wartawan singgalang

Minggu, 25 Januari 2015

Memasyarakatan Budaya Malamang dan Makan Bajamba di Kalangan Pelajar

Memasyarakatan Budaya Malamang dan Makan Bajamba di Kalangan Pelajar

Lubuk Alung--Sabtu pagi itu Lubuk Alung dan Padang Pariaman sedikit dilanda hujan. Suasana yang seharusnya untuk bermalas-malas di rumah bersama keluarga, sepertinya saat itu tidak tampak di komplek SMA N 1 Lubuk Alung. Malah di sekolah yang jadi kebanggaan itu sedang mengepul banyak asap yang sengaja dibuat oleh pelajar yang sedang mengikuti festival malamang.
    Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di sekolah yang dipimpin Dian Mulyati Syarfi itu sengaja diadakan tradisi lokal Padang Pariaman; malamang dan makan bajamba. Tapi peringatan hari besar Islam-nya tidak dengan badikia, yang lazim dilakukan di surau dan masjid perkampungan daerah itu.
    Festival malamang diikuti seluruh SMA/SMK dan MA yang ada di Padang Pariaman. Masing-masing sekolah tersebut mengirim utusannya sebanyak lima orang. Tentu yang dilombakan, mana lamang yang enak dan rancak dari ratusan lamang yang dibuat oleh pelajar demikian.
    Sungguh pemandangan yang sangat menarik, dan patut diapresiasi oleh banyak kalangan. Lamang, kalau dalam bahasa plesetannya adalah labo mangaji. Biasanya yang pandai membuat makanan yang dibuat dari beras pulut, dimasukan kedalam buluah lalu di panaskan dengan api tersebut hanya para amak-amak atau orang tua yang pandai. Namun, kali ini sangaja Kepala SMA Lubuk Alung ingin membalikkannya.
    Yang namanya lomba, tentu sejak awal prosesnya. Dimulai dari membersihkan buluah, sebelum diisi dengan beras pulut yang dialas dengan pucuk daun pisang. Semua pelajar yang ikut itu tampak antusias sekali. Mereka ingin, lamang yang dibuatnya bisa masuk kategori juara. Sejak pagi lamang dibuat, siang hari menjelang sore, makanan itu pun matang.
    Lamang yang matang dipotong-potong, ditarok dalam piring secara berjejeran di beranda sekolah. Dicicipi sedikit demi sedikit oleh sang juri yang telah ditentukan. Tentu jurinya orang yang telah ahli dan lihai membuat lamang pula. Kemudian, para tamu yang datang juga diberikan sebatang lamang, sebagai buah tangan dari tuan rumah yang tengah baralek.
    Sementara, para guru juga dilombakan untuk membuat jamba yang rancak pula. Jamba dijujung di kepala dari sebuah ruangan ke masjid tempat peringatan maulid dilakukan dalam komplek SMA demikian. Sepertinya, SMA Lubuk Alung ingin membudayakan tradisi Padang Pariaman yang sangat kental dengan malamang dan makan bajamba saat hajatan maulid tersebut.
    Jamba ditarok dalam masjid secara teratur. Jamba yang berisi nasi lengkap dengan sambalnya itulah yang akan disantap oleh semua yang hadir dalam masjid tersebut, setelah ceramah maulid yang disampaikan Prof Duski Samad selesai.
    Bupati Ali Mukhni sangat respon terhadap kegiatan itu. Secara pribadi dia menyediakan tropy bergilir dan tabanas bagi pemuncaknya. "Lamang adalah ciri khas Padang Pariaman. Hampir setiap momen ada saja makanan yang bernama lamang disajikan masyarakat. Kita harapkan, malamang bisa dijadikan sebagai kalender tahunan, dan muatan lokal dalam bidang studi di sekolah," kata dia saat menyerahkan hadiah.
    Dan memang terbukti adanya. Malamang atau membuat lamang di Padang Pariaman tidak terjadi pada bulan maulid saja. Bahkan, sebulan jelang puasa masuk, di daerah itu dinamakan dengan bulan lamang. Dan setiap kali memperingati kematian anggota keluarga, juga disajikan makanan lamang. Lamang, tentunya budaya luhur dan dimulai sejak Syekh Burhanuddin mengembangkan Islam di Ulakan, Padang Pariaman dulunya. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar