Alek Nagari dan Keberadaan Kafe Remang-remang
Padang
Pariaman---Bejibun mata memandang pertunjukan kesenian tradisional
randai di laga-laga Rawang, Nagari Tapakis. Randai yang akrab di daerah
darek, yang kalau di Piaman disebut simarantang, Senin malam kemarin
mengangkat kisah Siti Baheram, sebuah cerita yang sangat fenomenal
dikalangan pemain randai demikian.
Disudut lainnya dalam lokasi
alek nagari yang digelar sejak beberapa waktu lalu itu, berlangsung juga
kesenian lainnya; orgen tunggal. Kalau dibandingkan banyak orang
menonton randai dengan orgen tunggal, mungkin sebanding agaknya. Maklum,
orgen yang telah mendunia termasuk hiburan yang paling disukai banyak
orang. Apalagi penyanyinya berpenampilan hot pula.
Lalu, dibagian
lain ada
pula kafe remang-remang. Sebuah pondok yang lampunya rada-rada redup.
Kafe menyediakan segala macam jenis minuman keras, dan sejumlah
perempuan rancak-rancak, berpakaian tidak sopan. Layaknya perempuan di
diskotiklah. Dalam alek nagari di Rawang, Kecamatan Ulakan Tapakis,
Padang Pariaman itu diperkirakan tidak kurang dari 15 unit kafe yang
beroperasi.
Malam itu Singgalang sengaja kesana diajak Yuni
Helmi, calon anggota DPRD Padang Pariaman dari PPP di Dapil IV. Disana
bersua Asmadi dan Abuzar Yahya, mantan anggota dewan, yang saat ini
kembali mencalonkan diri dari Golkar dan PKPI di Dapil III Padang
Pariaman.
Sepertinya, kata Oyong, panggilan akrab Yuni Helmi yang
mantan Walinagari Ketaping, Kecamatan Batang Anai itu, keberadaan
kafe-kafe ini dilegalkan panitia. Kabarnya, setiap kafe membayar Rp2,5
juta sampai alek nagari usai.
Yang namanya alek nagari,
masyarakat entah dari mana-mana
berdatangan. Terutama anak muda-mudi. Tentu kafe demikian banyak
ditempati oleh anak muda, yang memang suka dengan minuman pakai alkohol,
sambil bernyanyi ditemani 'perempuan nakal'. Namun, bagi orangtua yang
membawa anaknya ke tempat itu, yang paling menarik tentu main anak-anak.
Bagaimana anaknya senang, berapa pun bayarannya akan dilakukan oleh
sang ibu.
Dua tahun belakangan, setiap alek nagari di berbagai
nagari, selalu kafe demikian yang jadi penomena. Selama ini, kesannya
tidak ada larangan, baik dari panitia, maupun dari Pemkab Padang
Pariaman itu sendiri. Terkesan, alek nagari bukan lagi untuk
memasyarakatkan kesenian urang awak. Tetapi, membuka lebar pintu
maksiat. (damanhuri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar