wartawan singgalang

Kamis, 04 Desember 2014

Ekspedisi Lubuak Nyarai 3 Penebang Hutan Hilang, Pencari Rotan Bertambah

Ekspedisi Lubuak Nyarai 3
Penebang Hutan Hilang, Pencari Rotan Bertambah

Lubuk Alung--Sejak pariwisata Lubuak Nyarai terbuka, tidak ada lagi aktivitas penebangan hutan. Meskipun para penebang kayu di hutan Gamaran, Salibutan berhasil membuka jalan ke lokasi tersebut. Hanya tinggal bekasnya, lewat jejak di sepanjang jalan menuju Nyarai, berupa kayu balok yang sudah lapuk, dan jalan itu sendiri.
    Kini, masyarakat Gamaran yang menggantungkan hidupnya di hutan itu membudidayakan tanaman rotan. Sewaktu Komunitas Pencinta Batu Akiak Piaman dan Forum Walinagari Padang Pariaman melakukan ekspedisi Lubuak Nyarai, Sabtu lalu tampak banyak petani yang mengangkut rotan dari hasil pencariannya dalam hutan demikian.
    Memang, sepanjang jalan ke Lubuak Nyarai kami banyak menemukan jenis tanaman rotan. Menurut cerita Ajo Amin, salah seorang petani yang mencari kehidupannya dalam hutan itu, penebang kayu sudah lama tidak ada dalam hutan ini. "Memang jalan ini, adalah jejak untuk mengangkut kayu dulunya," kata dia.
    Disamping orang mencari rotan yang banyak bersua dalam hutan itu, para pecandu burung juga menjadikan hutan Gamaran sebagai tempat kesenangan. "Di bukik ini banyak burung hijau daun, dan burung lainnya. Biasanya, pencari burung banyak di lokasi ini. Bahkan, mencari burung di malam hari, juga menjadi kesenangan komunitas itu di hutan ini," ujarnya.
    Secara pastinya, Ajo Amin tak tahu banyak berapa jumlah rotan yang keluar tiap harinya dalam hutan Gamaran. "Yang jelas tiap senja, itu para pencari rotan bagaikan berbaris-baris sepanjang jalan Lubuak Nyarai menuju Gamaran, saking banyaknya pencari rotan itu," sebutnya.
    Di sisi lain, terbukanya Lubuak Nyarai menjadi berkah tersendiri oleh sebagian kaum perempuan Gamaran, Salibutan. Sirup (46) tahun misalnya, tiap hari berjualan minuman dan makan di komplek Nyarai tersebut. Ibu dari tiga orang anak itu mengaku, hanya sedikit dimahalkan harga jual, bila dibandingkan dengan di luar.
    "Misalnya segelas kopi di luar Rp3 ribu, awak menjual Rp4 ribu segelasnya. Kalau Sabtu dan Minggu, Alhamdulillah mencapai jual beli Rp1 juta. Kadang lebih. Tetapi, diluar hari itu, paling jual beli Rp500 ribu," kata Sirup menceritakan.           
    Bagi Sirup, berjualan di komplek Nyarai agaknya telah menjadi kesenangan. Apalagi, suaminya tak bisa pula berbuat banyak untuk menghidupi keluarganya. Untuk itu, tiap pagi dia berjalan dari Gamaran ke Lubuak Nyarai. Dia bawa berbagai minuman dan makanan untuk disajikan kepada pembeli yang kebanyakan anak muda-mudi.
    Walinagari Kudu Gantiang, Syafnil Oyon bersama rombongan ekspedisi mengingat Sirup untuk tidak menaikkan harga jual yang terlalu tinggi. "Kami bersama rombongan melakukan survei, melihat Lubuak Nyarai dengan segala kelebihan dan kekuarangannya. Termasuk memantau harga jual bahan kebutuhan sepanjang Nyarai ini," ujarnya.
    "Kelemahan selama ini di kampung kita, ketika sudah berubah keadaan. Orang luar mulai banyak masuk, itu harga barang kebutuhan melonjak naiknya. Paradigma dan perangai demikian jangan sampai tertular di kalangan pedagang di sepanjang Lubuak Nyarai," tambah Nusirwan Nazar, Ketua Forum Walinagari Padang Pariaman. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar