wartawan singgalang

Senin, 11 Januari 2016

Tim Penjelajah Objek Wisata Sei. Geringging Temukan Air Terjun Batu Basurek

Tim Penjelajah Objek Wisata Sei. Geringging Temukan Air Terjun Batu Basurek

Sungai Geringging--Kabupaten Padang Pariaman memanjang dari selatan ke utara di pantai barat Sumatera dengan wilayah pebukitan di belahan timur. Daerah seluas 1.328,79 km2 ini ternyata memiliki banyak potensi objek wisata alam, sebagian malah belum terkelola dengan baik.
    Setelah booming dengan objek wisata alam Lubuk Nyarai di Kecamatan Lubuk Alung, sejak dua hari terakhir berkembang pula informasi tentang adanya air terjun eksotik di Kecamatan Sungai Geringging, berlokasi sekitar 80 km dari Kota Padang arah utara. Masyarakat setempat menamai objek itu dengan Air Terjun Batu Bersurat (Basurek - istilah lokal).
    Mendapat informasi dari masyarakat tentang adanya air terjun itu, Camat Sungai Geringging, Azwarman langsung mengadakan rapat dengan Danramil, Kapolsek dan unsur terkait beserta tokoh masyarakat.
    "Kami langsung berangkat menuju lokasi, Sabtu kemarin," kata Azwarman, Minggu (10/1). Rute yang ditempuh Azwarman bersama rombongan yang mereka namai "Tim Penjelajah Objek Wisata" melalui Korong Lambeh, Nagari Malai III Koto, sekitar satu kilometer dari Pasar Sungai Geringging. Setelah memarkir kendaraan, mereka berjalan kaki selama dua jam hingga ke lokasi.
    "Dari tempat memarkir kendaraan kami mendaki Bukik Siriah, kemudian menuruni lembah dan menyusuri lereng. Sebagian besar rute sudah berupa jalan setapak karena sudah sering ditempuh warga setempat," ujar Wan, sapaan akrap Azwarman.
    Meski demikian, lanjut dia, ada rute yang lebih pendek. Ia mengaku dapat informasi dari tim lain yang mencapai Air Terjun Batu Bersurat melalui Korong Ladang Rimbo, Nagari Sungai Sirah Kuranji Hulu, dari tempat terakhir yang bisa dimasuki kendaraan hanya butuh waktu sekitar satu jam. Jalan menuju ke lokasi pun relatif landai, tetapi masih banyak semak belukar. Selain itu, dari Ladang Rimbo juga sudah dibuka jalan usaha tani yang mempersingkat jarak ke Air Terjun Batu Bersurat.
    "Berdasarkan pemandangan yang kami lihat, air terjun itu terkesan sangat eksotik, dengan alam yang masih sangat asri. Kami juga memperoleh informasi, air terjun itu terdiri dari tiga tingkat dengan keunikan tersendiri pada masing-masing tingkat. Namun, kami belum sempat mencapainya karena medannya lebih berat dengan jalan harus memutar," kata Wan.
    Ia juga mengungkapkan, berdasarkan informasi yang berkembang, air terjun itu konon menyimpan misteri hingga masyarakat setempat menamainya Batu Bersurat. Misteri itu dikabarkan berkaitan dengan kedatangan Bujang Sembilan ke air terjun itu dan meninggalkan pesan tertulis pada sebuah batu.
    Legenda Bujang Sembilan ini disebutkan berkait dengan cerita tentang asal-usul terjadinya Danau Maninjau di Kabupaten Agam yang tak begitu jauh dari lokasi Air Terjun Batu Bersurat.
    "Hanya saja, batu bersurat itu tidak bisa kita lihat. Yang bisa melihatnya adalah orang yang hilang di kawasan itu, hilang dilarikan si bunian. Setelah ditemukan kembali beberapa hari kemudian, orang itulah yang bercerita kalau dia melihat ada batu bersurat. Sejauh mana kebenarannya, Wallahu'alam," tutur Wan pula.
    Azwarman menyebutkan, sudah ada upaya warga setempat membentuk Kelompok Pemuda Sadar Wisata, baik di Lambeh maupun di Ladang Rimbo. Kelompok ini berkomitmen memandu para pengunjung atau wisatawan menuju Objek Wisata Air Terjun Batu Bersurat. (501)

Kamis, 07 Januari 2016

Masjid Raya Batang Piaman Katiak yang Sudah Berusia Dua Setengah Abad

Masjid Raya Batang Piaman Katiak yang Sudah Berusia Dua Setengah Abad

Padang Alai--Dua setengah abad umur Masjid Raya Batang Piaman Katiak, tentunya sebuah usia yang sangat tua. Telah mengalami beberapa kali perbaikan, namun tetap bertahan dengan khas keasliannya sejak masjid itu pertama kali dibuat oleh yang tua-tua dulunya.
    Sebagai masjid tua, dan banyak mengandung hal aneh-aneh, masjid itu pun hanya difungsikan buat Shalat Jumat berjamaan. Selain dari itu, masjid tidak digunakan, karena dikhawatirkan akan mendatangkan berbagai kejadian yang datang diluar jangkauan manusia.
    Uwo Eboh, orang tua dalam kampung Batang Piaman Katiak, Nagari Gunuang Padang Alai, Kecamatan V Koto Timur, Padang Pariaman menceritakan kalau di kampung itu satu-satunya masjid, dan terbukti yang paling tua pula. "Sejak 1992, masjid ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemkab Padang Pariaman melalui Dinas Pariwisata Seni dan Budaya," kata dia.
    Dia mengabarkan, bahwa banyak cerita yang tersimpan dalam masjid tersebut yang menjadi kenangan tersendiri oleh masyarakat. "Masjid ini diperjuangkan pendiriannya oleh Tuanku Deta Hitam. Menurut orang kampung, ulama yang satu ini memiliki kesaktian atau keramat yang luar biasa," ujar dia.
    "Kesaktiannya yang jelas, tak ada katanya yang tak dituruti masyarakat," ungkapnya. Penggunaan masjid untuk Shalat Jumat dan shalat berjamaah lima waktu, adalah anjuran dari beliau dulunya. Untuk musyawarah dan mufakat, masjid ini tidak diperbolehkan memakainya.
    Kalau musyawarah membangun kampung dan nagari, ya itu laga-laga tempatnya. "Diyakini, bahwa keberadaan laga-laga dan masjid ini hampir bersamaan kehadirannya di tengah masyarakat Batang Piaman Katiak ini," kata Uwo Eboh. Jadi, yang berhubungan agama atau Allah SWT, ya masjid ini tempatnya.
    Tetapi, manakala ujungnya dunia, pembangunan ekonomi masyarakat, adat istiadat, maka laga-laga itulah tempatnya. Keduanya, kata Uwo Eboh, baik masjid maupun laga-laga sudah menjadi benda cagar budaya yang harus dipelihara dengan baik. Secara pasti, selaku orang tua dalam kampung, Uwo tak pula mengetahui entah berapa kali masjid ini mengalami perbaikan. "Yang jelas, keasliannya sejak awal tetap seperti ini," ungkapnya.
    Uwo menceritakan, kalau beduk yang terdapat di depan halaman masjid hanya digunakan saat-saat tertentu saja. "Di samping memberitahukan waktu shalat Jumat masuk, ya untuk shalat Idul Fitri, Idul Adha, dan memberitahukan kalau ada wanita hamil sebelum menikah. Selain dari itu, beduk atau tabuah ini tak boleh dibunyikan. Bila dibunyikan juga, maka yang membunyikannya dapat malapetakla, seperti sakit atau meninggal dunia," sebut Uwo. (501)

Selasa, 05 Januari 2016

Laga-laga Tua Berusia Ratusan Tahun Itu Nyaris Luput dari Perhatian

Laga-laga Tua Berusia Ratusan Tahun Itu Nyaris Luput dari Perhatian

Padang Alai--Sejak awal, ciri khas bangunannya tetap seperti itu. Tidak ada yang berubah. Hanya saja dulu memakai atap dari ijuk, sekarang pakai seng, layaknya sebuah pembangunan di zaman kini. Itulah kondisi bangunan laga-laga di sebuah kampung tersuruk di Kabupaten Padang Pariaman, tepatnya di Batang Piaman Katiak, Nagari Gunuang Padang Alai, Kecamatan V Koto Timur.
    Bangunannya terlihat kokoh dan indah dari kasat mata. Namun, ketika disigi dari dalam ruangan telah banyak debu serta kerusakan pada dinding dan jenjang menuju atas bangunan. Bangunan tersebut diperkirakan memiliki panjang dan lebar empat meter persegi, dan memiliki ruang dua tingkat, lantai dari bambu dan sepanjang sisinya terdapat hamparan papan, seperti berfungsi sebagai tempat duduk, memiliki sembilan tonggak di tengah ruangan.
    Labai Bukhari, seorang tokoh masyarakat Batang Piaman Katiak menyebutkan kalau bangunan bersejarah itu ada dua unit, yang letaknya agak berjauhan. Satu laga-laga ini, dan satu lagi masjid. Konon, keduanya itu sama tuanya. Besar kemungkinan, orang yang membuatnya sudah tidak ada lagi.
    Yang tinggal hanya serita dari mulut ke mulut. "Dulu, tak satupun yang pakai paku. Semuanya dengan pasak dari kayu," kata Bukhari menceritakan. Laga-laga ini berbeda dengan kebanyakan laga-laga yang ditemui di seluruh daerah ini. Di tempat lain, laga-laganya tak ada yang pakai dinding. Semuanya lepas saja. Tetapi di Batang Piaman Katiak ini, pakai dinding, dan kalau ada yang tidur di malam hari bisa tak masuk angin.
    Cagar budaya yang telah berusia ratusan tahun
    Bangunan bersejarah ini diperkirakan telh berumur ratusan tahun. Telah masuk sebagai benda cagar budaya di Kabupaten Padang Pariaman sejak 2012 yang lalu. Dahulunya, bangunan yang lebih dikenal dengan laga-laga kampuang ini berfungsi sebagai tempat pelatihan silek tradisi, randai, belajar pasambahan, serta rapat adat nagari. "Semasa saya kecil dulu, banyak yang belajar adat dan silek di dalam laga-laga ini. Namun, belakangan sudah berkurang dan nyaris tidak ada lagi," ujar Bukhari.
    Bukhari yang telah berusia 40 tahun ini tak tahu persis, kenapa bangunan laga-laga di kampungnya dibuat seperti itu. Atap bergonjong, pakai dinding dan lantai papan. "Yang jelas, inilah historis dari yang tua-tua dulunya di kampung ini," kata dia. Laga-laga ini sejarah panjang pergolakan nagari zaman saisuak, yang tentunya punya peran yang sangat strategis dalam membentuk anak nagari dan korong.
    Sejak pemuda-pemudi kampung banyak yang merantau ke luar daerah, bangunan tersebut hampir tidak berfungsi sebagaimana mestinya. "Belajar silek dan pasambahan adat, boleh dibilang tak ada lagi," ujarnya. Terkadang, sebagian pemuda yang masih menetap di kampung halaman, ada yang bermalam di tempat ini. Atau orang yang layang-layangnya putus alias bercerai dengan istrinya, maka laga-laga inilah tempat alternatif baginya untuk tidur di malam hari.
    Bukhari melihat, sebagai benda cagar budaya yang telah ditetapkan oleh Pemkab Padang Pariaman melalui Dinas Pariwisata, sudah saat ini bangunan ini diberikan perhatian khusus. Apalagi, makna laga-laga saja nyaris tidak ada generasi sekarang yang mengetahui lagi. (501)