wartawan singgalang

Kamis, 07 Januari 2016

Masjid Raya Batang Piaman Katiak yang Sudah Berusia Dua Setengah Abad

Masjid Raya Batang Piaman Katiak yang Sudah Berusia Dua Setengah Abad

Padang Alai--Dua setengah abad umur Masjid Raya Batang Piaman Katiak, tentunya sebuah usia yang sangat tua. Telah mengalami beberapa kali perbaikan, namun tetap bertahan dengan khas keasliannya sejak masjid itu pertama kali dibuat oleh yang tua-tua dulunya.
    Sebagai masjid tua, dan banyak mengandung hal aneh-aneh, masjid itu pun hanya difungsikan buat Shalat Jumat berjamaan. Selain dari itu, masjid tidak digunakan, karena dikhawatirkan akan mendatangkan berbagai kejadian yang datang diluar jangkauan manusia.
    Uwo Eboh, orang tua dalam kampung Batang Piaman Katiak, Nagari Gunuang Padang Alai, Kecamatan V Koto Timur, Padang Pariaman menceritakan kalau di kampung itu satu-satunya masjid, dan terbukti yang paling tua pula. "Sejak 1992, masjid ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemkab Padang Pariaman melalui Dinas Pariwisata Seni dan Budaya," kata dia.
    Dia mengabarkan, bahwa banyak cerita yang tersimpan dalam masjid tersebut yang menjadi kenangan tersendiri oleh masyarakat. "Masjid ini diperjuangkan pendiriannya oleh Tuanku Deta Hitam. Menurut orang kampung, ulama yang satu ini memiliki kesaktian atau keramat yang luar biasa," ujar dia.
    "Kesaktiannya yang jelas, tak ada katanya yang tak dituruti masyarakat," ungkapnya. Penggunaan masjid untuk Shalat Jumat dan shalat berjamaah lima waktu, adalah anjuran dari beliau dulunya. Untuk musyawarah dan mufakat, masjid ini tidak diperbolehkan memakainya.
    Kalau musyawarah membangun kampung dan nagari, ya itu laga-laga tempatnya. "Diyakini, bahwa keberadaan laga-laga dan masjid ini hampir bersamaan kehadirannya di tengah masyarakat Batang Piaman Katiak ini," kata Uwo Eboh. Jadi, yang berhubungan agama atau Allah SWT, ya masjid ini tempatnya.
    Tetapi, manakala ujungnya dunia, pembangunan ekonomi masyarakat, adat istiadat, maka laga-laga itulah tempatnya. Keduanya, kata Uwo Eboh, baik masjid maupun laga-laga sudah menjadi benda cagar budaya yang harus dipelihara dengan baik. Secara pasti, selaku orang tua dalam kampung, Uwo tak pula mengetahui entah berapa kali masjid ini mengalami perbaikan. "Yang jelas, keasliannya sejak awal tetap seperti ini," ungkapnya.
    Uwo menceritakan, kalau beduk yang terdapat di depan halaman masjid hanya digunakan saat-saat tertentu saja. "Di samping memberitahukan waktu shalat Jumat masuk, ya untuk shalat Idul Fitri, Idul Adha, dan memberitahukan kalau ada wanita hamil sebelum menikah. Selain dari itu, beduk atau tabuah ini tak boleh dibunyikan. Bila dibunyikan juga, maka yang membunyikannya dapat malapetakla, seperti sakit atau meninggal dunia," sebut Uwo. (501)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar