Kita sering mengasosiakan khusyu' dengan kontemplasi, semedi
atau meditasi yang biasa dilakukan dalam praktek ritual agama lain.
Kita menjadi lupa untuk menggali bagaimana Al Qur'an menjelaskan
mengenai khusyu' itu.
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali
bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa
mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali
kepada-Nya. (QS Al Baqarah [2] 45-46).
Dari kedua ayat tersebut, dapat disimpulkan khusyu' bukanlah konsentrasi, tetapi keyakinan sedang menghadap Allah.
Keyakinan
sangat mempengaruhi sikap seseorang. Orang yang yakin di pohon kamboja
ada hantunya, maka dia akan ketakutan jika malam-malam lewat di
bawahnya. Sebaliknya, jika orang tersebut berkeyakinan pohon kamboja
adalah pohon yang indah, maka orang tersebut justru menemukan kesenangan
di bawahnya. Dia akan memungut bunga-bunga yang berguguran untuk
diselipkan ditelinga, dibuat rangkaian bunga atau diletakkan mengapung
diatas kolam air.
Dalam beberapa hadits, tampak bahwa Nabi
menjaga sikapnya ketika sedang shalat. Beliau berpendapat ketika
shalat sesungguhnya orang sedang berhadapan dengan Allah, seperti
halnya ketika Beliau mi’raj. Karena itu, Beliau melarang orang yang
sedang shalat meludah ke depan, memberi tanda batas tempat shalatnya
(sutrah) dan mencegah orang melewatinya.
Allah Ta'ala
tetap (senantiasa) berhadapan dengan hambaNya yang sedang shalat dan
jika ia mengucap salam (menoleh) maka Allah meninggalkannya. (HR.
Mashobih Assunnah)
Nabi juga telah mengajarkan caranya agar kita
dapat “menemui” dan “kembali” kepada Allah sebagaimana yang dimaksudkan
dalam Al Baqarah 46. Petunjuknya dikemas ringkas dalam doa iftitah
yang dibaca setelah takbiratul ihram. Jadi ketika kita baru memulai
shalat, kita selalu diingatkan Beliau tentang apa yang harus dilakukan
di dalam shalat agar kita menjadi orang yang khusyu’.
Aku hadapkan wajahku kepada wajah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus dan berserah diri .
Sesungguhnya ibadahku, shalatku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam ..
Kita
hanya perlu memiliki sangkaan/keyakinan sehingga bisa bersikap untuk
menghadapkan diri kita kepada Allah dengan sadar dan rela mengembalikan
seluruh jiwa raga kita kepada Allah. Karena itu, menurut saya, lebih
tepat jika arti khusyu’ dalam Al Baqarah ayat 46 diatas diterjemahkan
sebagai :
Orang-orang yang (bersikap) seolah-olah, mereka
sedang menemui Tuhannya, dan seolah-olah mereka sedang kembali
(berserah diri) kepada-Nya.
Kata khusyu' sendiri disebutkan di
dalam Al Qur'an pada 16 ayat 2. Makna bahasanya berkisar pada
hina/menunduk, rendah/ tenang, ketakutan, kering/mati, seperti:
1. Hina dan menunduk
"Banyak muka pada hari itu tunduk terhina". (QS. Al Ghaasyiyaah [88]:2).
"Pandangannya tunduk". QS. (An-Naazi'aat [79]: 9).
"Sambil
menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan
mereka belalang yang beterbangan" QS. (Al Qamar [54]: 7).
2. Rendah dan tenang
".
Dan merendahlah semua suara kepada Rabb Yang Maha Pemurah, maka kamu
tidak mendengar kecuali bisikan saja". (QS. (Thaahaa [20]: 108).
3. Merendahkan dan menundukkan diri
"Kalau
sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu
akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada
Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya
mereka berfikir". (QS. Al Hasyr [59] : 21).
"(dalam keadaan)
pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan
sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka
dalam keadaan sejahtera". (QS. Al Qalam [68] : 43).
4. Kering dan mati
"Dan
diantara tanda-tanda kekuasaaan-Nya (ialah) bahwa engkau lihat bumi
kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air diatasnya, niscaya ia
bergerak dan subur". (QS. Fushshilat [41]: 39).
Berdasarkan
ayat-ayat tersebut diatas, maka untuk mendapatkan rasa khusyu’ kita
hanya perlu bersikap seolah-olah ketika shalat kita sedang berhadapan
dengan Allah dan berserah diri kepada Nya. Sikap yang patut kita lakukan
ketika menghadap Allah adalah tenang, menundukkan pandangan dan
merendahkan diri serendah-rendahnya. Sikap yang sepatutnya dilakukan
oleh seorang hamba yang hina dihadapan Tuhan semesta alam, Tuhan Yang
Maha Agung. Seperti sikap bumi yang kering kerontang dimusim kemarau
mengharapkan pertolongan dari Allah swt dalam bentuk curahan hujan agar
dapat kembali subur makmur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar