wartawan singgalang

Kamis, 31 Juli 2014

Jadikan Budaya Maanta Untuk Memperkuat Silaturrahim

Jadikan Budaya Maanta Untuk Memperkuat Silaturrahim

Pariaman---Tradisi maanta atau manjalang rumah mertua bagi perempuan di Piaman, tak dapat tidak sudah berlangsung sejak lama. Boleh dibilang sejak dunia terkembang. Hampir setiap bulan ada saja momennya untuk maanta. Namun, yang paling tinggi intensitasnya; bulan Maulid, lebaran, puasa, dan bulan Rajab atau istilah Piaman-nya bulan Sambareh. Tradisi demikian berlaku di seantero Piaman.
    Yulisni menilai, budaya maanta adalah bagian dari upaya untuk mempererat tali silaturrahim antara menantu dan mertua, atau keluarga suami. "Bajalan babuah batih, malenggang babuah tangan. Sesuai bulannya, kalau puasa kita ngantarin pabukoan, sesuai kesanggupan kita. Kalau bulan Rajab, ya sambareh alias serabi," ujar Yulisni yang selalu maanta ke rumah mertuanya di Ketaping, Kecamatan Batang Anai.
    Yulisni yang asli Kapuang Tangah, Nagari Padang Bintungan, Kecamatan Nan Sabaris itu agak prihatin juga melihat orang maanta yang terlalu berlebihan. Sampai menggadai ini dan itu, akibat datang masanya maanta. Tentu kurang elok pula hal yang semacam itu dipelihara. Maanta sangat penting, dan budaya ini harus dikembangkan terus. "Itukan wajar. Anaknya yang kita pakai, yang membiayai hidup kita, ya pantaslah kita jalang atau kunjungi ibunya suami atau dunsanaknya. Tanda kita datang, tentu ada buah tangan," sebutnya.
    Hal ini juga berlaku bagi perempuan Piaman, yang suaminya orang luar Piaman. Tradisi maanta dimulai sejak perempuan itu mulai bertunangan dengan calon suaminya. Bahkan, saat maanta kampie siriah, di sebagian kampung sudah harus membawa kue, singgang ayam, nasi kuning, lapek dan makanan lainnya ke rumah calon yang akan jadi ayah dari anak-anaknya kelak.    
    Meskipun sebuah beban yang sangat berat bagi keluarga yang anaknya perempuan, namun budaya dan tradisi demikian susah untuk dihilangkan. Boleh dikatakan, inilah kekuatan budaya Piaman antara ipar-besan, andan-pasumandan. Bagi pengantin baru, maanta ke rumah mertua itu agak berlbihan, karena rumah mertua yang dikunjungi tak sebuah seperti orang yang sudah lama kawinnya. Ada banyak rumah dunsanak abang-nya yang akan disinggahi.        
    Sementara, mertuanya tidak serta merta menerima semua pembawaan menantunya itu. Ada balasannya pula. Paling tidak, rantang yang tadinya berisi nasi dan sambal, pulangnya diganti dengan beras atau uang oleh mertuanya. Kadang-kadang dibelikan bagai emas oleh mertuanya. Tentunya tergantung besaran barang yang diantarkan menantu ke rumah mertuanya.        
    Jadi, setiap laki-laki yang dijemput, pasti dianta oleh istrinya setiap kali momen tersebut. Dibilang berat beban perempuan, lebih berat lagi beban laki-laki atau suami. Sudahlah dia menyediakan uang untuk pembeli semua yang akan diantarkan itu, orangtua kandungnya pun harus dikasih uang untuk membalasi pemberian istrinya tadi. Kalau dihitung secara ekonomi, sangat tidak bersua rumusannya. Namun, jalannya untuk itu selalu ada-ada saja. Mungkin karena dijadikan sebagai tradisi, Tuhan pun memberikan jalan keluar dari hal demikian.
    Disamping maanta ke rumah mertua, tradisi maanta juga ada dilakukan ke rumah guru ngaji. Upamanya seorang suami berasal dari surau dulunya, sementara gurunya masih ada. Itu suami mengalokasikan untuk maanta ke rumah keluarga guru demikian. Tapi yang satu ini tak berlaku seperti bulan-bulan yang disebutkan tadi. Hanya sesekali, seperti saat ada Maulid di suaru kampung istrinya, atau saat lebaran. Jadi, di setiap rumah di Piaman itu, ada makanan yang datang dan ada pula yang pergi.    
    Sebab, dalam rumah itu ada anak laki-laki dan ada pula anak perempuan. Bagi yang perempuan, ya maanta. Dan yang laki-laki tentu menerima. Maanta itu berlaku sepanjang masa, sampai tak sanggup lagi karena sudah tua. Itupun dilanjutkan oleh anaknya yang disebut maanta ke rumah anduang, yakni ke rumah orangtua dari ayahnya. (damanhuri)

Selasa, 22 Juli 2014

Sempurnakan Ramadhan Dengan Budaya I'tiqaf

Masjid Mujahidin Lubuk Alung
Sempurnakan Ramadhan Dengan Budaya I'tiqaf

Lubuk Alung---Hingga saat ini, jamaah Masjid Mujahidin Lubuk Alung terus ramai tiap malamnya. Mungkin ini hikmahnya, kalau masjid berada di tengah komplek orang ramai, seperti Pasar Lubuk Alung tempat masjid itu beraktivitas. Kemudian yang menariknya jamaah masjid itu terus bertahan, tampilnya penceramah hebat tiap malamnya. Ada profesor, doktor dan orang hebat lainnya, sehingga jamaah senang mendengarnya.
    Menurut Azminur Kamal, Ketua Umum Masjid Mujahidin, rata-rata tiap malam terkumpul infaq, sedekah dan wakaf sekitar Rp800 ribu sampai Rp1 juta. Bahkan, untuk bantuan kemanusiaan Palestina hanya dua malam menacrinya, terkumpul Rp5 juta. "Dana itu Senin kemarin kita kirim ke lembaga kemanusiaan yang langsung membawanya ke Gaza Palestina," kata Azminur yang juga Camat Lubuk Alung ini.
    Kata dia, aktivitas Masjid Mujahidin selalu padat tiap malam selama Ramadhan ini. Remedla, wadah berkumpul para remaja masjid ini baru saja habis menggelar MTQ tingkat remaja se Padang Pariaman, peringatan Nuzul Quran. Ini tiap bulan puasa selalu dilakukan. Sejak 10 hari terakhir hingga habis bulan ini, sehabis Tarawih dilakukan I'tiqaf dalam masjid.
    Tentunya hal itu bagian dari upaya umat Islam untuk mendapatkan malam qadar, dimana semalamnya itu lebih baik dari seribu bulan. Azminur merasa senang, karena semenjak dia diamanahi menjadi pengurus masjid itu, banyak sudah perubahan yang dibuatnya. Baik perubahan pembangunan fisik masjid, maupun pembangunan mental anak-anak.
    Tentunya, ini terwujud dari kebersamaan semua pengurus, dan Remedla yang selalu jadi garda terdepan dalam setiap kali Acara. Boleh dibilang, Masjid Mujahidin adalah masjid yang paling ramai diantara sekian banyak masjid di nagari dan kecamatan Lubuk Alung.     "Bayangkan saja, kotak amal yang diedarkan tiap malam bulan puasa dan tiap kali waktu sembahyang, itu beragam pula, ada kotak untuk anak yatim, panti asuhan, MDA, dan tentunya untuk kelanjutan pembangunan masjid itu sendiri," ujar Azminur.
    Sejak dulu, masjid ini selalu mendatangkan penceramah hebat. Mereka ada dari IAIN Imam Bonjol, Padang, Bukittinggi, Payakumbuh, Padang Panjang dan dari daerah lainnya. "Kita ingin, lewat buya dan dai yang hebat itu bisa menjadi penyejuk bagi jamaah, membangkitkan gairah masyarakat dalam beragama dan beramal sesuai ilmunya masing-masing," ujarnya.
    "Begitu juga untuk shalat Idul Fitri, sejak jauh hari telah kita undang penceramah kenamaan untuk memberikan khotbahnya. Masjid Mujahidin boleh dibilang sebagai simbol Islam yang terus memperkuat ekonomi umatnya. Lihatlah, sekeliling masjid ini merupakan sentra ekonomi. Ada swalayan, Bank Mandiri, dialer, toko makanan dan lainnya. Semua itu lambang ekonomi yang harus kuat agama pelakunya lewat terpaan Masjid Mujahidin yang jadi kebanggaan rang Lubuk Alung," sebutnya.
    Masjid yang berkapasitas dua lantai demikian terus bergema, lantaran Remedla, kumpulan anak muda progresif yang tak ingin ada kekosongan masjid itu dari rangkaian acara. Dikala kendaraan sibuk hilir mudik melintasi jalur Padang-Bukittinggi yang terbentang didepan masjid itu, sama sekali tidak mempengaruhi orang yang tengah beribadah di dalamnya.
    Dengan tradisi I'tiqaf yang dilakukan oleh siapapun yang ingin melakukannya dalam masjid itu, setidaknya mampu menularkan nuasa relegius ditengah panasnya Lubuk Alung itu sendiri oleh sebutan banyak orang dalam kampung itu. Apalagi, anak-anak muda yang tergabung dalam organisasi Remedla ikut-serta dan memperlihatkan contoh yang baik dalam I'tiqaf, dimana banyak orang mengiinginkan bisa bersua dengan malam yang namanya 'Lailatul Qadar'. Lewat I'tiqaf inilah, malam yang nilainya lebih bagus dari seribu bulan. (damanhuri)

Sabtu, 19 Juli 2014

Masjid Berkah Toboh Gadang Kesejukan dan Kenyamanan Beribadah

Masjid Berkah Toboh Gadang
Kesejukan dan Kenyamanan Beribadah Menjadi Faktor Utama

Toboh Gadang---Sore nan cerah, Kamis lalu mambuat banyak orang sibuk menuju pasar pabukoan di Pauh Kamba dan Lubuk Alung. Bagi masyarakat Sintuak dan Toboh Gadang, pasar yang dua itu tempat aternatif untuk mencari pabukoan nan enak.
Singgalang bersama Yardi, Sekretaris Nagari Lubuk Alung sengaja pergi ke Lubuak Pandan, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung sore itu untuk buka puasa. Sebelumnya, Shalat Asar di Masjid Berkah di Toboh Gadang. Pas sampai di masjid yang didirikan H. Jamaris Palapa itu, muazin tengah melakukan azan.
Motor langsung masuk halaman masjid, kami langsung pula ke tempat wuduk. Sore itu lumayan. Lebih satu saf laki-laki yang ikut melakukan kewajiban lima waktu sehari semalam demikian. Melihat masjidnya dari luar, terlihat nuasa perkotaan. Tapi, kalau kita masuk dan ikut shalat berjamaah, maka kebalikannya yang terasa. Nuansanya kampung sekali.
Tidak hanya shalatnya saja yang berjamaah, tetapi zikir, tasbih, takbir dan doa usai shalatpun juga dilakukan secara bersama, dimana tradisi itu hanya bersua dikalangan surau dan masjid kampung.
Memang, H. Jamaris mendirikan masjid itu tidak untuk tujuan menandingi tradisi beragama di kampungnya, Toboh Gadang yang sangat kental dengan tradisi orang tua-tua dulu, yang juga disebut sebagai kaum kuno. Kalau shalat Jumat, di Masjid Berkah azannya juga dua kali. Sebelum khatib naik mimbar baca khutbah, ada siraman rohani dari seorang ustadz. Sebab, khutbahnya dibaca sang khatib dengan bahasa Arab. Pakai tongkat membacanya. Di kampung itu lazim disebut dengan khutban ayam. Tarwihnya di malam hari bulan puasa dilakukan 23 rakaat dengan Witir. Selama bulan puasa, tampak keluarga H. Jamaris menyediakan menu buka puasa bagi musyafir yang berhenti dan Magrib disitu. Masjid yang didirikan sejak setahun yang lalu itu tak pernah sepi dari pengunjung.
Masjidnya selalu terbuka untuk siapa saja. Ingin tadarus usai sembahyang, ada banyak Quran di kiri kanan masjid untuk dibaca. Petugas kebersihan, imam, garin dan guru ngaji dalam masjid itu semuanya dalam tangguangan Jamaris, yang pengusaha kaya tersebut. Anda yang punya kendaraan roda empat pun tak dipungut parkirnya. Bahkan tukang parkir selalu mengawasi arus lalu lintas pada jalur Padang-Pariaman itu, manakala ada mobil yang akan masuk atau keluar dari masjid demkian.
Tentu sebuah pahala yang besar didapatkan Jamaris, karena keikhlasannya mendirikan masjid, sekalian menyediakan menu buka puasa selama Ramadhan. Sebagai masjid yang baru berdiri yang langsung diresmikan pemakaiannya oleh Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni, hingga kini selalu ramai tiap hari. Kalau shalat Jumat selalu penuh dengan jamaah. Mungkin keberkahan dari suasan baru itu barangkali.
Jamaris yang mempelopopri berdirinya masjid itu, mungkin terbilang atau termasuk ke dalam orang kaya yang pemurah. Masjidnya tak terlalu besar dan tak pula terlalu kecil. Sedang elok, sehingga mampu mengundang banyak orang yang sibuk di jalanan untuk berhenti manakala waktu shalat telah masuk. Kubah masjid yang diberi cat kuning, agak sedikit mirip dengan masjid kubah emas di Depok, Jawa Barat sana. (damanhuri)

Jumat, 18 Juli 2014

Di Masjid Raya Guguak Shalat Tarwih Hingga Tengah Malam

Di Masjid Raya Guguak
Mempertahankan TRadisi Shalat Tarwih Tengah Malam

VII Koto---Orang dulu melakukan sembahyang Tarwih tengah malam barangkali sudah kebiasaan tersendiri. Artinya, selesai Tarwih mereka istirahat sebentar, lalu makan sahur. Sekarang tak berapa surau atau masjid yang membuat seperti demikian. Kalau pun ada, hanya sedikit persentasenya.
Nah, tradisi Tarwih tengah malam itu masih berlaku sampai sekarang di Masjid Raya Guguak, Nagari Lurah Ampalu, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Padang Pariaman. Nazaruddin yang mengimami shalat sunnah bulan puasa itu mengaku, bahwa Tarwih tengah malam memang tak seberapa penggemarnya. Hanya bisa dihitung dengan jari saja, yakni mereka yang tua-tua.
"Di masjid ini belum pernah waktu shalat Tarwih dipercepat. Sejak dulu selalu tengah malam. Pukul 23.00 Wib baru mulai azan. Kadang lewat pukul 00.00 baru azan. Ya, pengikutnya paling 17 orang yang memang dari yang tua-tua. Mereka sekalian nginap di surau ketek di sebelah masjid," kata dia.
Sesuai tradisi ulama di sini, shalat Tarwihnya 23 rakaat sama Witir. Alhamdulillah, tradisi sembahyang 40 hari juga selalu dilakukan di masjid ini. Sejak beberapa tahun belakangan, Nazaruddin selalu dipercaya masyarakat Guguak untuk jadi imam, baik imam shalat 40 hari, maupun shalat Tarwih di bulan pauasa.
Bagi Nazaruddin, tentu sebuah amal ibadah yang tinggi nilainya disisi Allah SWT. Sebab, Ramadhan menganjurkan untuk banyak-banyak beribadah. Baik ibadah sunah apalagi yang wajib. Masjid Raya Guguak merupakan masjid tertua di kampung itu. Nazaruddin tak tahu persisnya kapan dibuat masjid itu. "Sejak Saya kecil masjid itu sudah ada juga. Sebelum Tarwih, para jamaah menggelar tadarus Quran, yang dibaca secara bergiliran dengan sambung menyambung," kata dia.
Dulu, sampai tiga atau empat kali khatam Quran selama puasa. Tetapi, sekarang hanya sekali khatam karena jamaah semakin sedikit, sehingga kekuatan baca kitab suci tak begitu panjang mampunya. Lazimnya komplek masjid ini bisa disebut dengan panti jompo. Sebab, jamaah pada umumnya para orang tua jompo yang tak lagi punya suami kalau perempuan, dan tak pula punya istri kalau laki-laki.
Namun, sisa usianya dihabiskan dengan shalat berjamaah yang disebut dengan sembahyang 40 hari. Tak sekali waktupun dia ketinggalan dalam shalat bejamaah selama 40 hari demikian. Kalau saja putus satu waktu, maka batalah sembahayng 40 harinya, dan harus diulang kembali.
Pembangunan kembali
Masjid Raya Guguak yang ikut rusak akibat gempa 2009 silam masih belum bisa diperbaiki sebagaimana mestinya. Nazaruddin yang juga ketua pembangunan masjid itu menyebutkan, masjid dengan ukuran 12x12 meter itu dipugar karena tak lagi layak dipakai. Tetapi, karena itu satu-satunya masjid dalam korong ini, maka tetap dipakai saat Tarwih dan Shalat Jumat serta lima waktu.
Pembangunan kembali dilakukan secara bertahap, sesuai kemampuan keuangan masjid yang disumbangkan oleh jamaah. Belum ada bantuan dari pemerintah, sejak masjid kebanggaan rang Guguak ini dipunahkan oleh gempa tersebut. "Ingin kami masjid ini kembali rancak, tapi apa boleh buat. Kami hanya bisa berdoa dan berharap. Sementara Kemampuan masyarakat di kampung ini bisa dilihat. Hanya bergantung dari pertanian. Guguak kampung yang tersuruk, tertinggal dan masih jauh dari kemajuan," katanya. (damanhuri)

Senin, 07 Juli 2014

Shalat Tarwih tak Lagi Dilakukan Tengah Malam

Masjid Raya Sungai Pua Tanjuang Mutuih
Shalat Tarwih tak Lagi Dilakukan Tengah Malam

Padang Pariaman---Aktivitas Ramadhan di Masjid Raya Sungai Pua Tanjuang Mutuih sejak beberapa tahun belakangan mulai bergeser dari zaman dulu. Kalau dulu shalat Tarwih yang 23 rakaat itu dilakukan tengah malam, belakangan tidak lagi. Paling, sekitar pukul 23.00 atau jelang pukul 24.00 Tarwih sudah selesai. Kalau dulu, malah pukul dua dini hari masih melakukan ibadah rutin bulan puasa tersebut.
    Masjid ini merupakan masjid paling tua di Nagari Koto Dalam, Kecamatan Padang Sago. "Sejak didirikan, masjid ini telah berkali-kali dilakukan perombakannya. Tetapi, keasliannya tetap masih seperti partama kali didirikan oleh yang tua-tua dulunya. Bahkan, saat ini, masjid yang terletak di Korong Sungai Pua Tanjuang Mutuih, Nagari Koto Dalam ini juga dalam perbaikan pascagempa 2009 silam," kata Alfa Edison, tokoh masyarakat Koto Dalam, kemarin.
    Kata dia, kalau era 80 an kebawah aktivitas masjid ini nyaris 24 jam saat bulan puasa ini. Tetapi, pergeseran zaman membuat hal demikian berubah secara berangsur-angsur. Sekarang tak adalagi yang tua-tua itu tidur di masjid. Kalau dulu masih banyak. Itu pula sebabnya, disamping masjid selalu ada surau ketek, yang gunanya untuk aktivitas tidur orang tua, atau para janda yang tengah melakukan shalat 40 hari mengisi Ramadhan.
    Alfa Edison yang mantan Walinagari Koto Dalam, yang baru saja terpilih jadi anggota DPRD Padang Pariaman pada Pileg April lalu ini menyebutkan, bahwa di Koto Dalam setiap korong punya sebuah masjid. Tetapi, masjid nagari terletak di Korong Rukam Pauah Manih. Mungkin, korong itu terletak di pertengahan menurut geografis nagari, sehingga pembuat nagari zaman dulu menetapkan kalau masjid nagari di korong tersebut.
    Seperti biasa, aktivitas Masjid Raya Sungai Pua Tanjuang Mutuih selama puasa ini berjalan normal. "Disamping shalat Tarwih secara berjamaah yang diikuti banyak jamaah dari kampung ini, juga ada kegiatan tadarus Quran, santapan rohani jelang shalat Tarwih itu sendiri," ujar dia.
    "Awal puasa memang masjid selalu ramai oleh jamaah yang hadir tiap malamnya. Agaknya ini berlaku di hampir semua masjid dan surau di Padang Pariaman. Kalaulah puasa hampir habir, satu-persatu jamaah mulai jarang hadir. Banyak alasan untuk tidak bisa mendatangi masjid dan suarau. Tetapi yang jelas, kami berharap Masjid Raya Sungai Pua Tanjung Mutuih ini tetap ramai sampai seterusnya," harapnya.
    Menurutnya, sepanjang bulan puasa kegiatan anak-anak mengaji di lembaga TPA/TPSA di masjid ini diliburkan. Anak-anak itu mulai mengaji kembali usai lebaran nanti. Mereka dididik oleh seorang guru, yang memang ditugaskan mengajar di masjid tersebut. (damanhuri)