wartawan singgalang

Selasa, 31 Maret 2015

Mengayuh Biduk Kehidupan Sendirian Dua dari Lima Anak Munah Mengalami Sakit Jiwa dan Lumpuh

Mengayuh Biduk Kehidupan Sendirian
Dua dari Lima Anak Munah Mengalami Sakit Jiwa dan Lumpuh

Batang Anai--Beban hidup yang ditanggung Munah lumayan berat. Habis terjatuh, ditimpa tangga pula. Barangkali ini gambaran potret kehidupan yang dijalani ibu berusia 45 tahun itu, setelah ditinggal pergi oleh suaminya sejak dua tahun belakangan. Lima anak yang ditanggungnya, dua orang diantaranya mengalami sakit jiwa dan lumpuh dari kecil.
    Saat didatangi Singgalang, Selasa kemarin di rumahnya di Petak, Korong Talao Mundam, Nagari Ketaping, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman, Munah tampak suram. Rambutnya kusut. Dan di wajahnya terlihat banyak menyimpan beban pikiran yang harus dipecahkannya sendirian. Dia menceritakan, kalau anaknya yang paling besar; Yusri Ramadhani (20) mengalami gangguan jiwa yang lumayan hebat.
    "Ini sudah yang kedua kalinya datang penyakit itu. Awal pertama menyerang, saat Yusri Ramadhani akan naik kelas dua SMK Indonesia Raya. Sempat dibawa ke Rumah Sakit Jiwa di Gadut, Padang kala itu, dan dicampur dengan obat kampung. Sembuh, dan terus sekolah, dan akhirnya selesai pendidikannya," kata Munah.
    Menurut dia, Yusri Ramadhani kembali diserang penyakit gangguan jiwa sejak sekolahnya selesai. Sampai sekarang tak sembuh-sembuh. Gangguan jiwa yang dialaminya, seperti ada jiwa lain yang masuk ke dalam tubuhnya. "Kalau lagi bangkitnya itu, Yusri ini lumayan kuat, dan bisa berlari kencang yang amat sangat. Malah tenaganya jadi kuat, jauh melebihi tenaga orang laki-laki dewasa," cerita Munah.
    Sedangkan adik Yusri, Amir Hasan (19) mengalami lumpuh sejak lahir. Setiap hari harus dibereskan mandi, makan, sampai berpakaian. Anak nomor dua Munah itu tak pandai bicara. Sedangkan ayahnya, Darnus alias Tenok, warga Padang Kunik, Buayan sudah hampir tiga tahun meninggalkan Munah, dan lebih memilih kawin lagi dengan perempuan lain.
    "Sejak ayahnya pergi, tak adalagi biaya yang dikirimnya untuk keperluan anak. Ya, terpaksalah awak mengayuh biduk kehidupan ini sendirian. Amak awak, Nurleli baru 14 hari meninggal dunia. Ini rumah masih peninggal amak jo abak," ujar Munah dengan rauh wajak kesedihan.
    Untuk membiayai lima anaknya dan mengajikan mayat ibunya Nurleli, Munah telah habis-habisan. Tak satupun perhiasan yang bisa dia pakai. "Dulu ada subang dan cincin emas seadanya. Sekarang semuanya telah dijual, untuk keperluan biaya anak dan rumah tangga ini. Disamping jadi ibu, ya juga sekalian jadi bapak bagi kelangsungan hidup anak-anak ini," ungkapnya.
    Upaya yang dilakukan Munah untuk mengantisipasi demikian, terpaksa Yusri Ramadhani dan Amir Hasan di kurung dalam kamar yang berbeda. Akibat tekanan batin yang cukup berat, Munah pernah pula diserang stres dan goncangan jiwa yang hampir sama dengan anaknya Yusri. dan saat itulah suaminya yang diharapkan jadi tulang punggung kehidupannya, tempat berbagi cerita sedih dan bahagia lebih memilih lari dari kenyataan. "Lah jatuah dihimpik jenjang pula," katanya. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar