wartawan singgalang

Senin, 07 Mei 2012

Lubuk Alung, Kekuasaan Basa Barampek Pucuak Baranam

Lubuk Alung, Kekuasaan Basa Barampek Pucuak Baranam

Lubuk Alung---Kenagarian Lubuk Alung, Padang Pariaman dikenal sebuah nagari besar dan padat penduduk. Masyarakatnya sangat heterogen. Dengan itu pula berbagai perkembangan nagari strategis itu sangat cepat. Nagari itu telah berkali-kali melahirkan anak atau dimekarkan. Konon kabarnya, Kasang, Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai merupakan dua nagari yang menjadi wilayah kekuasaannya Lubuk Alung zaman dulunya. Hal itu terbukti, betapa orang-orang yang tergabung pada Ikatan Keluarga Lubuk Alung (IKALA) disejumlah perantauan, ada juga anak nagari dari Kasang dan Sungai Buluah demikian.
    Terakhir, Lubuk Alung kembali melahirkan empat pemerintahan nagari lagi. Cuman, pemekaran kali ini tidak seperti pemekaran yang pernah dilakukan pada zaman saisuak. Seperti Nagari Pasie Laweh, Aie Tajun, Pungguang Kasiak dan Sikabu, tetap nama Lubuk Alung menempel dibelakang nama kenagarian tersebut. Artinya, adat salingka nagari tetap berada dibawah kendali KAN-nya Lubuk Alung.
    Lubuk Alung juga dikenal nagari yang dilahirkan oleh niniak mamak yang 10, dengan rinciannya, basa barampek, pucuak baranam. Adapun basa barampek; Datuak Pado Basa, Datuak Marajo, Datuak Rajo Basa dan Datuak Batuah. Sementara, pucuak baranam; Datuak Rangkayo Mulie, Datuak Rangkayo Basa, Datuak Rangkayo Basa Jambak, Datuak Alat Cumano, Datuak Rajo Nan Sati dan Datuak Rajo Magek. Artinya, secara hukum adat, Lubuk Alung milik dari orang yang 10 demikian. Makanya, setiap kali prosesi KAN, orang yang akan jadi Ketua KAN tidak pernah lepas dari basa barampek, pucuak baranam.
    Dulu, cerita Suharman Datuak Pado Basa yang kini kembali memimpin KAN Lubuk Alung, nagari ini dipatok sangat luas. Dimudiak (utara) kekuasaan nagari ini sampai ke aka tagantuang di Asam Pulau. Hilia (selatan) sampai ke anak aie Sikayan Duo. Lauik (Barat) sampai ke banto buayo, dan darek (timur) sampai ke Kabupaten Solok.
    "Siapanpun yang akan jadi panghulu dalam kenagarian itu, harus ada rekomendasi dari basa barampek, pucuak baranam. Istilahnya, pusek jalo pumpunan ikan di Lubuk Alung terletak pada orang yang 10. Itu berlaku sejak nagari ini ada dan berkembang hingga saat ini," kata Datuak Pado Basa ketika ditanya Singgalang.
    Galian C
    Saat ini, Lubuk Alung membawahi enam korong. Masing-masing; Korong Koto Buruak, Singguliang, Pasa Lubuk Alung, Balah Hilia, Sungai Abang dan Korong Salibutan. Sungai Batang Anai yang melintasi nagari itu merupakan sumber kekayaan tersendiri. Galian C merupakan potensi terbesar. Namun, potensi itu tak selamanya membuat masyarakatnya senang dan nyaman. Buktinya, akibat penggarukkan yang dilakukan pihak penambang, menyebabkan Lubuk Alung terancam tenggelam.
    Walinagari Lubuk Alung, Harry Subrata mengakui nagari yang dia pimpin banyak potensi galian C. Namun, kekayaan berupa galian itu tak ada yang diketahui oleh pihak nagari. "Ada enam sumber galian diwilayah Lubuk Alung. Empat di Balah Hilia, satu di Kampuang Koto, Koto Buruak dan satu lagi di Salibutan. Itu merupakan penambang kelas besar. Kita telah mengajak para penambang itu untuk melihat kerusakan yang ditimbulkan oleh truk yang mengangkut galian keluar. Tetapi, sampai saat ini belum ada tanggapan dari pihak penambang," kata dia.
    Memang, galian C di Lubuk Alung adalah problema tersendiri. Berbagai pihak arus bawah yang lahir dari anak nagari, telah melakukan bagaimana hal itu dieliminasi. Termasuk juga mendatangi Bupati Padang Pariaman, agar hal itu ditertibkan dengan baik dan benar. Agaknya hal itu tidak bisa disalahkan pihak penambang. Ada permainan mata juga dengan berbagai pihak dinagari itu, terhadap kenyamanannya mengambil kekayaan demikian.
    Kampung orang hebat
    Nagari yang memiliki penduduk sekitar 21 ribu jiwa atau sekitar 10 ribu kepala keluarga itu tak bisa dipungkiri, telah banyak melahirkan orang-orang hebat di percaturan Sumatra Barat, bahkan ada yang telah ikut menentukan arah kebijakan pada tingkat nasional.
    Sebut saja Prof. Azyumardi Azra yang pernah menjadi Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Bahkan, tokoh yang satu ini dikenal sebagai seorang cendikiawan Muhammadiyah, banyak melahirkan karya buku. Pada awal-awal reformasi, dia sempat disebut-sebut akan dijadikan Menteri Agama. Prof. Maidir Harun Datuak Sinaro. Disamping pernah menjadi Rektor IAIN Imam Bonjol, Padang, Maidir Harun juga satu dari sekian banyak niniak mamak Lubuk Alung. Sempat menjadi Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sumatra Barat, dan kini salah seorang Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
    Disamping itu, Prof. Duski Samad Tuanku Mudo yang kini menjabat Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang. Prof. Isril Berd dan Prof. Mansyurddin, juga rang Lubuk Alung yang beraktivitas di Unand, Padang. Sementara, Dr. Irwandi Sulin, rang Lubuk Alung yang pernah menjadi Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa, Padang. Dan masih banyak lagi para tokoh, pimpinan partai politik yang berasal dari kampang itu.
    Walinagari
    Menyimak perkembangan yang terjadi di Lubuk Alung, ternyata tak seorangpun walinagarinya yang sampai satu periode. Sejak kembali ke pemerintahan nagari, Lubuk Alung termasuk nagari yang punya banyak walinagari. Pertama kali sebagai Pjs. Walinagari Lubuk Alung, AM Datuak Rangkayo Basa. Pjs tersebut yang menyelenggarakan Pilwana perdana, yang saat itu terpilih H. Sudirman Nazar.
    Tokoh yang dikenal sebagai pengusaha PO Transport itu hanya dua tahun lebih memimpin Lubuk Alung. Dia mundur, karena lebih memilih menjadi Ketua partai, ketimbang walinagari. Kemudian diangkat Harissuddin Alm, sebagai Pjs walinagari berikutnya. Dilakukan pemilihan walinagari, terpilih Jon Serli Datuak Marajo sebagai walinagari devenitif. Salah seorang niniak mamak Lubuk Alung ini akhirnya diberhentikan ditengah jalan, dan selanjutnya nagari itu dijabat oleh Nurhedi.
    Kini, Lubuk Alung dipimpin oleh Harry Subrata. Seorang anak muda punya banyak terobosan baru. Dia dilantik dua bulan yang lalu, untuk periode 2011-2017. Melihat kenyataan yang ada, Harry Subrata merupakan generasi muda pertama yang terpilih menjadi Walinagari Lubuk Alung.

Tugas dan Peran Niniak Mamak Lubuk Alung Zaman Saisuak

Lubuk Alung---Berbagai pameo atau kakobeh yang terlahir ditengah masyarakat, adalah cerminan dari perilaku masyarakat itu sendiri. Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman adalah sebuah nagari besar dan heterogen sejak dulunya, dikenal punya banyak pameo. Seperti Singguliang dikenal dengan pabisiak, bana lai picayo indak. Artinya, setiap kali ada keputusan ditengah masyarakat nagari, rang Singguliang membenarkan, tetapi tidak langsung mempercayainya. Diantara mereka selalu berbisik-bisik menanggapi keputusan dimaksud.
    Sementara, Balah Hilia dikenal dengan sambun saka. Sombong, kadang-kadang tidak perlu mufakat. Sungai Abang, sato ndak sato. Kasudahannyo sato juo (Ikut tak ikut, akhirnya ikut juga). Koto Buruak dikenal pacumbuan, dek ulah bisiak-bisiak rang Singguliang. Pasie Laweh huru-huru atau kompak. Salibutan terkenal galombangnya. Ondoh hilia ondoh mudiak, tidak tahu ujung pangkalnya. Padang Baru terkenal kusuik rambuik. Obatnya basikek atau bersisir. Gantiang disebut tampaik batanyo. Banyak urang nan cadiak. Surantiah ibarat karanjang kuman. Tiap sebentar berpenyakit.
    Lubuk Alung adalah nagari yang memiliki basa barampek, pucuak baranam, jirek barampek dan tiga letbi atau perwakilan. Basa barampek bertugas mengulayati diulayatnya masing-masing, tentang pusako dalam ulayatnya. Baik yang bergerak/sanak kamanakan, maupun yang tidak bergerak/tanah menurut sepanjang adat yang berlaku di nagari itu. Sementara, pucuak baranam bertugas melestarikan hukum adat terhadap sanak kamanakan, dan sako adat (panghulu/kebesaran) disetiap sukunya masing-masing.
    Sementara, jirek yang barampek bertugas menjaga adat dan pusako diwilayahnya yang berkedudukan, dan bekerjasama dengan basa adat. Letbi adalah perwakilan niniak mamak. Mereka berkedudukan di Pungguang Kasiak, Buayan dan Sikabu. Adapun letbi yang bertiga itu; Datuak Panyalai bersuku Panyalai berkedudukan di Sikabu. Datuak Rangkayo Basa bersuku Tanjung, bertugas di Pungguang Kasiak dan Datuak Rajo Lelo, suku Lubis memerintah di Buayan.
    Adapun wilayah basa nan barampek; Datuak Pado Basa suku Jambak. Wilayah kekuasaannya Koto Buruak. Mulai dari Bukit Ujuang Guguak, sampai ke Anak Aie Sakayan Batu, bersapadan dengan Sungai Buluah. Sementara, Datuak Marajo suku Panyalai, berkuasa diwilayah Balah Hilia. Mulai dari Masjid Ampek Lingkuang, sampai ke Batuang Basurek di Kasang. Datuak Batuah suku Sikumbang. Dia memiliki wilayah kekuasaan adat di Sungai Abang. Mulai dari jembatan Sungai Abang sampai ke Aie Tajun bersapadan dengan Nagari Ketaping. Selanjutnya, Datuak Rajo Basa suku Koto. Yang satu ini berkuasa diwilayah Singguliang. Mulai dari Ujuang Sungai Abang sampai ke Lundang Bajawek, bersapadan dengan Nagari Parit Malintang, dan kamudiaknya berbatasan dengan Asam Pulau (Batang Sangkir).
    Sementara, pucuak baranam punya wilayah dan tempat tersendiri pula, melakukan apa yang telah menjadi wilayah kekuasaannya. Mereka adalah; Datuak Rajo Nan Sati suku Panyalai, bertempat di Singguliang. Berikutnya Datuak Rangkayo Basa, suku Jambak di Koto Buruak, Datuak Rajo Magek suku Sikumbang di Koto Buruak. Terus Datuak Rangkayo Basa, suku Koto di Sungai Abang, Datuak Rangkayo Mulie suku Tanjung di Singguliang dan Datuak Alat Cumano, suku Guci di Balah Hilia.
    Selain itu, jirek nan barampek juga mempunyai wilayah tugas tertentu. Mereka itu; Datuak Putiah suku Sikumbang di Pasie Laweh. Dia manjago aie kagadang. Datuak Ambasa, suku Sikumbang di Salibutan. Beliau bertugas manjago gunuang jan karuntuah. Selanjutnya, Datuak Ampono, suku Tanjung di Rimbo Panjang. Ini manjago laut kagambuang, dan Datuak Bungsu, suku Panyalai di Sungai Buluah. Dia majago pasang kanaiak. Kesemua niniak mamak di Lubuk Alung tempo dulu mencapai 125 orang.
    Pada tahun 1888 suku Mandahiliang (Lubis, Batubara, Nasution dan Siregar) mangisi adat ke Nagari Lubuk Alung. Korong Buayan yang mereka huni itu dulunya, merupakan ulayat Balah Hilia. Artinya, sabalah ka hilia. Kampung itu berbatasan dengan Anak Aie Kasang. Di Buayan tersebut pusako turun kapada anak, dengan letbinya Datuak Rajo Lelo, membawahi empat niniak mamak, yakni Datuak Rajo Mambang, Datuak Parhuman, Datuak Rajo Mandambin dan Datuak Rajo Lelo.
    Sedangkan pada 1928, Pungguang Kasiak belum satu nagari dengan Lubuk Alung. Pungguang Kasiak ini dikenal dengan adat diguguang dibao tabang, bermamak ke Lubuk Alung. Masuak bapalacuik, kalua bapahalau, dengan letbinya, Datuak Indo Marajo, serta 12 niniak mamakanya. Masing-masing; Datuak Parmato Mudo, Datuak Saih, Datuak Simarajo, Datuak Kando Sutan, Datuak Indo Marajo, Datuak Kando Marajo, Datuak Sinaro, Datuak Basa, Datuak Rangkayo Mulie, Datuak Mangguang dan Datuak Rangkayo Basa.
    Di Aie Tajun, yang kini juga telah jadi unit pemerintahan nagari yang setara pula dengan nagari lainnya di Padang Pariaman terkenal dengan niniak mamak nan baranam. Masing-masing; Datuak Mangguang Majolelo, Datuak Parpatiah, Datuak Bandaro Putiah, Datuak Rangkayo Batuah, Datuak Rangkayo Bungsu dan Datuak Simarajo.
    Sedangkan di Salibutan punya niniak mamak nan 10. Mereka adalah, Datuak Ambasa, Datuak Angkai Sati, Datuak Bandaro Putiah, Datuak Batuah, Datuak Maninjun, Datuak Marajo, Datuak Saripado, Datuak Mangkudun, Datuak Panghulu Basa dan Datuak Sirajo. Sedangkan Sikabu tersebut dengan niniak mamak nan baranam, yakni, Datuak Panyalai, Datuak Piliang, Datuak Pahlawan, Datuak Bandaro Sati, Datuak Rajo Mangkuto dan Datuak Simarajo.
    Teristimewa Pasie Laweh. Wilayahnya ini punya 21 niniak mamak. Mulai dari Datuak Putiah, Datuak Gindo I, Datuak Gindo II, P. Basa, Datuak Panghulu Kayo, Datuak Angkai Sati, Datuak Lelo Marajo, Datuak Cilangik, Datuak Talanai, Datuak Majo Basa, Datuak Bandaro Basa, Datuak Sari'an, Datuak Mudo, Datuak Sati, Datuak Bangso, Datuak Angkai, Datuak Rajo Bulan, Datuak Rajo Endah, Datuak Maninjun, Datuak Panduko Sinaro dan Datuak Panghulu Basa.
    Sedangkang Sungai Abang dibeking oleh sembilan niniak mamak. Mereka; Datuak Rajo Sampono, Datuak Gadang, Datuak Sirajo, Datuak Saripado, Datuak Batuah, Datuak Angkai Balai, Datuak Bangso Dirajo, Datuak Nando dan Datuak Batuah. Singguliang juga punya sembilan niniak mamak. Yakni, Datuak Siama, Datuak Majo Datuak, Datuak Putiah, Datuak Lelo Dirajo, Datuak Gindo Marajo, Datuak Angkai Jalelo, Datuak Majo Basa, Datuak Mangkudun dan Datuak Rajo Basa.
    Sementara, di Koto Buruak tersebut dengan niniak mamak nan 10. Mulai dari Datuak Basa, Datuak Amputiah, Datuak Nan Bareno, Datuak Tumangguang, Datuak Sari'an, Datuak Kando, Datuak Gadang, Datuak Angkai Mudo, Datuak Mulie dan Datuak Pado Basa. Hal yang sama dengan Koto Buruak, Balah Hilia juga punya kekuatan niniak mamak nan 10. Mereka, Datuak Kayo Tanjung, Datuak Kayo Jambak, Datuak Kayo Panyalai, Datuak Batuah, Datuak Tianso, Datuak Rajo Magek, Datuak Bungsu, Datuak Sinaro, Datuak Batuah dan Datuak Marajo.
    Lain lagi di Sungai Buluah. Ulayat ini punya niniak mamak nan 16. Masing-masing, Datuak Lembang, Datuak Sati Kapalo Banda, Datuak Sati Kampuang Apa, Datuak Talanai, Datuak Malano Basa, Datuak Mangkuto Sati, Datuak Mangguang Sati, Datuak Tampanghulu, Datuak Rirumah, Datuak Batuah, Datuak Mangkudun, Datuak Kando Marajo, Datuak Bangso, Datuak Putiah, Datuak Bungsu dan Datuak Hitam.
    Tulisan ini diambil dari berbagai nara sumber yang ada di Lubuk Alung, yang sempat diwawancarai Singgalang beberapa waktu lalu, bersama Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) setempat, Ruswan Tanjung. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar