wartawan singgalang

Sabtu, 17 Januari 2015

PNS yang Bekerja Sepenuh Hati Anis Hayati Bebaskan 11 Orang Gila dari Pasungan

PNS yang Bekerja Sepenuh Hati
Anis Hayati Bebaskan 11 Orang Gila dari Pasungan

Sungai Limau--Bekerja sepenuh waktu (full time) mungkin sudah merupakan hal biasa. Bahkan, tak sedikit orang yang seakan lupa waktu karena keasyikan bekerja. Namun, mengabdi sepenuh hati (full heart), mungkin tak banyak yang melakukannya. Apalagi bekerja dengan ketulusan cinta!
    Anis Hayati Sarjana Keperawatan (SKep) barangkali merupakan satu dari sedikit pegawai negeri sipil (PNS) yang mengabdi sepenuh hati dan dengan ketulusan cinta. Setidaknya begitulah kesan yang diperoleh sewaktu mendapat informasi tentang perawat yang satu ini.
    Menurut pemberi informasi, Anis Hayati telah berhasil memfasilitasi pengobatan 20 orang gila atau penderita gangguan kejiwaan di Kecamatan Sungai Limau, Kabupaten Padang Pariaman, dalam tahun 2014 lalu, 11 di antaranya dipasung oleh keluarganya atau oleh masyarakat. Para penderita pun berangsur pulih dan menjalani kehidupan normal. Ketika dihubungi via telepon selulernya, diketahui ternyata Anis Hayati merupakan figur perawat yang tidak muda lagi.     Perempuan kelahiran 28 Desember 1958 ini sudah mengabdikan diri sebagai perawat dengan status PNS sejak Maret 1982, hampir 33 tahun. Namun, semangatnya terkesan masih sangat belia! Perempuan yang bertugas di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Sungai Limau ini mengaku melakukan hal itu karena dorongan hati nurani. "Mereka juga manusia, sama seperti kita. Jadi, selayaknyalah kita membantu mereka untuk sembuh. Alhamdulillah, Tuhan menunjukkan jalan dan memberi kekuatan kepada kami," ujarnya.
    Anis mengaku, untuk melepaskan penderita dari pasungan bukanlah urusan mudah. Umumnya keluarga dan masyarakat menyatakan sikap menentang, bahkan dengan sengaja menyembunyikan tempat penderita mereka pasung. Mereka beralasan jika orang gila dilepaskan dari pasungan bisa mengganggu keamanan dan ketentraman.
    "Namun, saya tak menyerah. Insya Allah, dengan izin-Nya, saya terus berupaya melakukan pendekatan kekeluargaan. Langkah awal saya melepaskan penderita dari pasungan, kemudian berusaha memandikannya. Keluarga dan masyarakat hanya melihat dari kejauhan karena alasan takut. Padahal, kondisi fisik penderita sudah sangat lemah," papar Anis.
    Ternyata sentuhan dengan hati yang dia lakukan segera membuahkan hasil. Pasien menunjukkan respons, bahkan ada yang meminta sandal. Langkah selanjutnya, Anis mengirim pasien ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) HB Saanin di Padang dengan surat pengantar rujukan dari Pimpinan Puskesmas Sungai Limau.
    Ditanya dari mana sumber biaya untuk mengirim pasien ke RSJ seperti pembeli bahan bakar minyak (BBM) mobil Puskesmas dan biaya perawatan pasien, Anis menjelaskan, ia menggunakan dana pribadi. Selain itu, ia juga mengetuk pintu hati rekan-rekan kerja di Puskesmas dan mereka urun-rembug sesuai kemampuan masing-masing.
    "Biaya perawatan kan ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Saya hanya mengeluarkan dana untuk mengurus kartu BPJS atas nama pasien yang hendak dikirim ke RSJ," kata Anis pula sembari menambahkan, penggantian dana resmi yang ia terima selama 2014 hanya Rp350 ribu.
    Setelah menjalani perawatan sekian lama di RSJ, lanjut Anis, pasien-pasien yang dia kirim dulu ia jemput dan ia kembalikan kepada keluarga masing-masing. Meski demikian, ia tetap melakukan pengawasan dan memberikan obat secara berkelanjutan. Sebab, setelah keluar dari RSJ pasien tidak langsung sembuh total. Selain 11 penderita gangguan kejiwaan yang dia lepaskan dari pasungan, masih ada sembilan penderita lainnya di Sungai Limau yang ditangani Anis. Ke-9 penderita itu memang tidak dipasung tetapi berkeliaran di tengah masyarakat. Data kesemua pasien itu masih ia simpan dengan lengkap tetapi tidak etis dipublikasikan.
    Menjawab pertanyaan wartawan, Anis menyatakan kesediaan jika ditugaskan Bupati Padang Pariaman melalui Dinas Kesehatan untuk melakukan rehabilitasi kesehatan jiwa penderita di kecamatan lainnya. "Insya Allah, saya siap jika ditugaskan," katanya lagi.
    Selama hampir 33 tahun jadi PNS, Anis Hayati telah bertugas ke berbagai pelosok di Kabupaten Padang Pariaman, termasuk ke hampir semua desa di Kepulauan Mentawai. Bahkan, pascagempa dan tsunami melanda Mentawai, Oktober 2010, Anis Hayati pun ditugaskan ke daerah itu selama dua minggu, bahkan tanpa diberi bekal biaya oleh instansi yang mengirim.
    "Saya menerima penugasan dengan senang hati dan tulus. Sebelum berangkat, saya siapkan bekal makanan seperti rendang, beras dan alat memasak. Sebab, terbayang oleh saya kondisi di sana akan sangat sulit. Lagipula, saya tidak ingin mengosumsi makanan yang disediakan relawan asing yang belum tentu halal," cetus Anis Hayati. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar