Memasyarakatan Budaya Malamang dan Makan Bajamba di Kalangan Pelajar
Lubuk
Alung--Sabtu pagi itu Lubuk Alung dan Padang Pariaman sedikit dilanda
hujan. Suasana yang seharusnya untuk bermalas-malas di rumah bersama
keluarga, sepertinya saat itu tidak tampak di komplek SMA N 1 Lubuk
Alung. Malah di sekolah yang jadi kebanggaan itu sedang mengepul banyak
asap yang sengaja dibuat oleh pelajar yang sedang mengikuti festival
malamang.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di sekolah yang
dipimpin Dian Mulyati Syarfi itu sengaja diadakan tradisi lokal Padang
Pariaman; malamang dan makan bajamba. Tapi peringatan hari besar
Islam-nya tidak dengan badikia, yang lazim dilakukan di surau dan masjid
perkampungan daerah itu.
Festival malamang diikuti seluruh
SMA/SMK dan MA yang ada di Padang Pariaman. Masing-masing sekolah
tersebut mengirim utusannya sebanyak lima orang. Tentu yang dilombakan,
mana lamang yang enak dan rancak dari ratusan lamang yang dibuat oleh
pelajar demikian.
Sungguh pemandangan yang sangat menarik, dan
patut diapresiasi oleh banyak kalangan. Lamang, kalau dalam bahasa
plesetannya adalah labo mangaji. Biasanya yang pandai membuat makanan
yang dibuat dari beras pulut, dimasukan kedalam buluah lalu di panaskan
dengan api tersebut hanya para amak-amak atau orang tua yang pandai.
Namun, kali ini sangaja Kepala SMA Lubuk Alung ingin membalikkannya.
Yang namanya lomba, tentu sejak awal prosesnya. Dimulai dari
membersihkan buluah, sebelum diisi dengan beras pulut yang dialas dengan
pucuk daun pisang. Semua pelajar yang ikut itu tampak antusias sekali.
Mereka ingin, lamang yang dibuatnya bisa masuk kategori juara. Sejak
pagi lamang dibuat, siang hari menjelang sore, makanan itu pun matang.
Lamang yang matang dipotong-potong, ditarok dalam piring secara
berjejeran di beranda sekolah. Dicicipi sedikit demi sedikit oleh sang
juri yang telah ditentukan. Tentu jurinya orang yang telah ahli dan
lihai membuat lamang pula. Kemudian, para tamu yang datang juga
diberikan sebatang lamang, sebagai buah tangan dari tuan rumah yang
tengah baralek.
Sementara, para guru juga dilombakan untuk
membuat jamba yang rancak pula. Jamba dijujung di kepala dari sebuah
ruangan ke masjid tempat peringatan maulid dilakukan dalam komplek SMA
demikian. Sepertinya, SMA Lubuk Alung ingin membudayakan tradisi Padang
Pariaman yang sangat kental dengan malamang dan makan bajamba saat
hajatan maulid tersebut.
Jamba ditarok dalam masjid secara
teratur. Jamba yang berisi nasi lengkap dengan sambalnya itulah yang
akan disantap oleh semua yang hadir dalam masjid tersebut, setelah
ceramah maulid yang disampaikan Prof Duski Samad selesai.
Bupati
Ali Mukhni sangat respon terhadap kegiatan itu. Secara pribadi dia
menyediakan tropy bergilir dan tabanas bagi pemuncaknya. "Lamang adalah
ciri khas Padang Pariaman. Hampir setiap momen ada saja makanan yang
bernama lamang disajikan masyarakat. Kita harapkan, malamang bisa
dijadikan sebagai kalender tahunan, dan muatan lokal dalam bidang studi
di sekolah," kata dia saat menyerahkan hadiah.
Dan memang
terbukti adanya. Malamang atau membuat lamang di Padang Pariaman tidak
terjadi pada bulan maulid saja. Bahkan, sebulan jelang puasa masuk, di
daerah itu dinamakan dengan bulan lamang. Dan setiap kali memperingati
kematian anggota keluarga, juga disajikan makanan lamang. Lamang,
tentunya budaya luhur dan dimulai sejak Syekh Burhanuddin mengembangkan
Islam di Ulakan, Padang Pariaman dulunya. (damanhuri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar