wartawan singgalang

Minggu, 16 Desember 2012

Derita si Miskin di Pondok Tirih

Derita si Miskin di Pondok Tirih

Lubuk Alung---Kaum tak berpunya tak akan lepas dari derita. Nestapa hanya bisa diratapi. Entah kapan nasib itu akan berubah. Orang miskin, terkadang hanya bisa berkeluh-kesah.
    Dari sebuah pondok tirih di Lubuk Alung, ada pasangan keluarga yang butuh uluran tangan dermawan. Anak mereka sakit-sakitan dan mereka tak punya biaya mengobati.
    Sejak berusia enam bulan hingga kini sudah berumur 3,5 tahun, Arif Mustafa terus mengalami penyakit. Awalnya step atau panas yang sangat tinggi. Kadang-kadang dingin menggigil, hingga bibirnya sampai menghitam. Penyakit yang diderita oleh anak ke-3 pasangan Yenti Murni dan Musliadi ini, bagaikan kurang gizi saja.
    Bayangkan saja, pada usianya yang menajak hampir empat tahun, berat badannya hanya 10,3 kilogram. Seharusnya, menurut kader Posyandu anak itu sudah mencapai beratnya 15 kilogram. Bagi sang ibu tetap berupaya bagaimana anak laki-lakinya itu bisa sembuh, seperti layaknya anak-anak kampung yang sehat lainnya.
    Minggu kemarin Singgalang bersama Walinagari Lubuk Alung, Harry Subrata dan Ketua PK Golkar, Takarijon serta ditemani oleh petugas Posyandu dan pemuda mendatangi Jorong Padang Baru, Koto Buruak Lubuk Alung, tempat dimana pasangan keluarga miskin itu tinggal.
    Yenti Murni yang asik melakukan kegiatannya membordir mukena milik orang lain merasa terkejut, dan tersanjung sekali rumahnya yang terbuat dari kayu dan beratapkan rumbia yang sudah mulai tiris itu didatangi sang pemimpin pilihan masyarakat. Dia menceritakan beban berat yang ditanggung keluarganya, terutama anak yang nomor tiga yang sangat susah makan dalam kesehariannya.
    "Paling banyak itu hanya makan roti. Makan nasi susah. Beberapa hari yang lalu badannya sempat mengecil. Tapi kini, karena rutinitas berobat badannya kembali timbul. Selalu dibawa berobat ke bidan desa yang ada di Padang Baru, dan ikut pula imunisasi setiap pekannya," ceritanya.
    Suaminya Musliadi sedang tidak berada di rumah. Dia seorang petani kampung. Karena ada orang yang mempunyai tanah pusako yang luas merasa iba melihat keluarganya itu, maka tinggallah keluarga Musliadi dan Yenti Murni dalam sebuah pondok, kepunyaan pemilik tanah yang sangat sederhana sekali bersama tiga putra-putrinya.
    Sambil menjadi ibu rumah tangga yang baik, Yenti juga bekerja dalam rumahnya, menerima upahan bordir mukena. "Sejak anak yang kecil ini sakit-sakitan, hanya mampu sehelai mukena selesainya sehari. Dengan ini, ambo diberi upah Rp20 ribu. Itulah kerja sambilan, disamping mengharap jerih payah suaminya yang bekerja sebagai buruh tani di ladang orang," ungkapnya.
    Walinagari Harry Subrata merasa terenyuh melihat keluarga itu. Sambil memberikan bantuan ala kadarnya, walinagari mengingatkan Yenti untuk tidak berputus asa dari penderitaan itu. "Yang penting raji berobat. Turuti apa saran orang kesehatan. Semoga bisa sembuh kembali," katanya. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar