wartawan singgalang

Jumat, 21 Agustus 2015

Melihat Tradisi Maulid Sepanjang Tahun yang Perlu Dilestarikan

Melihat Tradisi Maulid Sepanjang Tahun yang Perlu Dilestarikan

Padang Pariaman--Tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Padang Pariaman, agaknya tradisi paling unik dan berlaku sepanjang tahun, bila dibandingkan dengan tradisi lainnya di daerah itu. Disebut berlaku sepanjang tahun, lantaran suatu ketika di luar bulan Maulid yang tiga bulan, masyarakat banyak melakukan tradisi yang satu ini.
    Sebut misalnya, saat peringatan 100 hari atau 40 hari meninggalnya salah seorang anggota keluarga. Ini saat peringatan 100 hari wafat, biasanya ahli waris yang meninggal memperingatinya dengan melakukan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi semacam ini, hampir dilakukan masyarakat perkampungan atau yang masih kuat memegang tradisi lama yang dibuat oleh yang tua-tua dulunya.
    Peringatan Maulid Nabi itu tidak pula bisa dilepaskan dari tradisi malamang. Artinya, ketika Maulid akan dilakukan malam hari, siang sebelumnya yang punya rumah bersama sanak kerabatnya sibuk membuat makanan yang namanya lamang.
    M. Bustanul Arifin Khatib Bandaro melihat, tradisi Maulid sepanjang tahun itu memang sudah lama berlakunya di tengah masyarakat. Terutama di kalangan masyarakat Kecamatan VII Koto lama yang meliputi Kecamatan Patamuan, Padang Sago, dan Kecamatan VII Koto Sungai Sariak yang diketahuinya.
    "Kalau peringatan Maulid Nabi di surau dan masjid dalam rentang waktu tiga bulan; Rabiul Awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Awal itu sudah lumrah. Boleh dikatakan setengah wajib hal itu dilakukan oleh masyarakat nagari atau korong terkait. Tetapi, peringatan Maulid Nabi di rumah masyarakat saat peringatan 100 hari wafat, atau melepaskan nazar, ini baru terbilang luar biasa," kata Bustanul Arifin, Khatib Nagari Sungai Durian, Kecamatan Patamuan ini.
    Menurut dia, tradisi Maulid Nabi di surau dan masjid sama caranya dengan yang dilakukan di rumah masyarakat. Namun, momennya saja yang berbeda dan urang siak pandai dikia. Sebab, untuk menghadirkan urang siak pandai dikia itu tergantung kesanggupan tuan rumah yang sesuai pula dengan kebutuhannya.
    Maulid Nabi yang di rumah masyarakat itu, ada yang semalam saja, dan ada pula yang berlanjut besok siangnya, yang diakhiri dengan jamuan makan siang bersama. "Urang siak pandai dikia, tuanku, imam, khatib, labai, serta pegawai yang duduk malam itu diberikan sedekah berupa lamang yang kadang-kadang diikatkan pula sehelai kain saring, serta uang dalam amplop.
    Bustanul Arifin menilai, pelaksanaan tradisi semacam itu terselip kesenangan dan kebanggaan oleh masyarakat yang melakukannya. Mereka mengadakannya tidak dengan terpaksa. Melainkan dengan senang hati. Ketika hendak hajatan itu dilakukan, mereka berlomba-lomba memberitahu mana yang patut dan mana yang mungkin untuk dikasih tahu.
    "Mulai dari anak yang jauh di rantau, sampai ke andan pasumandan, ipar besan dan sanak saudara yang ada di kampung sekitar. Artinya, kalau masyarakat melakukan Maulid Nabi dalam peringatan 100 hari wafat, itu sama pula dengan baralek. Tamu yang datang membawa uang untuk penolong sedekah urang siak. Dan kalau ada acara badoncek, saat itu diterimanya pula dari masyarakat korong terkait," ujar Bustanul Arifin yang juga Ketua Tanfidziyah MWC NU Kecamatan Patamuan itu.
    Katanya lagi, dalam tradisi demikian banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran dan hikmah tersendiri. Dengan acara itu pula terjalinnya hubungan silaturrahim diantara sesama masyarakat, bertemunya ipar dengan besannya. Tentunya, tradisi ini penting untuk dilanjutkan, sebagai warisan Nusantara di Padang Pariaman. (501)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar