wartawan singgalang

Selasa, 05 Januari 2016

Laga-laga Tua Berusia Ratusan Tahun Itu Nyaris Luput dari Perhatian

Laga-laga Tua Berusia Ratusan Tahun Itu Nyaris Luput dari Perhatian

Padang Alai--Sejak awal, ciri khas bangunannya tetap seperti itu. Tidak ada yang berubah. Hanya saja dulu memakai atap dari ijuk, sekarang pakai seng, layaknya sebuah pembangunan di zaman kini. Itulah kondisi bangunan laga-laga di sebuah kampung tersuruk di Kabupaten Padang Pariaman, tepatnya di Batang Piaman Katiak, Nagari Gunuang Padang Alai, Kecamatan V Koto Timur.
    Bangunannya terlihat kokoh dan indah dari kasat mata. Namun, ketika disigi dari dalam ruangan telah banyak debu serta kerusakan pada dinding dan jenjang menuju atas bangunan. Bangunan tersebut diperkirakan memiliki panjang dan lebar empat meter persegi, dan memiliki ruang dua tingkat, lantai dari bambu dan sepanjang sisinya terdapat hamparan papan, seperti berfungsi sebagai tempat duduk, memiliki sembilan tonggak di tengah ruangan.
    Labai Bukhari, seorang tokoh masyarakat Batang Piaman Katiak menyebutkan kalau bangunan bersejarah itu ada dua unit, yang letaknya agak berjauhan. Satu laga-laga ini, dan satu lagi masjid. Konon, keduanya itu sama tuanya. Besar kemungkinan, orang yang membuatnya sudah tidak ada lagi.
    Yang tinggal hanya serita dari mulut ke mulut. "Dulu, tak satupun yang pakai paku. Semuanya dengan pasak dari kayu," kata Bukhari menceritakan. Laga-laga ini berbeda dengan kebanyakan laga-laga yang ditemui di seluruh daerah ini. Di tempat lain, laga-laganya tak ada yang pakai dinding. Semuanya lepas saja. Tetapi di Batang Piaman Katiak ini, pakai dinding, dan kalau ada yang tidur di malam hari bisa tak masuk angin.
    Cagar budaya yang telah berusia ratusan tahun
    Bangunan bersejarah ini diperkirakan telh berumur ratusan tahun. Telah masuk sebagai benda cagar budaya di Kabupaten Padang Pariaman sejak 2012 yang lalu. Dahulunya, bangunan yang lebih dikenal dengan laga-laga kampuang ini berfungsi sebagai tempat pelatihan silek tradisi, randai, belajar pasambahan, serta rapat adat nagari. "Semasa saya kecil dulu, banyak yang belajar adat dan silek di dalam laga-laga ini. Namun, belakangan sudah berkurang dan nyaris tidak ada lagi," ujar Bukhari.
    Bukhari yang telah berusia 40 tahun ini tak tahu persis, kenapa bangunan laga-laga di kampungnya dibuat seperti itu. Atap bergonjong, pakai dinding dan lantai papan. "Yang jelas, inilah historis dari yang tua-tua dulunya di kampung ini," kata dia. Laga-laga ini sejarah panjang pergolakan nagari zaman saisuak, yang tentunya punya peran yang sangat strategis dalam membentuk anak nagari dan korong.
    Sejak pemuda-pemudi kampung banyak yang merantau ke luar daerah, bangunan tersebut hampir tidak berfungsi sebagaimana mestinya. "Belajar silek dan pasambahan adat, boleh dibilang tak ada lagi," ujarnya. Terkadang, sebagian pemuda yang masih menetap di kampung halaman, ada yang bermalam di tempat ini. Atau orang yang layang-layangnya putus alias bercerai dengan istrinya, maka laga-laga inilah tempat alternatif baginya untuk tidur di malam hari.
    Bukhari melihat, sebagai benda cagar budaya yang telah ditetapkan oleh Pemkab Padang Pariaman melalui Dinas Pariwisata, sudah saat ini bangunan ini diberikan perhatian khusus. Apalagi, makna laga-laga saja nyaris tidak ada generasi sekarang yang mengetahui lagi. (501)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar