wartawan singgalang

Senin, 12 Januari 2015

Maulid Nabi Dengan Tradisi Malamang dan Makan Bajamba

Maulid Nabi Dengan Tradisi Malamang dan Makan Bajamba

Padang Pariaman--Siang menjelang sore itu, sejumlah uniang-uniang menjujung jamba ke surau. Jamba yang berisi nasi lengkap dengan sambalnya, dibuat sedemikian rapi di rumahnya, lalu diangkut ke surau untuk dimakan bersama dalam sebuah jamuan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
    Bagi masyarakat Padang Pariaman, mulai bulan ini hingga dua bulan mendatang adalah bulan tempat perpaduan antara adat dan agama, yang dilembagakan dalam tradisi. Jamba di jujung di kepala, sedangkan lamang dipegang pula di tangan. Untuk peringatan Maulid, yang namanya jamba dan lamang tidak dapat tidaknya. Itu harus ada, dan itu pula tradisi yang dilakukan sejak zaman saisuak di Padang Pariaman.
    Di Padang Pariaman ada ribuan banyaknya surau dan masjid. Nyaris semua tempat ibadah itu melakukan peringatan hari besar Islam tersebut dengan tradisi yang hampir bersamaan. Kecuali surau dan masjid yang terletak di bagian perkotaan atau yang telah berlabel Muhammadiyah, itu peringatan Maulid-nya dengan menggelar tablikh akbar atau ceramah agama dengan menghadirkan seorang ustadz.
    Peringatan Maulid itu dilakukan semalam sehari. Tak heran, sejak malam panitia peringatan itu di sebuah surau telah disibukkan oleh berbagai kesibukan, terutama menyambut tamu yang hadir. Dan dalam acara itu pula cara masyarakat kampung membangun suraunya, karena setiap masyarakat yang hadir memberikan sumbangan yang tidak ditentukan jumlahnya.
    Sumbangan yang dapat dari tamu undangan, serta dari rantau dan rang sumando dicatat dan diumumkan di papan pengumuman. Tentunya bukan bermaksud agar yang menyumbang jadi ria. Tidak. Tetapi, panitia ingin acara yang dilakukan itu terlaksana secara transparan, diketahui banyak orang, berapa uang masuk dan berapa uang keluar untuk keperluan sedeqah urang siak, serta keperluan buat sewa ini dan itunya.
    Sebenarnya, kalau dikaji secara ekonomi, bagi sebuah kepala keluarga pelaksanaan Maulid seperti badikia itu sangatlah besar modalnya. Bayangkan, semua makanan yang dibutuhkan tak ada yang tidak dibeli. Mulai dari buluah untuk buat lamang, ikan besar-besar, kue, dan buah-buahan. Tetapi, semiskin apapun rang Piaman, kalau acara itu telah tiba harus dilakukan. Dan semuanya harus pula diadakan.
    Bagi urang siak pandai badikia, bulan ini tentu merupakan bulan tempat mereka panen rezeki. Nyaris para tukang dikia itu tiap malam melakukannya sesuai undangan dari panitia. Apalagi, jumlah pandai dikia ini persentasenya bukan bertambah, tetapi berkurang dari masa-kemasa. Tukang dikia membaca riwayat Nabi Muhammad SAW, sejak proses kelahiran hingga wafat dengan cara membaca syair, dengan irama yang rancak, disukai oleh yang tua-tua terutama mereka yang mengerti akan makna yang dibaca tukang dikia demikian.
    Sedangkan dalam rumah tangga, yang suraunya tengah melakukan acara Maulid, merupakan momen pula untuk jalang-manjalang. Lamang yang dia masak, nasi yang ditanak tidak sekedar untuk diangkut ke surau. Tetapi sebagiannya juga untuk rumah mertua atau rumah orangtua suaminya. Inilah yang disebut dengan ipar besan, andan-pasumandan. Hanya musim Maulid itulah mereka bisa membawakan mertuanya makanan enak, karena anaknya sudah dipakai. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar