wartawan singgalang

Rabu, 06 Agustus 2014

Tradisi Mambantai Adat Kala Lebaran

Di Ulakan
Tradisi Mambantai Adat Warnai Lebaran

Ulakan--Satu persatu kerbau sampai di Kampuang Galapuang. Binatang yang akan disembelih itu diangkut dari seluruh surau yang ada di Nagari Ulakan. Kelaziman menyembelih kerbau sehabis shalat Ied, merupakan warisan dari Rajo Nan Barambek. Disebut dengan 'mambantai adat'.
    Selasa itu masyarakat Ulakan secara umum baru melakukan Shalat Ied. Usai shalat secara bersama, kerbaupun diirik ke tanah pembantaian yang terletak di Kampuang Galapuang. Kerbau demikian merupakan pembelian masyarakat korong secara bersama.
    Menjelang lebaran, dibuat kesepakan untuk membeli seekor atau dua ekor kerbau. Hal itu disepakati, setelah didata masyarakat dalam kampung itu. Kerbau sampai di Kampuang Galapuang, uang bewehpun dibayar. Untuk seekor kebar dikenakan Rp250 ribu. Setelah disembelih, daging kerbau itu dibagi-bagi secara merata.
    Di Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman disebut dengan 'bantai baoonggok'. Seenggoknya dihargai dengan Rp100 ribu. Satu ekor kerbau rata-rata dapat 200 onggok. Seonggok itu barangkali sama dengan sekilo daging. Paling kurang masyarakat membayar untuk seonggok. Itu karena tak banyak isi rumah tangganya.
    Ali Nurdin M. Nur, salah seorang tokoh masyarakat Ulakan menceritkan bahwa mambantai adat merupakan simbol dari kekuatan kaum adat masyarakat Ulakan itu sendiri. Inilah warisan dari Rajo Nan Barambek; Rangkayo Rajo Sulaiman, Rangkayo Rajo Dihulu, Rangkayo Rajo Bandaro.
    "Tradisi ini juga disebut sebagai kebersamaan antara kaum adat dengan kaum syarak. Sebab, penyembelihan oleh niniak mamak demikian atas restu dari kaum ulama itu sendiri. Dan ulama pula yang melakukan penyembelihan setiap kerbau tersebut," ujar Ali Nurdin.
    Menurutnya, karena ini merupakan tradisi, adat lamo pusako usang yang berlaku sejak zaman saisuak, hingga sekarang, rasa dagingnya setelah dimasak pun berbeda dengan daging kebanyakan yang dijual di dalam pasar. "Enak rasanya. Dan mungkin ini pulalah yang membuat tradisi ini mampu bertahan sampai saat sekarang," ungkapnya.
    Di Padang Pariaman mungkin hampir merata masyarakat menggelar bantai adat setiap kali lebaran Idul Fitri. Namun, setiap nagari atau kampung berlain pula caranya yang dilakukan. Dari penelusuran yang dilakukan, di Ulakan inilah yang paling tampak semaraknya.
    19 korong yang ada di Ulakan, semua masyarakatnya melakukan penyembelihan ditempat yang sama, pada hari yang sama pula. Selalu disembelih setiap usai shalat Ied. Kerbau dibeli secara berangsur kepada panitia yang sudah ditanam secara bersama oleh setiap surau. Saat shalat Ied semua beli daging harus lunas oleh masyarakat, karena kerbau akan di sembelih dan selanjutnya dibagi rata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar