wartawan singgalang

Minggu, 17 November 2013

Melihat Usaha Peternak Lebah yang Hampir Punah

Melihat Usaha Peternak Lebah yang Hampir Punah

VII Koto---Madu lebah merupakan obat untuk segala macam penyakit. Dan itu sudah disebutkan dalam kitab suci Alquran oleh Yang Maha Kuasa. Namun, untuk mendapatkan madu lebah yang asli sangat sulit sekali zaman sekarang. Banyak orang berjualan madu, tetapi tak bisa dijamin keasliannya. Sebab, memisahkan antara madu asli dengan non asli tak mudah. Begitu pula untuk mendapatkan madu lebah, banyak pengorbanan yang harus dilakukan orang. Mungkin itu pula sebabnya kenapa yang namanya madu lebah itu dijual dengan harga yang cukup tinggi.
    Risman Tarolik, salah seorang peternak lebah di Palak Juha, Nagari Lurah Ampalu, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Padang Pariaman. Dia termasuk satu dari sekian banyak peternak lebah yang mampu bertahan hingga sekarang. Dengan cara beternak itu pula, Risman menjual madu lebah hanya yang asli. Lebah itu dibuatkan kandang di sekeliling rumahnya. Kadang yang terbuat dari kayu dibikin segi empat dalam ukuran yang tidak terlalu besar itulah lebah menyimpan madunya setiap kali binatang tersebut mengeluarkan madu.
    "Beternak lebah butuh banyak persyaratan dan kesabaran yang tinggi. Dan banyak pula pantangannya. Misalkan ada saja pertengkaran dalam rumah kita, atau sesama peternak lebah lainnya, lebah dengan sendirinya akan melarikan dari, menjauh dari sangkar yang sudah kita sediakan. Memang, lebah adalah sebuah makhluk Tuhan yang agak istimewa," cerita dia.
    Itu kesulitan yang harus dijaga dalam soal beternak lebah. "Namun, kemudahannya, beternak lebah merupakan sebuah pekerjaan atau profesi yang dijalankan hanya sambil lalu. Kita tidak perlu mengasih lebah itu makanan. Dia akan terbang sendirian, mencari yang namanya saripati bunga untuk dimakannya. Tak perlu diperhatikan, dikampung mana atau bunga dari saripati buah siapa yang dimakannya. Kita tak perlu tahu. Yang jelas, ketika saatnya lebah mau pulang, dengan sendirinya dia masuk kembali ke kandang yang sudah kita buatkan," kata Risman Tarolik yang mengaku sudah cukup lama melakoni usaha ternak lebah demikian.   
    Menurut dia, sebuah kandang lebah akan diisi dengan sisiran yang terbuat dari kawat, yang gunakan untuk menyimpan madu yang akan dikeluarkan lebah. Untuk sebuah kandang akan memuat tujuh sampai sembilan sisiran. Dalam tempo dua bulan sejak awal pembuatan kandang yang diisi lebah, butuh waktu dua bulan untuk menghasilkan madu murni. Itu panen perdanya. Sedangkan untuk kelanjutannya, madu bisa dipetik sekali dalam sebulan. Paling sedikit, setiap kandang lebah akan menghasilkan seperempat kilogram madu.
    Risman menceritakan, kalau setiap kandang yang disediakannya diisi pula dengan seekor ratu lebah. Tak boleh lebih dari satu ekor. Sebab, akan menimbulkan pembunuhan diantara ratu tersebut. Pergantian ratu demikian butuh waktu yang cukup panjang. Biasanya tahan sampai lima tahun. Setelah itu akan muncul ratu baru, menggantikan ratu lama yang telah dimakan usia.
    Awal Risman beternak lebah pada 1989 silam dengan cara kecil-kecilan. Dikelola secara sendirian. Berlanjut dengan dibuatnya sebuah kelompok permanen yang terdaftar di instansi terkait. Kelompok Apiari Sakato namanya. Kelompok ini sempat dijadikan percontohan oleh Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat, khusus dalam pengembangan ternak lebah. Dinamakan demikian kelompoknya, lantaran lebah yang dikelolanya adalah lebah jenis Apris Indika.
    Melalui percontohan itu pula, Risman acapkali mengirim bibit lebah ke sejumlah kabupaten dan kota di Sumatera Barat ini untuk dikembangkan. Namun, dari informasi yang didapatkannya, bibit yang dikirimnya itu tak banyak yang berhasil. "Ya itu tadi. Beternak lebah butuh pengetahuan yang tinggi dan kesabaran yang kuat," sebutnya.
    Untuk ukuran botol kecil, Risman menjual madu lebahnya seharga Rp50 ribu. Sedangkan botol besar sampai Rp100 ribu. Dia merasakan sekarang permintaan akan madu agak berkurang. Namun, usaha demikian tetap dilakoninya. Dulu, usaha ternak lebah banyak dilakoni masyarakat Lurah Ampalu. Hampir di sepanjang Barangan, Koto Tabang dan Palak Juha itu banyak ditemukan kandang lebah. Sekarang nyaris habis. Hanya Risman satu-satunya yang bertahan hingga sekarang. (damanhuri)

Selasa, 12 November 2013

Empat Tahun Diserang Kanker Payudara Bupati Datang Semangat Sehat Arnida Kembali Tumbuh

Empat Tahun Diserang Kanker Payudara
Bupati Datang Semangat Sehat Arnida Kembali Tumbuh

Lubuak Aluang---Raut bahagia terpancar dari wajah Arnida. Perempuan muda yang menderita penyakit kanker payudara itu, Rabu lalu dikunjungi Bupati Padang Pariaman H. Ali Mukhni. Perempuan berusia 28 tahun dengan seorang anak ini sudah empat tahun mengalami penyakit yang sangat menakutkan tersebut. Banyak sudah tempat berobat yang didatanginya. Baik ke rumah sakit, maupun dengan pengobatan tradisional, alias obat kampung. Namun, penyakitnya tak juga kunjung pergi.   
    Belakangan Arnida mencoba berobat dengan cara terapi di salah satu tempat di Lubuak Aluang. Ada perubahannya, namun biayanya sangat mahal pula. Butuh dana berjuta-juta tiap bulan yang mesti dia cari untuk menutupi biaya terapi itu. Bagi Arnida, biaya yang sebanyak itu tentu lumayan banyak dan menyusahkan mencarinya. Dia termasuk keluarga miskin dalam kampungnya.
    Arnida masih tinggal di rumah orangtuanya, di Korong Indaruang, Nagari Aia Tajun Lubuak Aluang. Saking lamanya penyakit itu dideritanya, sampai-sampai badannya menyusut. Dan hampir setiap penghasilan yang didapatkan oleh suami tercintanya dalam bekerja, hanya dihabiskan untuk berobat kian kemari. Jati, orangtua Arnida pun tak bisa berbuat banyak terhadap penyakit demikian.   
    Bupati Ali Mukhni bersama sejumlah pejabat daerah yang tengah melakukan kegiatan goro bersama, Rabu lalu di Indaruang demikian diberitahu oleh Walinagari Syamsurizal tentang penyakit yang diderita oleh warganya; Arnida. Bupati Ali Mukhni pun sehabis goro langsung ke rumah yang bersangkutan. Tentunya memberikan bantuan moril paling tidak, agar Arnida mampu menerima cobaan dari Yang Maha Kuasa tersebut.
    Kedatangan Bupati Ali Mukhni membuat suasana haru dari orangtua Arnida. Karena tanpa disangka-sangka, bupati hadir di rumah yang sangat sederhana tersebut. "Ndak kami sangko Pak Bupati tibo doh. Sanang bana hati kami sekeluarga rasonyo, bisa basobok jo urang nomor satu yang ikut kita pilih pada 2010 yang lalu," kata Jati, orangtua Arnida.
    Walinagari Syamsurizal menjelaskan kepada keluarga itu, bahwa yang dilakukan saat ini adalah bentuk kepedulian dari seorang Bupati Ali Mukhni. Walinagari dari kalangan anak muda ini memang sedikit terkenal dalam soal sosial kemasyarakatan. Dia cepat tahu dan tanggap, apapun yang terjadi ditengah masyarakatnya. Mumpung induk semangnya lagi sedang ikut goro, maka diberitahunya tentang hal itu ke Bupati Ali Mukhni, agar bupati ikut pula memberikan sumbangsih terhadap keringanan penderitaan Arnida.
    Pada kesempatan tersebut, Bupati Ali Mukhni langsung merespon dengan mendatangkan tenaga medis dari Puskesmas Lubuak Aluang dan RSUD Parit Malintang. "Nanti dilakukan check up oleh tim medis. Kita hanya berusaha. Termasuk langkah untuk mengobati ini, adalah bagian dari usaha kita untuk bagaimana bisa sehat seperti sediakala," kata Ali Mukhni.
    Bupati Ali Mukhni menjelaskan bahwa setiap warga miskin sudah tertampung pada Jamkesmas, Jamkesda dan Jampersal. Jadi masyarakat tidak perlu kawatir jika sakit datang. "Saya himbau kepada camat dan walinagari agar selalu proaktif dalam mensosialisasikan program Jamkes tersebut. Program ini harus merata pada setiap orang miskin. Jangan sampai ada yang ketinggalan, sehingga ketika sakit datang, mereka tak lagi kasak-kusuk mencari yang namanya Jamkesmas tersebut," ungkapnya. (damanhuri)

Sabtu, 09 November 2013

Mengayuh Biduk Kehidupan Sendirian Kartini Tinggal di Pondok Darurat tak Pula Berlistrik

Mengayuh Biduk Kehidupan Sendirian
Kartini Tinggal di Pondok Darurat tak Pula Berlistrik

Kapalo Hilalang---Terlalu berat beban hidup yang ditanggung Kartini. Ibu beranak lima berusia sekitar 35 tahun ini mengayuh biduk kehidupan sendirian. Tiap hari dia pergi ke kebun getah milik orang lain, untuk mendapatkan uang guna menyambung hidup dia dan anak-anaknya. Sejak dua bulan belakangan, kerja menakiak getah itu tak lagi dilakukannya, lantaran musim hujan. Dan memang, kerja mengambil getah butuh musim kemarau.
    Bersama anaknya, Kartini tinggal di sebuah pondok darurat. Terbuat dari kayu yang sudah ditopang pula dengan sebuah tonggak, agar pondok demikian jangan rebah. Ingin sekali keluarga ini menonton tv dikalan malam atau di waktu istirahat, tapi tak bisa. Listrik belum masuk kerumahnya hingga saat ini. Rumah Kartini jauh terletak diujung Korong Tarok, Nagari Kapalo Hilalang, Kecamatan 2x11 Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman. Supaya rumah keluarga miskin itu bisa masuk listrik, butuh sekitar lima buah tiang lampu. Tentu sangat tidak memungkinkan bagi dia untuk membeli tiang sebanyak itu. Suaminya telah lama pergi meninggalkan dia.
    Otomatis, semua beban hidup sepenuhnya ditanggung Kartini. Dan sejak dua bulan belakangan pula, anaknya yang paling besar tidak lagi bersekolah di sebuah SMK di daerah itu, lantaran tak lagi punya biaya untuk melanjutkannya. Dengan demikian, terancamlah masa depan yang cerah bagi anak-anaknya. Kalau musim hujan seperti saat ini, Kartini mengaku bekerja di sawah orang lain. Dia diupah untuk mengerjakan sawah orang. "Kadang menyiangi sawah. Ada pula yang bertanam. Ya, tergantung apa yang musim di sawah tersebut," cerita Kartini.
    Rabu kemarin Kartini merasa terkejut dan terharu. Pondok daruratnya didatangi Aljufri, calon anggota DPRD Sumbar dari Partai Hanura di Dapil II, Padang Pariaman dan Kota Pariaman. Ketua FKPM Padang Pariaman itu datang bersama Afrizal, caleg Hanura untuk DPRD Padang Pariaman di Dapil III, dan Asrizal Rajo Sutan, seorang tokoh masyarakat Kapalo Hilalang. Aljufri merasa terenyuh melihat penderitaan yang ditanggung Kartini.
    Kepada mereka itu Kartini menceritakan, kalau dia sudah lama tak menakiak getah. Kekuatan Kartini dalam menakiak getah lumayan juga. "Manakala cuaca hari sedang rancak, itu bisa 15 kilogram terambilnya. Sebagai seorang pekerja, ambo dapat uang separoh dari hasil yang didapatkan. Artinya, hasil penjualan getah dibagi dua dengan sang pemilik. Ya, paling Rp40-50 dalam sehari," kata dia.
    Pada kesempatan itu, Aljufri menyerahkan sejumlah bantuan berupa indomie, dan sejumlah uang. "Ini bantuan spontanitas. Pemerintah perlu memikirkan hal ini. Apalagi kondisi rumahnya yang jauh dari pusat keramaian, sehingga acapkali terlupakan dalam soal bantuan, baik itu bantuan dari pusat maupun dari daerah," ujar Aljufri, caleg dengan nomor urut dua ini.
    Sebagai tokoh masyarakat Kapalo Hilalang, Asrizal Rajo Sutan mengakui kalau Kartini tak pernah tersentuh bantuan apapun jua. "Upaya menopang pondoknya dengan sebuah tonggak, adalah kebersamaan warga yang kita kerahkan beberapa waktu lalu. Saat itu rumahnya nyaris saja rebah. Terima kasih atas bantuan yang diberikan Aljufri dalam masalah ini. Semoga bantuan itu bermanfaat bagi Kartini," ungkapnya. (damanhuri)

Jumat, 01 November 2013

Surantiah, Kampung Tersuruk yang Kaya Dengan Keindahan Alam

Surantiah, Kampung Tersuruk yang Kaya Dengan Keindahan Alam

Lubuk Alung---Surantiah dulu hanya sebuah dusun dalam Desa Koto Buruak. Tetapi luasnya mintak ampun. Masyarakat disana menyebutkan, kalau Surantiah dua kali lipat luasnya dari Nagari Sikabu Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman. Kampung ini jauh tersuruknya. Nun, di bagian Timur Lubuk Alung, berbatasan dengan Kabupaten Solok. Walau tersuruk dan tertinggal, kampung ini kaya akan keindahan alam. Ada tempat wisata nan rancak. Babang Indah namanya. Terletak di Surantiah Hulu.
    Rabu kemarin, Singgalang diajak bertandang ke Surantiah oleh Walinagari Lubuk Alung, Harry Subrata. Ikut juga Landi Efendi, anak muda kreatif yang kini jadi anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Lubuk Alung. Banyaklah dapat cerita-cerita hebat yang pernah terjadi di Surantiah pada zaman saisuak, yang diceritan Raoyan, tokoh masyarakat setempat. Termasuk juga cerita tentang Babang Indah yang hingga saat ini mulai dilirik orang luar.
    "Disebut dengan Babang Indah, ada sebuah batu besar yang kalau kita kesana bisa berteduh saat hujan dan panas. Disampingnya ada pula air terjun, yang juga disebut Air Terjun Babang Indah, yang tidak kalah hebatnya dari Air Terjun Nyarai, yang terlerak di Korong Salibutan, Lubuk Alung. Nama ini sudah lama tenarnya. Dulu, ada orang tinggal disana. Dia pakai pondok disitu. Sekarang tidak adalagi," kata dia.
    Sebagian besar sumber kehidupan masyarakat Surantiah bertumpu pada pertanian; sawah dan ladang. Ada ladang sawit dan karet. Disana juga banyak buah durian, dan tentunya sawah yang luas. Sebagai sebuah perkampungan, mengalir sungai dengan airnya yang sangat jernih. Batang Surantiah kata orang kampung itu. Di sungai itulah setiap pagi dan petang anak nagari mandi, mencuci serta keperluan lainnya.
    Meskipun sebuah dusun, yang kalau sekarang disebut jorong. Nama kampung Surantiah ini banyak pula. Ada Surantiah Palak Pisang, Surantiah Hilia, Surantiah Hulu, Surantiah Kelok, dan Surantiah Kabun. Raoyan yang pernah menjabat walijorong di Surantiah tak bisa berbuat banyak, adanya sebagian masyarakat Surantiah yang adnimistrasi pemerintahannya bernaung di Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, yakni Surantiah Palak Pisang. Dan ini harus dikaji ulang, dan didudukkan persoalannya secara bersama ditengah masyarakat Nagari Lubuk Alung.
    "Persoalan ini terjadi ketika peristiwa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) tahun 1958-1960. Ceritanya, ada seseorang yang meninggal dunia akibat korban peristiwa demikian di Surantiah Palak Pisang. Tradisi kampung, kalau ada kematian tentu dikajikan. Nah, para orang siak dari Surantiah merasa takut ke sana. Dan masyarakat disana tak ingin anggotanya tidak dikajikan. Maka dijembutnyalah orang siak dari Kampuang Apa, Nagari Sungai Buluah untuk mengajikan tersebut," cerita Raoyan.
    Mulai sejak itu, sebut Raoyan, hingga sekarang Nagari Sungai Buluah pun telah mengklaim, kalau Surantiah Palak Pisang bagian dari wilayahnya. Namun, secara adat istiadat masyarakat Surantiah Palak Pisang kalau shalat Id masih di Masjid Raya Surantiah ini. Tetapi, secara kependudukan, pemerintahannya sudah di Sungai Buluah.
    Dengan kekayaan sumber air yang bagus, Surantiah pernah dilirik oleh sejumlah perusahan air mineral yang ingin berinvestasi disitu. Termasuk juga PDAM Padang Pariaman akan menjadikan sumber air utama disitu. Namun, semuanya gagal, karena belum adanya sarana pendukung, seperti jalan. Hingga saat ini, jalan di kampung itu masih sisa aspal tahun 80 an, yang sudah banyak terkelupas. Jembatan yang melewati sungai kecil pun mulai lapuk, yang mesti diperbaik dan diganti dengan yang baru. (damanhuri)