Tiga Mayor Itu Dikubur Dalam Satu Tempat di Lubuak Kasai
Lubuk
Alung--Tidak banyak orang yang tahu, kalau di Gamaran, Lubuk Alung,
Kabupaten Padang Pariaman ada kuburan pahlawan. Maklum, generasi sudah
banyak yang berganti, sehingga mengaburkan sejarah yang pernah terjadi
dalam suatu kampung. Banyak orang bertanya-tanya, kuburan siapa
gerangan, tatkala mulai tersingkapnya Air Terjun Nyarai oleh pemuda
pelopor, karena diikuti banyak orang kelokasi demikian.
Nah,
kuburan pahlawan itu terletak Lubuak Kasai, Gamaran. Di lokasi itu ada
satu kuburan yang diisi oleh tiga orang Mayor TNI. Namanya; Mayor Latif,
Mayor Ibrahim dan Mayor Ismael. Itu rekaman sejarah yang didapatkan
Syafrizal, warga Gamaran yang saat ini berusia sekitar 62 tahun. "Dulu,
di Lubuak Kasai ini adalah markas tentara Pemerintahan
Revolisioner Republik Indonesia (PRRI)," cerita dia.
Singgalang
yang datang ke Gamaran bersama Ketua Karang Taruna Lubuk Alung, Jasman
Jay, Ketua DPC PAN Lubuk Alung, Hilman H, bertemu langsung dengan
Syafrizal yang sewaktu peristiwa PRRI sudah remaja, dan pernah pula
menyandang senjata, karena sering bermain dan makan-makan di markas
tentara yang terletak diatas rimba belantara tersebut. Syafrizal
menceritakan itu dengan Utiah Lipauk, yang juga seangkatan dengannya,
dan seorang ketua pemuda Gamaran, Dedi.
Menurut Syafrizal, ketiga
mayor demikian dibunuh atau tertembak oleh tentara pusat. Sebab,
sejarah kelam PRRI yang terjadi dalam rentang waktu 1958-1960 ini,
adalah perlawanan tentara pusat dan daerah. Artinya, awak sama kita. Ya,
karena zaman perang, semuanya serba darurat, maka ketiga mayor itu
dikubur saja dalam satu kuburan.
Secara pastinya, ketiga mayor
itu dimana sasok jeraminya,
Syafrizal tak tahu banyak. Yang diketahuinya, Mayor Latif orang Padang,
dan bergabung kedalam Harimau Kuranji. Pernah suatu ketika anaknya
datang ke Gamaran ini melihat kuburan tersebut. Tapi sudah lama, dan
sekarang tak ada lagi datang. Masyarakat Gamaran yang ikut dalam markas
tersebut ikut memakamkan ketiga tentara urang awak ini.
"Yang
namanya markas, ya banyak tentaranya dulu. Ada mungkin satu kompi.
Tetapi, markasnya hanya terbuat dari kayu. Dan itulah situasinya dalam
hutan. Sebelum ketiga mayor ini dibunuh, mereka sempat memberikan
perlawanan, dan membuang senjatanya ke sungai Batang Gamaran, untuk
supaya diselamatkan oleh rekan-rekannya," ungkap Syafrizal.
Pasca
PRRI, banyak yang ganjil-ganjil yang dilihat banyak orang dilokasi yang
dijadikan markas oleh tentara demikian. "Kadang-kadang bunyi orang
perang. Tiap sebentar bunyi letusan bedil. Itu terdengarnya malam hari.
Dan dilokasi lainnya, juga di
Gamaran ada pula kuburan tentara, yang tak lagi diketahui namanya.
Mungkin karena tidak ada keluarganya yang tahu, sehingga kuburan itu
bagaikan kuburan biasa saja, tidak ada bendera Merah Putih yang
dipancangkan diatas pusaranya," sebut Syafrizal lagi.
Jasman Jay,
Ketua Karang Taruna Lubuk Alung yang sudah datang langsung kelokasi
makam itu, tersentak hatinya untuk membersihkan kuburan itu. Dia
bersihkan, dan sekarang sudah ada tandanya, kalau itu kuburan orang yang
berjasa terhadap daerah dan bangsa ini. Walaupun itu sejarah kelam,
yang tidak boleh terulang lagi.
Dengan dibukanya objek wisata Air
Terjun Nyarai, orang akan banyak datang ke Gamaran. Dengan sendirinya,
kuburan itu tentu bisa pula dijadikan objek wisata relegius. Itulah yang
sedang diupayakan oleh Karang Taruna Nagari Lubuk Alung, bagaimana
sejarah panjang itu ikut pula mewarnai nagari ini.
(damanhuri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar