Baruak Betina Piaman yang Suka Cemburu
Tandikek---Paling tidak
butuh waktu selama enam bulan, baru bisa pandai baruak memanjat dan
memetik kelapa. Proses pembelajaran itu butuh kesabaran dan ketabahan,
serta keuletan dari si tukang baruak. Kemanapun pergi, baruak harus ikut
pula dibawa. Sebab, melatih baruak, dsamping yang formalnya, yang
informal juga sangat dibutuhkan.
M. Jen, 57, warga Tandikek,
Kecamatan Patamuan, Padang Pariaman mengaku senang dan betah hidup
dengan pencariannya, yang memakai tenaga baruak tersebut. Dia telah
cukup lama menjalani profesi sebagai tukang baruak. Baginya, kesehatan
dan stamina baruak harus dijaga, agar bisa menghasilkan uang yang lebih
banyak lagi, untuk menghidupi keluarganya.
Katanya, biaya untuk
mendidik baruak hingga bisa pandai tidak bisa dihitung. Itu sifatnya
relatif. Tergantung dari yang punya. Dan lagi, baruak itu kebanyakan
dilantih sendiri. Untuk bisa cepat dan bersemangat, baruak sering
dikasih dua butir telur ayam kampung dalam sehari, dan anak tabuhan yang
dibakar. Hal demikian merupakan penambah semangat kerja dari si baruak.
Baruak jantan dengan baruak betina, dalam beraktivitas banyak berbeda.
Kalau yang jantan sering melawan induk semangnya. Banyak kejadian,
betapa baruak jantan sampai ada yang membunuh induk semangnya sendiri.
Itu diakibatkan, lantaran baruak tersebut tidak diperlakukan sebagaimana
mestinya.
Sementara, baruak betina ada juga yang cemburu. Ketika
induk semangnya lagi ngobrol sama seorang perempuan yang punya kelapa,
si baruak sedang memetik kelapa, setibanya dibawah, pasti baruak itu
langsung mengejar si perempuan yang punya kelapa, lantaran cemburu
melihat induk semangnya seolah diambil oleh yang punya kelapa tadi.
Untuk Kenagarian Tandikek, aku M. Jen, profesi tukang baruak tidak
begitu menjanjikan. Disamping palak karambia yang jarang dikampung itu,
juga banyaknya orang yang menggeluti profesi demikian. Namun, M. Jen tak
pernah mengeluh. Hari-harinya dia lalui dengan santai, berjalan dari
satu korong ke korong lainnya, menjajakan mana masyarakat yang ingin
kelapanya dipetik. "Untungnya, kita langsung beli kelapa yang telah
jatuh, yang selanjutnya dijual dipasaran. Kini harga kelapa cukup
tinggi. Yang besarnya sudah berharga Rp200 ribu," cerita M. Jen.
Setiap kali memanjat kelapa, baruak M. Jen dapat upah dalam 10 biji
kelapa, itu satu bijinya buat tukang baruak. Kemampuan banyak memetik
kelapa, tergantung lahan kelapa yang ada. Baruak yang dimiliki M. Jen,
kalau pergi ke kampung lain, seperti Ambung Kapur dan Padang Sago, itu
bisa menjatuhkan kelapa dari 600 hingga 1.000 biji kelapa dalam sehari.
Sebab, dikampung itu banyak orang yang punya lahan kelapa yang sangat
luas.
Kalau lagi musim memajat kelapa, M. Jen bisa menghasilkan
uang dalam sehari dari Rp150-Rp200 ribu. Demikian paling tingginya.
Cuman, lazimnya hanya paling tinggi Rp100 ribu. Apalagi dengan kondisi
Padang Pariaman pascagempa besar akhir September 2009 lalu, dimana
banyaknya batang karambia yang digunakan buat pembangunan kembali rumah
masyarakat, maka permintaan untuk memajat kelapa dengan sendirinya pun
berkurang.
M. Jen melihat, sejak pascagempa demikian, belum ada
pihak terkait melakukan peremajaan terhadap kelapa. M. Jen dan tukang
baruak lainnya merasa kawatir, kalau-kalau kelapa tersebut bisa habis,
dan berganti dengan tanaman lainnya. Apalagi proses peremajaan kelapa
itu butuh waktu panjang. Sementara, penebangan kelapa terjadi
beratus-ratus batang setiap harinya. Apa tidak bisa kelapa itu habis
dengan sendirinya ? Tanya M. Jen.
Dari sekian lama M. Jen
melakukan profesi demikian, tentu banyak suka duka yang dialaminya.
Namun itu semua adalah bagian dari dinamika kehidupan. Ada saatnya dapat
rezeki yang banyak, dan ada pula yang sama sekali tidak menghasilkan
apa-apa dalam keseharian itu. M. Jen pernah punya baruak yang sangat
terkenal. Pandai berbelanja kewarung kopi, mampu menjatuhkan kelapa yang
banyak. Saking terkenalnya, sampai baruak itu ditawar dengan harga
jutaan rupiah. Namun, karena cintanya kepada baruak itu, dia tidak mau
menjualnya. Hanya kematian baruak itulah yang memisahkanya. Sedih juga
M. Jen saat baruak kesayangannya itu mati. Tapi setelah itu, dia ganti
lagi dengan baruak yang dia latih sendiri, hingga saat ini baruak itulah
yang dia pakai setiap harinya.
Menurut M. Jen, kalau orang lain
yang minta tolong untuk melatih baruak, biasanya sampai pandai itu yang
punya baruak harus membayar seharga satu emas, yang dihargai saat
timbang terima dengan yang punya baruak. Kalau harga emas naik, ya naik
pula harga untuk mendidik baruak. Dan itu telah lama berlakunya. Pada
umumnya pendidikan baruak itu berlaku seperti demikian. (damanhuri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar