wartawan singgalang

Selasa, 07 Mei 2013

Bermula Sakit Maag Anggraini Harus Pakai Tongkat

Bermula Sakit Maag
Anggraini Harus Pakai Tongkat

Kapalo Hilalang---Bermula dari sakit maag yang dialami Maidatul Anggraini pada akhir 2012 lalu, akhirnya merembet kelain tubuhnya. Saat ini, perempuan kelahiran 1996 ini tidak bisa berjalan, selain harus dibantu dengan sebilah tongkat. Sewaktu penyakit maag, dia pernah dirawat di RSUD Pariaman selama 10 hari.
    Setelah diizinkan pulang kerumah, seminggunya lagi dia terpaksa kembali dilarikan ke rumah sakit tersebut. Kata dokter yang menangani penyakitnya, siswi MTsN Kapalo Hilalang, Kecamatan 2x11 Kayutanam, Padang Pariaman ini mengalami penyakit diagnosa roptor ligaman colateral beru dextra.
    Saking tingginya biaya yang harus ditanggung Syafinar dan Suhermi, ibu dan ayah dari Maidatul Anggraini untuk mengulangi berobat ke rumah sakit, dia memutuskan anaknya tidak lagi dirawat disitu. Maklum, warga Simpang Balai Kamih, Nagari Kapalo Hilalang ini terbilang masyarakat miskin dalam nagari itu.
    Maidatul merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Sejak sakitnya semakin menjadi-jadi, Maidatul tidak bisa lagi sekolah. Dia hanya bisa duduk, dan sesekali berjalan-jalan sambil ditemani oleh sebuah tongkat. "Untuk biaya terapi Rp90 ribu serta beli obatnya untuk tiga kali dalam sepekan, kita tak punya pitih," kata kedua orangtuanya saat ditemui kemarin.
    Menurut dia, obat yang dianjurkan selama menjalani terapi tersebut; susu hello teea. Itu ndak punya uang pula untuk membelinya. "Alhamdulillah, belum ada yang melihat kerumah. Pihak sekolahnya sudah diberitahu, tetapi belum ada kepedulian dan kesungguhannya untuk bisa saling berbagi," ceritanya dengan sedih.
    Maidatul sendiri merasakan sakit yang luar biasa sekali. "Saat ini kalau berjalan harus pakai tongkat. Tumit kaki kanan terasa sakit bila diinjakkan. Nafsu makan sangat berkurang," kata dia merasakannya.
    Secara pisikologis, Maidatul merasakan malu sendiri. Malu ketemu orang. Dan bahkan ada pula rasa takut dalam dirinya yang selalu menghantui setiap saat. Dia pun tidak bisa memastikan tentang kelanjutan sekolahnya. Baginya, hari-hari yang penuh dengan ceria bagi gadis jolong gadang seusia dia, terpaksa dijalaninya dengan banyak sedih dan takut.
    Ingin dia seperti kebanyakan orang lain di kampungnya, Kapalo Hilalang, tetapi apa hendak dikata. Bermimpi saja terasa susah, lantaran perasaan cemas dan takut selalu menyelimuti jiwanya siang dan malam. Orangtuanya yang dirundung kesusahan dalam hidup pun tidak lagi bisa berbuat banyak. Untuk biaya makan saja sangat susah, apalagi untuk berobat. Hanya keajaiban Tuhan yang bisa menolongnya. (damanhuri)   

1 komentar: