Dua Tahun Gempa 2009
Masih Ada Masyarakat yang Mendiami Rumah tak Layak Huni
Tandikek---Batuan
gempa 2009 dari pemerintah bagi masyarakat yang pernah mendiami kampung
yang telah dicap sebagai zona merah, seperti di Korong Lareh Nan
Panjang, Lubuak Aro dan Pulau Aie dalam Kenagarian Tandikek, Kecamatan
Patamuan, Padang Pariaman agaknya belum punya arti apa-apa. Betapa
tidak, masyarakat kampung lain, bantuan sebanyak Rp15 juta itu bisa
merehab dan membangun lagi sebagian rumahnya. Namun, bagi masyarakat
disana justru untuk melunasi beli tanah, karena mereka tidak boleh lagi
mendiami kampung yang bernama Cumanak tersebut.
Apakah semua
masyarakat sisa korban longsor itu yang mampu beli tanah ? Tidak.
Buktinya, hingga kini telah dua tahun sudah gempa akhir 2009 berlalu,
masih ada diantara mereka yang rela mendiami rumah yang tidak layak
huni. Menurut Ardi Bastian, Walikorong Lareh Nan Panjang, sebagian
masyarakat sisa korban longsong dikampungnya, disamping ikut beli tanah,
juga ada yang pindah tinggal dikampung lainnya, bahkan diluar Padang
Pariaman, seperti ke Bukittinggi, ikut bersama keluarganya.
"Soal tempat tinggal, walaupun ada sebagian kecil yang masih setia
dengan rumahnya yang dinilai tidak layak huni, Alhamdulillah, semua
masyarakat telah punya rumah kembali. Namun, persoalan ekonominya sama
sekali tidak ada. Bagi yang tua-tua, untunglah punya anak yang tinggal
dirantau, yang punya kepedulian pula, sehingga sesekali dikirimin uang.
Mereka tinggal ditempat yang baru, tentu tidak bisa mendapatkan uang,
seperti dilahan mereka sendiri," cerita Ardi Bastian.
Sebagai
seorang pemimpin ditengah masyarakat, Ardi Bastian sejak kejadian gempa
dan longsor dua tahun yang silam, hingga kini terus dengan kesibukkannya
mengurusi masyarakat. Belakangan, dia juga ditunjuk menjadi tim dalam
soal bantuan rumah sederhana dari Genesis, sebuah NGO dari Kanada. Ada
890 rumah yang dia kelola, tersebar di Kenagarian Tandikek, dan sebagian
di Nagari Batu Kalang, Kecamatan Padang Sago. Rumah demikian sangat
dirasakan masyarakat, ditengah sulitnya membangun rumah pascagempa.
Selama ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Padang Pariaman untuk
membuat sebuah rumah butuh waktu lama, dan dengan julo-julo. Artinya,
dibuat kelompok yang diisi sekitar 40-50 anggota. Setiap bulan dilakukan
iyuran, dan bergiliran menerimanya. Ada yang dinamakan dengan julo-julo
semen. Setiap bulan, anggota mengeluarkan uang serharga semen saat
anggota lain menerimanya. Itulah tradisi kebersamaan yang sudah lama
tertanamnya dikalangan masyarakat perkampungan daerah itu.
Ardi Bastian melihat perlu pendampingan bagi masyarakat. Sebab, lahan
sawah dan ladang yang selama ini mereka garap, kini sudah tidak bisa
lagi. Untuk itu, butuh pendampingan dalam membangun kembali perekonomian
masyarakat. Apalagi, kondisi irigasi tak lagi mengalir seperti
biasanya. Ini tentu sangat memprihatinkan.
Sementara, mantan
Walikorong Pulau Aie, Rivai Marlaut justru menginginkan adanya
pembangunan industri kecil yang difasilitasi oleh pemerintah.
"Masyarakat yang tidak lagi dibolehkan tinggal dilahannya, telah tinggal
berpencar-pencar. Mereka merasa kehilangan arah, untuk mencari sumber
kehidupan barunya. Untuk itu, butuh pendampingan, sehingga mereka bisa
kembali membangun masa depan yang lebih baik lagi," kata dia.
Memang, kata Rivai, soal rumah tempat tinggal, walaupun kondisinya saat
ini masih dalam suasana mencicil tanah yang belum lunas, sudah bisa
dikatakan oke, dan bisa dianggap aman bagi mereka bila dimalam hari.
Masyarakat memberanikan diri untuk beli tanah dengan cara mencicil,
karena tidak ada kepastian yang jelas soal transmigrasi lokal yang
didengung-dengungkan pemerintah.
"Sebenarnya, kalau ada
sosialisasi transmigrasi lokal itu terhadap masyarakat, kita yakin
sebagian masyarakat akan menerima dengan senang hati. Tetapi hal itu
belum pernah terjadi. Termasuk juga perlakukan khusus yang akan
diberlakukan bagi korban longsor Tandikek, sampai saat ini juga tidak
terwujud," sebut Rivai.
Disamping itu mereka berpendapat,
untuk membangkitkan kembali gairah perekonomian masyarakat agaknya butuh
irigasi yang sehat. Dikampung itu hanya ada sawah dan ladang sebagai
ekonomi andalan masyarakat. Sejak longsor, irigasi tak lagi berfungsi.
Seiring dua tahun perjalanan gempa dan longsor, saatnya pemerintah
membangun fasilitas yang bisa memajukan sumber kehidupan itu lagi.
Memang, membangkitkan masyarakat yang tidak lagi mendiami kampung
asalnya, butuh waktu panjang, dan banyak proses yang harus dilakukan,
bila dibandingkan dengan membangkitkan masyarakat Padang Pariaman di
kenagarian lainnya. Masyarakat korban gempa yang tinggal jauh dari
lokasi longsor, boleh dikatakan tidak ada lagi persoalan, selain dari
pencairan bantuan gempa bagi yang belum menerimanya sampai saat ini.
Tetapi, bagi mereka yang disebut sebagai sisa longsor, harus tinggal
dilokasi baru, memulai kehidupan baru, yang tentunya tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Apalagi tempat tinggal yang baru itu tidak
disediakan pemerintah, atau pihak yang peduli, seperti LSM dan NGO yang
sering memberikan berbagai bantuan pada saat gempa dulu. Mereka tinggal
dikampung, tetapi harus menyewa atau dengan terpaksa mencicil uang untuk
mendapatkan tanah buat bangun rumah, karena ada masyarakat yang punya
lahan luas, dan mau menjual sebagian lahannya dengan cara mencicil, pun
dengan harga yang sangat manenggang. Kepala Dinas Sosial, Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Padang Pariaman, Anwar ketika dihubungi menilai
persoalan transmigrasi lokal memang lokasi daerahnya telah ditentukan,
yakni Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Dharmasraya. "Namun, kapan
waktunya masyarakat akan dipindahkan, kita masih menunggu keputusan
pemerintah pusat. Sebanyak 600 KK lebih dari daerah ini telah kita
usulkan untuk tinggal didaerah transmigrasi demikian," kata Anwar.
"Menurut informasi dari pihak provinsi, untuk tahun ini ada jatah 100
KK yang akan ditransmigrasikan, namun hal itu belum tahu, apa ada jatah
Padang Pariaman atau tidak, belum ada kepastian. Sebab, hal itu jatah
untuk Sumatra Barat. Yang jelas, prosedural masyarakat yang akan
dipindahkan, mengingat kultur kampungnya yang tidak lagi layak dihuni,
telah kita selesaikan dengan baik dan benar," ujarnya. (damanhuri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar