mukhni. Sebab, pemerintah ingin hasil bumi Koto Dalam bisa cepat keluar, yang pada akhirnya mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Sebagai besar masyarakat Koto Dalam bergantung pada sektor pertanian. Disamping menggarap sawah, hamparan kebun kelapa juga luas dikampung itu. Tak heran, penjual kelapa banyak terkenal diwilayah demikian.
    Nagari itu sebelah utara berbatasan dengan Nagari Tandikek, Kecamatan Patamuan, selatan dengan Nagari Lurah Ampalu, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, timur dengan Batukalang dan barat degan Kudu Gantiang, Kecamatan V Koto Timur. Koto Dalam juga terkenal dengan penghasil kopra terbesar. Namun, akhir-akhir ini pohon kelapa berangsur-angsur habis, karena ditebangi buat memperbaki rumah masyarakat yang punah oleh gempa akhir 2009 lalu. Kelapa pun berganti dengan tanaman kakao. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar