wartawan singgalang

Sabtu, 06 Oktober 2012

Melihat Pesona Wisata Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura

Melihat Pesona Wisata Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura

Riau---Menikmati liburan akhir pekan, Walinagari Lubuk Alung Harry Subrata, Ketua LPM dan Ketua PK Golkar Lubuk Alung, Padang Pariaman, Bagindo Ruswan Tanjung dan Takarijon, serta wartawan Singgalang, Damanhuri melakukan perjalanan menuju bumi Lancang Kuning Riau. Kabupaten Siak adalah pilihan jitu, karena daerah ini memiliki situs sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura yang mempesona sekali.
    Perjalanan darat dari Lubuk Alung yang dilakukan Jumat (14/9) malam dengan mobil sedan walinagari memakan waktu yang cukup lama juga. Setengah jam menjelang masuknya waktu subuh, kami sampai di Kota Pekanbaru. Hiruk-pikuk kota yang tengah melakukan iven nasional, PON XVIII sangat terasa sekali. Kami istirahat sejenak di rumah Burhanuddin, salah seorang warga Lubuk Alung, yang telah lama jadi warga Kota Pekanbaru.
    Dari Pekanbaru, Sabtu menjelang siang, perjalanan dilajutkan ke daerah tujuan, Kabupaten Siak. Dengan keadaan jalan mirip bentuk ular naga, turun naik serta berkelok dan lurus yang disepanjang jalannya lambaian dedaunan pohon kelapa sawit terus melambai. Sebelum memasuki pusat Kota Siak, terlebih dulu melewati sebuah jembatan megah di atas sungai Siak nan indah juga menakjubkan.
    Para pelancong dari jauh pasti akan berhenti, dan tidak mau melewatkan pesona indah sungai Siak ini begitu saja. Memandang– mandangi, bahkan bagi pecinta sejarah pasti akan segera menerawang jauh kebelakang betapa pastinya sungai ini menyimpan sejuta kenangan, yang mungkin masih banyak belum terungkap sampai kini.
    Dari atas sungai tersebut, seluruh sudut Kabupaten Siak dan pusat aktifitas masyarakatnya dapat dilihat. Kerajaan Siak pertama kali dipimpin oleh Radja Ketjil, yang bergelar Sulthan Abdul Djalil Rachmadsjah pada tahun (1723–1746) dengan ibukotanya Buantan. Berdasarkan dokumen istana, selanjutnya di teruskan oleh Tengku Buang Asmara (1746– 1765), Tengku Ismail (1765–1766), Tengku Alam (1766–1780), Tengku Muhammad Ali Panglima Besar (1780–1782).
    Berikutnya, Tengku Jahja (1782–1784), Tengku Sayed Ali (1784–1810), Tengku Sayed Ibrahim (1810–1815), Tengku Sayed Ismail (1815–1864), Tengku Panglima Besar Sayed Kasim (1864–1889), Tengku Ngah Sayed Hasjim (1889–1908).
    Menurut sejarah, raja terakhir adalah Tengku Putera Sayed Kasim, yang bergelar Sulthan Assjaidis Sjarif Kasim II Abdul Djalil Sjaifuddin, memerintah di Kerajaan Siak pada tahun (1915–1946), selanjutnya pada tahun 1945 beliau mengumumkan Kerajaan Siak masuk kedalam Republik Indonesia.
    Sulthan Assjaidis Sjarif Kasim II meninggal di RS Caltex Rumbai pada 23 April 1968, kemudian 24 April 1968 dimakamkan di Siak Sri Indrapura. Beliau diberikan gelar pahlawan nasional oleh pemerintah RI atas jasa–jasanya itu. Perlu diketahui juga, nama bandara di Pekanbaru, Riau sekarang ini diambilkan dari nama beliau.
    Untuk dapat memasuki ruangan istana, setiap pengunjung dikenakan retribusi oleh Pemda Kabupaten Siak, sebagai pengelola sebesar Rp3.000 untuk dewasa, Rp2.000 untuk anak–anak. Sedangkan untuk turis manca negara Rp10.000 dewasa, Rp5.000 anak–anak. Istana utama dalam kompleks kerajaan memiliki dua lantai, yang di hubungkan melalui dua tangga yang unik dan berkelok–kelok, memiliki banyak ruangan, di setiap ruangannya berisikan begitu banyak bukti peninggalan dan kejayaan kerajaan Siak, lengkap dengan peralatan perang dan gambar lukisan para rajanya. Istana Siak ini pun cukup di jaga keasliannnya dalam bentuk serta ornamennya. Begitu juga dengan area diluar kompleks istana. (damanhuri)

1 komentar: