wartawan singgalang

Rabu, 12 September 2012

Menjadikan Masjid Raya Toboh Gadang Sebagai Kekuatan Syarak dan Adat

Menjadikan Masjid Raya Toboh Gadang Sebagai Kekuatan Syarak dan Adat

Toboh Gadang---Keberadaan Masjid Raya Toboh Gadang tidak sekedar simbol kekuatan agama ditengah masyarakat nagari setempat. Tetapi, lebih dari itu, juga simbol dari kekuatan adat istiadat yang berlaku di salingka nagari itu sendiri. Tak heran, di masjid itu ada mufti, imam, khatib, bilal, garin dan labai, yang merupakan perpaduan antara kekuatan syarak (agama) dan adat.
    "Imam dan khatib merupakan induk semangnya labai. Di Nagari Toboh Gadang, Padang Pariaman ini ada 20 labai. Semua labai itu harus tunduk dan patuh kepada imam dan khatib demikian. Seorang yang memangku jabatan imam nagari, adalah orang pilihan. Kalau di Toboh Gadang, mereka yang berasal dari Ampek Lareh, dan khatib dari Duo Lareh," cerita Syafri Tuanku Imam Sutan Sari Alam.
    Masjid Raya Toboh Gadang terbilang masjid yang paling tua di nagari itu. Pertama kali dibangun pada 1930 atau 70 tahun yang silam. Pada awal dibangun, masjid itu masih memakai atap rumbia dengan ukuran 17 x 15 meter. "Kini, setelah dirombak, masjid itu dibangun dengan ukuran 20 x 22 meter. Ini tentunya, sekaitan semakin bertambah banyak dan berkembangnya masyarakat nagari itu sendiri," kata Tuanku Imam Nagari Toboh Gadang ini.
    Dulu, ulama yang menjadi mufti nagari pada umumnya berdiam dan mengajar di masjid tersebut. Sebut saja pada zamannya Syekh Tuanku Sutan Jangguik, Syekh Busin Tuanku Tuo Sikaladi. Itu mereka mengajar siang dan malam dulunya. Disamping juga menghidupkan suasana agamais di masjid. Namun, akhir-akhir ini, masjid berfungsi hanya pada musiman. Mulai dari musiman Jumat, acara maulid, peringatan israk mikraj setiap tahunnya. Dan lagi, keberadaan masjid semakin bertambah pula ditempat lainnya di Toboh Gadang itu.
    Sekaitan masjid demikian yang pertama kali dibangun, maka kampungnya pun dibuat dengan nama Korong Toboh Masjid. Besar kemungkinan, sebelum kampung itu dihuni banyak orang, masjid itulah yang pertama kali dibuat oleh pembuat nagari.
    Syafri melihat, pergeseran yang terjadi akibat perubahan zaman, membuat aktivitas masjid pun mengalami kemunduran. Namun demikian, intinya masjid sebagai kekuatan adat dan agama masih tetap kental dan kuat. Buktinya, lihatlah pada bulan maulid, dimana perayaan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW itu sangat meriah dan paling besar dilakukan di Masjid Raya Toboh Gadang ini. Tersebab itu pulalah pergantian imam, khatib, mufti dan lain sebagainya dilakukan pada saat yang sedang menjabat mengakhiri hidupnya.
    "Disamping mendalami ilmu agama, mulai dari ilmu syariat, thariqat, hakikat dan ilmu makrifat, di masjid itu dulunya juga dipejari ilmu kesenian bela diri. Mulai dari ilmu silek, ilmu petatah-petitih. Nah, ilmu itu pada umunya dipelajari dimalam hari. Surau Puduang tempatnya. Dibangun disebelah masjid. Dulu, boleh dikatakan tak ada anak nagari yang tak pandai mengaji dan bersilek. Sebelum mereka pergi jauh merantau, terlebih dahulu dibekali dengan ilmu jiwa dan agama dimaksud, agar keutuhan jiwa dan semangatnya dalam mengarungi bahtera kehidupan tak mudah digoyahkan oleh berbagai gelombang hidup yang semakin keras," ungkapnya.
    Saat ini, lanjut Syafri, masjid yang menjadi kebanggaan rang Toboh Gadang itu masih dalam tahapan penyelesaian pembangunannya kembali pascagempa kahir 2009 silam. Butuh bantuan dari berbagai pihak, termasuk dari perantau kampung itu yang banyak berserakkan diberbagai daerah di nusantara ini. Selaku orang yang ditetapkan sebagai imam nagari, Syafri ingin menjadikan masjid itu sebagai simbol kekuatan nagari itu sendiri.
    "Semua komponen yang bertugas, baik yang dibidang adat, maupun dibidang agama menguatkan perannya masing-masing, sehingga anak nagari bisa dibina dengan baik. Diberi pengetahuan agama dan adat, sebagai bekal dirinya dalam menghadapi dunia dan akhirat," katanya. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar