wartawan singgalang

Senin, 05 Agustus 2013

Tinggal Dalam Pondok tak Layak Huni Penyakit Kusta Menyerang Pula

Tinggal Dalam Pondok tak Layak Huni Penyakit Kusta Menyerang Pula

Lubuak Pandan-- Andon, seorang janda berusia 45 tahun, terpaksa melewati hari-harinya dengan penuh derita. Warga Korong Kiambang, Kenagarian Lubuak Pandan, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman ini mengalami penyakit kusta. Tidak sendirian; Liza, putrinya yang berusia 11 tahun juga menderita penyakit yang sama.
    Upaya pengobatan pun telah dilakukan pihak Puskesmas Kampuang Guci. Namun, upaya itu akan membutuhkan waktu lama, bisa mencapai 12 bulan atau mungkin lebih lama lagi. Sebab, penyakit yang menerpa Andon dan Liza sudah sangat kronis. Di sisi lain, janda dengan enam anak ini hidup sangat miskin pula.
    Pimpinan Puskesmas Kampuang Guci melalui Petugas Pengelola Penyakit Kusta, Yossi Lidyani, menyatakan upaya maksimal untuk mengobati pasien terus dilakukan dan tanpa dipungut biaya. Akan tetapi, pengobatan akan sia-sia jika pasien tidak mendapatkan makanan dengan asupan gizi yang cukup. Agar pengobatan bisa efektif, pasien membutuhkan bantuan berkelanjutan untuk membiayai kebutuhannya sehari-hari dengan kadar gizi layak. Ini dimaksudkan supaya mereka memiliki daya tahan tubuh yang memadai untuk memproses pengobatan. Selain itu, rumah tempat tinggal keluarga ini juga harus diperbaiki agar menjadi layak huni.
    Tak hanya berdua Liza, rumah pondok itu juga dihuni empat anak Andon yang lain. Dua diantaranya masih belum sekolah. Sedangkan anakny yang nomor dua sedang hamil pula. Andon, janda tanpa penghasilan yang jelas itu ditinggal pergi suaminya delapan tahun yang silam.
“Ini masalah utama yang kami hadapi. Selain sangat miskin, pasien bermukim di rumah yang sangat tidak layak huni. Belum lagi tidak adanya dukungan sanitasi air bersih. Untuk keperluan minum, mandi dan mencuci, pasien bersama 17 keluarga yang tinggal dilokasi yang sama memanfaatkan air Sungai Batang Ulakan,” kata Yossi.
    Lokasi pemukiman Andon berada di atas tebing sungai. Untuk mencapainya bisa masuk dari depan SMPN 1 2x11 Enam Lingkung (SMPN Sicincin). Setelah menuruni tebing, memarkir kendaraan di pinggir sungai, lalu berjalan mendaki tebing, baru sampai ke rumahnya yang terkesan seperti bedeang. Ketika tim Puskesmas Kampuang Guci mengunjungi pemukiman itu, warga setempat juga memohon untuk memintakan bantuan kepada pemerintah agar membangun sarana atau fasilitas air bersih dilokasi mereka.
    Akan halnya Andon bersama putrinya, menurut Yossy, memiliki semangat tinggi untuk sembuh. Bahkan, untuk menjemput obat-obatan ke Puskesmas secara periodik, ia naik sepeda motor ojek untuk menempuh jarak 10 kilometer pergi dan pulang dengan ongkos Rp10 ribu. “Karena prihatin, kami dan teman-teman di Puskesmas secara bergiliran memberinya uang untuk sekadar pengganti ongkos ojek,” kata dia.
    Yossi menceritakan, pada zaman dahulu penyakit kusta adalah penyakit yang paling mengerikan. Penyakit ini bermula dengan bintil kecil yang kemudian bernanah. Lalu nanah tersebut keluar, bulu mata rontok, mata membelalak, tali suara di kerongkongan pun bengkak, suara menjadi parau serta nafas terengah-engah. Tangan dan kaki pun mulai berbintik dan bernanah. Bintik bernanah itu tumbuh terus tanpa pernah bisa kering. Lama-lama si penderita akan penuh dengan bintik-bintik yang agak besar.
    Penyakit kusta demikian bisa berlangsung selama sembilan tahun dan akan mengakibatkan kemunduran mental, bahkan pingsan tak sadar diri (atau koma) dan akhirnya si penderita bisa meninggal dunia. Penyakit kusta bisa juga dimulai dengan hilangnya rasa pada bagian tubuh tertentu. Hal itu berarti sistem saraflah yang terkena, sehingga ada otot-otot yang melemah. Namun, ada juga urat otot yang mengencang sehingga jari-jari tangan mencengkeram terus menerus. Lalu muncullah bintul-bintul pada tangan dan kaki. Kemudian disusul oleh lepasnya jari-jari tangan dan kaki tersebut dan pada akhirnya mungkin tangan dan kaki itu sendiri ikut lepas.
    Penyakit kusta macam ini bisa berlangsung selama 25-35 tahun. Keadaan itu memang sangat mengerikan. Sebab si penderita seolah-olah dibunuh sedikit demi sedikit. Keadaan tubuh penderita penyakit kusta cukup menyedihkan. Bahkan, ada hal lain yang menambah kesedihan itu. Penyakit kusta itu seirng dianggap sebagai orang yang sebenarnya sudah mati. Penyakit kusta itu tidak menghinggapi kulit saja. Anggota tubuh yang lain menjadi lari dan tidak merasa sakit, tulang-tulang menjadi salah bentuk. Dengan demikian tidak disebut gejala-gejala yang terpenting dari penyakit kusta itu sendiri.
    Tidak seperti filariasis atau penyakit kaki gajah, penularan kusta berlangsung dalam waktu lama, sekitar lima tahun. Penularan terjadi akibat sentuhan yang berulang. Kalau hanya sekadar sekali dua kali menyentuh penderita tidak akan berakibat terjadi penularan. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar