wartawan singgalang

Sabtu, 08 Agustus 2020

Kenangan Indah Dari Kota Solo, Jawa Tengah

Menjelang akhir tahun 2004 dan sebelum Aceh diterjang tsunami, pasnya setelah Pileg serta Pilpres aku dan Rahmat Tuanku Sulaiman berangkat ke Solo, Jawa Tengah untuk menghadiri Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-31. Aku dan Rahmat merupakan dua peserta peninjau dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Padang Pariaman. Kami berangkat menggunakan PO Transport, naik di fullnya Lubuk Alung. Saat itu aku masih tinggal di Surau Kampuang Paneh, Ulakan. Sedangkan Rahmat adalah anggota KPU Padang Pariaman, yang ketuanya Wirya Fansuri. Peserta Muktamar lima orang tiap kabupaten dan kota. Dua di antara lima itu disebut peserta peninjau. Namun, fasilitas muktamar semuanya sama. Muktamar dibuka secara resmi oleh Presiden SBY yang baru terpilih, dan ditutup Wapres Jusuf Kalla. KH. Hasyim Muzadi terpilih untuk periode kedua menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam muktamar demikian.

Perasaian aku dan Rahmat yang naik mobil waktu itu lumayan juga saat sampai di Jakarta, setelah sekian lama dalam perjalanan darat. Koper yang di tarok di atas tenda bus basah. Jadilah semua persediaan pakaian yang dibawa basah-basah. Dua malam kami numpang nginap di rumah mande Rahmat yang jualan nasi. Setelah itu, datanglah peserta yang di ketuai Amiruddin Tuanku Bagindo bersama Ali Nurdin M. Nur. Kami bertemu di Kantor PBNU yang terletak di Kramat Raya, Jakarta Pusat. Sorenya, kami naik bus tujuan Solo yang langsung diantarnya ke Asrama Haji Donohudan, Boyolali. Sore naik bus yang cukup mewah, jelang Subuh masuk kami sudah sampai di arena muktamar. Langsung registrasi dan mendapatkan tas yang berisi bahan muktamar, serta sejumlah buku.    

Para peserta daerah lainnya di Sumatera Barat pun tampak sudah merebahkan badannya, istirahat karena pagi besok Presiden SBY akan membuka hajatan lima tahun sekali tersebut. Muktamar selama empat hari tiga malam itu penuh dengan dinamika. Maklum, persaingan kandidat Ketua Umum PBNU yang cukup sengit. Sebelum pulang dari muktamar, kami sedikit dikasih uang yang langsung dibagikan Firdaus Djafri, Sekretaris PWNU Sumbar. Dari Solo kami naik bus ke Jakarta yang langsung turun di Kramat Raya, Kantor PBNU. Sampai di situ, kami semua berpisah, melepaskan untung surang-surang saja lagi.    

Mendiang Amiruddin Tuanku Bagindo yang juga Pimpinan Pesantren Ayekh Burhanuddin Al-Muhajirin, Sungai Rotan, Kota Pariaman saat itu masih di Solo karena ingin ke rumah anaknya di Semarang. Ajo Ali Nurdin pergi ke rumah dunsanaknya di Bogor. Rahmat langsung pulang naik pesawat dari Solo. Aku ke tempat Zal dan Iton, warga Padang Toboh yang jualan nasi di Jakarta Barat. Dia menjemput aku pakai motor yang jauhnya minta ampun. Susah juga dia mencari alamat yang aku berikan di PBNU. Namun, sorenya bersua dan langsung ke tempat dia. Ada dua malam aku di tempat dia dan semalam di tempat Atiak Win dan kawan-kawan alumni Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan. Akhirnya aku pulang dengan bus Lampung Jaya dari Rawamangun, Jakarta. Meskipun pulang pergi naik bus, itulah muktamar yang paling berkesan yang pernah aku ikuti, dari sekian acapnya muktamar dan kongres. Ada pengayaan ke-NU-an yang aku dapatkan selama mengikuti acara itu.    

Banyak buku-buku berbau NU yang aku bawa pulang dari Solo. Dan itu pertama kalinya aku menempuh Kota Solo. Tergelincirnya pesawat Lion Air di Solo membuat muktamar ikut berduka. Prof. Maidir Harun ikut cidera dalam pesawat itu. Ada peserta muktamar dan petinggi NU yang meninggal akibat kecelakaan tersebut. Selama muktamar, tiap pagi kami disuguhi koran Kompas dan banyak koran daerah lainnya. Bagiku, semua bacaan dalam muktamar itu dibawa pulang sebagai kenangan dalam mengikuti ajang nasional.

Kongres GP Ansor dan Pilkada Padang Pariaman

Kongres GP Ansor 2005 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta merupakan periode terakhir bagi sahabat Saifullah Yusuf untuk menjabat Ketua Umum. Bersamaan dengan itu, dia pun baru jadi Menteri di Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden SBY, yakni Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal RI. Dinamika kongres tak begitu terasa, karena pemiliha Ketua Umum hanya lewak aklamasi. Kongres dibuka secara resmi oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Adiaksa Dautl. Saya ikut kongres sebagai peserta penuh karena menjabat Sekretaris PC Ansor Kabupaten Padang Pariaman, yang ketuanya Afredison. Dari daerah ini ikut empat orang; Afredison, A. Damanhuri, Sudirman dan Bustanul Arifin. Berangkat dari Padang naik Batavia Air dari Bandara Tabing.

Itu pertama kalinya aku naik pesawat. Kongres yang berlangsung tiga hari dua malam di samping membahas laporan pertanggungjawaban pengurus PP Ansor yang dibawah pimpinan Saifullah Yusuf, dalam forum tertinggi lima tahun sekali itu juga dibuat rekomendasi, dan program kerja untuk lima tahun kedepan. Meskipun ketua PW Ansor Sumbar, Rahmatullah Azis waktu itu, tetap saja yang punya kendali Khusnun Azis, mantan ketua sebelumnya yang juga kakak kandung Rahmatullah Azis. Sehabis kongres, aku lebih duluan pulang. Sementara teman lainnya masih di Jakarta menemui familinya. Maklum, kesempatan ke Jakarta sangat jarang sekali adanya.    

Tahun 2005 itu menjelang aku bergabung dengan Tabloid Publik dan akhir kerja di Media Sumbar. Pada tahun itu juga, aku ikut Muktamar II PKB yang diadakan di Semarang, Jawa Tengah. Dari Padang Pariaman yang ikut; Usman Fond, Ali Amat Tuanku Sidi, Zulhelmi Tuanku Sidi dan aku sendiri. Muktamar yang penuh dinamika itu memenangkan Muhaimin Iskandar dan Lukman Edy sebagai Ketua Umum dan Sekjend DPP PKB. Berangkat dari BIM dengan Lion Air sampai ke Semarang. Sementara pulangnya, aku ikut rombongan yang naik bus ke Jakarta. Dari Jakarta aku terus ke Bandung, karena istriku Mahbubatus Salmi pergi ke tempat adiknya untuk sebuah keperluan. Waktu itu aku sudah tidak lagi tinggal di surau. Waktu di Bandung bertambah lagi beberapa harinya. Setelah lama juga jalan-jalan di Bandung, aku dan istri pulang naik ANS, karena harga tiket pesawat saat itu lumayan mahal, sehingga diputuskan naik mobil saja.

Tahun itu juga bersamaan dengan Pilkada di Padang Pariaman, yang PKB juga ikut hiruk-pikuknya suasana politik, yang akhirnya memenangkan pasangan Muslim Kasim-Ali Mukhni jadi bupati dan wakil bupati yang diusung PAN dan PDI Perjuangan. Saat muktamar PKB hanya ada kisruh lantaran Alwi Shihab dan Saifullah Yusuf masuk kabinet KIB I, sehingga kubu dua tokoh itu tak berani melawan Gus Dur yang memberhentikannya dari PKB. LPJ Ketua Umum disampaikan Mahfud MD yang saat itu menjabat Plt Ketua Umum DPP PKB menggantikan Alwi Shihab yang masuk kabinet, karena posisi PKB dalam Pilpres putaran kedua netral. Saifullah Yusuf akhirnya diberhentikan dari kabinet, setelah dua setengah tahun menjabat. Dia digantikan Lukman Edy yang masih menjabat Sekjend DPP PKB. Sedangkan waktu yang sama, Alwi Shihab juga digantikan posisinya dari Menko Kesra oleh Aburizal Bakrie. Alwi selanjutnya menjabat utusan khusus presiden untuk Timur Tengah. Sedangkan Saifullah Yusuf ikut Pilkada Jawa Timur yang mendampingi Sukarwo yang maju jadi calon Wagub-nya. Pasangan Pakde Karwo-Gus Iful ini akhirnya menang. Bahkan, pasangan ini terus berlanjut untuk periode kedua 2013-2018.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar