wartawan singgalang

Rabu, 23 November 2011

Menuntut Bantuan Gempa Ditengah Berbagai Kecamatan

Menuntut Bantuan Gempa Ditengah Berbagai Kecamatan

Ketaping---Ketika musim hujan, Ita bersama anak dan suaminya terpaksa harus kena hempasan air, lantaran dia masih mendiami pondok darurat, yang diatap dengan rumbia, yang berdindingkan tikar pandan. "Beginilah nasib jadi orang kecil, yang selalu jadi permainan dalam soal pitih bantuan," kata dia ketika menerima Singgalang, Sabtu (30/4) lalu dikediamannya, Pilubang, Nagari Ketaping.
    Sebagai upaya, Ita kini dipercaya oleh sebagian besar masyarakat Pilubang, untuk bisa mendapatkan haknya. Sebab, dari seluruh data-data yang dia kumpulkan sejak dari nagari, kecamatan hingga ke Padang Pariaman, banyak kesalahan yang ditemukan dalam soal pembagian bantuan. Bahkan, ada kecendrungan tidak adanya rasa manusiawi lagi dalam mengutamakan pembagian bantuan tersebut.
    Dari semua catatan yang cukup susah didapatkan Ita tersebut, ternyata di Pilubang tersebut ada sebagian 'rumah hantu' yang telah berpuluh tahun tidak lagi didiami, masih mendapatkan bantuan gempa. Dan ada juga untuk satu nama, tapi dapat dua bantuan sekalian. "Yang lebih fatal itu ada pula rumah yang rusak ringan dijadikan rusak sedang, sehingga dapat bantuan Rp10 juta. Sementara, sekitar 70 rumah yang rata dengan tanah, hingga saat ini belum tahu nasibnya soal bantuan," kata dia.
    Kerja keras yang dilakukan Ita bersama masyarakat yang merasa dipinggirkan itu, sungguh banyak mendapat rintangan dan tantangan. Ita mengaku pernah diacam oleh oknum petugas di nagari dan pemuka masyarakat akan dikucilkan dalam kampung, kalau terus melakukan tuntutan ini dan itu dalam soal bantuan. Upaya yang dilakukannya itu dianggap sebagai provokator ditengah masyarakat. "Padahal, yang kita lakukan adalah meluruskan apa yang sebenarnya harus dilakukan. Kita tidak ingin ditengah banyaknya warga yang menjerit menunggu bantuan, ada pihak yang berlimpah harta yang tidak jelas sumbernya, beli sepeda motor, dan bermewah-mewah," sebutnya.
    Hingga hari, telah hampir dua tahun gempa berlalu, dimana kesalahan itu, Ita belum bisa pastikan. Yang jelas, dia bersama masyarakat yang menjerit itu melakukan upaya pengaduan ke Kapolres Padang Pariaman mencari keadilan. "Pengaduan atas nama Basri, 62, itu kita lakukan sepekan yang lewat. Kini, para saksi telah dipanggil, guna mengungkap semua kebobrokan pendistribusian bantuan gempa," cerita Ita lagi.
    "Seluruh dokumennya telah kita lengkapi, termasuk mendokumentasikan rumah yang sehat, tapi dapat bantuan juga. Kalau dugaan kita, orang itu jelas-jelas ada hubungan dengan pemimpin di korong ini. Kita berharap, pengaduan yang dilakukan kali ini membuahkan hasil yang sesuai dengan yang sebenarnya. Tidak lagi seperti pengaduan yang pernah juga dilakukan ke Kapolsek Batang Anai, yang akhirnya dipaksa mencabutnya," terangnya.
    Ita berharap, upaya pengaduan yang dia lakukan tersebut mendapat sambutan dari pihak-pihak yang berkopenten dalam masalah demikian. "Kita ingin memperlihatkan kepada semua pihak, bahwa orang kecil janganlah dipandang enteng dan dilecehkan begitu saja. Siapa yang berbuat, tentu dia yang akan memikul akibatnya. Yang jelas, kita tetap mencari keadilan, menuntut hak kita, sampai kapan pun, dan kemana saja yang semestinya juga mendapatkan bantuan gempa. Sedangkan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno sudah jelas mengatakan, dalam pendistribusian bantuan, harus mengutamakan orang yang paling membutuhkan," tegasnya. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar