wartawan singgalang

Rabu, 27 Mei 2015

Menelusuri Kampung Tersuruk 4 Barangan - Sungai Pua Tanjung Mutuih Mulus, Jembatan Bakuang Butuh Perbaikan

Menelusuri Kampung Tersuruk 4
Barangan - Sungai Pua Tanjung Mutuih Mulus, Jembatan Bakuang Butuh Perbaikan

Padang Sago--Masyarakat Sungai Pua Tanjung Mutuih, Nagari Koto Dalam telah bisa bernafas lega. Jalan rancak dan mulus, jembatan permanen yang menghubungkan Sungai Pua dan Tanjung Mutuih diatas Sungai Batang Piaman terwujud sudah, dimana hal demikian sudah sangat lama jadi impian masyarakatnya.
    Bahkan, jauh sebelum Ali Mukhni jadi Bupati Padang Pariaman, masyarakat Sungai Pua Tanjung Mutuih amat sangat berharap adanya jalan dan jembatan yang memadai. Dengan adanya jalan dan jembatan, akses masyarakat terbuka lebar. Segala urusan jadi lancar, tentunya ekonomi warga semakin tumbuh dengan sendirinya.
    Singgalang yang menelusuri kampung tersuruk bersama Erman Sikumbang, tokoh masyarakat Batang Piaman Gadang, Jumat lalu merasa terkejut. Pasalnya, Erman Sikumbang yang mengemudikan mobilnya langsung cikin dari arah Barangan menuju Sungai Pua Tanjung Mutuih, tempat berakhirnya penelusuran itu. "Dari Ambacang Gadang ke Kampuang Sikumbang, Korong Sungai Pua Tanjung Mutuih baru lima hari ini selesai diaspal," kata Alfa Edison, anggota DPRD Padang Pariaman dari NasDem, yang kebetulan juga warga Sungai Pua Tanjung Mutuih.
    "Dari awal-awal pengaspalan, saya mintak masyarakat tidak membuat 'polisi tidur' di jalan yang sudah mulus ini. Dan Alhamdulillah, terbukti dari Barangan sampai ke Kampuang Sikumbang jalan mulus ini tak satupun hambatannya. Namun, tentunya para pengguna jalan, baik yang mengendarai mobil maupun motor kita harapkan untuk selalu berhati-hati. Jangan terlalu ditampakan gadang hati menyambut kehadiran jalan yang telah dibangun Pemkab Padang Pariaman ini," ujar Alfa Edison yang juga mantan Walinagari Koto Dalam itu.
    Jalan itu tembus ke Batang Piaman Katiak, Nagari Gunuang Padang Alai, dan Nagari Kudu Gantiang, Kecamatan V Koto Timur. Hanya tinggal melanjutkan aspalnya saja lagi. Tentunya pembangunan itu tidak bisa sekali jadi. Harus beransur-ansur. "Yang jelas, masyarakat Sungai Pua Tanjung Mutuih sangat berterima kasih paka Pemkab Padang Pariaman dibawah kendali Bupati Ali Mukhni, yang saat ini juga telah oke untuk diusung oleh Partai NasDem jadi calon bupati kembali," tambahnya.
    Sekarang, yang perlu jadi perhatian lagi, adalah jembatan Bakuang yang menghubungkan Ambacang Gadang - Buluah Apo dan Tonyok. Saat Singgalang akan melewati jembatan itu, ada sebuah pic up yang nyaris jatuh, akibat sebagian lantai jembatan yang terbuat dari kayu itu pada lapuk. Mobil itu membawa padi dari arah Buluah Apo ke Ambacang Gadang. Singgalang bersama Erman Sikumbang ikut membantu mengeluarkan mobil itu. Terpaksa sebagian padi diturunkan, mobil di dorong bersama-sama, sehingga sampai di balik jembatan.
    "Terima kasih banyak, pak," kata sopir mobil itu. Jembatan kecil itu memang telah lama dibangun pemerintah. Lantainya dari kayu balok besar yang sebagian besar sudah lapuk dimakan usia, berhujan berpanas tiap harinya. "Saat mobil pemadam kebakaran lewat jembatan ini seminggu yang lampau, hampir pula terpuruk rodanya. Untung sopirnya sigap, sehingga bisa tembus ke seberang," kata sejumlah pemuda kampung itu yang ikut membantu mobil tadi. (501)

Senin, 25 Mei 2015

Menelusuri Kampung Tersuruk 3 Jalan Padang Bungo - Guguak Sepantasnya Diaspal

Menelusuri Kampung Tersuruk 3
Jalan Padang Bungo - Guguak Sepantasnya Diaspal

Padang Sago--Dari Batang Piaman Gadang ke Sungai Pua Tanjung Mutuih sebenarnya dekat. Tetapi kalau pakai mobil, harus balik kanan lagi arah Padang Sago. Sebab, hubungan dua korong dalam Nagari Koto Dalam itu hanya bisa ditempuh dengan motor. Dari Padang Sago banyak jalur yang bisa ditempuh untuk sampai di Sungai Pua Tanjung Mutuih.
    Karena menelusuri kampung tersuruk, Singgalang bersama Erman Sikumbang, tokoh masyarakat Padan Puti, Batang Piaman Gadang, Jumat itu lebih memilih jalur Ambalau - Padang Kabau - Durian Siambai - Padang Bungo - Padang Pauah - Guguak - Tonyok - Buluah Apo, dan belok kiri di Ambacang Gadang, baru sampai di Sungai Pua Tanjung Mutuih.
    Dari Padang Bungo, tepatnya di simpang arah ke Rukam Pauah Manih sampai ke Padang Pauah, sekitar lima kilometer jalan masih jalan tanah yang penuh dengan gelombang. Jalan lebar, karena dirintis dulunya oleh Abri Masuk Desa di zaman Orde Baru. "Kondisi jalan seperti ini harus sopir Medan. Tantangannya berat, dan kalau tidak pandai-pandai, mobil bisa punah dan terpuruk dalam lobang," kata Erman Sikumbang.
    Padang Sago, termasuk kecamatan penghasil kelapa terbesar di Kabupaten Padang Pariaman. Dan itu tersebut di daerah luar, seperti Padang dan Pekanbaru. Tak heran, ketika kita masuk ke dalam perkampungan Padang Sago itu, banyak bersua tanaman yang terkenal dengan nyiur melambai tersebut. Belakangan, kelapa yang dihasilkan Batang Piaman Gadang sudah mudah mengangkutnya ke Padang Sago. Mobil pengangkut bisa tiap hari bolak-balik ke kampung itu, meskipun tanjakan jalan yang cukup curam dan tajam.
    Begitu juga pohon kelapa yang sudah tua. Pengusaha kayu juga sangat mudahnya membawa dengan cepat ke tempat perindustrian kayu yang ada di Ambalau. Kayu pohon kelapa itu ada yang dijadikan papan dan lain sebagainya, sesuai kebutuhan pengusahanya.
    Bagi masyarakat Nagari Koto Dalam dan Nagari Lurah Ampalu yang Singgalang lewati kampungnya untuk sampai ke Sungai Pua Tanjung Mutuih, buah kelapa itu ada yang jemur di tepi jalan, untuk dijadikan kopra. Hampir tiap rumah penduduk sepanjang jalan, menjemur kelapa yang sudah dicukir itu.
    Nazaruddin, Walikorong Guguak, Nagari Lurah Ampalu menyebutkan kelapa cukir itu mencapai enam biji sekilonya. Harga jual kelapa cukir itu hanya Rp2.500 sekilo. Kalau musim kemarau kayak gini, paling sehari atau dua hari sudah kering. Umumnya, kelapa jadi sumber perekonomian masyarakat yang utama, walaupun sebagian masyarakat ada juga yang menanam cokelat dan kelapa sawit.
    Sebagai seorang walikorong, Nazaruddin tiap hari melewati Padang Pauah - Guguak, terus ke Barangan, tempat Kantor Walinagari Lurah Ampalu sebagai kantor atasannya. Dia merasakan betul, jalan Padang Pauah sudah saatnya diaspal, seperti yang telah dilakukan di Guguak. "Sejak saya tahu, jalan Padang Pauah ini masih jalan tanah seperti ini. Kalau musim hujan, jangan coba-coba bawa mobil. Akan susah untuk melaluinya," ujar Nazaruddin. (501)

Menelusuri Kampung Tersuruk 2 Batang Piaman Gadang Baru Saja Terbebas dari Kuda Beban

Menelusuri Kampung Tersuruk 2
Batang Piaman Gadang Baru Saja Terbebas dari Kuda Beban

Padang Sago--Batang Piaman Gadang dulu sebuah desa. Dalam desa itu ada empat dusun yang terdiri dari Padan Puti, Kampuang Tangah, Anak Aie Pulai, dan Sungai Pocong. Sejak era pemerintahan nagari berlaku, Batang Anai Piaman Gadang langsung jadi korong dibawah Nagari Koto Dalam. Di sebut Batang Piaman, karena di kampung itulah Sungai Batang Piaman mengalirnya sampai ke muaranya di Kota Pariaman.
    Sepertinya, Sungai Batang Piaman masih dijadikan sumber kehidupan oleh masyarakat Batang Piaman. Sungai yang mengalir dengan irama tersendiri itu, airnya lumayan jernih. Di Sungai itulah warga Batang Piaman Gadang mandi pagi dan petang. Sekalian juga tempat buang air besar, mencuci. Dan di tepi sungai itu digali sumur, yang kemudian airnya dijadikan sebagai sumber air minur, yang tentunya terlebih dulu dimasak.
    Jumat (22/5) lalu, Singgalang sengaja melakukan penelusuran di kampung yang masih tersuruk tersebut. Shalat Jumat di Masjid Raya Batang Piaman Gadang, terasa senang dan menyejukan, karena tidak ada kebesingan bunyi kendaraan bersilewaran, seperti di kampung yang agak ramai. Masjid yang berukuran kecil, yang memuat jemaah sekitar 50 orang itu terbilang masjid tua, dan satu-satunya masjid dalam korong itu.
    Masjid-nya tampak baru siap di renovasi pascagempa akhir 2009 silam. Tapi luar dalam dindingnya belum diplaster. Sejak masjid itu ada sampai sekarang tempat wuduknya hanya mengandalkan air Sungai Batang Piaman yang mengalir di depan masjid. Listrik baru saja masuk ke masjid itu beberapa bulan belakangan. Namun, pengeras suara belum ada. Sehingga, kalau muazinnya azan terpaksa hanya di dengar oleh jemaah yang ada dalam masjid.
    Meskipun masjid di renovasi, tetapi sama sekali tidak merubah keaslian masjid. Pakai atap yang memanjang keatas, seperti lazimnya kebanyakan masjid yang ada di wilayah VII Koto lama. "Alhamdulillah, listrik sudah masuk. Belum cukup setahun ini. Dan sebagian besar rumah penduduk pun telah dialiri listrik. Sehingga, masyarakat telah bisa menikmati siaran televisi di sebagian lapau-lapau yang ada," kata Jasman, Walikorong Batang Piaman Gadang bersama Erman Sikumbang, tokoh masyarakat Pandan Puti yang mengajak Singgalang menelusuri kampung tersebut.
    Untuk bisa sampai ke Batang Piaman Gadang kalau pakai mobil, harus melewati Padang Sago. Jalan lumayannya rancak sampai di Ambalau. Namun, dari Ambalau ke Batang Piaman Gadang menempuh jalan aspal beton coran. Penurunannya cukup tajam. Anak-anak Batang Piaman Gadang tiap hari mendaki dan menurun, karena sekolah dasar adanya di Ambalau itu. Dan di Ambalau itu pula letaknya kantor Walinagari Koto Dalam. "Ada sekitar 1,5 kilometer anak-anak dan masyarakat yang menuruni dan menaiki bukik ini," ujarnya.
    Menurut cerita Jasman dan Erman Sikumbang, Batang Piaman Gadang baru beberapa tahun ini terbebas dari kendaraan kuda beban, lantaran telah bisa masuk kendaraan roda empat. Saisuak, untuk mengangkut hasil pertanian ke Padang Sago harus pakai kuda, yang orang sini menyebutnya dengan 'kudo baban'. Belum ada jalan yang beraspal dalam korong itu, selain sebagian kecil jalan yang dibangun oleh PNPM. (501)

Minggu, 24 Mei 2015

Menelusuri Kampung Tersuruk 1 Banyak Rumah tak Layak Huni, Pandan Puti Belum Dialiri Listrik

Menelusuri Kampung Tersuruk 1
Banyak Rumah tak Layak Huni, Pandan Puti Belum Dialiri Listrik

Padang Sago--Menurut pengakuan masyarakatnya, sekitar 30 rumah di Pandan Puti sampai sekarang belum bisa menikmati aliran listrik. Sebelum gempa akhir 2009 silam, Pandan Puti yang berada dalam Korong Batang Piaman Gadang, Nagari Koto Dalam, Kecamatan Padang Sago, Padang Pariaman itu banyak dihuni masyarakat. Karena sebagian rumah punah, sebagian lebih memilih pindah dari kampung yang jauh letaknya dari keramaian tersebut.
    Jumat (22/5) lalu, Singgalang sengaja datang menelusuri kampung tersuruk itu. Sehabis Shalat Jumat di Masjid Raya Batang Piaman Gadang, Ermah Sikumbang, tokoh masyarakat Pandan Puti langsung mengajak berkeliling kampungnya. Sebagian jalan memang telah dibangun lewat PNPM sekitar dua tahun yang lalu. Dari Pandan Puti ke Masjid Raya Batang Piaman ada sekitar 1,5 kilometer.
    Bersama Rasyid dan Amrizal, tokoh masyarakat Pandan Puti lainnya, Singgalang sempat disuguhi kelapa muda setiba di kampung kecil itu. "Jalan ini terus ke Batang Piaman Katiak, Nagari Gunuang Padang Alai. Tapi jalannya tak bisa dilewati mobil. Hanya sampai di Surau Talarangan ini saja bisanya mobil, karena jalan ke nagari tetanggan itu masih jalan tanah, yang belum dibentuk," cerita mereka.
    Rupanya, semua rumah yang ada di Pandan Puti, disamping belum ada penerangan listrik, sebagian besarnya juga tidak layak huni. Termasuk rumah Rasyid dan Amrizal. Parahnya lagi, rumah yang ada di situ terletak di bibir jurang. Postur tanahnya yang masih labil. Namun, apa hendak dikata. Itulah kekayaan yang mereka punyai. Semua masyarakatnya menggantungkan hidup dari tani. Mereka menggarap sawah dan ladang yang ada di sekitar rumahnya.
    Untuk Korong Batang Piaman Gadang secara umumnya, listrik juga baru masuk beberapa bulan belakangan. Hanya untuk Pandan Puti saja yang belum ada. Di sekeliling rumah penduduk Pandan Puti banyak tumbuh kayu besar-besar. Tentunya rawan pula terhadap bencana angin kencang. Untuk musibah yang satu ini, Suami Nurlela meninggal beberapa bulan yang lalu, akibat ditimba pohon kelapa yang ditumbangkan angin kencang ke rumahnya.
    Yang lebih menyedihkan, dua keluarga mendiami rumah yang dindingnya masih pakai traval bantuan gempa. Rumah itu milik Rabak dan Kotaik. Kedua ibu tua ini agak kurang pula pendengarannya. Terpaksa harus berkeras-keras kalau ngomong sama dia. Siang jelang sore itu, Rabak dan Kotaik sedang duduk di depan rumahnya. Dia baru saja habis menjemur buah jerami, yang selanjutnya untuk di giling dijadikan makanan pokok dalam kesehariannya.
    Sepertinya, Pandan Puti butuh sentuhan pemerintah. Perlu dibangun akses jalan yang menghubungkan kampung itu dengan nagari tetangga, Batang Piaman Katiak, Gunuang Padang Alai. Demikian itu dimaksudkan agar hubungan lancar, dan cakrawala masyarakatnya bisa terbuka pula melihat apa kemajuan yang ada di nagari lainnya itu. (501)

Petaka Jelang Subuh di Lubuk Alung Enam Kedai dan Rumah di Pasar Jambak Hangus

Petaka Jelang Subuh di Lubuk Alung
Enam Kedai dan Rumah di Pasar Jambak Hangus

Lubuk Alung--Zulkifli baru saja merebahkan badannya di tempat tidur. Badannya sedikit terasa capek. Kedainya baru saja ditutup, karena hari sudah berganti dari Jumat malam menjadi Sabtu dini hari. Antara tidur dengan tidak, Zulkifli mendengar suara ketukan dari dinding sebelah, yang juga tetangganya yang sama berjualan di Pasar Jambak, Korong Balah Hilia, Nagari Lubuk Alung.
    Suara sekaligus ketukan itu diketahui Zulkifli, adalah Romi Chandra. Kepada Zulkifli, Romi mengabarkan kedainya sedang terbakar. Diduga api berasal dari arus pendek jaringan listrik. Zulkifli langsung terduduk dari golek-golek-nya. Dia buka pintu, ternyata benar api sedang membubung di kedai Romi. Zulkifli langsung membuka kedainya kembali. Dia keluarkan dua unit sepedar motor miliknya cepat-cepat, yang kebetulan terletak dekat pintu.
    "Baju dan celana hanya yang melekat di badan ini saja. Alhamdulillah, dua kendaraan yang selalu setia menemani saya bisa keluar dengan selamat. Dan seluruh surat-menyurat, termasuk ijazah anak-anak, dan dokumen penting lainnya bisa keluar pula. Dalam suasana yang cukup panas, saya sempat mengambil sebuah handuk, yang ternyata mampu dijadikan selimut," cerita Zulkifli, satu dari enam korban kebakaran Pasar Jambak, Lubuk Alung, Sabtu dini hari itu.
    Romi sendiri yang kedainya sumber malapetaka itu tak bisa mengeluarkan barang-barangnya. Termasuk sebuah motornya hangus oleh api yang mengganas jelang Subuh masuk tersebut. Almubarak, merupakan satu korban yang paling banyak mengalami kerugian. Kedai harian yang dia punyai baru saja habis belanja yang cukup lumayan banyak.
    Korban lainnya; Darliarti, Joni Efendi, dan Syamsul Bahri. Keenamnya kedai kopi dan barang harian, sekaligus tempat tinggal. Dalam kejatian itu, tidak ada korban jiwa, selain semua kedai hangus. BPBD Padang Pariaman menaksir kerugian mencapai Rp300 juta. Empat mobil pemadam dari Pemkab Padang Pariaman, Pemko Pariaman dan Pemko Padang Panjang ikut memadamkan api yang sempat mengenai dinding Masjid Almunawwarah Muhammadiyah yang terletak di belakang enam kedai yang hangus demikian.
    Camat Lubuk Alung; Suhardi, Sekretaris Walinagari Lubuk Alung; Landi Efendi, serta Kaur Kesra-nya; Yardi sehabis Subuh langsung ke lokasi. Bersama Walijorong Jambak; Jufrial petugas nagari ini menunggu pihak BPBD Padang Pariaman yang mengantarkan bantuan emergency. Pagi itu juga, Pasar Jambak yang terlertak di perlintasan jalan ketera api menjadi pusat perhatian.
    Para korban kebakaran setelah ditinggal pergi mobil pemadam, tampak lelah. Matanya pada sembab karena semalaman tak bisa tidur. Sudahlah kedai tempat mereka mengadu nasib hangus terpanggang, baju untuk mengganti yang sedang dipakai saja tidak punya.
    Enam kedai yang hangus itu, merupakan bangunan tua yang telah dimakan usia. Namun, masih produktif. Dari kedai itulah mereka membangun perekonomian keluarganya masing-masing. Kabarnya, sejak peristiwa Gestapu, kedai itu sudah ada juga. Kebakaran cepat di ketahui. Kejadian sekitar pukul 02.00 WIB Sabtu dini hari itu, sebagian besar kedai-kedai yang ada dalam pasar tersebut baru saja selesai menutup pintu. (501)

Selasa, 12 Mei 2015

Ponpes Nurul Yaqin Ringan-Ringan Pesantren yang Terus Mencetak Ulama dan Cendikiawan

Ponpes Nurul Yaqin Ringan-Ringan
Pesantren yang Terus Mencetak Ulama dan Cendikiawan

Padang Pariaman--Siang itu suasana di komplek Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Yaqin tampak tenang. Tidak ada suara terdengar. Semua santri tengah berkonsentrasi mengikuti ujian nasional. Tiap sebentar, Muhammad Rais Tuanku Labai Nan Basa, Kepala Stanawiyah sekaligus Penjab Wajar Dikdas 'Ulya Ponpes itu mengawasi santri sekaligus guru yang sedang mengawasi santri yang ikut ujian nasional, Selasa (5/5-2015) itu.
    Ponpes yang terletak di Korong Ringan-Ringan, Nagari Pakandangan, Kecamatan Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman itu termasuk pesantren yang mengalami kemajuan luar biasa bila di bandingkan dengan pesantren tradisional lainnya di daerah itu. Sekarang, pesantren yang didirikan oleh Syekh H. Ali Imran Hasan tahun 1960 itu mengalami kemajuan yang amat pesat. Muhammad Rais yang juga salah seorang pengurus di pesantren itu menyebutkan, jumlah santri yang menuntut ilmu mencapai 715 santri.
    "Dulu ada tingkat Ula. Yakni, pendidikan yang setingkat dengan sekolah dasar. Sekarang sudah tidak ada lagi. Yang ada hanya Wustha dan 'Ulya. Yakni setingkat Stanawiyah dan Aliyah. Santri yang tamat 'Ulya itulah yang diberi gelar tuanku oleh pendiri sekaligus guru besar pesantren; Syekh Ali Imran Hasan," cerita Muhammad Rais.
    Menurut dia, para santri yang telah menyelesaikan pendidikan 'Ulya tidak harus meninggalkan pesantren. Sebab, sehabis itu masih ada lagi jenjang pendidikan yang harus di ikutinya; Bustanul Muhakkikin dan Bustanul Muddakikin. Kedua tingkatan demikian, merupakan kajian mendalam yang di ikuti oleh santri senior, yang pada umumnya mereka yang sudah bergelar tuanku. Lamanya pendidikan di dua lembaga itu mencapai dua tahun.
    Ponpes Nurul Yaqin yang berdiri di bawah Yayasan Pembangunan Islam El-Imraniyah (YPII) tersebut, boleh di bilang lembaga pendidikan agama (Islam) yang cukup mewarnai dinamika pengembangan agama di tengah masyarakat Padang Pariaman dan Sumatera Barat. Tiap tahun pesantren ini selalu mengeluarkan alumni dan tamatan yang cukup hebat, dan menyebar di berbagai lini kehidupan, di samping banyak pula yang melanjutkan pengabdian dalam mengembangkan pendidikan pesantren serupa di tempat lainnya di Ranah Minang ini.
    Untuk memenuhi tuntutan perkembangan zaman di dunia pendidikan pesantren, yang dikendalikan oleh Kementerian Agama, Nurul Yaqin tidak menyia-nyiakan hal demikian. Setelah selesai di 'Ulya, para santri dilanjutkan ke Ma'ad 'Ali. "Jadi, di samping ada yang keluar, juga ada yang kedalam. Bustanul Muhakkikin dan Bustanul Muddakikin merupakan istilah di dalam lingkungan pesantren. Sedangkan Ma'ad 'Ali istilah yang digunakan untuk keluarnya; Kementerian Agama sebagai lembaga yang mewadahi pesantren dalam urusan pemerintah," sebut Muhammad Rais.
    Semua santri yang sebanyak itu diasramakan. Bangunan Rusunawa yang difasilitasi Kementerian Perumahan Rakyat RI tegak dengan megahnya. Bangunan yang cukup mewah untuk ukuran orang-orang surau tersebut mampu menampung sebanyak 315 santri. "Ruangan bertingkat itu sengaja dibangun tidak berkamar. Melainkan ruangan memanjang, sehingga santri yang nginap tidak dibatasi oleh dinding pembatas. Ini dimaksudkan, agar pembangunan karakter santri lebih terlatih untuk tidak berbuat yang tidak-tidak," ujar dia.
    Muhammad Rais menceritakan, santri dan santriwati yang sebanyak itu dididik oleh guru pesantren sebanyak 35 orang plus pimpinan. Sedangkan guru umum tercatat sebanyak 41 orang. Santri belajar siang dan malam. Di samping pelajaran wajib yang di ikuti semua santri dalam kelas, pesantren ini juga memberlakukan pelajaran tambahan, yang kalau di sekolah umum disebut ekstra kurikuler.
    "Kami membuat yang namanya Pondok Alquran. Di lembaga ini diajarkan Hafidz Quran, Fahmil Quran, Tartil, dan Tilawah. Lewat pendidikan ini pula para santri Nurul Yaqin mampu memberikan yang terbaik dalam Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), baik tingkat Padang Pariaman maupun tingkat Sumatera Barat. Tak jarang, santri pesantren mampu merebut juara umum, karena memang ada lembaga yang selalu aktif memberikan pelajaran setiap waktunya," ungkapnya.
    Lebih dari itu, lanjut Muhammad Rais, santri Nurul Yaqin telah mewarnai dalam Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) di tingkat nasional mewakili Sumatera Barat. Demikian itu tentu tidak terlepas dari kajian kitab kuning atau kitab gundul yang memang jadi bidang studi wajib di pesantren ini. "Pokoknya setiap kali MQK atau lomba kitab kuning, santri kita selalu ikut, dan itu hampir pula semua jenis kitab yang di lombakan," kata Muhammad Rais.
    Sekarang, Ponpes Nurul Yaqin bisa di bilang barometernya pendidikan tradisional di Padang Pariaman. Karisma pendiri pesantren; Syekh Ali Imran Hasan membuat pesantren itu dibanjiri santri yang datang dari berbagai daerah di Sumatera Barat. Bahkan, ada santri yang datang dari luar Sumbar. Pesantren ini mampu melihat masa depan panjang bagi santrinya sendiri. Untuk itu, selepas mengikuti semua jenjang pendidikan di pesantren, banyak para santrinya yang melanjutkan ke berbagai perguruan tinggi dalam dan luar negeri. Karena berdasarkan agama yang kuat, santri lebih banyak memilih perguruan tinggi agama pula, seperti IAIN, STIT, STAIN dan perguruan tinggi agama Islam lainnya. Dengan itu pula, Nurul Yaqin di samping mencetak ulama, juga menjadikan santrinya sebagai cendikiawan muslim yang mumpuni.
    Untuk mengelola YPII, Syekh Ali Imrah Hasan dan para guru yang ada mempercayakan ke Idarussalam Tuanku Sutan. Bersama pengurus lainnya, Idarussalam yang merintis karirnya sehabis dari pesantren itu di PNS, dan kini menjabat Kepala BKD Padang Pariaman terus mengembangkan pesantren tersebut. Beberapa waktu lalu, dia sengaja mendatangkan KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang saat ini menjabat Anggota Watimpres untuk memberikan kuliah umum. Idarussalam yang anak kandung Syekh Ali Imran Hasan ini juga menjadikan Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni sebagai pembina. Sekecil apapun acara yang dilakukan pesantren itu, Bupati Ali Mukhni selalu hadir dan ikut memberikan kontribusi positif untuk pengembangan pesantren di masa mendatang. (damanhuri)

Ali Mukhni dan Masa Depan Aswaja di Padang Pariaman

Ali Mukhni dan Masa Depan Aswaja di Padang Pariaman

Padang Pariaman--Kaum Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) yang tergabung dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), ataupun yang tidak tahu-menahu dengan kedua organisasi tersebut punya ciri khas tersendiri dalam menjalankan syariat agama (Islam). Dan tentunya, ciri khas yang mereka amalkan itu sedikit berbeda dengan yang diamalkan oleh mereka yang tergabung di organisasi keagamaan Muhammadiyah dan organisasi modernis lainnya.
    Seperti dalam shalat yang bacaannya dijaharkan, orang-orang NU dan Perti biasanya sebelum membaca surah Alfatihah itu diawali dengan Basmalah yang juga dijaharkan. Terus, ketika membaca ayat juga demikian. Begitu juga di masjid-masjid yang berbasiskan di perkampungan Padang Pariaman, saat shalat Jumat tetap mentradisikan membaca Basmalah yang dijaharkan sama dengan Alfatihah dan ayat yang dibaca oleh imam yang mengimami shalat saat itu.
    Demikian itu berbeda bila kita melakukan shalat berjamaah di masjid yang berbasiskan Muhammadiyah. Di masjid ini, malah dalam membaca Alfatihah dan ayat sembahyang ada yang tidak pakai Basmalah. Namun demikian, hal itu tidak perlu dipersoalkan karena memang tidak pula menjadi soal, baik oleh NU dan Perti, maupun oleh Muhammadiyah. Kedua organisasi itu tetap pada koridornya masing-masing dalam menjalankan agama yang sama, yakni Islam. Yang jelas, NU dan Perti tentu mengamalkan kajian fiqh yang mereka temukan dalam berbagai kitab kuning yang ditradisikan oleh para ulama zaman dahulu. Muhammadiyah juga demikian. Organisasi yang lahir 1912 ini punya yang namanya Majelis Tarjih untuk memutuskan dan menetapkan sesuatu dalam beramal ibadah.
    Secara kebetulan suatu ketika dalam waktu yang berbeda, Singgalang pernah jadi makmum dalam shalat yang imamnya Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni. Ada dua kali shalat, yakni shalat Zuhur di Surau Gadang, Singguliang, Lubuk Alung, dan shalat Magrib di Surau Mukhlisin, Ambung Kapur, Nagari Sungai Sariak, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak. Saat shalat Magrib itu memang agak terlambat sedikit, karena Ali Mukhni habis menutup turnamen sepakbola liga anak Nagari Sungai Sariak, yang selesai penutupan berpas-pasan dengan waktu shalat Magrib.
    Singgalang sedikit terkejut. Ali Mukhni jadi imam shalat Magrib bacaan Fatihah dan ayatnya cukup fasih, seperti layaknya seorang imam ahli agama. Ya, kalau di Padang Pariaman samalah dengan bacaan imam seorang tuanku yang qori. Saat itu, Ali Mukhni menjaharkan bacaan Basmalah-nya. Baik saat membaca Alfatihah, maupun ketika membaca ayat bacaan dalam shalat, yang sama jaharnya dengan Alfatihah dan ayat tersebut. Sepertinya dia tidak ragu-ragu, dan tidak membuat-membuat seperti itu lantaran shalat di kampung, yang memang melazimkan seperti demikian dalam shalat berjamaah.
    Dan memang, dalam organisasi NU Padang Pariaman sejak tahun 2005 silam, Ali Mukhni diamanahkan sebagai salah seorang anggota Mustasyar (penasehat). Dengan adanya praktek shalat yang dilakukan Ali Mukhni seperti demikian pada saat jadi imam, telah menghilangkan image, bahwa dia dijadikan Mustasyar NU bukan karena jabatannya saja. Melainkan, karena memang dia juga ikut dan sangat menghargai tradisi para ulama tersebut. Pada saat pertama kali jadi Mustasyar NU, Ali Mukhni kala itu masih menjadi Wabup Padang Pariaman, yang mendampingi Bupati Muslim Kasim. Sedangkan, Ketua NU terpilih saat itu Rahmat Tuanku Sulaiman, yang kala itu juga seorang anggota KPU. Rahmat adalah ulama muda. Tentu sangat tidak mungkin kalau Ali Muknhni dijadikan wakil ketua dalam pengurus harian.
    Bagi Ali Mukhni sendiri, tradisi keagamaan yang berkembang di daerah yang dia pimpin harus dikembangkan terus. Tidak boleh punah, dan hilang oleh gerusan arus globalisasi yang kian berkembang saat ini. Pada momen peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilakukan di masjid dan surau yang berbasiskan di perkampungan daerah itu, Ali Mukhni selalu memberikan apresiasi dan dukungan.
    Termasuk menyelesaikan pembangunan Masjid Agung di komplek makam Syekh Burhanuddin Ulakan, yang menjadi pusat ziarah oleh kaum Aswaja yang berapiliasi ke NU dan Perti itu, Ali Mukhni memperlihatkan kesungguhannya. Sekarang, masjid yang pembangunannya di mulai pada saat Pilpres 2004 lalu itu telah bisa dimanfaatkan. Bahkan, Pemkab Padang Pariaman telah menjadikan masjid tersebut sebagai pusat kegiatan wirid bulanan bagi pegawai di lingkungan Pemkab daerah itu.      
    Ali Mukhni tahu betul, bahwa Padang Pariaman kaya akan ulama. Sampai saat ini pesantren tempat mencetak ulama masih tumbuh dan berkembang dengan segala dinamikanya. Untuk itu pulalah, Ali Mukhni terkenal dengan bupati yang sangat dekat dengan para ulama. Bahkan, seorang Gubernur Irwan Prayitno menggelari Ali Mukhni dengan seorang ustadz, yang kalau di Padang Pariaman secara spesipik, ustadz itu disebut tuanku atau ulama.
    Menurut dia, ulama adalah suluah bendang di tengah masyarakat. Memberikan penerangan dan pencerahan, sehingga masyarakat tidak melakukan kesalahan dalam beragama. Untuk masa depan ulama dan cendikiawan muslim nantinya, dia fasilitasi pula pembangunan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendikia (MAN-IC), melalui proyek nasional yang pembangunannya bersumber langsung dari Kementerian Agama RI. Pembangunan sekolah calon ulama hebat itu terletak di Nagari Sintuak, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang.
    Sekarang pembangunannya sedang berjalan, dan hampir siap. Untuk masuk sekolah agama unggulan itu dibutuhkan persyaratan yang cukup ketat. Yakni, hafal sejumlah juz Quran. Ali Mukhni yang saat ini masih menjabat Bupati Padang Pariaman tidak ingin sekolah itu hanya dipenuhi oleh orang-orang dari luar daerahnya saja. Artinya, masyarakat Padang Pariaman jangan jadi penonton di tengah banyaknya orang luar daerah itu yang datang menyerahkan anaknya untuk menuntut ilmu.
    Dia mendorong dan memberikan motivasi, bagaimana pesantren yang ada saat ini juga memberikan pelajaran hafidz Quran. "Alhamdulillah, secara perlahan tapi pasti sekarang sudah ada lembaga pendidikan agama yang mengajarkan hafidz Quran kepada santrinya. Nah, ini tentunya harus kita dorong terus, sehingga kita punya persiapan dalam menyongsong kehadiran MAN-IC nantinya. (damanhuri)



Senin, 11 Mei 2015

Wujudkan Kontribusi Positif, Wisata Padang Pariaman Perlu Kemasan yang Bagus

Ketua Fraksi PKB DPRD Syafrinaldi
Wujudkan Kontribusi Positif, Wisata Padang Pariaman Perlu Kemasan yang Bagus

Padang Pariaman---Sebagai pendatang baru di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Syafrinaldi mampu tampil secara menakjubkan. Anggota DPRD Padang Pariaman periode 2014-2019 ini dinilai sosok anak muda yang punya masa depan cerah dalam perpolitikan daerah itu. Untuk Pemilu tahun lalu, Syafrinaldi merupakan anggota dewan peraih suara terbanyak setelah Mothia Azis Datuak Nan Basa dari NasDem, dari 40 orang anggota dewan terhormat di daerah itu.
    Anak nomor satu dari delapan orang bersaudara ini, sejak dilantik jadi anggota DPRD Padang Pariaman yang berasal dari Dapil III, yang wilayahnya meliputi Kecamatan Nan Sabaris, Ulakan Tapakis, Enam Lingkung, 2 x 11 Enam Lingkung, dan Kecamatan 2 x 11 Kayutanam ini langsung dipercaya sebagai Ketua Fraksi PKB. Di dewan, PKB punya empat kursi yang dihasilkan oleh Pileg tahun lalu, dimana masing-masing Dapil mampu mengirim seorang anggota dewan.
    Syafrinaldi yang lahir 1981 dari pasangan orangtua; Syafnir Alm dan Nurmanidar adalah putra Parit, Nagari Pauh Kambar, Kecamatan Nan Sabaris. Satu-satunya putra Pauh Kambar yang berhasil jadi anggota dewan dari sekian banyak caleg asal kampung itu. Menyelesaikan pendidikan dasar hingga pendidikan menengah atas di kampung halamannya Pauh Kambar. Sibuk berusaha, Syafrinaldi baru menyelesaikan pendidikan S-1 nya tahun 2014 di salah satu perguruan tinggi di Kota Padang.        
    Sebelum terpilih jadi anggota dewan, Syafrinaldi terkenal sebagai pengusaha muda. Aktif di tour dan travel. Tak heran, dia punya banyak pergaulan dan relasinya sampai ke tingkat nasional. Sebagai orang yang lama berkecimpung di bidang pariwisata, Syafrinaldi ingin daerahnya; Padang Pariaman punya pariwisata yang betul-betul mampu memberikan kontribusi positif buat daerah.
    Dengan itu, Syafrinaldi memimpin PT. Dena Wisata Tour and Travel, PT. Chayyla Tirta Wisata, PT. Dena Abdi Karya. "Kita sebenarnya punya banyak tempat wisata. Hampir tiap kecamatan di Padang Pariaman punya yang namanya wisata. Namun, kemasan yang bagus untuk mampu mendatangkan wisatawan, kita masih butuh itu," kata dia.
    "Sebagai daerah yang kental dengan filosofi adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, Padang Pariaman harus punya wisata syariah. Apalagi wisata relegius, seperti makam Syekh Burhanuddin yang pantas diterapkan hal demikian. Padang Pariaman merupakan daerah yang sangat strategis akibat adanya Bandara Internasional Minangkabau (BIM), yang terletak di Nagari Ketaping, Kecamatan Batang Anai," ujar Syafrinaldi yang Wakil Sekretaris DPW PKB Provinsi Sumatera Barat ini.
    Untuk mewujudkan itu semua, suami Fitri Handayani yang telah dikarunia seorang putri ini memilih untuk tampil jadi wakil rakyat. PKB sebagai partai politik yang kelahirannya dibidani Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) jadi pilihannya. Partai ini dinilainya punya akar kekuatan yang amat luar biasa, dan saat ini dikelola oleh anak muda progresif, yang memang harus dapat tempat di Padang Pariaman, lantaran daerah ini kaya akan ulama dan intelektual Islam.
    Masyarakatnya juga punya keinginan yang sama dengan Syafrinaldi. Buktinya, perolehan suaranya saat Pileg tidak tanggung-tanggung. Mencapai 3.000 suara yang dicapainya secara pribadi. Dukungan tidak saja dari Nan Sabaris yang merupakan kampung halamannya sendiri. Tetapi juga dari kampung istrinya di Kecamatan Ulakan Tapakis, tepatnya di Tiram, Nagari Tapakis. "Dia sosok anak muda, sekaligus sumando niniak mamak," kata salah seorang tokoh masyarakat Ulakan Tapakis. (*)

Minggu, 03 Mei 2015

Nasib Malang Keluarga Tayung Tampaknya Masih Akan Tetap Berlanjut

Nasib Malang Keluarga Tayung Tampaknya Masih Akan Tetap Berlanjut

Aua Malintang--Nasib malang dalam hidup yang dialami Tayung, tampaknya masih akan tetap berlanjut. Tinggal dalam pondok kecil bersempit-sempit pula, lantaran banyak anaknya yang ikut menikmati susah kehidupan yang dijalani Tayung bersama istrinya, Nana.
    Sebulan lalu, rumah Tayung yang terletak di Korong Mudiak Aia, Nagari Balai Baiak, Kecamatan IV Koto Aua Malintang, Padang Pariaman itu sempat jadi pusat perhatian banyak pihak, termasuk dari Pemkab sendiri. Perhatian demikian, tak terlepas dari cerita awal, tiga anak Tayung dan Nana yang sehari sekolah, sehari libur pula, lantaran ketiadaan biaya untuk sekolah.
    Jangankan untuk biaya belanja di sekolah yang cukup, seperti kebanyakan anak kampung lainnya di nagari itu, buat makan saja dalam keluarga yang mempunyai anak 11 orang itu susahnya mintak ampun. Acap pula mereka makan rebus pisang dan ubi, ketimbang makan nasi. Demikian itu, karena nasibnya yang belum se beruntung orang banyak yang bisa makan dua atau tiga kali dalam sehari.
    Pasca kedatangan pihak Pemkab Padang Pariaman dan petugas kesehatan dari Puskesmas Aua Malintang, kondisi kesehatan anak dan orangtua keluarga malang itu sudah mulai membaik. Sejumlah anak Tayung yang awalnya banyak buncit perutnya, kini telah normal kembali. Dan bahkan, cerita guru SD 08 Aua Malintang tempat anak Tayung menimba ilmu pendidikan dasar itu, ketiga anak Tayung telah bisa normal datang tiap hari ke sekolah.
    Walikorong Mudiak Aia Fadri Kasman saat ditanya Singgalang, kemarin mengaku belum begitu banyak perubahan yang terjadi dalam keluarga itu. "Rencana bedah rumah yang diperuntukkan buat Tayung, belum ada realisasinya. Memang, kondisi belajar anaknya telah bisa dibilang normal dari yang sebelumnya," kata dia.
    "Semua keperluan untuk mendapatkan bedah rumah Tayung itu, telah kita persiapkan. Termasuk juga persiapan administrasi untuk mewujudkan semua keluarganya sehat, sudah pula kita lakukan dengan apa adanya. Sebab, kondisi rumah kayu yang dipunyai Tayung sangat rentan terhadap penyakit. Sudahlah kandang sapi di depan rumah, bangunan rumah tak pula didinding dengan rancak. Mudah masuk angin malam, yang membuat berbagai penyakit sering menimpa keluarga itu," kata Fadri Kasman.
    Camat IV Koto Aua Malintang Vemi Tulalo menyebutkan, pihaknya telah memberikan proposal ke Dinas Sosial dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Padang Pariaman, untuk kelanjutkan kesejahteraan Tayung dan keluarganya. "Untuk persyaratan bedah rumah, kita telah pastikan tanahnya tidak punya persoalan," ujar Vemi.
    "Saya sedikit kecewa dan tarangah saat datang kerumahnya untuk mengantarkan bantuan yang diberikan anggota DPR RI, Jonh Kenedy Azis. Saat saya tiba di rumahnya itu, istri Tayung sedang di jalan menjujung sekarung padi dari sawah. Sedangkan Tayung sendiri hanya tidur-tiduran di rumahnya. Tentu, sebagai kepala keluarga hal demikian kurang elok dilakukan Tayung," kata Vemi.
    Vemi berharap, apa yang sedang diusahakan pemerintah untuk kebaikannya, hendaknya dia iringi pula dengan kesungguhan untuk meraih yang namanya kesejahteraan dalam hidup. Bekerja tentunya bagian dari usaha yang sangat diajurkan dalam hidup dan kehidupan, agar semua beban hidup bisa dipenuhi dengan baik. (damanhuri)

Sosok Rendah Hati dan Merakyat dari Seorang Ali Mukhni

Sosok Rendah Hati dan Merakyat dari Seorang Ali Mukhni

Padang Pariaman---Pagi menjelang siang itu, Bupati Ali Mukhni tiba di Hotel Pangeran, Padang dengan tampilan yang sangat sederhana. Turun didepan lobi hotel, tidak pula memakai mobil dinas. Hanya sebuah mobil Avanza, sehingga pihak Universitas Tamansiswa yang menyambutnya agak sedikit tercengang, dan heran.
    Sabtu itu, Ali Mukhni diundang khusus untuk memberikan orasi ilmiah dalam wisuda ke-48 universitas tertua di Indonesia itu. Kalangan Universitas Tamansiswa, awalnya sempat berpikir ulang, dan ada yang merasa pesimis atas kehadiran orang nomor satu di Padang Pariaman itu. Sebab, dari jadwal yang diatur, Ali Mukhni akan tampil perdana, dan sudah harus duduk dalam ruang sebelum prosesi wisuda dimulai.
    Melihat keadaan itu, Irwandi Sulin, dosen Tamansiswa yang mengundang Bupati Ali Mukhni pun salut dan bangga melihat sosoknya yang hadir saat itu. Dengan segera Irwandi Sulin menanggalkan dasi dan jas yang dia pakai, untuk selanjutnya dipakaikan ke Ali Mukhni, yang memang harus tampil pakai jas lengkap sama dasi.
    Meminjam sebuah ruang dipojok hotel, Ali Mukhni memang terlihat orang lapangan betul. Tidak kikuk dengan persoalan protokoler. Bahkan, siang itu dia hadir sendirian. Tidak ada ajudan atau sespri yang mendampinginya. Akhirnya, karena sedikit terlambat datang, Ali Mukhni diberikan kesempatan tampil paling terkahir, setelah Wagub Muslim Kasim memberikan sambutan.
    "Sungguh seorang pemimpin rendah hati, dan merakyat. Inilah sosok asli Ali Mukhni yang saya lihat. Jujur saja, Ali Mukhni merupakan kepala daerah pertama yang diundang resmi untuk memberikan orasi ilmiah dihadapan ratusan wisudawan dan wisudawati. Secara pribadi, saya bangga dan suka dengan tampilan apa adanya yang diperlihatkan Ali Mukhni kepada banyak orang. Dan itulah sosok yang diinginkan masyarakat Padang Pariaman," kata Irwandi Sulin yang juga tokoh masyarakat Lubuk Alung itu.
    Dalam memberikan orasi ilmiah pun, Ali Mukhni yang tampil tanpa membaca teks yang sudah ada itu terkesan tidak mengada-ngada. Dia membaca apa adanya yang tengah menggeliat di daerah yang dia pimpin. Dia selalu menyanjung seniornya, Muslim Kasim. Bahkan, berkali-kali Ali Mukhni bicara dihadapan ratusan orang, kalau Muslim Kasim itu kakak kandungnya, yang selalu dia panggil dengan sebutan Abang.
    Prof Isril Berd yang hadir dan ikut makan bersama dengan Ali Mukhni usai wisuda itu, memuji kehebatan dan kesungguhan Ali Mukhni dalam memimpin daerah. "Setiap kali saya ke sejumlah nagari di Padang Pariaman, saya selalu menanyakan perjalan Bupati Ali Mukhni kepada masyarakat. Umumnya, mereka menjawab positif, dan bahkan Ali Mukhni masih dibutuhkan untuk melanjutkan agenda yang masih terbengkalai," kata Isril Berd yang juga putra Kasang, Kecamatan Batang Anai itu.
    Dalam kesempatan itu, Ali Mukhni menjanjikan pada Tamansiswa untuk meningkatkan kerjasama yang baik. "Tahun lalu ada banyak mahasiswa asal Padang Pariaman di Tamansiswa, dimana mereka dibiayai Pemkab. Tahun depan kita tingkatkan, dengan memberikan kesempatan kepada 60 Sekretaris Walinagari untuk bisa kuliah di Fakultas Ekonomi Tamansiswa," ujar Ali Mukhni.
    Dia melihat, hal demikian sangat penting mengingat akan turunnya anggaran desa dari pusat yang tentunya harus dikelola dengan baik dan benar. "Pelaku pemerintahan terendah itu harus ditingkatkan ilmu pengetahuannya, sehingga dalam mengelola anggaran yang banyak, mereka tidak berurusan dengan penegak hukum," ungkapnya. (damanhuri)