wartawan singgalang

Jumat, 18 Oktober 2013

Tiga Mayor Itu Dikubur Dalam Satu Tempat di Lubuak Kasai

Tiga Mayor Itu Dikubur Dalam Satu Tempat di Lubuak Kasai

Lubuk Alung--Tidak banyak orang yang tahu, kalau di Gamaran, Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman ada kuburan pahlawan. Maklum, generasi sudah banyak yang berganti, sehingga mengaburkan sejarah yang pernah terjadi dalam suatu kampung. Banyak orang bertanya-tanya, kuburan siapa gerangan, tatkala mulai tersingkapnya Air Terjun Nyarai oleh pemuda pelopor, karena diikuti banyak orang kelokasi demikian.
    Nah, kuburan pahlawan itu terletak Lubuak Kasai, Gamaran. Di lokasi itu ada satu kuburan yang diisi oleh tiga orang Mayor TNI. Namanya; Mayor Latif, Mayor Ibrahim dan Mayor Ismael. Itu rekaman sejarah yang didapatkan Syafrizal, warga Gamaran yang saat ini berusia sekitar 62 tahun. "Dulu, di Lubuak Kasai ini adalah markas tentara Pemerintahan Revolisioner Republik Indonesia (PRRI)," cerita dia.
    Singgalang yang datang ke Gamaran bersama Ketua Karang Taruna Lubuk Alung, Jasman Jay, Ketua DPC PAN Lubuk Alung, Hilman H, bertemu langsung dengan Syafrizal yang sewaktu peristiwa PRRI sudah remaja, dan pernah pula menyandang senjata, karena sering bermain dan makan-makan di markas tentara yang terletak diatas rimba belantara tersebut. Syafrizal menceritakan itu dengan Utiah Lipauk, yang juga seangkatan dengannya, dan seorang ketua pemuda Gamaran, Dedi.
    Menurut Syafrizal, ketiga mayor demikian dibunuh atau tertembak oleh tentara pusat. Sebab, sejarah kelam PRRI yang terjadi dalam rentang waktu 1958-1960 ini, adalah perlawanan tentara pusat dan daerah. Artinya, awak sama kita. Ya, karena zaman perang, semuanya serba darurat, maka ketiga mayor itu dikubur saja dalam satu kuburan.
    Secara pastinya, ketiga mayor itu dimana sasok jeraminya, Syafrizal tak tahu banyak. Yang diketahuinya, Mayor Latif orang Padang, dan bergabung kedalam Harimau Kuranji. Pernah suatu ketika anaknya datang ke Gamaran ini melihat kuburan tersebut. Tapi sudah lama, dan sekarang tak ada lagi datang. Masyarakat Gamaran yang ikut dalam markas tersebut ikut memakamkan ketiga tentara urang awak ini.
    "Yang namanya markas, ya banyak tentaranya dulu. Ada mungkin satu kompi. Tetapi, markasnya hanya terbuat dari kayu. Dan itulah situasinya dalam hutan. Sebelum ketiga mayor ini dibunuh, mereka sempat memberikan perlawanan, dan membuang senjatanya ke sungai Batang Gamaran, untuk supaya diselamatkan oleh rekan-rekannya," ungkap Syafrizal.
    Pasca PRRI, banyak yang ganjil-ganjil yang dilihat banyak orang dilokasi yang dijadikan markas oleh tentara demikian. "Kadang-kadang bunyi orang perang. Tiap sebentar bunyi letusan bedil. Itu terdengarnya malam hari. Dan dilokasi lainnya, juga di Gamaran ada pula kuburan tentara, yang tak lagi diketahui namanya. Mungkin karena tidak ada keluarganya yang tahu, sehingga kuburan itu bagaikan kuburan biasa saja, tidak ada bendera Merah Putih yang dipancangkan diatas pusaranya," sebut Syafrizal lagi.
    Jasman Jay, Ketua Karang Taruna Lubuk Alung yang sudah datang langsung kelokasi makam itu, tersentak hatinya untuk membersihkan kuburan itu. Dia bersihkan, dan sekarang sudah ada tandanya, kalau itu kuburan orang yang berjasa terhadap daerah dan bangsa ini. Walaupun itu sejarah kelam, yang tidak boleh terulang lagi.
    Dengan dibukanya objek wisata Air Terjun Nyarai, orang akan banyak datang ke Gamaran. Dengan sendirinya, kuburan itu tentu bisa pula dijadikan objek wisata relegius. Itulah yang sedang diupayakan oleh Karang Taruna Nagari Lubuk Alung, bagaimana sejarah panjang itu ikut pula mewarnai nagari ini. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar