wartawan singgalang

Kamis, 14 Agustus 2014

SMP N 5 Lubuk Alung Masih Bergejolak

Hingga saat ini, SMP Negeri 5 Kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman belum bisa melakukan proses belajar mengajar. Persoalannya masih soal yang lama, yakni problematika dengan pemilik tanah tempat sekolah itu beroperasi yang tak kunjung ketemu penyesuaiannya.
    Kepala SMP yang terletak di Nagari Aie Tajun Lubuk Alung itu, Abdul Hadi kepada Singgalang mengaku tidak terlaksananya proses belajar mengajar pascalebaran ini, lantaran pihak pemilik kembali memagari sekolah demikian dengan plang, sehingga pelajar dan guru tak bisa masuk sekolah.
    "Masalah ini tidak lagi kita sampaikan ke Dinas Pendidikan Padang Pariaman. Tetapi langsung ke orang nomor satu; Bupati Ali Mukhni. Sebab, dulu sudah ada kejelasan antara sekolah dengan pemilik tanah yang disponsori oleh Dinas Pendidikan, dimana dua orang pemilik tanah yang masing-masingnya diberikan honor Rp1,5 juta setiap bulannya," kata Abdul Hadi.
    Menurut Abdul Hadi, persetujuan untuk membayar honor itu juga disaksikan pihak kepolisian Padang Pariaman. "Saat kita bayarkan uang demikian, malah sebaliknya sang pemiliknya kembali membalikan uang tersebut ke sekolah. Mereka maunya tidak dibayar honor, tetapi menuntut ganti rugi tanah mereka yang terpakai untuk bangunan sekolah itu," ujarnya.
    Walinagari Aie Tajun Lubuk Alung Syamsurizal menyebutkan, bahwa kasus SMP N 5 Lubuk Alung ini telah cukup lama. "Atas nama pemerintahan nagari, saya telah datangi yang punya tanah. Ada semacam bolak-balik pikiran orang itu. Awalnya mereka menerima apa yang menjadi tawaran pemerintah, dimana mereka dikasih honor tiap bulan," katanya.
    "Malah diawal-awal honor mereka berdua itu hanya Rp800 ribu seorang. Sekarang dinaikan jadi Rp1,5 juta masing-masingnya. Tapi, mereka inginkan ganti rugi tanah yang mencapai miliaran rupiah. Tentu persoalannya tambah berat, yang tak lagi sanggup diselesaikan oleh sekolah dan Dinas Pendidikan Padang Pariaman itu sendiri," ungkapnya.
    SMP N 5 Kecamatan Lubuk Alung dalam sejarahnya pernah meraih prestasi ditengah problema yang cukup pelik tersebut. Nur Hendri dan Siyus yang mengelola tanah demikian, awalnya menuntut jatah PNS dari pemerintah yang tak kunjung tercapai. Apalagi, sekarang untuk jadi PNS tidak seperti pejaga sekolah zaman saisuak yang sangat mudah. Sekarang harus ikut tes, seperti yang dilakukan CPNS lainnya.

 Bagaikan ayam kehilangan induk saja para pelajar SMP Negeri 5 Kecamatan Lubuk Alung. Mereka datang tiap pagi ke sekolah. Dilihatnya tak ada guru dan kepala sekolah, lalu mereka kembali balik kanan, dan memilih keluyuran di sepanjang jalan, atau duduk di kedai pinggir jalan tak jauh dari sekolah demikian.
    Apa pasal? Sekolah yang terletak di Nagari Aie Tajun Lubuk Alung ini kabarnya sejak bulan puasa tak lagi menggelar proses belajar mengajar. Rabu kemarin, Singgalang sengaja bertandang ke sekolah tersebut. Tampak sekolah tempat mencetak kader bangsa itu sepi dan merimpa. Gerbangnya dikasih betung bersilang, mungkin tanda dilarang masuk.
    Disana Singgalang bersua dengan Sardiman, Wakil Ketua Komite sekolah, Irwan, seorang pemilik tanah bangunan sekolah, dan Erman, seorang tokoh masyarakat. Tak berselang lama, mencogok seorang ibuk guru kelas, mengaku tinggal di Padang. Dia naik ojek dari Simpang Jambak Lubuk Alung untuk sampai ke Aie Tajun.
    Sardiman yang juga salah seorang orangtua pelajar mengaku sedih melihat sekolah yang dibangun semasa Bupati Muslim Kasim itu. "Otomatis anak-anak jadi korban. Kalau guru PNS iyalah. Mereka tetap menerima gaji dari negara, meskipun tak mengajar," kata dia.
    SMP Negeri 5 Lubuk Alung tak sekarang saja bermasalah. Boleh dibilang punya masalah sepajang sekolah itu beraktivitas. Namun, setiap kali ada pertemuan dengan pihak terkait; Dinas Pendidikan Padang Pariaman, bahkan sampai ke Polres bagai, tak ada titik temu antara pemilik tanah dengan pemerintah selaku penyelenggara pendidikan itu sendiri di kampung itu.
    "Ini akibat dari ketidak-jelasan dari tokoh masyarakat yang bertindak selaku Komite Pembangunan sekolah ini awalnya. Si pemilik seolah-olah dibungkus saja, asal rencana ini mulus. Tentu susah dicarikan penyelesaianya saat ini. Masak pemilik tanah tak tahu sama sekali, kalau tanahnya sudah punya sertifikat," ungkapnyanya.
    Irwan yang adik oleh Nur Hendri, sang pemilik tanah sebenarnya tidak ingin ada masalah di sekolah itu. "Sekarang berikan saja ganti rugi tanah ini. Kalau tak mampu pemerintah menggantinya, ya serahkan saja kembali baik-baik. Kami tak ingin bertele-tele," tegas Irwan.
    Sebenarnya, kata Irwan lagi, perjanjian tertulis dulu tak begitu sulit. Yakni, seorang pemilik dijadikan PNS, dan dibuatkan sebuah kantin dalam sekolah. Tapi, janji itu hanya tinggal janji. Tak satupun yang dipenuhi, termasuk membuatkan kantin. Kalau tidak, janganlah menjanjikan yang seperti itu.
    Anehnya, H. Azwar dan sejumlah tokoh masyarakat Aie Tajun dulunya selaku Komite Sekolah menjanjikan itu, sekarang tidak tahu-menahu lagi. "Tentu ketika muncul masalah, dikadukan ke Pemkab, DPRD dan pihak terkait di kecamatan dan nagari, sangat tidak bersua titik temunya," sambung Sardiman.
    Hingga kini, sudah sekian lama anak-anak tak bersekolah, belum ada upaya lain, bagaimana anak-anak itu terus belajar. Kepala sekolah Abdul Hadi, pengakuan masyarakat di sana agak merasa takut datang ke sekolah. "Kami selaku pemilik tanah tak ingin disalahkan dalam hal ini. Sebab, atas kejadian ini, hampir semua pihak menghadap ke kami. Seolah kami yang salah. Tolong lihat secara jernih. Termasuk oleh walinagari, selalu pemimpin di nagari ini," kata Irwan.
    Sebelumnya, Kepala sekolah Abdul Hadi mengaku telah menyerahkan sepenuhnya hal demikian ke Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni. Kata dia, lebih dari 100 pelajar SMP yang dia pimpin sejak beberapa tahun belakangan itu. Walinagari Aie Tajun Lubuk Alung Syamsurizal juga ikut bersama mencari titik persamaannya. Namun, belum berhasil juga. Lagi-lagi, anak dibiarkan keluyuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar