wartawan singgalang

Minggu, 06 Mei 2012

Gadis Cantik yang Ulet Nasib Desi Sekeras Batubata

Gadis Cantik yang Ulet
Nasib Desi Sekeras Batubata

Parit Malintang---Desi Mardiani, 18, sudah merasakan kerasnya hidup. Siswi kelas 1 SMAN 1 Kecamatan Enam Lingkung itu harus membiayai hidupnya sendirian. Sepulang sekolah dia bekerja mencetak batubata alias tembok, untuk biaya sekolahnya. Bahkan juga biaya keluarga yang hingga kini hidup dalam kemiskinan.
    Bagi Desi Mardiani, sekolahnya harus berlanjut dan tak boleh putus. Tidak tanggung-tanggung, anak nomor dua dari tujuh bersaudara, buah hati pasangan Buyuang Adiak dengan Martinis alias Upiah itu ingin jadi dokter. Semua keluarganya tak satupun yang berlanjut sekolahnya. Paling hanya tamat SMP, lalu berhenti, lantaran tak kuat lagi ibu bapaknya membiayai sekolah yang semakin mahal.
    Kalau lagi libur sekolah, Desi mampu menyelesaikan 2.000 buah batubata sehari. Tapi, kalau setengah hari atau sepulang sekolah, hanya bisa sekitar 600 sampai 800 buah batubata yang dia cetak. Desi selalu memanfaatkan waktunya untuk mencetak batubata ditungku milik Usman Fond, di Korong Pauah, Nagari Parit Malintang, Padang Pariaman.
    Setiap satu buah batubata, Desi diupah seharga Rp40. Semakin banyak dia menyelesaikan batubata, semakin banyak pula pitih yang dia dapatkan. Bagi Desi, anak gadis manis nan jolong gadang ini, tak ada istilah gengsi dalam mencari uang. Disamping membiayai sekolah sendirian, bahkan juga biaya dapur rumah orangtuanya, Desi juga mengambil sebuah motor secara kredit. Nah, dengan hasil mencetak batubata itulah dia kembangkan hidupnya, meraih cita-cita dia yang sangat tinggi, menjadi dokter yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
    Saat bertemu dengan Singgalang, Kamis kemarin, tampak Desi sedang asik mencetak batubata. Apalagi saat itu musim panas. Dengan lincahnya tangan Desi memasukkan tanah yang sudah dilunyah kedalam cetakan batubata. "Lah lamo awak karajo mambuek tembok ko pak. Semenjak SD dulu. Untuk masuk SMP, orangtua tak ingin lagi melanjutkan sekolah, karena tidak ada uang untuk itu. Tapi, karena kemauan saya untuk terus bersekolah, saya sendiri yang datang melamar ke sekolah," kata dia.
    Selesai SMP pun orangtua sudah melarang, agar jangan lagi menyambung sekolah. Namun, karena Desi punya kerjaan sendiri mencetak batubata, tersimpan uang untuk bisa masuk SMA. Kini pun Desi bertekad untuk terus sekolah, dan cita-cita untuk masuk perguruan tinggi harus tercapai.
    Agaknya, Desi Mardiani satu dari ribuan perempuan remaja yang gigih. Tidak menggantungkan hidupnya kepada orangtua, ditengah perempuan sebaya dia itu masih belum bisa dilepaskan dari sumber kehidupan orangtuanya sendiri. Apalagi dikampungnya, Padang Toboh, Nagari Parit Malintang banyak perempuan seangkatannya yang tidak mampu bersekolah lanjut. Paling tinggi hanya tamat SMP.
    "Alhamdulillah, dengan adanya usaha mencetak batubata ini, belum pernah tunggakan kredit motor yang macet. Dan semoga saja kredit itu bisa diselesaikan sampai akhirnya. Sekolah juga berlanjut, sampai pada tercapainya impian," kata dia.
    Bagi Desi, perempuan tak boleh cengeng yang hanya merengek kepada orangtua. Sejak dini harus mampu mandiri, melahirkan kreativitas yang membuat masa depan bagus, sebagaimana diajarkan oleh RA Kartini, tokoh perempuan yang mampu mengangkat emansipasi wanita. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar